Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keluarga Berencana (KB)


1. Definisi Keluarga Berencana
Pengertian keluarga berencana menurut UU no 10 th 1992
(tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga
sejahtera) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta
masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan
kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan
keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (Handayani, 2010).
Menurut WHO (World Health Organisation) dalam Hartanto,
2004, KB adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan
suami istri untuk mendapatkan objek-objek tertentu, menghindarkan
kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang
diinginkan, mengatur interval di antara kehamilan, mengontrol waktu
saat kelahiran dalam hubungan dengan suami isteri, menentukan jumlah
anak dalam keluarga.
2. Tujuan Keluarga Berencana
Secara umum tujuan lima tahun kedepan yang ingin dicapai
dalam rangka mewujudkan visi dan misi program KB adalah
membangun kembali dan melestarikan pondasi yang kokoh bagi
pelaksana program KB nasional yang kuat dimasa mendatang, sehingga
visi untuk mewujudkan keluarga berkualitas 2015 dapat tercapai. Secara
filosofis tujuan program KB adalah:

a. Meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan


keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera melalui pengendalian
kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia.

8
9

b. Terciptanya penduduk yang berkualitas, sumber daya manusia yang


bermutu dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. (Handayani,
2010).
3. Sasaran program KB
Sasaran program KB dibagi menjadi 2 yaitu sasarang langsung
dan sasaran tidak langsung, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai.
Yang termasuk sasaran langsung adalah Pasangan Usia Subur (PUS)
yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan cara
penggunaan kontrasepsi secara berkelanjutan. Sedangkan sasaran tidak
langsungnya adalah pelaksana dan pengelola KB, dengan tujuan
menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan kebijaksanaan
kependudukan terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang
berkualitas dan keluarga sejahtera. (Handayani, 2010).
4. Ruang Lingkup Program KB
a. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)
KIE bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek
KB sehingga tercapai penambahan peserta baru, selain itu juga untuk
meletakkan dasar bagi mekanisme sosial-kultural yang dapat
menjamin berlangsungnya proses penerimaan KB di masyarakat.
b. Konseling
Konseling merupakan tindak lanjut dari KIE. Bila seseorang telah
termotivasi melalui KIE, maka selanjutnya perlu diberikan
konseling. Konseling dibutuhkan bila seseorang menghadapi suatu
masalah yang tidak dapat dipecahkannya sendiri.
c. Pelayanan kontrasepsi
Pelayanan kontrasepsi merupakan sebuah dukungan dan pemantapan
penerimaan gagasan KB yaitu untuk menurunkan angka kelahiran
yang bermakna. Guna mencapai tujuan tersebut maka ditempuh
kebijaksanaan mengkatagorikan tiga fase yaitu : Fase menunda
perkawinan/kesuburan, fase menjarangkan kehamilan, dan fase
menghentikan/mengakhiri kehamilan/kesuburan. Maksud kebijakan
10

tersebut yaitu untuk menyelamatkan ibu dan anak akibat melahirkan


pada usia muda, jarak kelahiran yang terlalu dekat dan melahirkan
pada usia tua.
d. Pelayanan infertilitas
Permasalahan infertilitas ini sering membuat pasangan suami isteri
tidak harmonis, oleh sebab itu penyediaan layanan infertilitas
bertujuan memberikan pelayanan untuk menangani berbagai
permasalahan gangguan dan kelainan hormonal. Kesuburan
merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi tidak hanya di
Indonasia tetapi juga di seluruh dunia.
e. Pendidikan sex (sex education)
Masih banyak para remaja yang mengalami hamil di luar
perkawinan dan perkawinan yang berakhir dengan perceraian.
Faktor yang mempengaruhi hal itu diantaranya kurangnya
pengetahuan tentang sek. Karena itu masalah Sex Education atau
Family Life Education sudah tidak dapat ditunda lagi
pelaksanaannya.
f. Konsultasi pra perkawinan dan konsultasi perkawinan
Kebutuhan akan hal ini secara nyata telah diperlihatkan oleh
masyarakat dengan adanya masa pertunangan, serta nasihat atau
khotbah perkawinan.
g. Konsultasi genetik
Adanya pogram KB, maka orang akan mempunyai anak yang
relative lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang hidup
ratusan tahun yang lalu. Untuk itu diperlukan jaminan bahwa anak
yang dilahirkan itu bebas dari kelainan genetik yang akan
membenahi orang tuanya dan masyarakat.
h. Tes keganasan
Melalui program KB, maka pelayanan yang bersifat health
maintenance ini dapat dikembangkan. Hal ini pada gilirannya akan
11

sangat meningkatkan penerimaan norma keluarga kecil yang bahagia


sejahtera.
i. Adopsi
Adopsi merupakan pengangkatan anak yang bertujuan untuk
meneruskan keturunan dan merupakan motivasi dan salah satu jalan
keluar sebagai alternative yang positif serta manusiawi terhadap
naluri kehadiran seorang anak di dalam sebuah keluarga, yang
bertahu – tahun belum dikaruniai anak. Dengan adopsi pasangan
infertil dapat mempunyai keturunan, walaupun bukan keturunan
hasil perkawinannya sendiri (Hartanto, 2004)
5. Manfaat Program KB
a. Manfaat bagi Ibu untuk mengatur jumlah dan jarak kelahiran
sehingga dapat memperbaiki kesehatan tubuh karena mencegah
kehamilan yang berulang kali dengan jarak yang dekat. Peningkatan
kesehatan mental dan sosial karena adanya waktu yang cukup untuk
mengasuh anak, beristirahat dan menikmati waktu luang serta
melakukan kegiatan lainnya.
b. Manfaat bagi anak yang dilahirkan, anak dapat tumbuh secara wajar
kerena ibu yang hamil dalam keadaan sehat. Setelah lahir, anak akan
mendapatkan perhatian, pemeliharaan dan makanan yang cukup
karena kehadiran anak tersebut memang diinginkan dan
direncanakan.
c. Manfaat bagi anak-anak yang lain, dapat memberikan kesempatan
kepada anak agar perkembangan fisiknya lebih baik karena setiap
anak memperoleh makanan yang cukup dari sumber yang tersedia
dalam keluarga. Perkembangan mental dan sosialnya lebih sempurna
karena pemeliharaan yang lebih baik dan lebih banyak waktu yang
dapat diberikan oleh ibu untuk setiap anak. Perencanaan kesempatan
pendidikan yang lebih baik karena sumber-sumber pendapatan
keluarga tidak habis hanya untuk mempertahankan hidup semata.
12

d. Bagi suami program KB bermanfaat untuk memperbaiki kesehatan


fisik, mental dan sosial karena kecemasan berkurang serta memeliki
lebih banyak waktu luang untuk keluarganya.
e. Manfaat bagi program KB bagi seluruh keluarga adalah dapat
meningkatkan kesehatan fisik, mental dan sosial setiap anggota
keluarga. Dimana kesehatan anggota keluarga tergantung dari
kesehatan seluruh keluarga. Dan setiap anggota keluarga akan
mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk memperoleh
pendidikan (Handayani, 2010).
6. Faktor – faktor yang mempengaruhi program KB di Indonesia
a. Sosial Ekonomi
Tinggi rendahnya status sosial dan keadaan ekonomi penduduk di
Indonesia akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan
program KB di Indonesia. Kemajuan program KB tidak terlepas dari
tingkat ekonomi masyarakat karena berkaitan erat dengan
kemampuan untuk membeli alat kontrasepsi yang digunakan.
Dengan suksesnya program KB maka perekonomian suatu negara
akan lebih baik karena dengan anggota keluarga yang sedikit
kebutuhan dapat lebih tercukupi dan kesejahteraan dapat terjamin.
b. Budaya
Sejumlah faktor budaya dapat mempengaruhi klien dalam memilih
metode kontrasepsi. Faktor-faktor ini meliputi salah satu pengertian
dalam masyarakat mengenai berbagai metode, kepercayaan religius,
serta budaya, tingkat pendidikan persepsi mengenai resiko
kehamilan dan status wanita. Penyedia pelayanan harus menyadari
bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi pemilihan metode
di daerah dan harus memantau perubahan-perubahan yang mungkin
mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi.
c. Pendidikan
Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan
KB tetapi juga pemilihan suatu metode. Beberapa studi telah
13

memperlihatkan bahwa metode kelender lebih banyak digunakan


oleh pasangan yang lebih berpendidikan. Dihipotesiskan bahwa
pasangan suami istri yang berpendidikan menginginkan KB yang
efektif dengan efek samping yang sedikit.
d. Agama
Di berbagai daerah kepercayaan religius dapat mempengaruhi klien
dalam memilih metode KB. Sebagai contoh penganut khatolik yang
taat membatasi pemilihan kontrasepsi mereka pada KB alamiah.
Sebagai pemimpin Islam mengklaim bahwa seterilisasi dilarang
sedangkan sebagian lain mengijinkan. Walaupun agama Islam tidak
melarang kontrasepsi secara umum, para akseptor KB mungkin
berpendapat bahwa pola pendarahan yang tidak teratur disebabkan
sebagian metode hormonal akan sangat menyulitkan mereka selama
haid mereka dilarang untuk sembahyang.
e. Status wanita
Status wanita dalam masyarakat mempengaruhi kemampuan mereka
memperoleh dan menggunakan metode kontrasepsi. Di daerah -
daerah yang status wanitanya meningkat, sebagian wanita memiliki
pemasukan yang lebih besar untuk membayar metode-metode yang
lebih mahal serta memiliki lebih banyak suara dalam mengambil
keputusan. Juga daerah yang wanitanya lebih dihargai, mungkin
hanya dapat sedikit pembatasan dalam memperoleh berbagai
metode, misalnya peraturan yang mengharuskan persetujuan suami
sebelum layanan KB dapat diperoleh (Handayani, 2010)

B. Kontrasepsi
1. Pengertian
Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan
reproduksi untuk pengaturan kehamilan, dan merupakan hak setiap
individu sebagai mahluk seksual. (Saifuddin, 2006).
14

Kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya


kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat
permanen. Yang bersifat permanen pada wanita dinamakan tubektomi
dan pada pria vasektomi. (Wiknjosatro, 2008).
2. Tujuan Kontrasepsi
Pemilihan jenis kontrasepsi didasarkan pada tujuan penggunaannya
yaitu:
a. Menunda Kehamilan.
Bagi PUS dengan usia istri kurang dari 20 tahun dianjurkan untuk
menunda kehamilannya karena usia dibawah 20 tahun adalah usia
yang belum cukup untuk mengalami suatu proses kehamilan. Pilihan
utama pada usia 20 tahun adalah pil oral dikarenakan revesibel.
b. Menjarangkan Kehamilan
Jika periode usia istri antara 20 - 30 atau 35 tahun maka paling baik
untuk melahirkan dengan jumlah anak 2 (dua) orang dan jarak antara
kelahiran adalah 2 – 4 tahun (catur warga) karena usia antara 20-30
tahun merupakan usia yang terbaik untuk hamil dan melahirkan.
Segera setelah anak pertama lahir, maka dianjurkan untuk
menggunakan alat kontasepsi.
c. Mengakhiri Kesuburan
Jika periode usia istri diatas 30 tahun terutama diatas 35 tahun,
sebaiknya mengakhiri kesuburan setelah mempunyai 2 (dua) orang
anak karena ibu dengan usia di atas 30 tahun dianjurkan untuk tidak
hamil atau tidak punya anak lagi, karena alasan medis dan alasan
lainnya. Pilihan utama pada usia >30 tahun adalah kontrasepsi
mantap (Hartanto, 2004).
3. Faktor-faktor dalam memilih alat kontrasepsi
Ada beberapa faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam
memilih kontrasepsi yaitu faktor pasangan, faktor kesehatan, dan faktor
metode kontrasepsi. Dalam faktor pasangan, harus mempertimbangkan
dari segi umur, gaya hidup, frekuensi senggama, dan jumlah anak yang
15

diinginkan. Dalam faktor kesehatan, mempertimbangkan status


kesehatan, riwayat keluarga, dan pemeriksaan fisik. Sedangkan dalam
faktor alat kontrasepsi, harus mempertimbangkan efektivitas, efek
samping, komplikasi-komplikasi yang potensial, dan biaya (Hartanto,
2004).

C. Kontrasepsi Mantap Pria (Vasektomi)


1. Pengertian
Vasektomi merupakan tindakan penutupan (pemotongan,
pengikatan, penyumbatan) kedua saluran mani suami sebelah kanan dan
kiri sehingga pada waktu senggama sel mani tidak dapat keluar
membuahi sel telur isteri, sehingga terjadi kehamilan (BKKBN, 2002).
Vasektomi adalah pemotongan vas deferens, yang merupakan
saluran yang mengangkut sperma dari epididimis di dalam testis
vesikula seminalis. Dengan memotong vas deferens, sperma tidak
mampu diejakulasikan dan pria akan menjadi tidak subur setelah vas
deferens bersih dari sperma, yang memakan waktu sekitar tiga bulan
(Everett, 2007).
2. Syarat
a. Syarat Sukarela
Calon peserta dianggap dapat menerima kontap secara sukarela jika
dalam konseling telah dibicarakan :
1) Bahwa di samping kontap masih ada berbagai cara KB lainnya.
2) Bahwa cara kontap melalui pembedahan, dan karenanya selalu
ada resiko.
3) Bahwa cara kontap apabila berhasil tidak akan memberikan
keturunan.
4) Calon peserta diberi kesempatan berfikir dan
mempertimbangkan kembali keputusannya, tetapi tetep
memutuskan untuk memilih kontap.
16

b. Syarat Bahagia
1) Perkawinan syah dan harmonis.
2) Memiliki anak hidup sekurang-kurangnya dua orang dengan
umur anak terkecil di atas 2 tahun. Keadaan fisik dan mental
anak tersebut sehat.
3) Mendapat persetujuan isteri.
4) Umur isteri tidak kurang dari 25 tahun dan tidak lebih dari 45
tahun.
5) Umur calon tidak kurang dari 30 tahun.
c. Syarat Sehat
Syarat kesehatan dilakukan melalui pemeriksaan pra-bedah oleh
dokter (Handayani, 2010).
3. Efektifitas
a. Angka keberhasilan amat tinggi (99 %), angka kegagalan 0 – 22 %,
umumnya < 1 %.
b. Kegagalan kontap-pria umumnya disebabkan oleh:
1) Senggama yang tidak terlindungi sebelum semen/ejakulat bebas
sama sekali dari spermatozoa.
2) Rekanalisasi spontan dari vas deferens, umumnya terjadi setelah
pembentukan granuloma spermatozoa.
3) Pemotongan dan oklusi struktur jaringan lain selama opearsai.
4) Jarang : duplikasi congenital dari vas deferens (terdapat > 1 vas
deferens pada satu sisi).
c. Vasektomi dianggap gagal bila:
1) Pada analisis sperma setelah 3 buln pasca-vasektomi atau setelah
10-12 kali ejakulasi masih dijumpai spermatozoa.
2) Dijumpai spermatozoa setelah sebelum azoosperma.
3) Isteri hamil (Handayani, 2010).
4. Kontra Indikasi
a. Infeksi kulit lokal, misalnya Scabies.
b. Infeksi traktus genitalia.
17

c. Kelainan skrotum dan sekitarnya : Varicocele, Hydrocela besar,


Filarisis, Hernia inguinalis, Orchiopexy, Luka parut bekas operasi
hernia, skrotum yang sangat tebal.
d. Penyakit sistemik : Penyakit-penyakit perdarahan, Diabetes mellitus,
Penyakit jantung koroner yang baru
e. Riwayat perkawinan, psikologis atau seksual yang tidak stabil.
(Hartanto, 2004).
5. Kelebihan
a. Tidak ada mortalitas (kematian) dan morbilitas (angka kesakitan
rendah).
b. Biaya lebih murah karena membutuhkan satu kali tindakan saja.
c. Prosedur medis dilakukan hanya 15-45 menit.
d. Tidak mengganggu hubungan seksual setelah vasektomi.
e. Lebih aman, karena keluhan seksual lebih sedikit dibandingkan
dengan kontrasepsi yang lain (BKKBN JATENG, 2002).
6. Keterbatasan
a. Dilakukan dengan tindakan medis/pembedahan maka masih
memungkinkan terjadinya komplikasi seperti perdarahan, nyeri,
infeksi.
b. Tidak melindungi terhadap penyakit menular seksual termasuk
HIV/AIDS.
c. Harus menggunakan kondom selama 15 kali senggama agar sel mani
menjadi negatif.
d. Pada orang yang mempunyai problem psikologis dalam hubungan
seks, dapat menyebabkan keadaan semakin terganggu (BKKBN
JATENG, 2002).
7. Tempat Pelayanan Vasektomi
Vasektomi dapat dilakukan di fasilitas kesehatan umum yang
mempunyai ruang tindakan untuk bedah minor. Ruang yang dipilih
sebaiknya tidak di bagian yang sibuk/banyak orang yang lalu lalang.
Ruang tersebut sebaiknya:
18

a. Mendapat penerangan yang cukup.


b. Lantainya terbuat dari semen atau keramik agar mudah dibersihkan,
bebas debu dan serangga.
c. Sedapat mungkin dilengkapi dengan alat pengatur suhu ruangan/air
condition. Bila tidak memungkingkan,ventilasi ruangan harus sebaik
mungkin dan apabila jendela dibuka, tirai harus terpasang baik dan
kuat (Saifuddin, 2006).
8. Pelaksanaan Pelayanan
a. Persiapan petugas
1) Cuci tangan dengan sabun dan air bersih selama 10 menit.
2) Memakai baju yang bersih (baju operasi), tutup kepala, tutup
mulut dan hidung.
b. Pra – Operasi
1) Anamnesis dan lakukan Informed Consent.
2) Pemeriksaan fisik.
3) Pemeriksaan labortorium
4) Persiapan klien
a) Klien sebaiknya mandi serta mengenakan pakaian yang
bersih dan longgar sebelum mengunjungi klinik, atau
setidaknya klien dianjurkan membersihkan daerah skrotum
dan inguinal/lipat paha sebelum masuk ke ruangan tindakan.
b) Klien dianjurkan membawa celan khusus untuk menyangga
skrotum.
c) Rambut pubis cukup digunting untuk memperkecil resiko
infeksi.
d) Cuci/bersihkan daerah operasi dengan sabun dan air
kemudian ulangi sekali lagi dengan larutan antiseptic atau
langsung diberi antiseptic (Povidon Iodin).
e) Bila diperlukan larutan povidon Iodin seperti Betadine,
tunggu 1 atau 2 menit hingga jodium bebas yang terlepas
dapat membunuh mikro organisme (Handayani, 2010).
19

5) Anestesi lokal
a) Dipakai karena murah dan lebih aman, misalnya Lidocaine
1-2% sebanyak 1-5 cc atau sejenis.
b) Kadang-kadang dicampur dengan adrenalin, untuk
mengurangi perdarahan. IPPF tidak mengajurkan kombinasi
tersebut karena adrenalin dapat menyebabkan iskemia dan
rasa sakit post-operatif yang berkepanjangan. Penyuntikan
steroid untuk mencegah pembengkakan post-operastif juga
tidak dianjurkan.
c) Jangan menyuntikkan anestesi local langsung ke dalam vas
deferens, karena mungkin dapat merusak plexus
pampiniform.
d) Bila calon akseptor mengalami rasa takut atau gelisah, dapat
diberikan tranquilizer atau sedative, per oral atau suntikan.
Anestesi umum mungkin perlu dipertimbangkan pada kasus-
kasus khusus.
a) Adanya luka parut daerah inguinal atau skrotum yang sangat
tebal.
b) Kelainan intra-skrotal seperti hydrocele,
c) Alergi terhadap anestesi local (Hartanto, 2004)
9. Perawatan post-operatif
a. Istirahat 1-2 jam di klinik.
b. Menghindari pekerjaan berat selama 2-3 hari.
c. Kompres dingin/es pada skrotum.
d. Analgetik.
e. Memakai penunjang skrotum (scrotum support) selama 7-8 hari.
f. Luka operasi jangan kena air selama 24 jam.
g. Senggama dapat dilakukan secepatnya saat pria sudah menghendaki
dan tidak terasa mengganggu. Hanya harus diperhatikan, untuk
mencegah kehamilan, pria harus menggunakan kondom dulu,
20

sampai sama sekali tidak ditemukan spermatozoa di dalam


semen/ejakulat (Hartanto, 2004).
10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Pria dalam Vasektomi
a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang sangat penting
untuk terbentuknya satu tindakan seseorang (Notoadmojo, 2007).
Pengetahuan pria/ Pasangan Usia Subur (PUS) tentang vasektomi
sangat perlu untuk menambah pemahaman pria yang lebih baik
mengenai manfaat dan kegunaan kontrasepsi tersebut.
Pengetahuan (kognitif) merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Semakin
baik tingkat pengetahuan seseorang, maka semakin mudah untuk
menerima ide dan teknologi baru (Notoatmodjo, 2007). Tingkat
pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat menambah
pengetahuan seseorang termasuk pengetahuan tentang vasektomi,
sehingga mempengaruhi dalam memilih metode kontrasepsi
vasektomi. Pengetahuan yang menyangkut rumor di masyarakat
tentang vasektomi, ternyata turut mempengaruhi rendahnya
kesertaan pria dalam melakukan vasektomi (BKKBN, 2008).
b. Aksesbilitas Informasi
Informasi adalah data yang telah diproses ke dalam suatu bentuk
yang mempunyai arti bagi sipenerima dan mempunyai nilai nyata
dan terasa bagi keputusan saat ini atau keputusan mendatang
(Alwi, 2005). Informasi manusia sering disebut pesan yang berarti
informasi yang datang dari pengirim pesan yang ditujukan kepada
penerima pesan. Aksesbilitas informasi adalah hal yang dapat
dijadikan tempat untuk mendapatkan informasi. Informasi yang
diperoleh PUS tentang vasektomi bisa berasal dari media
informasi. Menurut Notoadmodjo (2003) media adalah alat bantu
21

pendidikan yang digunakan untuk menyampaikan informasi yang


bertujuan untuk mempermudah penerimaan pesan atau informasi
bagi masyarakat.
Tersedianya informasi-informasi yang jelas , lengkap, dan benar
terkait dengan program Keluarga Berencana yaitu tentang tujuan
ber-KB, bagaimana cara ber KB, dan akibat atau efek samping dan
sebagainya, resiko terjadinya efek samping komplikasi dan
kegagalan pemakaian kontrasepsi akan semakin kecil. Untuk itu
sebaiknya informasi Keluarga Berencana tidak boleh
disembunyikan, sehingga calon peserta bisa memilih jenis
kontrasepsi yang sesuai Informed Choice. Perhatian terhadap
kualitas penyampaian layanan, misalnya edukasi, konseling dan
keterampilan penyedia layanan kontrasepsi vasektomi, akan
meningkatkan penerimaan dan pemakaian kontrasepsi vasektomi
(Wulansari & Hartanto, 2007). Seorang provider KB harus dapat
menepis rumor yang ada di masyarakat tentang vasektomi karena
rumor atau informasi yang tidak benar tentang vasektomi ternyata
turut mempengaruhi partisipasi pria dalam vasektomi, dengan cara
memberikan penjelasan yang rasional dan tepat tentang tentang
vasektomi (BKKBN, 2008). Maka dari itu sumber informasi yang
berasal dari tenaga kesehatan merupakan faktor yang sangat
penting untuk meningkatkan partisipasi pria dalam vasektomi,
yangpenyampaiannya didukung oleh promosi melalui media cetak
dan elektronik (BKKBN, 2008).
c. Pendapatan
Pendapatan adalah jumlah penghasilan seluruh anggota keluarga.
Pendapatan berhubung langsung dengan kebutuhan-kebutuhan
keluarga, penghasilan yang tinggi dan teratur membawa dampak
positif bagi keluarga karena keseluruhan kebutuhan sandang,
pangan dan transportasi serta kesehatan dapat terpenuhi. Namun
tidak demikian dengan keluarga yang pendapatannya rendah akan
22

mengakibatkan keluarga mengalami kerawanan dalam pemenuhan


kebutuhan hidupnya yang salah satunya adalah pemeliharaan
kesehatan (Keraf, 2001). Tinggi rendahnya status sosial dan
keadaan ekonomi penduduk di Indonesia akan mempengaruhi
perkembangan dan kemajuan program KB di Indonesia, yang salah
satunya adalah program peningkatan partisipasi pria dalam ber
KB, hal ini seperti diungkapkan oleh Handayani, 2010. Keluarga
dengan penghasilan cukup akan lebih mampu mengikuti program
KB daripada keluarga yang tidak mampu, karena bagi keluarga
yang kurang mampu KB bukanlah kebutuhan pokok.

D. Pengetahuan (knowledge)
1. Pengertian
Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh
manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika
seseorang menggunakan indera atau akal bidinya untuk mengenali
benda atau kejadian tertentu yang belum dilihat atau dirasakan
sebelumnya (Suhartono, 2005)
Menurut Notoatmodjo Pengetahuan adalah hasil pengindraan
manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang
dimilikinya (mata,hidung telinga, dan sebagainya). Dengan sendiriny
pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut
sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap
objek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indra
pendengaran (telinga), dan indra penglihatan (mata) (Notoatmodjo,
2010).
2. Tingkat Pengetahuan
Secara garis besarnya dibagi dalam enam tingkat pengetahuan,
(Notoatmodjo, 2010) yakni:
23

a. Tahu (know):
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah
ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: tahu bahwa
buah tomat banyak mengandung vitamin C, jamban adalah tempat
membuang air besar, penyakit demam berdarah ditularkan oleh
gigitan nyamuk Aedes Aegypti, dan sebagainya. Untuk mengetahui
atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan
pernyataan-pernyatan misalnya: apa tanda-tanda anak yang kurang
gizi, apa penyebab TBC, bagaimana melakukan PSN
(pemberantasan sarang nyamuk), dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension):
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut,
tidak sekedar dapat menyebutkan, tapi orang tersebut harus dapat
mengintrepretasikan secara benar tentang objek yang diketahui
tersebut. Misalnya orang yang memahami cara pemberantasan
penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3 M
(mengubur, menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan
mengapa harus menutup, menguras, dan sebagainya, tempat-tempat
penampungan air tersebut.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya seseorang yang
telah paham tentang proses perencanaan, ia harus dapat membuat
perencanaan program kesehatan di tempat ia bekerja atau di mana
saja, orang yang telah paham metodologi penelitian, ia akan mudah
membuat proposal penelitian di mana saja, dan seterusnya.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-
komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang
24

diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai


pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat
membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat
diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
Misalnya, dapat membedakan antara nyamuk Aedes Aegypti dengan
nyamuk biasa, dapat membuat diagram (flow chart) siklus cacing
kremi, dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum
atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-
komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis
adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya dapat membuat atau
meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal
yang telah dibaca atau didengar dan dapat membuat kesimpulan
tentang artikel yang telah dibaca.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian
inidengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan
sendiri atau norma-norma yang nerlaku dimasyarakat. Misalnya
seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita
malnutrisi atau tidak, seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga
berencana bagi keluarganya, dan sebaginya.
3. Hal-Hal yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Meliono (2007), pengetahuan seseorang dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya:
a. Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia
25

melalui upaya pengajaran dan pelatihan, yang bertujuan untuk


mencerdaskan manusia.
b. Media
Media dalah sarana yang dapat dipergunakan oleh seseorang dalam
memperoleh pengetahuan . Contohnya: televise, radio, Koran, dan
majalah.
c. Paparan informasi
Informasi adalah data yang diperoleh dari observasi terhadap
lingkungan sekitar yang diteruskan melalui komunikasi dalam
kehidupan sehari-hari.

4. Cara Mengukur Pengetahuan


Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara langsung atau dengan angket yang menanyakan tentang isi
materi yang ingin diukur dari responden atau subjek penelitian.
Kedalaman pengetahuan responden yang ingin diukur atau diketahui,
dapat disesuaikan dengan tingkat pengetahuan dari responden
(Notoadmodjo, 2010).

E. Sikap (Attitude)
1. Pengertian
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau
objek tertentu, yang melibatkan faktor pendapat dan emosi yang
bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik,
dan sebagainya). Campbell (1950) mendefinisikan sangat sederhana,
yakni: “An individual’s attitude is syndrome of response consistency
with regard to object”. Jadi jelas disini dikatakan bahwa sikap itu suatu
sindrom atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek.
Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala
kejiwaan yang lain. Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial
26

menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk


bertindak dan bukan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain sikap
belum merupakan suatu tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas akan
tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih
merupakan reaksi tertutup (Notoatmodjo, 2010).
2. Komponen Pokok Sikap
Menurut Allport (1954) sikap itu terdiri dari tiga komponen pokok,
yakni:
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek,
artinya bagaimana keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang
terhadap objek. Sikap orang terhadap penyakit kusta misalnya,
berarti bagaimana pendapat atau keyakinan orang tersebut terhadap
penyakit kusta.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya
bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang
tersebut terhadap objek. Seperti contoh butir a berarti bagaimana
orang menilai terhadap penykit kusta, apakah yang biasa saja atau
penyakit yang membahayakan.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap
adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau
perilaku terbuka. Sikap adalah merupakan ancang-ancang untuk
bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan). Misalnya tentang
contoh sikap terhadap penyakit kusta di atas, adalah apa yang
dilakukan seseorang bila ia menderita penyakit kusta (Notoatmodjo,
2010).
3. Tingkatan Sikap
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat
berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima
stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap
27

pemeriksa hamil (ante natal care), dapat diketahui atau diukur dari
kehadiran ibu untuk mendengarkan penyuluhan tentang ante natal
care di lingkungannya.
b. Menanggapi (responding)
Menanggapi di sini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan
terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Misalnya seorang ibu
yang mengikuti penyuluhan ante natal tersebut ditanya atau diminta
menanggapi oleh penyuluh, kemudian ia menjawab atau
menanggapi.
c. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang
positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya
dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau
menganjurkan orang lain merespons. Contoh butir a tersebut, ibu itu
mendiskusikan ante natal care dengan suaminya, atau mengajak
tetangganya untuk mendengarkan penyuluhan ante natal care.
d. Bertanggung jawab (practice)
Sikap yang paling tinggi tingkatanya adalah bertanggung jawab
terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah
mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus
berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan
atau adanya resiko lain. Contoh tersebut, ibu yang sudah mau
mengikuti penyuluhan ante natal care, ia harus berani
mengorbankan waktunya, atau mungkin kehilangan penghasilannya,
atau diomeli oleh mertuanya karena meninggalkan rumah, dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2010).
4. Pembentukan Sikap
Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami
oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar
adanya kontak sosial. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling
mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain, terjadi
28

hubungan timbale balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-


masing individu sebagai anggota masyarakat. Dengan lingkungan fisik
maupun lingkungan psikologis di sekelilingnya. Dengan interaksi
sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap
berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor
yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah:
a. Pengalaman pribadi
Apa yang telah dan sedang dialami seseorang akan ikut membantu
dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting.


Pada umumya individu cenderung untuk memiliki sikap yang
konformasi atau searah dengan orang lain yang dianggap penting.
c. Pengaruh kebudayaan.
Seseorang hidup dan dibesarkan dari suatu kebudayaan, dengan
demikian kebudayaan yang diikutinya mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap orang tersebut.
d. Media massa.
Media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat
mengarahkan opini seseorang, sehingga terbentuklah arah sikap
yang tertentu.
e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama.
Kedua lembaga ini meletakkan dasar pengertian dan konsep moral
dalam individu sehingga kedua lembaga ini merupakan suatu sistem
yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap.
f. Pengaruh faktor emosional.
Suatu bentuk sikap merupakan pertanyaan yang didasari oleh emosi
yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan
bentuk mekanisme pertahanan ego (Azwar, 2010).
29

F. Peran Pengetahuan dan Sikap Terhadap Perilaku Kesehatan


Masyarakat
Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam peran sertanya
dibidang kesehatan sangat penting dipelajari untuk mengetahui perilaku
sehat. Benyamin Bloom (1908) dalam Notoadmodjo, 2010 menguraikan
perilaku kesehatan menjadi tiga domain, yakni : Pengetahuan (knowledge),
sikap (attitude), tindakan atau praktek (practice).
Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa
dimulai pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu
terhadap stimulus yang berupa materi atau objek di luarnya. Sehingga
menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut dan selanjutnya
menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap subjek terhadap objek yang
diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan
disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi,
yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau sehubungan dengan stimulus
atau objek. Namun demikian di dalam kenyataannya, stimulus yang
diterima oleh subjek dapat langsung menimbulkan tindakan. Artinya
seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa mengetahui terlebih
dahulu makna stimulus yang diterimanya. Dengan kata lain tindakan
(practice) seseorang tidak harus didasari oleh pengetahuan atau sikap.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Karena dari
pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Suatu contoh ibu-ibu peserta KB yang diperintahkan oleh
lurah atau ketua RT, tanpa ibu-ibu tersebut mengetahui makna dan tujuan
KB, mereka akan segera keluar dari peserta KB setelah beberapa saat
perintah tersebut diterima.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi
merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan
reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka.
30

Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap


objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek
(Notoatmodjo, 2003).

PROSES REAKSI
STIMULUS
STIMULUS TERBUKA
(rangsangan)
(tindakan)

REAKSI
TERTUTUP
(pengetahuan dan
sikap)

Gambar 2.1. Kerangka hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan,


Notoadmodjo, 2010.
31

G. Kerangka Teori

Faktor yang mempengaruhi Pengetahuan


pengetahuan
1. Tahu
1. Pendidikan 2. Memahami
2. Media 3. Aplikasi
3. Paparan informasi 4. Analisis
5. Sintesis
6. evaluasi

Vasektomi

Pembentukan sikap Sikap


1. Pengalaman pribadi 1. Menerima
2. Pengaruh orang lain yang 2. Menanggapi
dianggap penting 3. Menghargai
3. Pengaruh kebudayaan 4. Bertanggung
4. Media massa jawab
5. Lembaga pendidikan dan
lembaga agama
6. Pengaruh faktor emosional

Gambar 2.2. Kerangka teori pengetahuan dan sikap tentang vasektomi

(Azwar, 2010, Meliono 2007, Notoatmodjo, 2010).

Anda mungkin juga menyukai