Anda di halaman 1dari 20

Kesehatan kerja, Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal

23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja harus diselenggarakan di


semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan,
mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika
memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke
dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan
dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku lansung yang bekerja d RS, tapi
juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak
pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS. (1)
Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan
kesehatan serta dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan
penelitian. Rumah sakit merupakan salah satu tempat bagi masyarakat untuk
mendapatkan pengobatan dan pemeliharaan kesehatan dengan berbagai fasilitas dan
peralatan kesehatannya. Rumah sakit sebagai tempat kerja yang unik dan kompleks tidak
saja menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga merupakan tempat
pendidikan dan penelitian kedokteran. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi
suatu rumah sakit maka semakin kompleks peralatan dan fasilitasnya.(2)
Potensi bahaya di rumah sakit, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-
bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit, yaitu kecelakaan
(peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan
sumber-sumber cedera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas
anestesi, gangguan psikososial, dan ergonomi. Semua potensi-potensi bahaya tersebut
jelas mengancam jiwa bagi kehidupan bagi para karyawan di rumah sakit, para pasien
maupun para pengunjung yang ada di lingkungan rumah sakit.(1)
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 1988 menunjukkan bahwa terjadinya
kecelakaan di rumah sakit 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang
sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka
bakar, dan penyakit infeksi, dll. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi
pada pekerja rumah sakit yaitu sprains, strains: 52%; contussion, crushing, bruising: 11%;
cuts, laceration, puncture: 10,8%; fractures: 5,6%; multiple injuries: 2,1%; thermal burns:
2%; scratches, abrasions: 1,9%; infections: 1,3%; dermatitis : 1,2%; dan lain-lain: 12,4%
(US Departement of Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics, 1983).(1)

Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung tertingga pada
perawat (16,8%) dibandingkan pekerja di sektor industri lain. Di Australia, diantara 813
perawat, 87% pernah low back pain, prevalensi 42% dan di AS insiden cedera
muskuloskeletal 4,62/100 perawat pertahun. Cedera punggung menghabiskan biaya
kompensasi terbesar, yaitu lebih dari satu miliar dollar pertahun. Khusus di Indonesia,
data penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di rumah sakit belum terganbar
dengan jelas namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari para petugas di rumah
sakit, sehubungan dengan bahaya-bahaya yang ada di rumah sakit.(1)
Selain itu, Gun (1983) memberikan catatan bahwa terdapat beberapa kasus penyakit
kronis yang diderita petugas rumah sakit, yaitu hipertensi, varises, anemia (kebanyakan
wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57%
wanita), serta nyeri tulang belakang dan pergeseran discus intervertebrae. Ditambahkan

/conversion/tmp/activity_task_scratch/602967952.doc 1
juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yanng diderita petugas rumah sakit
lebih besar 1,5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit,
saluran pernapasan, saluran cerna, dan keluhan lain seperti sakit telinga, sakit kepala,
gangguan saluran kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan,
penyakit kulit dan sistem otot dan tulang rangka.(1)
Rumah sakit mempunyai karakteristik khusus yang dapat meningkatkan peluang
kecelakaan. Misalnya, petugas acapkali menggunakan dan menyerahkan instrumen
benda-benda tajam tanpa melihat atau membiarkan orang lain tahu apa yang sedang
mereka lakukan. Ruang kerja yang terbatas dan kemampuan melihat apa yang sedang
terjadi di area operasi bagi sejumlah anggota tim (perawat instrumen atau asisten) dapat
menjadi buruk. Hal ini dapat mempercepat dan menambah stres kecemasan, kelelahan,
frustasi dan kadang-kadang bahkan kemarahan. Pada akhirnya, paparan atas darah
acapkali terjadi tanpa sepengetahuan orang tersebut, biasanya tidak diketahui hingga
sarung tangan dilepaskan pada akhir prosedur yang memperpanjang durasi paparan. Pada
kenyataannya, jari jemari acap kali menjadi tempat goresan kecil dan luka, meningkatkan
risiko infeksi terhadap patogen yang ditularkan lewat darah. Kondisi gawat darurat dapat
terjadi setiap waktu dan mengganggu kegiatan rutin. Mencegah luka dan paparan (agen
yang menyebabkan infeksi) pada kondisi ini sesungguhnya suatu yang menantang
(Advanced Precaution for Today’s OR).(2)
Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan,
meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 rumah sakit perlu
dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 rumah sakit lebih efektif, efesien dan
terpadu diperlukan sebuah manajemen K3 di rumah sakit baik bagi pengelola maupun
karyawan rumah sakit.
Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja menurut Peraturan Menteri
Kesehatan 2007 terdiri atas meliputi langkah-langkah sebagai berikut :
1. Tahap persiapan (komitmen dan kebijakan)
2. Tahap perencanaan
3. Tahap penerapan/pelaksanaan
4. Tahap Pengukuran dan evaluasi
5. Tahap peninjauan ulang dan peningkatan
Tujuan dari diterapkannya Sistem Manajemen K3 ini pada Rumah Sakit , menurut
peraturan Menkes diatas adalah terciptanya cara kerja, lingkungan Kerja yang sehat,
aman, nyaman, dan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan karyawan RS.

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja terdiri atas 5 langkah-langkah


berikut :
1. Tahap persiapan (komitmen dan kebijakan) K3 di Rumah Sakit
2. Tahap perencanaan K3 di Rumah Sakit
3. Tahap penerapan/pelaksanaan K3 di Rumah Sakit
4. Tahap pengukuran dan evaluasi K3 di Rumah Sakit
5. Tahap peninjauan ulang dan peningkatan K3 di Rumah Sakit

I.3. BATASAN MASALAH


Mengingat terbatasnya waktu, biaya dan fasilitas maka kami membatasi penelitian kami
tentang Sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja sebatas penerapannya dalam hal :

/conversion/tmp/activity_task_scratch/602967952.doc 2
1. Tahap persiapan (komitmen dan kebijakan)
2. Tahap perencanaan K3 di Rumah Sakit
3. Tahap penerapan/pelaksanaan K3 di Rumah Sakit
4. Tahap pengukuran dan evaluasi K3 di Rumah Sakit
5. Tahap peninjauan ulang dan peningkatan K3 di Rumah Sakit

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) tidak terlepas dari
pembahasan manajemen secara keseluruhan. Manajemen merupakan suatu proses
pencapaian tujuan secara efisien dan efektif, melalui pengarahan, penggerakan dan
pengendalian kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang tergabung dalam
suatu bentuk kerja. Sedangkan sistem manajemen merupakan rangkaian proses kegiatan
manajemen yang teratur dan integrasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja akhir-akhir ini terus berkembang seiring
dengan kemajuan sains dan teknologi dalam bidang industri. Keadaan ini merubah
pandangan masyarakat industri terhadap pentingnya penerapan K3 secara sungguh-
sungguh dalam kegiatannya. (3)
Kesehatan kerja menurut Suma’mur didefinisikan sebagai spesialisasi dalam ilmu
kesehatan/kedokteran beserta prakteknya, agar masyarakat pekerja memperoleh derajat
kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik atau mental maupun sosial dengan usaha-usaha
preventif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang
diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit-
penyakit umum.(4)
Menurut undang-undang kesehatan No. 1 tahun 1970, yang dimaksud dengan tempat
bekerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap,
dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan
suatu usaha dan dimana terdapat pasal-pasal undang-undang keselamatan kerja.(5)
Adapun tujuan keselamatan kerja menurut Suma’mur (1987) adalah sebagai berikut : (4)
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk
kesejahteraan hidup dan untuk meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
2. Menjamin setiap keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Keselamatan kerja merupakan sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan
kematian sebagai akibat kecelakaan kerja.
2.1.1 Defenisi
Dari uraian diatas maka sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dapat
diberikan batasan sebagai berikut: SMK3 adalah merupakan bagian dari sistem
manajemen secara keseluruhan meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung

/conversion/tmp/activity_task_scratch/602967952.doc 3
jawab pelaksanaan prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi
pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan
dengan kegiatan kerja guna terciptanya kerja yang aman, efisien dan produktif.(3)
Kesehatan kerja menurut WHO / ILO (1995) bertujuan untuk peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan fisik, mental, dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja
disemua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang
disebabkan oleh kondisi pekerjaan / gangguan kerja; perlindungan bagi pekerja dalam
pekerjaannya dari resiko akibat faktor yang merugikan kesehatan; dan penempatan serta
pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi
fisiologi dan psikologisnya. Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada
manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau jabatannya (1)
Kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit merupakan upaya untuk memberikan
jaminan kesehatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara
pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja,
promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi. Manajemen K3 di rumah sakit adalah
suatu proses kegiatan yang dimulai dengan tahap perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengendalian yang bertujuan untuk memberdayakan K3 di rumah sakit.
Pelaksanaan K3 harus merupakan bagian dari semua kegiatan operasional. Maka dari itu
pekerjaan atau tugas apapun tidak dapat diselesaikan secara efisien kecuali jika si pekerja
telah mengikuti setiap tindak pencegahan dan peratuan K3 untuk melindungi dirinya dan
kawan kerjanya. Sesuai dengan konsep sebab akibat kecelakaan serta prinsip pencegahan
kecelakaan, maka pengelompokan unsur K3 diarahkan kepada pengendalian sebab dan
pengurangan akibat terjadinya kecelakaan.(3)
2.1.2 Komitmen dan Kebijakan
Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah
dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan rumah sakit. Manajemen rumah sakit
mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya esensial seperti pendanaan,
tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya program K3 di rumah sakit. Kebijakan K3 di
rumah sakit diwujudkan dalam bentuk wadah K3RS dalam struktur organisasi rumah
sakit.(1)
Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 rumah sakit, perlu disusun strategi
antara lain: (1)
1. Advokasi sosialisasi program K3 rumah sakit
2. Menetapkan tujuan yang jelas
3. Organisasi dan penugasan yang jelas
4. Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 rumah sakit pada setiap unit kerja di
lingkungan rumah sakit
5. Sumber daya yang harus didukung oleh manajemen puncak
6. Kajian resiko secara kualitatif dan kuantitatif
7. Membuat program kerja K3 rumah sakit yang mengutamakan upaya peningkatan dan
pencegahan
8. Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala
2.1.3 Perencanaan
Rumah sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan
penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur.

/conversion/tmp/activity_task_scratch/602967952.doc 4
Perencanaan K3 di rumah sakit dapat mengacu pada standar sistem manajemen K3RS
diantaranya self assesment akreditasi K3 rumah sakit dan SMK3. (1)
Perencanaan meliputi: (1)
1. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor resiko. Rumah sakit
harus melakukan kajian dan identifikasi sumber bahaya, penilaian serta pengendalian
faktor resiko.
a. Identifikasi sumber bahaya
Dapat dilakukan dengan mempertimbangkan:
• Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya
• Jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjadi
Bahaya potensial berdasarkan lokasi dan pekerjaan di rumah sakit meliputi: (1)
Tabel 2.1
Bahaya potensial berdasarkan lokasi dan pekerjaan di rumah sakit
No Bahaya Potensial Lokasi Pekerja yang paling berisiko
1
FISIK:
Bising
IPS-RS, Laundry, dapur, CSSD. Gedung genset-boiler, IPAL
Karyawan yang bekerja di lokasi tersebut
Getaran Ruang mesin-mesin dan peralatan yang menghasilkan getaran (ruang gigi dan
lain-lain) Perawat, cleaning service, dll
Debu Genset, bengkel kerja, laboratorium gigi, gudang rekam medik, incinerator Petugas
sanitasi, teknisi gigi, petugas IPS dan rekam medik
Panas CSSD, dapur, laundry, incinerator, boiler Pekerja dapur, pekerja laundry, dan IP-
RS
Radiasi X-Ray, OK yang menggunakan c-arm, ruang fisioterapi, unit gigi Ahli radiologi,
radioterapist dan radiografer, ahli fisioterapi dan patugas rontgen gigi
2 KIMIA
Disinfektan
Semua area
Petugas kebersihan, perawat,
Cytotoxics Farmasi, tempat pembuangan limbah, bangsal Pekerja farmasi, perawat,
petugas pengumpul sampah
Ethylene oxide Kamar operasi Dokter, perawat
Formaldehyde Laboratorium, kamar mayat, gudang farmasi Petugas kamar mayat,
petugas laboratorium dan farmasi
Methyl:
Methacrylate, Hg (amalgam) Ruang pemeriksaan gigi Petugas/dokter gigi, dokter bedah,
perawat
Solvents Laboratorium, bengkel kerja, semua area di rumah sakit Teknisi, petugas
laboratorium, petugas pembersih
Gas-gas anestesi Ruang operasi gigi, OK, ruang pemulihan (RR) Dokter gigi, perawat,
dokter bedah, dokter/perawat anestesi
3 BIOLOGIK
AIDS, Hepatitis B dan Non A-Non B
IGD, kamar operasi, ruang pemeriksaan gigi, laboratorium, laundry

/conversion/tmp/activity_task_scratch/602967952.doc 5
Dokter, dokter gigi, perawat, petugas laboratorium, petugas sanitasi dan laundry
Cytomegalovirus Ruang kebidanan, ruang anak Perawat, dokter yang bekerja di bagian
ibu dan anak
Rubella Ruang ibu dan anak Dokter dan perawat
Tuberculosis Bangsal, laboratorium, ruang isolasi Perawat, petugas laboratorium,
fisioterapi
4 ERGONOMIK
Pekerjaan yang dilakukan secara manual
Area pasien dan tempat penyimpanan barang (gudang)
Petugas yang menangani pasien dan barang
Postur yang salah dalam melakukan pekerjaan Semua area Semua karyawan
Pekerjaan yang berulang Semua area Dokter gigi, petugas pembersih, fisioterapi, sopir,
operator komputer yang berhubungan dengan pekerjaan juru tulis
5 PSIKOSOSIAL
Sering kontak dengan pasien, kerja bergilir, kerja berlebih, ancaman secara fisik
Semua area
Semua karyawan
b. Penilaian faktor resiko
Adalah proses untuk menentukan ada tidaknya resiko dengan jalan melakukan penilaian
bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan kerja.
c. Pengendalian faktor risiko
Dilakukan melalui empat tingkatan pengendalian risiko yaitu menghilangkan bahaya,
menggantikan sumber risiko dengan sarana/peralatan lain yang tingkat risikonya lebih
rendah /tidak ada (engneering/rekayasa), administrasi dan alat pelindung pribadi (APP)
2. Membuat peraturan
Rumah sakit harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar operasional
prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan mengenai K3
lainnya yang berlaku. SOP ini harus dievaluasi, diperbaharui dan harus dikomunikasikan
serta disosialisasikan pada karyawan dan pihak yang terkait.

3. Tujuan dan sasaran


Rumah sakit harus mempertimbangkan peraturan perundang-undangan, bahaya potensial,
dan risiko K3 yang bisa diukur, satuan/indikator pengukuran, sasaran pencapaian dan
jangka waktu pencapaian (SMART)
4. Indikator kinerja
Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus
merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 rumah sakit.
5. Program kerja
Rumah sakit harus menetapkan dan melaksanakan proram K3 rumah sakit, untuk
mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta dilaporkan.
2.1.4 Pengorganisasian
Pelaksanaan K3 di rumah sakit sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen
dan petugas terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam
pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas.
Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan
latihan serta penegakan disiplin. Ketua organisasi/satuan pelaksana K3 rumah sakit

/conversion/tmp/activity_task_scratch/602967952.doc 6
secara spesifik harus mempersiapkan data dan informasi pelaksanaan K3 di semua tempat
kerja, meruuskan permasalahan serta menganalisis penyebab timbulnya masalah bersama
unit-unit kerja, kemudian mencari jalan pemecahannya dan mengkomunikasikannya
kepada unit-unit kerja, sehingga dapat dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya memonitor
dan mengevaluasi pelaksanaan program, untuk menilai sejauh mana program yang
dilaksanakan telah berhasil. Kalau masih terdapat kekurangan, maka perlu diidentifikasi
penyimpangannya serta dicari pemecahannya. (1)

1. Tugas dan fungsi organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit (1)


a. Tugas pokok :
• Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur rumah sakit mengenai
masalah-masalah yang berkaitan dengan K3
• Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan prosedur
• Membuat program K3 rumah sakit
b. Fungsi
• Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan yang
berhubungan dengan K3
• Membantu direktur rumah sakit mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3,
pelatihan dan penelitian K3 di rumah sakit
• Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3
• Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif
• Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3 rumah sakit
• Memberi nasehat tentang manajemen K3 di tempat kerja, kontrol bahaya, mengeluarkan
peraturan dan inisiatif pencegahan
• Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai kegiatannya
• Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru, pembangunan gedung dan
proses
2. Struktur organisasi K3 di rumah sakit(1)
Organisasi K3 berada satu tingkat di bawah direktur dan bukan merupakan kerja rangkap.
Model 1 :
Merupakan organisasi yang terstruktur dan bertanggung jawab kepada direktur rumah
sakit. Bentuk organisasi K3 di rumah sakit merupakan organisasi struktural yang
terintegrasi ke dalam komite yang ada di rumah sakit dan disesuaikan dengan
kondisi/kelas masing-masing rumah sakit, misalnya komite medis/nosokomial
Model 2 :
Merupakan unit organisasi fungsional (non struktural), bertanggung jawab langsung ke
direktur rumah sakit. Nama organisasinya adalah unit pelaksana K3 RS, yang dibantu
oleh unit K3 yang beranggotakan seluruh unit kerja di rumah sakit.
Keanggotaan : (1)
• Organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit beranggotakan unsur-unsur dari petugas dan
jajaran direksi rumah sakit
• Organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit terdiri dari sekurang-kurangnya ketua,
sekretaris,dan anggota. Organisasi/unit pelaksana K3 dipimpin oleh ketua.
• Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris serta anggota
• Ketua organisasi/unit pelalsana K3 RS sebaiknya adalah salah satu manajemen tertinggi
di rumah sakit atau sekurang-kurangnya manajemen dibawah langsung direktur rumah

/conversion/tmp/activity_task_scratch/602967952.doc 7
sakit.
• Sedang sekretaris organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit adalah seorang tenaga
profesional K3 rumah sakit, yaitu manajer K3 rumah sakit atau ahli K3
3. Mekanisme kerja
Ketua organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit memimpin dan mengkoordinasikan
kegiatan organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit
Sekretaris organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit memimpin dan mengkoordinasikan
tugas-tugas kesekretariatan dan melaksanakan keputusan organisasi/unit pelaksana K3
rumah sakit.
Anggota organisasi/unit pelaksana K3 RS mengikuti rapat organisasi/unit pelaksana K3
RS dan melakukan pembahasan atas persoalan yang diajukan dalam rapat, serta
melaksanakan tugas-tugas yang diberikan organisasi.
Untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, organisasi/unit pelaksana K3 RS
mengumpulkan data dan informasi mengenai pelaksanaan K3 di rumah sakit. Sumber
data antara lain dari bagian personalia meliputi angka sakit, tidak hadir tanpa keterangan,
angka kecelakaan, catatan lama sakit dan perawatan rumah sakit khususnya yang
berkaitan dengan akibat kecelakaan. Dan sumber yang lain bisa dari tempat pengobatan
rumah sakit sendiri antara lain jumlah kunjungan, P3K dan tindakan medik karena
kecelakaan, rujukan ke rumah sakit bila perlu pengobatan lanjutan dan lama perawatan
serta lama berobat. Dari bagian teknik bisa didapat data kerusakan akibat kecelakaan dan
biaya perbaikan.
Informasi juga dikumpulkan dari hasil monitoring tempat kerja dan lingkungan kerja
rumah sakit terutama yang berkaitan dengan sumber bahaya potensial baik yang berasal
dari kondisi berbahaya maupun tindakan berbahaya serta data dari bagian K3 berupa
laporan pelaksanaan K3 dan analisisnya.
Data dan informasi dibahas dalam organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit untuk
menemukan penyebab masalah dan merumuskan tindakan korektif maupun tindakan
preventif. Hasil rumusan disampaikan dalam bentuk rekomendasi kepada direktur rumah
sakit. Rekomendasi berisi saran tindak lanjut dari organisasi/unit pelaksana K3 RS serta
alternatif-alternatif pilihan serta perkiraan hasil/konsekuensi setiap pilihan.
Organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit membantu melakukan upaya promosi di
lingkungan rumah sakit baik pada petugas, pasien, maupun pengunjung yaitu mengenai
segala upaya pencegahan KAK dan PAK di rumah sakit. Juga bisa diadakan lomba
pelaksanaan K3 antar bagian atau unit kerja yang ada di lingkungan kerja rumah sakit,
dan yang terbaik atau terbagus adalah pelaksanaan dan penerapan K3 nya mendapat
reward dari direktur rumah sakit(1).
2.1.5 Pelaksanaan
Pelaksanaan K3 dapat meliputi : (1)
1. Penyuluhan K3 ke semua petugas RS
2. Pelatihan K3 yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dengan perilaku tertentu
agar berperilaku sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya sebagai produk akhir
dari pelatihan
3. Melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku, diantaranya :
• Pemeriksaan kesehatan petugas (prakarya, berkala dan khusus)
• Penyediaan alat pelindung diri dan keselamatan kerja
• Penyiapan pedoman pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat

/conversion/tmp/activity_task_scratch/602967952.doc 8
• Penempatan pekerja pada pekerjaan yang sesuai kondisi kesehatan
• Pengobatan pekerja yang menderita sakit
• Menciptakan lingkungan kerja yang higienis secara teratur melalui monitoring
lingkungan kerja dari hazard yang ada
• Melakukan biological monitoring
• Melaksanakan surveilans kesehatan pekerja
2.1.6 Pemantauan dan Evaluasi
Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3 di rumah sakit adalah salah satu fungsi
manajemen K3 rumah sakit yang berupa suatu langkah yang diambil untuk mengetahui
dan menilai sampai sejauh mana proses kegiatan K3 rumah sakit itu berjalan dan
mempertanyakan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu kegiatan K3 rumah sakit
dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. (1)
Pemantauan dan evaluasi meliputi : (1)
1. Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistem pelaporan RS (SPRS);
• Pencatatan dan pelaporan K3
• Pencatatan semua kegiatan K3
• Pencatatan dan pelaporan KAK
• Pencatatan dan pelaporan PAK
2. Inspeksi dan pengujian
Inspeksi K3 merupakan suatu kegiatan untuk menilai keadaan K3 secara umum dan tidak
terlalu mendalam. Inspeksi K3 di rumah sakit dilakukan secara berkala, terutama oleh
petugas K3 rumah sakit sehingga kejadian PAK dan KAK dapat dicegah sedini mungkin.
Kegiatan lain adalah pengujian baik terhadap lingkungan maupun pemeriksaan terhadap
pekerja berisiko seperti biological monitoring (pemantauan secara biologis)
3. Melaksanakan audit K3
Audit K3 meliputi falsafah dan tujuan, administrasi dan pengelolaan, karyawan dan
pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan prosedur, pengembangan karyawan dan
program pendidikan, evaluasi dan pengendalian. Tujuan audit K3 :
• Untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan dan keselamatan
• Memastikan dan menilai pengelolaan K3 telah dilaksanakan sesuai ketentuan
• Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial serta pengembangan mutu
Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil temuan dari audit, identifikasi, penilaian
risiko direkomendasikan kepada manajemen puncak. (1)
Tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen secara berkesinambungan untuk
menjamin kesesuaian dan keefektivan dalam pencapaian kebijakan dan tujuan K3. (1)
2.1.7 Dasar Hukum Terkait dengan SMK3
Adapun dasar hukum yang terkait dengan pelaksanaan Sistem Manajemen K3 antara
lain(1,3,6,7)
• UU No.1 tahun 1970 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
• UU No.23 tahun 1992 Tentang Kesehatan
• Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
• Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
• Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan
• Peraturan Pemerintah nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan

/conversion/tmp/activity_task_scratch/602967952.doc 9
• Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion
• Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.: PER.05/MEN/1996 Tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
• Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul Akibat
Hubungan Kerja
• Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Pedoman
Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan
• Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1217/Menkes/SK/IX/2001 tentang Pedoman
Penanganan Dampak Radiasi
• Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1335/Menkes/SK/X/2002 tentang Standar
Operasional Pengambilan dan Pengukuran Kualitas Udara Rumah Sakit
• Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1439/Menkes/SK/XI/2002 tentang Penggunaan
Gas Medis pada Sarana Pelayanan Kesehatan
• Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 351/Menkes/SK/III/2003 tentang Komite
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Sektor Kesehatan
• Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Kesehatan
• Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.432/MENKES/SK/IV/2007
Tentang Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit

2.2 Tinjauan Umum Tentang Kesehatan Kerja


Kesehatan kerja merupakan bagian dari kesehatan masyarakat di dalam suatu masyarakat
pekerja dan masyarakat lingkungannya. Kesehatan kerja, yang merupakan terjemahan
dari occupational health, cenderung diartikan sebagai lapangan kesehatan yang
mengurusi masalah-masalah kesehatan secara menyeluruh bagi masyarakat pekerja.
Menyeluruh dalam arti usaha-usaha promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, higiene,
penyesuaian faktor manusia terhadap pekerjaannya dan sebagainya.(6)
Upaya Kesehatan Kerja adalah penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja, dan
lingkungan kerja agar setiap pegawai dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan
dirinya sendiri maupun masyarakat disekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja
yang optimal (UU Kesehatan Tahun 1992 Pasal 23) (7)
Kesehatan kerja menurut Suma’mur didefinisikan sebagai spesialisasi dalam ilmu
kesehatan/kedokteran beserta prakteknya, agar masyarakat pekerja memperoleh derajat
kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik atau mental maupun sosial dengan usaha-usaha
preventif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang
diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit-
penyakit umum.(8)
Tujuan utama program kesehatan kerja adalah mendapatkan pegawai yang sehat dan
produktif dengan pokok kegiatan yang bersifat preventif dan promotif disamping kuratif
dan rehabilitatif. Hal ini sejalan dengan paradigma baru dalam kesehatan yang sedang
digalakkan pemerintah Indonesia, khususnya untuk mencapai Indonesia Sehat 2010,
dimana kesehatan kerja merupakan salah satu program utamanya.(7)
Menurut undang-undang kesehatan No. 1 tahun 1970, yang dimaksud dengan tempat

/conversion/tmp/activity_task_scratch/602967952.doc 10
bekerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap,
dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan
suatu usaha dan dimana terdapat pasal-pasal undang-undang keselamatan kerja.(9)
Adapun tujuan keselamatan kerja menurut Suma’mur (1987) adalah sebagai berikut: (8)
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk
kesejahteraan hidup dan untuk meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
2. Menjamin setiap keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Keselamatan kerja merupakan sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan
kematian sebagai akibat kecelakaan kerja.
Rencana upaya tindakan pengendalian untuk memperbaiki kondisi kerja terdiri atas
beberapa hal berikut ini: (10)
• Rancang ulang proses dan prosedur kerja
• Ganti dengan bahan yang kurang berbahaya
• Mengurangi intensitas bahaya
• Melindungi dan menyeleksi pekerja terhadap bahaya
• Membuat sistem ventilasi untuk membuang atau mengencerkan racun di udara
• Menyesuaikan tempat kerja
• Mengatur waktu kerja dan istirahat atau rotasi kerja untuk mengurangi pemajanan
pekerja; dan
• Menyediakan pakaian pelindung
2.3 Tinjauan Umum Tentang Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan alat kerja, bahan dan
proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan
pekerjaan. Tujuan dari keselamatan kerja adalah melindungi tenaga kerja atas hak
keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan
meningkatkan produksi serta produktivitas nasional, menjamin keselamatan setiap orang
lain yang berada di tempat kerja, memelihara produktivitas dan mempergunakannya
secara aman dan efisien.(7,11,12)
Pelaksanaan kesehatan dan keselamata kerja adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
(13)
Adapun beberapa hal strategis yang harus diperhatikan dan dilaksanakan dalam kebijakan
keselamatan kerja tersebut, antara lain :(13,15)
a. Orientasi karyawan, untuk meningkatkan pengetahuan keselamatan kerja karyawan
tersebut
b. Penggunaan alat pelindung diri
c. Penataan tempat kerja yang baik dan aman
d. Pertolongan pertama pada kecelakaan, meliputi latihan, kelengkapan peralatan P3K,
pertolongan pada kasus luka dan mengatasi perdarahan, pada kasus patah tulang, terkilir,
luka bakar, cedera otot dan persendian, kasus cedera mata
e. Pencegahan kebakaran
f. Perizinan, yaitu perizinan untuk kegiatan yang dapat menimbulkan sumber nyala api,
perizinan untuk penggalian, untuk kelistrikan.

/conversion/tmp/activity_task_scratch/602967952.doc 11
BAB III
KERANGKA KONSEP

III.1. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian


Peran Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dalam menunjang pelayanan sebuah
Rumah Sakit kini semakin mendapat ruang yang menyerap perhatian dari berbagai pihak.
Demi tercapainya masyarakat sesuai dengan perencanaan diperlukan sumber daya
manusia yang berkualitas dan mampu bekerja keras serta memiliki produktivitas kerja
yang tinggi, untuk itu diperlukan penerapan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja demi tercapainya hal tersebut di atas.
Mengingat petugas kesehatan di Rumah Sakit khususnya di Rumah sakit Bersalin dalam
melaksanakan pekerjaannya selalu berhadapan dengan kondisi dan suasana kerja yang
beresiko menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja serta penyakit-penyakit akibat kerja,
maka upaya perlindungan terhadap petugas harus terus ditingkatkan. Salah satu upaya ke
arah hal tersebut adalah dengan melakukan penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan kerja di Rumah Sakit
Pada penelitian ini, variabel yang akan diteliti dalam Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja meliputi :
1. Tahap persiapan (komitmen dan kebijakan)
2. Tahap perencanaan
3. Tahap penerapan/pelaksanaan
4. Tahap monitoring dan evaluasi
5. Tahap peninjauan ulang dan peningkatan
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka variabel yang akan diteliti sebagai berikut :

III.2. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif


1. Tahap Persiapan (komitmen dan kebijakan)
Komitmen dari manajemen puncak untuk melaksanakan K3 dengan menyediakan sumber
daya yang memadai.Pengurus K3 harus menunjukkan komitmen terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja yang diwujudkan dalam :
Pembentukan organisasi K3 di perusahaan
Kriteria Objektif :
Dibentuk : apabila responden menyatakan ada pembentukan organisasi K3 di Rumah
Sakit.
Tidak dibentuk : apabila responden menyatakan tidak ada pembentukan organisasi K3 di
Rumah Sakit

Penyediaan anggaran, tenaga kerja dan sarana yang diperlukan dalam K3.
Kriteria Objektif :
Disediakan : apabila responden menyatakan ada penyediaan anggaran, tenaga kerja dan
sarana yang diperlukan dalam K3.

/conversion/tmp/activity_task_scratch/602967952.doc 12
Tidak disediakan : apabila responden tidak menyatakan ada penyediaan
anggaran,petugas dan sarana yang diperlukan dalam K3
2. Perencanaan
Rumah Sakit harus membuat perencanaan yang efektif guna mencapai keberhasilan
penerapan SMK3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur.
Perencanaan harus memuat tujuan, sasaran dan indikator kinerja yang diterapkan dengan
mempertimbangkan identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian resiko sesuai
dengan persyaratan perundangan yang berlaku serta hasil pelaksanaan tinjauan awal
terhadap K3.
Kriteria Objektif :
Ada perencanaan : apabila responden mengatakan bahwaRumah Sakit pernah membuat
perencanaan K3.
 Tidak ada perencanaan : apabila responden mengatakan bahwa Rumah Sakit tidak
pernah membuat perencanaan K3.
3. Pelaksanaan dan Penerapan
Melaksanakan dan menerapkan program kerja yang sudah di rencanakan..
Kriteria Objektif :
 Terlaksana : apabila responden mengatakan bahwa Rumah Sakit melaksanakan dan
menerapkan program kerja yang sudah di rencanakan
 Tidak terlaksana : apabila responden mengatakan bahwa Rumah Sakit tidak
melaksanakan dan menerapkan program kerja yang sudah di rencanakan
4. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evalusi K3 berguna untuk mengetahui dan menilai sejauh mana program
dan kegiatan K3 di Rumah Sakit terlaksana. Dari hasil monitoring dan evaluasi dibuat
rekomendasi kepada pihak manajemen Rumah Sakit.
Kriteria Objektif :
Terlaksana : apabila responden mengatakan bahwa Rumah Sakit telah melakukan
monitoring dan evaluasi pelaksanaan program K3.
 Tidak terlaksana : apabila responden mengatakan bahwa Rumah Sakit tidak melakukan
monitoring dan evaluasi pelaksanaan program K3.
5. Peninjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen.
Dari hasil monitoring dan evaluasi tersebut dilakukan peninjauan ulang dan peningkatan
terhadap kebijakan, peraturan, pedoman, prosedur, program dan kegiatan yang dilakukan
secara periodik.

Kriteria Objektif :
Terlaksana : apabila responden mengatakan bahwa Rumah Sakit melakukan peninjauan
ulang dan peningkatan pelaksanaan program K3
 Tidak terlaksana : apabila responden menyatakan bahwa Rumah Sakit tidak melakukan
peninjauan ulang dan peningkatan pelaksanaan program K3

Indikator Pencapaian:
* 0% - 59% : kategori kurang
* 60% - 84% : kategori cukup
* 85% - 100% : kategori baik

/conversion/tmp/activity_task_scratch/602967952.doc 13
Tabel 1
Distribusi Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja
Menurut Karyawan Instalasi CSSD, ICU, Ruang Pav.PalemRSUP WAHIDIN
SUDIROHUSODO

No Tahapan Sistem Manajemen K3 YA TIDAK


N%n%
A Tahap Persiapan (Komitmen & Kebijakan)
1 Apakah ada pembentukan organisasi K3 (Kesehatan & Keselamatan Kerja) di RS ini ?
20 66,67 10 33,33
B Tahap Perencanaan
1 Apakah RS pernah membuat perencanaan program kerja K3, meliputi :
a. Ketata rmah tanggaanPemeriksaan kesehatan petugas 0 0 30 100
b. Potensi bahaya kebakaranengelolaan & pengolahan limbah RS 40 88,89 5 11,11
c. Potensi bahaya listrikPenyediaan Alat Pelindung Diri bagi RS 36 80 9 20
d. Potensi bahan berbahayaPencegahan & pengendalian kebakaran 41 91,11 4 8,89
e. Penyediaan tata cara pengoperasian peralatanPendidikan & pelatihan K3 28 62,22 17
37,78

f. Penyediaaan postererbaikan sarana, prasarana & peralatan


40 88,89 5 11,11

C Tahap Pelaksanaan & Penerapan


1 Apakah RS telah melaksanakan & menerapkan program kerja yang telah direncanakan,
meliputi :
a. Pemeriksaan kesehatan petugas 13 28,89 32 71,11
b. Pengelolaan & pengolahan limbah RS 42 93,33 3 6,67
c. Penyediaan Alat Pelindung Diri bagi petugas 39 86,67 6 13,33
d. Pencegahan & pengendalian kebakaran 42 95,56 3 6,67
e. Pendidikan & pelatihan K3 29 64,44 16 35,56
f. Perbaikan sarana, prasarana & peralatan 39 86,67 6 13,33
D Tahap Monitoring & Evaluasi
1 Apakah RS telah melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program kerja K3 ?
20 44,44 25 55,56
E Tahap Peninjauan Ulang & Peningkatan
1 Apakah RS telah melakukan peninjauan ulang dan peningkatan pelaksanaan program
K3 ? 19 42,22 26 57,78
( Sumber : Data Primer, n : Jumlah responden )

Grafik 5
Distribusi Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja
Menurut Karyawan
RS.Bersalin Pertiwi Makassar, November 2007

/conversion/tmp/activity_task_scratch/602967952.doc 14
Dari grafik 5, pada Tahap Persiapan ada 77,78 % (35 orang) karyawan yang menyatakan
adanya pembentukan organisasi K3 dan 22,22% (10 orang) menyatakan tidak ada
pembentukan orgainisasi K3 di RS.Bersalin Pertiwi Makassar, serta ada 73,33 % (33
orang) karyawan yang menyatakan bahwa RS telah menyediakan anggaran dan sarana
yang diperlukan dalam K3 dan 26,67% (10 orang) menyatakan tidak disediakannya
anggaran dan sarana yang diperlukan dalam K3.

Dari grafik 6, pada Tahap Perencanaan, sebagian besar karyawan menyatakan bahwa
rumah sakit telah atau pernah membuat perencanaan program kerja K3, kecuali pada
perencanaan pemeriksaan kesehatan hanya 31,11 % (14 orang) yang menyatakan ada
pemeriksaan kesehatana sedangkan 68,89% (31 orang) yang menyatakan tidak pernah
menjalani pemeriksaan kesehatan.

Tahap Pelaksanaan, sebagian besar karyawan menyatakan bahwa rumah sakit telah
melaksanakan program kerja K3. Kecuali pada program kerja pemeriksaan kesehatan,
hanya ada 28,89 % (13 orang) karyawan yang menyatakan bahwa rumah sakit telah
melaksanakan program kerja ini dan 71,11% (32 orang) yang menyatakan tidak.

Tahap Monitoring dan Evaluasi, hanya ada 44,44 % (20 orang) karyawan yang
menyatakan bahwa rumah sakit telah melakukan tahap monitoring dan evaluasi,
sedangkan sisanya yaitu 55,56 % (25 orang) menyatakan bahwa rumah sakit tidak pernah
melakukan tahapan ini.
Tahap Peninjauan Ulang dan Peningkatan, hanya ada 42,22 % (19 orang) karyawan yang
menyatakan bahwa rumah sakit telah melakukan tahap peninjauan ulang dan peningkatan
pelaksanaan program kerja K3, sedangkan sebagian besar lainnya yaitu 57,78 % (26
orang) menyatakan bahwa rumah sakit tidak pernah melakukan tahapan ini.

Dengan melihat hasil wawancara/pertanyaan yang dilakukan dengan ketua PK3


RS.Bersalin Pertiwi Makassar, dari pertanyaan yang diajukan maka didapatkan 57,86 %
(81 kriteria) yang telah terlaksana dan terdapat 42,14 % (59 kriteria) yang tidak
terlaksana.

BAB VI
PEMBAHASAN

Komitmen dan Kebijakan


Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.432/MENKES/SK/IV/2007 Tentang Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Rumah Sakit, komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan
mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan rumah sakit. Berdasarkan
quisioner/pertanyaan yang kami ajukan kepada karyawan RS. Bersalin Pertiwi Makassar,
77,78% (35 orang) menyatakan ada pembentukan organisasi K3 di RS ini, dan 22,22%
(10 orang) yang menyatakan tidak ada. Demikian pula pada pertanyaan anggaran dan

/conversion/tmp/activity_task_scratch/602967952.doc 15
sarana yang diperlukan dalam K3, terdapat 73,33% (33 orang) yang menyatakan ada dan
26,67% (12 orang) yang menyatakan tidak ada. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
tahapan persiapan ini telah dilakukan dengan baik oleh pihak manajemen K3 rumah sakit.
Manajemen rumah sakit ini telah mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya
esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya program K3 di
rumah sakit.
Perencanaan
Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.432/MENKES/SK/IV/2007 Tentang Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Rumah Sakit, rumah sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai
keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat
diukur. Berdasarkan quisioner/pertanyaan yang kami ajukan, hanya 31,11 % (14 orang)
karyawan yang menyatakan bahwa ada program pemeriksaan kesehatan petugas,
sedangkan 68,89 % (31 orang) menyatakan bahwa hal ini tidak ada. Pada pengelolaan &
pengolahan limbah RS, 88,89% (40 orang) yang menyatakan ada dan 11,11% (5 orang)
yang menyatakan tidak ada. Pada Penyediaan Alat Pelindung Diri bagi RS, 80% (36
orang) yang menyatakan ada dan 20% (9 orang) yang menyatakan tidak ada. Pada
Pencegahan & pengendalian kebakaran, terdapat 91,11% (41 orang) yang menyatakan
ada dan 8,89% (4 orang) yang menyatakan tidak ada. Pada Pendidikan & pelatihan K3,
terdapat 62,22% (28 orang) yang menyatakan ada dan 37,78% (17 orang) yang
menyatakan tidak ada. Pada Perbaikan sarana, prasarana & peralatan terdapat 88,89% (40
orang) yang menyetakan ada dan 11,11% (5 orang) yang menyatakan tidak ada. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa tahapan perencanaan telah dilakukan dengan baik oleh
pihak manajemen rumah sakit walaupun masih ada kekurangan pada salah satu poin dari
enam poin yang diajukan.
Pelaksanaan
Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.432/MENKES/SK/IV/2007 Tentang Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Rumah Sakit, pelaksanaan K3 dapat meliputi penyuluhan K3 ke semua petugas RS,
pelatihan K3 yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dengan perilaku tertentu agar
berperilaku sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya sebagai produk akhir dari
pelatihan, dan melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku.
Berdasarkan quisioner/pertanyaan yang kami ajukan, hanya 28,89 % (13 orang)
karyawan yang menyatakan bahwa ada penerapan program pemeriksaan kesehatan
petugas, sedangkan 71,11 % (32 orang) menyatakan bahwa hal ini tidak ada. Pada
pelaksanaan program pengelolaan & pengolahan limbah RS, 93,33% (42 orang) yang
menyatakan ada dan 6,67% (3 orang) yang menyatakan tidak ada. Pada pelaksanaan
program penyediaan Alat Pelindung Diri bagi petugas, 86,67% (39 orang) yang
menyatakan ada dan 13,33% (6 orang) yang menyatakan tidak ada. Pada pelaksanaan
program pencegahan & pengendalian kebakaran, terdapat 95,56% (42 orang) yang
menyatakan ada dan 6,67% (3 orang) yang menyatakan tidak ada. Pada pelaksanaan
program pendidikan & pelatihan K3, terdapat 64,44% (29 orang) yang menyatakan ada
dan 35,56% (16 orang) yang menyatakan tidak ada. Pada pelaksanaan program perbaikan
sarana, prasarana & peralatan terdapat 64,44% (39 orang) yang menyetakan ada dan
13,33% (5 orang) yang menyatakan tidak ada. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
tahapan pelaksanaan telah dilakukan dengan baik oleh pihak manajemen rumah sakit

/conversion/tmp/activity_task_scratch/602967952.doc 16
walaupun masih ada kekurangan pada salah satu poin dari enam poin yang diajukan.
Monitoring dan Evaluasi
Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.432/MENKES/SK/IV/2007 Tentang Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Rumah Sakit, pada dasarnya monitoring dan evaluasi K3 di rumah sakit adalah salah satu
fungsi manajemen K3 rumah sakit yang berupa suatu langkah yang diambil untuk
mengetahui dan menilai sampai sejauh mana proses kegiatan K3 rumah sakit itu berjalan
dan mempertanyakan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu kegiatan K3 rumah
sakit dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Berdasarkan quisioner/pertanyaan yang kami ajukan, hanya ada 25 orang karyawan
(55,56%) yang menyatakan bahwa perusahaan belum melakukan tahapan ini, sedang
sisanya yaitu 20 orang (44,44%) menyatakan bahwa perusahaan telah melakukan tahapan
ini. Hal ini terjadi dimungkinkan kurangnya sosialisasi mengenai monitoring dan evaluasi
kepada karyawan, atau juga karena keterbatasan tenaga manajemen rumah sakit.
Peninjauan Ulang & Peningkatan
Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.432/MENKES/SK/IV/2007 Tentang Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Rumah Sakit, peninjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen secara
berkesinambungan untuk menjamin kesesuaian dan keefektivan dalam pencapaian
kebijakan dan tujuan K3. Tahapan ini dilaksanakan sebagai langkah konkret terhadap
hasil dari monitoring dan evaluasi yang telah dilakukan. Berdasarkan
quisioner/pertanyaan yang kami ajukan, hanya ada 42,22 % karyawan yang menyatakan
bahwa rumah sakit telah melakukan tahap peninjauan ulang dan peningkatan pelaksanaan
program kerja K3, sedangkan sebagian besar lainnya yaitu 57,78 % menyatakan bahwa
rumah sakit tidak pernah melakukan tahapan ini
Dari wawancara yang dilakukan dengan ketua PK3, maka pencapaian penerapan sistem
manajemen K3 di RS.Bersalin Pertiwi Makassar adalah sebesar 57,86% (81 kriteria yang
diterapkan). Maka rumah sakit ini masuk ke dalam range tingkat pencapaian penerapan 0
– 59 % sehingga masuk dalam kategori kurang. Beberapa hal yang tidak terlaksana atau
tercapai pada pelaksanaan K3 di RS.Bersalin Pertiwi Makassar yang menyebabkan
pencapaian tidak sampai pada kategori baik, antara lain :
- belum dilakukannya peninjauan secara berkala kebijakan K3 dan kebijakan khusus
lainnya.
- belum dimasukkannya kinerja K3 dalam laporan tahunan rumah sakit
- pengurus belum meninjau ulang pelaksanaan sistem manajemen K3 secara berkala,
serta belum dilakukan pencatatan dan pendokumentasian terhadap peninjauan ulang ini.
- sekretaris PK3 bukan ahli K3, PK3 belum melakukan pertemuan teratur serta kegiatan
PK3 belum dilaporkan secara teratur
- penyebarluasan informasi tentang K3 belum dilakukan sepenuhnya terhadap karyawan
dan masyarakat luas
- belum adanya standar pemantauan terhadap pemeriksaan bahaya di rumah sakit
- rumah sakit belum melakukan audit internal terhadap sistem manajemen K3
- rumah sakit belum sepenuhnya secara maksimal melakukan pelatihan untuk
mengembangkan keterampilan dan kemampuan karyawannya
Dari hasil quisioner atau wawancara yang kami lakukan terhadap sejumlah karyawan
serta dengan ketua PK3 RS.Bersalin Pertiwi Makassar, terlihat bahwa untuk tahap

/conversion/tmp/activity_task_scratch/602967952.doc 17
monitoring dan evaluasi serta tahap peninjauan ulang dan peningkatan, rumah sakit
belum sepenuhnya dapat melaksanakan kedua tahapan ini. Hal ini disebabkan antara lain
karena :
- kurangnya sumber daya manusia pada RS. Bersalin Pertiwi Makassar yang ahli atau
pernah mendapat pelatihan K3, sehingga pelaksanaan sistem manajemen K3 di rumah
sakit tersebut terkesan jalan di tempat.
- Kurangnya dukungan dari pimpinan serta manajemen rumah sakit untuk melakukan
pengembangan sistem manajemen K3 di rumah sakit tersebut.
- Sebagian besar karyawan belum mengetahui sepenuhnya arti penting kesehatan dan
keselamatan kerja dalam melaksanakan pekerjaan di rumah sakit.

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

VII.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pengolahan data dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada Tahap Persiapan ada 77,78 % karyawan yang menyatakan adanya pembentukan
organisasi K3 di RS.Bersalin Pertiwi Makassar, serta ada 73,33 % karyawan yang
menyatakan bahwa RS telah menyediakan anggaran dan sarana yang diperlukan dalam
K3.
2. Pada Tahap Perencanaan, sebagian besar karyawan menyatakan bahwa rumah sakit
telah atau pernah membuat perencanaan program kerja K3, kecuali pada perencanaan
pemeriksaan kesehatan hanya 31,11 % yang menyatakan ada.
3. Pada Tahap Pelaksanaan, sebagian besar karyawan menyatakan bahwa rumah sakit
telah melaksanakan program kerja K3. Kecuali pada program kerja pemeriksaan
kesehatan, hanya ada 28,89 % karyawan yang menyatakan bahwa rumah sakit telah
melaksanakan program kerja ini.
4. Pada Tahap Monitoring dan Evaluasi, hanya ada 44,44 % karyawan yang menyatakan
bahwa rumah sakit telah melakukan tahap monitoring dan evaluasi, sedangkan sisanya
yaitu 55,56 % menyatakan bahwa rumah sakit tidak melakukan tahapan ini.
5. Tahap Peninjauan Ulang dan Peningkatan, hanya ada 42,22 % karyawan yang
menyatakan bahwa rumah sakit telah melakukan tahap peninjauan ulang dan peningkatan
pelaksanaan program kerja K3, sedangkan sebagian besar lainnya yaitu 57,78 %
menyatakan bahwa rumah sakit tidak pernah melakukan tahapan ini.
6. Pencapaian sistem manajemen K3 di RS.Bersalin Pertiwi Makassar menurut ketua
PK3 adalah terlaksana sebesar 57,86 % (81 kriteria) yang telah terlaksana dan terdapat
42,14 % (59 kriteria) yang belum terlaksana.
VII.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data, kami memberikan beberapa saran
sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan pelatihan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) terhadap
pimpinan/manajemen serta karyawan sehingga pelaksanaan sistem manajemen K3 di
rumah sakit tersebut dapat dilaksanakan secara kontinyu.
2. Ketua PK3 hendaknya melakukan program pemeriksaan kesehatan untuk melihat ada
tidaknya PAK sebagai bagian dari tahapan pelaksanaan sistem manajemen K3
3. Perlu dilakukan sosialisasi oleh PK3 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja serta

/conversion/tmp/activity_task_scratch/602967952.doc 18
program-programnya terhadap seluruh karyawan RS. Bersalin Pertiwi Makassar.
4. Pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan perlu melakukan audit/evaluasi secara
berkala menyangkut pelaksanaan sistem manajemen K3 terhadap setiap rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Supari S F. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


432/MENKES/SK/IV/2007 Tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan
Kerja di Rumah Sakit. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2007. h.1-15

2. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal PPM & PLP. Peraturan Menteri


Kesehatan RI dan Keputusan Direktur Jenderal PPM & PLP Tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta: DEPKES RI, 1998, h : 3 – 5

3. Syamsudin M S. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. : PER.05/MEN/1996 Tentang


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Departemen Tenaga Kerja R.I
Derektorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan.
Jakarta.; 1998. h.153-194

4. Buraena S. Laporan Pelaksanaan K3 RSWS 2006 dan Program Kerja K3 RSWS 2007.
Makassar : RSUP. DR Wahidin Sudirohusodo; 2007.

5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 361/Menkes/SK/IV/2005


Tentang Pedoman Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) Di Rumah Sakit.
Available at: http://www.depkes.go.id/regulasi/kepmenkes MENKES-SK-V-2005.pdf.
Accessed on 02 August 2007

6. Alamsyah. Undang-Undang Republik Indonesia No.1 Tahun 1970 Tentang


Keselamatan Kerja. (Online). 2004 Available from URL: www.nakertrans.go.id

7. Buraena S. Laporan Pelaksanaan K3 RSWS 2006 dan Program Kerja K3 RSWS 2007.
Makassar : RSUP. DR Wahidin Sudirohusodo; 2007.

8. Suma’mur. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta: CV Haji


Masagung; 1987. p. 65-72
9. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal PPM & PLP. Peraturan menteri
kesehatan RI dan keputusan direktur jenderal PPM & PLP Tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta: DEPKES RI; 1998.

10. Harrington J.M&Gill F.S. Health Service, in: Pocket Consultant Occupational Health,
3/E. New York: Blackwell Science Limited; 1992. p. 13-72

/conversion/tmp/activity_task_scratch/602967952.doc 19
11. Husni L. Aspek-Aspek Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, dalam: Pengantar Hukum
Ketenagakerjaan Indonesia.Edisi1. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada; 2001. p. 98-108

12. Zubeidi F & Putri D R. Studi Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Makassar: Bagian IKM-IKK Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2005.

13. Tresnaningsih E. Kesehatan dan keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan.


(Online). 2007. Available from URL: www.depkes.go.id

14. Buraena S. Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) RSUP. DR. Wahidin
Sudirohusodo. Makassar: RSUP. DR Wahidin Sudirohusodo; 2004.

15. Rahma AS & Yahya W. Gambaran Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Berdikari Sari Utama Flour Mills, Makassar.
Makassar: Bagian IKM-IKK Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2005.

/conversion/tmp/activity_task_scratch/602967952.doc 20

Anda mungkin juga menyukai