Anda di halaman 1dari 18

I.

Anatomi dan Fisiologis

1. Telinga Bagian Luar


Bagian ini merupakan bagian luar dari Telinga manusia yang terdiri
dari daun telinga dan saluran luar telinga.
a. Daun Telinga (Pinna)
Daun Telinga atau disebut juga dengan Pinna adalah bagian telinga terluar
yang melekat secara external di kepala. Fungsi Daun Telinga ini adalah
mengumpulkan suara, memperkuatnya dan mengarahkan suara atau bunyi
tersebut ke saluran telinga.
b. Saluran Telinga (Auditory Canal)
Saluran Telinga atau Liang Telinga, disebut juga dengan Auditory Canal
adalah struktur silindris berbentuk tabung berongga yang menghubungkan
telinga luar ke telinga tengah. Saluran Telinga ini terdiri dari tulang rawan
(cartilage) dan jaringan berserat yang dapat mengeluarkan zat lilin dan
kotoran telinga dengan tujuan untuk membantu membersihkan saluran
telinga ini dan juga untuk melindungi telinga dari bakteri, serangga, dan
organisme lain yang mungkin memasuki telinga. Fungsi saluran atau liang
telinga ini adalah untuk menyalurkan suara atau bunyi ke telinga bagian
tengah.
2. Telinga Bagian Tengah
Telinga Bagian Tengah terdiri dari beberapa bagian, diantaranya adalah
Eardrum (gendang telinga dan tulang-tulang pendengaran seperti Malleus
(tulang martil), Incus (tulang landasan), Stapes (tulang sanggurdi) dan
Eustachian tube (saluran Pendengaran).
a. Gendang Telinga (Eardrum)
Gendang Telinga atau disebut juga Tympanic Membrane (membran
timpani) adalah bagian yang memisahkan telinga luar dengan telinga
tengah. Gelombang suara yang diterima menyebabkan membran ini
bergetar dan getaran ini ditransmisikan ke tiga tulang kecil (ossicle) di
telinga tengah. Tiga tulang itu adalah malleus, incus, dan stapes. Dengan
kata lain, fungsi Gendang Telinga atau Membran Timpani adalah merespon
suara yang diterimanya dengan cara menggetarkannya.
b. Malleus (Tulang Martil)
Malleus adalah tulang kecil yang menghubungkan gendang telinga dengan
incus (tulang landasan). Berbentuk seperti palu, malleus mentransmisikan
sinyal getaran yang diterima dari gendang telinga ke incus. Bentuk tulang
Malleus ini seperti sebuah Martil atau Palu sehingga sering disebut juga
sebagai Tulang Martil. Fungsi Tulang Martil ini adalah menghantarkan
getaran suara dari gendang telinga (eardrum) ke tulang landasan (incus).
c. Incus (Tulang Landasan) – Incus atau tulang landasan adalah tulang yang
menghubungkan Tulang Martil (Malleus) dengan Tulang Sanggurdi
(Stapes). Tulang Incus ini berbentuk seperti landasan sehingga disebut juga
dengan Tulang Landasan.  Fungsi Tulang Landasan atau Tulang Incus ini
adalah mentransmisikan getaran suara dari Tulang Martil (Malleus) ke
Tulang Sanggurdi (Stapes).
d. Stapes (Tulang Sanggurdi) – Stapes atau Tulang Sanggurdi adalah tulang
terkecil dan teringan dalam tubuh manusia yang menyerupai sanggurdi
kuda. Stapes atau Tulang Sanggurdi ini menghubungkan Incus (Tulang
Landasan) dengan Tingkap Oval (Oval Window). Tingkap oval adalah
lubang yang menghubungkan telinga bagian tengah dengan telinga bagian
dalam. Fungsi Tulang sanggurdi adalah menerima getaran suara dari tulang
landasan dan kemudian diantar ke membran di telinga dalam melalui
tingkap oval.
e. Eustachian Tube (Tabung Pendengaran) – Tabung pendengaran juga
disebut tabung Eustachius adalah rongga yang menghubungkan struktur
telinga tengah dengan bagian belakang tenggorakan. Fungsi Tabung
pendengaran atau tabung Eustachius ini adalah membantu mengalirkan
lendir dari telinga tengah dan menyamakan tekanan di dalam dan di luar
telinga.
3. Telinga Bagian Dalam
Telinga Bagian Dalam atau disebut juga Auris interna adalah bagian
terdalam dari struktur telinga. Fungsi Telinga Bagian Dalam ini adalah
mendeteksi suara/bunyi dan menjaga keseimbangan. Telinga Bagian Dalam
pada dasarnya terdiri dari dua bagian utama yaitu Bony Labirynth (tulang
labirin yang menonjol) dan Membran Labyrinth.
a. Bony Labyrinth
Bony Labyrinth atau  disebut juga Labirin Tulang adalah rongga berlubang
di dalam telinga bagian dalam yang terdiri dari tulang yang dilapisi dengan
Periosteum sedangkan Membran Labyrinth atau Labirin Membran
membentang di dalam Labirin Tulang. Di antara kedua lapisan tersebut
terdapat lapisan cairan Perilimfe. Bony Labirynth terdiri dari beberapa
bagian yaitu Vestibule, Koklea (Cochlea) dan kanal setengah lingkaran
(Semicircular canals).
b. Vestibule
Vestibule atau Vestibular adalah bagian yang menghubungkan Koklea
dengan Semisirkular atau Kanal Setengah Lingkaran. Fungsi Vestibular
adalah menjaga keseimbangan posisi kepala terhadap gaya gravitasi dan
merespon perubahan kedudukan tubuh. Vestibular menggunakan sejenis
cairan dan sel pendeteksi atau sel rambut yaitu Sakula dan Utrikula untuk
merespon perubahan kedudukan tubuh ini.
c. Cochlea (Koklea)
Koklea adalah saluran berbentuk spiral seperti cangkang siput yang
membentuk 2/3 putaran mengitari pusat tulang yang disebut dengan
modiolus. Fungsi Koklea adalah mengubah getaran suara menjadi persepsi
pendengaran. Struktur ini berisi kompartemen berisi cairan yang merasakan
perubahan tekanan. Organ Korti dalam koklea mengandung serabut saraf
yang memanjang membentuk saraf pendengaran. Sel-sel sensorik dalam
organ Korti membantu mengubah getaran suara menjadi impuls saraf yang
ditransmisikan ke sistem saraf pusat (otak).
d. Semicircular canals (Kanal Setengah Lingkaran)
Kanal setengah lingkaran atau Kanal Semisirkularis adalah saluran
penghubung di dalam telinga yang terdiri dari tiga buah saluran setengah
lingkaran yang berbeda yaitu saluran semisirkular horizontal, saluran
semisirkular vertikal superior dan saluran semisirkular vertikal posterior.
Fungsi Kanal Setengah Lingkaran atau Semicircular ini adalah membantu
menjaga keseimbangan dengan mendeteksi gerakan kepala.
II. Definisi
A. ETIOLOGI

Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui organ


keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang
berhubungan dengan area tertentu di otak. Vetigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam
telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya
sendiri. Vertigo juga bisa berhubungan dengan kelainan penglihatan atau perubahan
tekanan darah yang terjadi secara tibatiba. Penyebab umum dari vertigo: (Israr, 2012).
1. Keadaan lingkungan
Motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)
2. Obat-obatan
a. Alkohol
b. Gentamisin
3. Kelainan sirkulasi
Transient ischemic attack (gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya
aliran darah ke salah satu bagian otak) pada arteri vertebral dan arteri basiler
4. Kelainan di telinga
a. Endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga bagian
dalam (menyebabkan benign paroxysmal positional vertigo)
b. Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri.
c. Herpes zoster
d. Labirintitis (infeksi labirin di dalam telinga)
e. Peradangan saraf vestibuler
f. Penyakit Meniere
5. Kelainan neurologis
a. Sklerosis multipel
b. Patah tulang tengkorak yang disertai cedera pada labirin, persarafannya atau
keduanya
c. Tumor otak
d. Tumor yang menekansarafvestibularis.
B. MANIEFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis pada klien dengan vertigo yaitu Perasaan berputar yang kadang-
kadang disertai gejala sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual, muntah, rasa
kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi
lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata
merah, mudah tersinggung, gelisah, lidahmerahdenganselaput tipis (Rahayu,2013)
Pasien Vertigo akanmengeluh jika posisi kepala berubah pada suatu keadaan
tertentu. Pasien akan merasa berputar atau merasa sekelilingnya berputar jika akan ke
tempat tidur, berguling dari satu sisi ke sisi lainnya, bangkit dari tempat tidur di pagi hari,
mencapai sesuatu yang tinggi atau jika kepala digerakkan ke belakang. Biasanya vertigo
hanya berlangsung 5-10 detik. Kadang-kadang disertai rasa mual dan seringkali pasien
merasa cemas.Penderita biasanya dapat mengenali keadaan ini dan berusaha
menghindarinya dengan tidak melakukangerakan yang dapatmenimbulkan vertigo.
Vertigo tidakakanterjadijika kepala tegak lurus atau berputar secara aksial tanpa ekstensi,
pada hampir sebagian besar pasien, vertigo akan berkurang dan akhirnya berhenti secara
spontan dalam beberapa hari atau beberapa bulan, tetapi kadang-kadangdapat juga
sampaibeberapatahun.
Pada anamnesis, pasienmengeluhkan kepala terasa pusing berputar pada perubahan
posisi kepala dengan posisi tertentu. Secara klinis vertigo terjadi pada perubahan posisi
kepala dan akan berkurang serta akhirnya berhenti secara spontan setelah beberapa waktu.
Pada pemeriksaan THT secara umum tidak didapatkan kelainan berarti, dan
padaujikaloritidakada paresis kanal.
Ujiposisidapatmembantu mendiagnosa vertigo, yang paling baik adalah dengan
melakukan manuver Hallpike : penderita duduk tegak, kepalanya dipegang pada kedua
sisi oleh pemeriksa, lalu kepala dijatuhkan mendadak sambil menengok ke satu sisi. Pada
tes ini akan didapatkan nistagmus posisi dengan gejala :
1. Penderita vertigo akan merasakan sensasi gerakan seperti berputar, baik dirinya
sendiri atau lingkungan
2. Merasakan mual yang luar biasa
3. Sering muntah sebagai akibat dari rasa mual
4. Gerakan mata yang abnormal
5. Tiba - tiba muncul keringat dingin
6. Telinga sering terasa berdenging
7. Mengalami kesulitan bicara
8. Mengalami kesulitan berjalan karena merasakan sensasi gerakan berputar.
9. Pada keadaan tertentu, penderita juga bisa mengalami ganguuan penglihatan
(Tobing,2015)
C. KLASIFIKASI

Klasifikasi Benign Paroxysmal Positional Vertigo terbagi atas dua jenis, yaitu:
a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Posterior
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis posterior ini paling
seringterjadi, dimana tercatat bahwa BPPV tipe ini 85 sampai 90% dari kasus
BPPV. Penyebab paling sering terjadi yaitu kanalitiasis. Hal inidikarenakan
debris endolimfe yang terapung bebas cenderung jatuh kekanal posterior karena
kanal ini adalah bagian vestibulum yang berada padaposisi yang paling bawah
saat kepala pada posisi berdiri ataupun berbaring (Imai T, et al, 2016).
b. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal (Lateral)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis horizontal pertama
kalidiperkenalkan oleh McClure tahun 1985 dengan karakteristik
vertigoposisional yang diikuti nistagmus horizontal berubah arah. Arah
nistagmushorizontal yang terjadi dapat berupa geotropik (arah gerakan fase
cepat ke Universitas Sumatera Utara arah telinga di posisi bawah) atau
apogeotropik (arah gerakan fase cepatkearah telinga di posisi atas) selama
kepala dipalingkan ke salah satu sisidalam posisi telentang. Nistagmus geotropik
terjadi karena adanyaotokonia yang terlepas dari utrikulus dan masuk ke dalam
lumen posteriorkanalis horizontal (kanalolitiasis), sedangkan nistagmus
apogeotropikterjadi karena otokonia yang terlepas dari utrikulus menempel pada
kupulakanalis horizontal (kupulolitiasis) atau karena adanya fragmen otokonia
didalam lumen anterior kanalis horizontal (kanalolitiasis apogeotropik) (Imai T,
et al, 2016).
Pada umumnya BPPV melibatkan kanalis posterior, tetapi beberapa
tahunterakhir terlihat peningkatan laporan insiden BPPV kanalis horizontal.
Pasien dengankeluhan dan gejala yang sesuai dengan BPPV, namun tidak sesuai
dengan kriteriadiagnostik BPPV kanalis posterior harus dicurigai sebagai BPPV
kanalis horizontal (Imai T, et al, 2016).

F. PATOFISIOLOGI
Reseptor yang berfungsi sebagai penerima informasi untuk sistem vestibular terdiri
dari vestibulum, proprioseptik dan mata,serta integrasi dari ketiga reseptor terkait
dengan batang otak serta serebelum.Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat
keseimbangan tubuh yangmengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh
(informasi aferen) yangsebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf
pusat (pusatkesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah
susunanvestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan
impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optikdan
pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nukleivestibularis dengan nuklei
N.III,IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.Informasi yang
berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual,
dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusipaling besar, yaitu lebih
dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yangpaling kecil kontribusinya adalah
proprioseptik.
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusatintegrasi alat
keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual danproprioseptik kanan
dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan
diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan
penggerak tubuh dalam keadaan bergerak.Di samping itu orang menyadari posisi
kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh
di perifer atau sentraldalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang
gerakan yanganeh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan
terganggu,akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom. (Muhammad amin
dkk.2020)

Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian ketidakseimbangan tubuh :

1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)


Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan
hiperemi kanalissemisirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan
timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari
berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan
proprioseptik, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri
dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di
sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi
bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau
rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan
teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses
pengolahan sentral sebagai penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini
otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika
pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan
yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola
gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme
adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha
adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis
terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin
(Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu
dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala
vertigo.
6. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada
proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres
yang akan memicu sekresi CRF (corticotropinreleasingfactor), peningkatan
kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang
selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas
sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang
sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat
aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan
hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf
parasimpatis (sri utami dkk.2018.)

F.PATHWAY
Peranan neurotrasmisi dan perubahan-perubahan biomulekoler yang terjadi pada proses
adaptasi, belajar dan daya ingat

Rangsangan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan

stress

sekresi CRF

susunan saraf simpatif aktif

susunan saraf simpatif aktif

aktifitas susunan saraf parasimpatif

Vertigo

Vestibula cereblum TIK menekan pusat

Aktivasi ke sereblum kortex menekan pusat nyeri

Gangguan keseimbangan muntah


Nyeri
akut
(ataxia, headache, dizziness) mual, muntah

Intake nutrisi
Risiko Cedera

Defisit Nutrisi

hipovolemia

G. KOMPLIKASI

1. Ciderafisik
Pasiendengan vertigo ditandai dengan kehilangan keseimbangan akibat
terganggunya saraf VIII (Vestibularis), sehingga pasien tidak mampu
mempertahankandiriuntuktetapberdiridanberjalan.
2. Kelemahan otot
Pasien yang mengalami vertigo seringkali tidak melakukan aktivitas.Mereka
lebih sering untuk berbaring atau tiduran, sehingga berbaring yang terlalu lama
dan gerak yang terbatas dapat menyebabkan kelemahan otot.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan  CT-scan atau MRI kepala dapat menunjukkan kelainan tulang atau
tumor yang menekan saraf. Jika diduga infeksi maka bisa diambil contoh cairan dari
telinga atau sinus atau dari tulang belakang.
2. Pemeriksaan angiogram, dilakukankarena diduga terjadi penurunan aliran darah ke
otak. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adanya sumbatan pada pembuluhdarah
yang menujukeotak.
3. Pemeriksaankhusus : ENG, Audiometridan BAEP, psikiatrik.
4. Pemeriksaantambahan : EEG, EMG, EKG, laboratorium, radiologik.
5. Pemeriksaanfisik :mata, alat keseimbangan tubuh, neurologik, otologik,
pemeriksaanfisikumum (Kang 2014).

E. PENATALAKSANAAN
a. Farmakologi
1) Antihistamin (dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin, siklisin)

a) Dimenhidrinat lama kerja tini ialah 4–6 jam. Obat dapat diberi per oral
atau parenteral (suntikan intramuskular dan intravena), dengan dosis 25
mg-50 mg (1 tablet), 4 kali sehari.

b) Difenhidramin HCl. Lama aktivitas obat ini ialah 4–6 jam, diberikan
dengan dosis 25 mg (1 kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari.

c) Senyawa betahistin (suatu analog antihistamin):

I. Betahistin Mesylate dengan dosis 12 mg, 3 kali sehari per oral


II. Betahistin HCl dengan dosis 8-24 mg, 3 kali sehari. Maksimum 6
tablet dibagi dalam beberapa dosis.
2) Kalsium Antagonis
Cinnarizine, mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular dan dapat
mengurangi respons terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya
ialah 15-30 mg, 3 kali sehari atau 1 x 75 mg sehari.
b. Nonfarmakologi

1) Pasien dilakukan latihan vestibular (vestibular exercise) dengan metode


Brand Daroff.

2) Pasien duduk tegak dipinggir tempat tidur dengan kedua tungkai


tergantung, dengan kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke
salah satu sisi, pertahankan selama 30 detik. Setelah itu duduk kembali.
Setelah 30 detik, baringkan dengan cepat ke sisi lain. pertahankan selama
30 detik, lalu duduk kembali.

3) Lakukan latihan ini 3 kali pada pagi, siang dan malam hari masing-masing
diulang 5 kali serta dilakukan selama 2 minggu atau 3 minggu dengan
latihan pagi dan sore hari.

4) Pasien dilakukan latihan vestibular (vestibular exercise) dengan metode


Brand Daroff.

5) Pasien duduk tegak dipinggir tempat tidur dengan kedua tungkai


tergantung, dengan kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke
salah satu sisi, pertahankan selama 30 detik. Setelah itu duduk kembali.
Setelah 30 detik, baringkan dengan cepat ke sisi lain. pertahankan selama
30 detik, lalu duduk kembali.

6) Lakukan latihan ini 3 kali pada pagi, siang dan malam hari masing-masing
diulang 5 kali serta dilakukan selama 2 minggu atau 3 minggu dengan
latihan pagi dan sore hari.

7) Epley manuver untuk pengobatan dari posterior canal BPPV (benigh


paroxysmal positional vertigo), vertigo posisional paroksismal benigna,
adapun Langkah-langkanya:

a. 1 dan 2 dari manuver Epley adalah langkah-langkah tes Dix-Hallpike


positif. Setelah memegang selama 20 detik di posisi 2, kepala berubah
90 ke arah yang tidak terpengaruh.
b. Setelah menahan selama 20 detik di posisi 3, kepala beralih lagi ke
posisi yang hampir menghadap ke bawah dengan tubuh yang juga
beralih untuk mengakomodasi gerakan kepala.

c. Setelah memegang selama 20 detik di posisi 4, pasien dibawa ke


posisi duduk.

d. Pergerakan materi otolit dalam labirin digambarkan dengan setiap


langkah, memperlihatkan. Bagaimana otoliths dipindahkan dari kanal
semikirit ke ruang depan.

Dari American Academy of Neuroloay. Neuroloay

F. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


1. PENGKAJIAN 
a. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien pada saat dilakukan pengkajian.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit. Pada pasien
vertigo tanyakan adakah pengaruh sikap atau perubahan sikap terhadap munculnya
vertigo, posisi mana yang dapat memicu vertigo.
c. Riwayat kesehatan yang lalu
Adakah riwayat trauma kepala, penyakit infeksi dan inflamasi dan penyakit tumor
otak. Riwayat penggunaan obat vestibulotoksik missal antibiotik, aminoglikosid,
antikonvulsan dan salisilat.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga lain atau
riwayat penyakit lain baik
e. Aktivitas /Istirahat
 Letih, lemah, malaise
 Keterbatasan gerak 
 Ketegangan mata, kesulitan membaca
 Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala.
 Sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja) atau
karena perubahan cuaca.
f. Sirkulasi
 Riwayat hypertensi
 Denyutan vaskuler, misal daerah temporal.
 Pucat, wajah tampak kemerahan.
g. IntegritasEgo
 Faktor-faktor stress emosional/lingkungan tertentu
 Perubahan ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan depresi
 Kekhawatiran, ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala
 Mekanisme refresif/dekensif (sakit kepala kronik).

h. Makanan dan cairan


 Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya kafein, coklat, bawang,keju,
alkohol, anggur, daging, tomat, makan berlemak, jeruk, saus,hotdog,
MSG(pada migrain).
 Mual/muntah, anoreksia (selama nyeri)
 Penurunan berat badan5.
i. Neurosensoris
 Pening, disorientasi (selama sakit kepala)
 Riwayat kejang, cedera kepala yang baru terjadi, trauma, stroke.
 Aura ; fasialis, olfaktorius, tinitus.
 Perubahan visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang keras, epitaksis.
 Parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu sisi tempore
 Perubahan pada pola bicara/pola pikir 
 Mudah terangsang, peka terhadap stimulus.
 Penurunan refleks tendon dalam
 Papiledema.
j. Nyeri/ kenyamanan
 Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misal
migrain,ketegangan otot, cluster, tumor otak, pascatrauma, sinusitis.
 Nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah.
 Fokus menyempit
 Fokus pada diri sendiri
 Respon emosional / perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah.
 Otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal.
k. Keamanan
 Riwayat alergi atau reaksi alergi
 Demam (sakit kepala)
 Gangguan cara berjalan, parastesia, paralisis
 Drainase nasal purulent (sakit kepala pada gangguan sinus).
l. Interaksi social
 Perubahan dalam tanggung jawab/peran interaksi sosial yang berhubungan
dengan penyakit.
m. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Pemeriksaan Persistem
1) Sistem persepsi sensor
Adakah rasa tidak stabil, disrientasi, osilopsia yaitu suatu ilusi bahwa benda
yang diam tampak bergerak maju mundur.
2) Sistem Persarafan
Adakah nistagmus berdasarkan beberapa pemeriksaan baik manual maupun
dengan alat.
3) Sistem Pernafasan
Adakah gangguan pernafasan.
4) Sistem Kardiovaskuler
Adakah terjadi gangguan jantung.
5) Sistem Gastrointestinal
Adakah Nausea dan muntah
6) Sistem integument
7) Sistem Reproduksi
8) Sistem Perkemihan
a. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Adakah kecemasan yang dia lihatkan oleh kurangnya pemahaman pasien dan
keluarga mengenai penyakit, pengobatan dan prognosa.
2) Pola aktivitas dan latihan
Adakah pengaruh sikap atau perubahan sikap terhadap munculnya vertigo,
posisi yang dapat memicu vertigo.
3) Pola nutrisi metabolism
Adakah nausea dan muntah
4) Pola eliminasi
5) Pola tidur dan istirahat
6) Pola Kognitif dan perseptua
Adakah disorientasi dan asilopsia
1) Persepsi diri atau konsep diri
2) Pola toleransi dan koping stress
3) Pola sexual reproduksi
4) Pola hubungan dan peran
5) Pola nilai dan kenyakin .

I. Diagnose keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis


(mis.inflamasi,iskemia,neopiasma)
2) Resiko cidera berhubungan dengan kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
3) Deficit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
4) Hipovolemi berhubungan dengan kehilangan cairan aktif

Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis


(mis.inflamasi,iskemia,neopiasma)
Intervensi
1. Manajemen nyeri
Observasi
 Identifikasi lokasi karakteristik,durasi frekuensi,kualitas,intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi nyeri non verbal
 Identifikasi nyeri yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengentahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap nyeri
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah di berikan
 Monitor efek samping penggunaan analgeetik
terapiutik
 Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
 Jeaskan penyebab,periode,dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan anlgetik secara tepat
 Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
2. Hipovolemi berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
Intervensi
Observasi
 Identifikasi status nutrisi
 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Identifikasi makanan yang di sukai
 Identifkasi makanan yang di sukai
 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
 Identifikasi perlunya penggunaan selas nasogastrik
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapiutik
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah kontsipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Berikan suplmen makanan jika perlu
Edukasi
 Anjurkn posisi duduk,jika perlu
 Ajarkan diet yang di programkan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian mediasi sebelum makan (mis,perreda
nyeri,antlementik)
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk mentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang di butuhkan

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad soepardi, efiaty dan Nurbaiti.(2012). Buku ajar ilmu kesehatan telingahidung
tenggorokkepala leher edisi ke lima. Jakarta : Gaya Baru
Amin Muhammad dkk.2020.pengalaman pasien vertigo wilayah kerja puskesmas lingkar
timur.jurnal kesmas. Asclepius.vol 2 no 1.

Brunner, Suddarth. 2015. Buku Ajar keperawtanmedikalbedah, edisi 8 vol.3.EGC. Jakarta


Imai T, et al. Classification, diagnostic criteria and management of benign paroxysmal
positional vertigo. Auris Nasus Larynx (2016),
http://dx.doi.org/10.1016/j.anl.2016.03.013

Lumban Tobing. S.M, 2003, Vertigo Tujuh Keliling, Jakarta : FK UI

Mardjono M. & Sidharta P., 2008. Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta.
Nagel, P., Gurkov, R. 2012. Dasar-dasar Ilmu THT. Alih bahasa Dany, F. Jakarta : EGC

PPNI. 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) : Jakarta

PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) : Jakarta

PPNI. 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) : Jakarta

Santosa, Budi. 2013.DiagnosisKeperawatanDevinisi&Klasifikasi NANDA 2015-2017.


Jakarta: Prima Medika

Sjamsuhidayat& Jong.(2015).Buku Ajar IlmuBedah.Edisi 3.Jakarta:EGC

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G., 2011. Buku ajar keperawatan medical-bedah Brunner &
Suddarth, vol:3, EGC, Jakarta

Utami sri.malueka ghazali rusdy.gofir abdul.2018.bunga rampai vertigo.gajah mada uversity


pres: yogyakarta.ISBN :978-602-386-013-5

Anda mungkin juga menyukai