STROKE
(NAMA)
KARINA LESTARI
2017720087
(KELAS)
7.B
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE
2. Manifestasi Klinis
Tergantung dari sisi mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dll.
a. Kelumpuhan wajah atau badan sebagian
b. Gangguan sensibilitas pada satu anggota
c. Penurunan kesadaran
d. Afasia, staksia
e. Gangguan penglihatan
f. Vertigo, mual muntah, sakit kepala
g. Face (wajah)
Mintalah orang yang dicurigai mengalami stroke untuk tersenyum. Perhatikan,
apakah wajahnya tampak tidak simetris?
h. Arms (lengan)
Mintalah orang yang dicurigai mengalami stroke untuk mengangkat kedua
lengan lurus ke depan dan menahannya untuk beberapa detik. Apakah ia hanya
dapat mengangkat satu lengan saja? Bila ia dapat mengangkat kedua
lengannya, apakah salah satu lengan terlihat turun?
i. Speech (bicara)
Mintalah orang yang dicurigai mengalami stroke untuk mengulang beberapa
kalimat. Apakah ia mampu berbicara jelas atau terdengar pelo atau cadel?
Akan lebih jelas bila kalimat yang diucapkan mengandung banyak konsonan
huruf R seperti, ular melingkar-lingkar di atas pagar.
j. Time (waktu)
Seperti disebutkan sebelumnya, time is brain, setiap detik sangat berharga.
Bila ditemukan salah satu gejala di atas, segera hubungi atau bawa pasien ke
Unit Gawat Darurat (UGD) rumah sakit terdekat yang memiliki fasilitas
penanganan stroke terpadu.
Risiko perdarahan pada subjekstroke iskemik akut diukur menggunakan ATRIA
Bleeding Risk Score.
3. Etiologi
a. Penyebab: thrombosis, emboli, hipoperfusi global, perdarahan sub arachnoid,
intraserebral
b. Faktor Risiko: usia, jenis kelamin, ras, hipertensi, penyakit jantungm DM,
perokok, obesitas
4. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan untuk mengetahui area infark, edema, abnormalitas struktur
b. EEG untuk mengidentifikasi masalah melalui gelombang otak dan melihat lesi
c. Angiografi serebral untuk menentukan penyebab secara jelas seperti
perdarahan, obstruksi, rupture
d. MRI untuk evaluasi lokasi dan ukuran lesi
e. Pungsi Lumbal untuk pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masih, jika perdarahan kecil biasanya likuor masih normal
5. Pemeriksaan Neurologi
GCS
Glasgow coma Scale sudah digunakan secara luas untuk menentukan tingkat
kesadaran penderita.Glasgow Coma Scale meliputi :
a. Eye / Mata
Spontan membuka mata 4
Membuka mata dengan perintah(suara) 3
Membuka mata dengan rangsang nyeri 2
Tidak membuka mata dengan rangsang apapun 1
b. Verbal
Berorientasi baik 5
Disorientasi 4
Bisa membentuk kata tapi tidak bisa membentuk kalimat 3
Bisa mengeluarkan suara yang tidak memiliki arti 2
Tidak bersuara 1
c. Motorik
Menurut perintah 6
Dapat melokalisir rangsang nyeri 5
Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak (withdrawal) 4
Menjauhi rangsang nyeri 3
Ekstensi spontan 2
Tak ada gerakan 1
Kriteria : kesadaran baik/normal : GCS 15 Koma : GCS < 7
Tingkat Kesadaran Kualitatif :
a. Compos mentis
Yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap
lingkungannya. Klien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.
b. Apatis
Keadaan di mana klien tampak segan dan acuk tak acuh terhadap
lingkungannya.
c. Delirium
Yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur
bangun yang terganggu. Klien tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi dan
meronta-ronta.
d. Somnolen (letergia, obtundasi, hipersomnia)
Yaitu keadaan mengantuk yang masih dapat pulih bila dirangsang, tetapi bila
rangsang berhenti, klien akan tertidur kembali.
e. Sopor (stupor)
Keadaan mengantuk yang dalam, klien masih dapat dibangunkan dengan
rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi klien tidak terbangun
sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban verbal yang baik.
f. Semi-koma (koma ringan)
Yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons terhadap
rangsang verbal, dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi refleks
(kornea, pupil) masih baik. Respons terhadap rangsang nyeri tidak adekuat.
g. Koma
Yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan
dan tidak ada respons terhadap rangsang nyeri.
Pemeriksaan Saraf Kranial
1. Saraf I (N. Olfaktorius)
Pemeriksaan dapat secara subyektif dan obyektif. Subyektif hanya
ditanyakan apakah penderita masih dapat membaui bermacam-macam bau
dengan betul. Obyektif dengan beberapa bahan yang biasanya sudah
dikenal oleh penderita dan biasanya bersifat aromatik dan tidak merangsang
seperti : golongan minyak wangi, sabun, tembakau, kopi, vanili, dan
sebagainya (3 atau 4 macam). Bahan yang merangsang mukosa hidung
(alkohol, amonia) tidak dipakai karena akan merangsang saraf V. Yang
penting adalah memeriksa kiri, kanan dan yang diperiksa dari yang normal.
Ini untuk pegangan, sebab tiap orang tidak sama. Kemudian abnormal
dibandingkan dengan yang normal. Tetapi dalam pembuatan status
dilaporkan yang abnormal dahulu.
Cara Pemeriksaan :
• Kedua mata ditutup
• Lubang hidung ditutup
• Dilihat apakah tidak ada gangguan pengaliran udara
• Kemudian bahan satu persatu didekatkan pada lubang hidung yang
terbuka dan penderita diminta menarik nafas panjang, kemudian
diminta mengidentifikasi bahan tersebut.
Yang harus diperhatikan pada pemeriksaan adalah :
• Penyakit pada mukosa hidung, baik yang obstruktif (rinitis) atau
atropik (ozaena) akan menimbulkan positif palsu.
• Pada orangtua fungsi pembauan bisa menurun (hiposmia)
• Yang penting adalah gangguan pembauan yang sesisi (unilateral)
tanpa kelainan intranasal dan kurang disadari penderita (kronik),
perlu dipikirkan suatu glioma lobus frontalis, meningioma pada
crista sphenoidalis dan tumor parasellar. Fungsi pembauan juga bisa
hilang pada trauma kapitis (mengenai lamina cribosa yang tipis) dan
meningitis basalis (sifilis, tuberkulosa).
• Untuk membedakan hambatan pembauan karena penyebab psychic
dengan organik, pemeriksaan tidak hanya memakai zat yang
merangsang N II, tapi juga yang merangsang N V (seperti amoniak).
Meskipun N I tidak dapat membau karena rusak, tetapi N V tetap
dapat menerima rangsangan amoniak. Bila dengan amoniak tetap
tidak membau apa-apa maka kemungkinan kelainan psycis
2. Saraf II (N. Opticus)
Pemeriksaan meliputi :
2.1. Penglihatan sentral Untuk keperluan praktis, membedakan
kelainan refraksi dengan retina digunakan PIN HOLE (apabila
penglihatan menjadi lebih jelasmaka berarti gangguan visus akibat
kelainan refraksi). Lebih tepat lagi dengan optotype Snellen. Yang
lebih sederhana lagi memakai jari-jari tangan dimana secara
normal dapat dilihat pada jarak 60 m dan gerakan tangan dimana
secara normal dapat dilihat pada jarak 300 m.
2.2. Penglihatan Perifer
diperiksa dengan :
a) Tes Konfrontasi.
• Pasien diminta untuk menutup satu mata, kemudian
menatap mata pemeriksa sisi lain.
• Mata pemeriksa juga ditutup pada sisi yang lain, agar
sesuai denganlapang pandang pasien.
• Letakkan jari tangan pemeriksa atau benda kecil pada
lapang pandang pasien dari 8 arah.
• Pasien diminta untuk menyatakan bila melihat benda
tersebut. Bandingkan lapang pandang pasien dengan
lapang pandang pemeriksa.
• Syarat pemeriksaan tentunya lapang pandang
pemeriksa harus normal.
b) Perimetri/Kampimetri Biasanya terdapat di bagian mata
dan hasilnya lebih teliti daripada tes konfrontasi.
23 Melihat warna Persepsi warna dengan gambar stilling Ishihara.
Untuk
mengetahui adanya polineuropati pada N II.
2.3. Pemeriksaan Fundus Occuli Pemeriksaan ini menggunakan alat
oftalmoskop. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat apakah
pada papilla N II terdapat :
1. Stuwing papil atau protusio N II Kalau ada stuwing papil yang
dilihat adalah papilla tersebut mencembung atau menonjol oleh
karena adanya tekanan intra cranial yang meninggi dan
disekitarnya tampak pembuluh darah yang berkelok-kelok dan
adanya bendungan.
2. Neuritis N II
Pada neuritis N II stadium pertama akan tampak adanya udema
tetapi papilla tidak menyembung dan bial neuritis tidak acut lagi
akan terlihat pucat. Dengan oftalmoskop yang perlu diperhatikan
adalah :
• Papilla N II, apakah mencembung batas-batasnya.
• Warnanya
• Pembuluh darah
• Keadaan Retina.
3. Saraf III (N. Oculo-Motorius)
Pemeriksaan meliputi :
a. Retraksi kelopak mata atas
Bisa didapatkan pada keadaan :
• Hidrosefalus (tanda matahari terbit)
• Dilatasi ventrikel III/aquaductus Sylvii
• Hipertiroidisme
b. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat kedepan, maka batas
kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara
bilateral. Bila salah satu kelopak mata atas memotong iris lebih rendah
daripada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepala ke
belakang/ ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat
alis mata secara kronik dapat dicurigai sebagai ptosis. Penyebab Ptosis
adalah:
• False Ptosis : enophtalmos (pthisis bulbi), pembengkakan
kelopak mata (chalazion).
• Disfungsi simpatis (sindroma horner).
• Kelumpuhan N. III
• Pseudo-ptosis (Bell’s palsy, blepharospasm)
• Miopati (miastenia gravis).
c. Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi :
1) Bentuk dan ukuran pupil
Bentuk yang normal adalah bulat, jika tidak maka ada
kemungkinan bekas operasi mata. Pada sifilis bentuknya menjadi
tidak teratur atau lonjong/segitiga. Ukuran pupil yang normal kira-
kira 2-3 mm (garis tengah). Pupil yang mengecil disebut Meiosis,
yang biasanya terdapat pada Sindroma Horner, pupil Argyl
Robertson( sifilis, DM, multiple sclerosis). Sedangkan pupil yang
melebar disebut mydriasis, yang biasanya terdapat pada parese/
paralisa m. sphincter dan kelainan psikis yaitu histeris
2) Perbandingan pupil kanan dengan kiri Perbedaan diameter pupil
sebesar 1 mm masih dianggal normal. Bila antara pupil kanan
dengan kiri sama besarnya maka disebut isokor. Bila tidak sama
besar disebut anisokor. Pada penderita tidak sadar maka harus
dibedakanapakah anisokor akibat lesi non neurologis(kelainan iris,
penurunan visus) ataukah neurologis (akibat lesi batang otak, saraf
perifer N. III, herniasi tentorium.
3) Refleks pupil
Terdiri atas : - Reflek cahaya Diperiksa mata kanan dan kiri
sendiri-sendiri. Satu mata ditutup dan penderita disuruh melihat
jauh supaya tidak ada akomodasi dan supaya otot sphincter
relaksasi. Kemudian diberi cahaya dari samping mata. Pemeriksa
tidak boleh berada ditempat yang cahayanya langsung mengenai
mata. Dalam keadaan normal maka pupil akan kontriksi. Kalau
tidak maka ada kerusakan pada arcus reflex (mata---N. Opticus---
pusat---N. Oculomotorius)
Reflek akomodasi Penderita disuruh melihat benda yang dipegang
pemeriksa dan disuruh mengikuti gerak benda tersebut dimana
benda tersebut digerakkan pemeriksa menuju bagian tengah dari
kedua mata penderita. Maka reflektoris pupil akan kontriksi.
Reflek cahaya dan akomodasi penting untuk melihat pupil Argyl
Robetson dimana reflek cahayanya negatif namun reflek
akomodasi positif.
Reflek konsensual Adalah reflek cahaya disalah satu mata, dimana
reaksi juga akan terjadi pada mata yang lain. Mata tidak boleh
langsung terkena cahaya, diantara kedua mata diletakkan selembar
kertas. Mata sebelah diberi cahaya, maka normal mata yang lain
akan kontriksi juga.
4. Gerakan bola mata (bersama-sama dengan N. IV dan VI)
Gerakan bola mata yang diperiksa adalah yang diinervasi oleh nervus III,
IV dan VI. Dimana N III menginervasi m. Obliq inferior (yang menarik
bala mata keatas), m. rectus superior, m. rectus media, m. rectus inferior.
N IV menginervasi m. Obliq Superior dan N VI menginervasi m. rectus
lateralis.
N III selain menginervasi otot-otot mata luar diatas juga menginervasi otot
sphincter pupil. Pemeriksaan dimulai dari otot-otot luar yaitu penderita
disuruh mengikuti suatu benda kedelapan jurusan. Yang harus
diperhatikan ialah melihat apakah ada salah satu otot yang lumpuh. Bila
pada 1 atau 2 gerakan mata ke segala jurusan dari otot-otot yang disarafi N
III berkurang atau tidak bisa sama sekali, maka disebut opthalmoplegic
externa. Kalau yang parese otot bagian dalam (otot sphincter pupil) maka
disebut opthalmoplegic interna. Jika hanya ada salah satu gangguan maka
disebut opthalmoplegic partialis, sedangkan kalau ada gangguan kedua
macam otot luar dan dalam disebut opthalmoplegic totalis
Sikap Bola Mata Sikap bola mata yaitu kedudukan mata pada waktu
istirahat. Kelainan –kelaian yang tampak diantaranya adalah : -
Exopthalmus, dimana mata terdorong kemuka karena proses mekanis
retroorbital - Strabismus yang dapat divergen atau convergen.Secara
subyektif ditanyakan apakah ada diplopia. Pemeriksaan subyektif ini
penting karena kadang-kadang strabismus yang ringan tak kelihatan pada
pemeriksaan obyektif. - Nystagmus atau gerakan bola mata yang spontan.
Dalam hal ini tidak hanya memeriksa otot-otot yang menggerakkan bola
mata sja, tetapi sekaligus melihat adanya kelainan dalam keseimbangan
atau N VIII. - Deviasi conjugae, adalah sikap bola mata yang dalam
keadaan istirahat menuju kesatu jurusan tanpa dapat dipengaruhi oleh
kesadaran, dengan sumbu kedua mata tetap sejajar secara terusmenerus.
Lesi penyebab bisa di lobus frontalis atau di batang otak, bisa lesi
destruktif (infark) atau irirtatif (jaringan sikatriks post trauma/ epilepsi
fokal & perdarahan)
5. Saraf V (N. Trigeminus)
Pemeriksaan meliputi :
a) Sensibilitas Sensibilitas N V ini dapat dibagi 3 yaitu : - bagian dahi,
cabang keluar dari foramen supraorbitalis - bagian pipi, keluar dari
foramen infraorbitalis - bagian dagu, keluar dari foramen mentale.
Pemeriksaan dilakukan pada tiap cabang dan dibandingkan kanan
dengan kiri.
b) Motorik
Penderita disuruh menggigit yang keras dan kedua tangan pemeriksa
ditruh kira-kira didaerah otot maseter. Jika kedua otot masseter
berkontraksi maka akan terasa pada tangan pemeriksa. Kalau ada
parese maka dirasakan salah satu otot lebih keras.
c) Reflek Penderita diminta melirik kearah laterosuperior, kemudian dari
arah lain tepi kornea disentuhkan dengan kapas agak basah. Bila reflek
kornea mata positif, maka mata akan ditutupkan.
2. Babinsky sign
Pemeriksa menggores bagian lateral telapak kaki dengan ujung palu refleks.
Reaksi:Dorsofleksi ibu jari kaki disertai plantarfleksi dan gerakan melebar
jari-jari Lainnya
Refleks Grup Babinsky :
• Chaddock’s sign
Cara : Pemeriksa menggores dibawah dan sekitar maleolus eksterna ke arah
lateral dengan palu refleks ujung tumpul. Reaksi : sama dengan babinski sign
• Gordon’s sign
Cara : Pemeriksa menekan oto-otot betis dengan kuat. Reaksi : sama dengan
babinskisign
• Schaeffer’s sign
Cara : Pemeriksa menekan tendo Achilles dengan kuat. Reaksi : sama
denganbabinski’s sign
• Oppenheim’s sign
Cara : Pemeriksa memberi tekanan yang kuat dengan ibu jari dan telunjuk
padapermukaan anterior tibia kemudian digeser ke arah distal Reaksi : sama
dengan babinki’s sign
6. Penatalaksanaan Farmakologis dan Non Farmakologis
a. Pada Fase Akut
- Pertahankan jalan nafas, monitor TIK, AGD, TTV, EKG, cegah emboli
paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
- Menempatkan klien dalam posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam dan
dilakukan latihan gerak pasif.
b. Pembedahan
- Jika perdarahan serebrum >3cm atau volume >50ml untuk dekompresi bila
ada hidrosefalus obstruksi akut
- Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, membuka arteri
di leher
- Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
c. Terapi Obat-Obatan
- Stroke Iskemik: pemberian trombolisis, digoksin, kaptopril, alfa beta,
vasodilator
- Stroke Hemoragik: antihipertensi, diuretic, antikonvulsan
e. Pemeriksaan Fisik
- Pada stroke hemisfer kiri, tanda dan gejalanya di sebelah kanan, begitupun
sebaliknya
- Kerusakan saraf kranial, tanda dan gejalanya di sisi yang sama
- Perubahan tingkat kesadaran
- Hemiparesis/ hemiplegia, disatria
- Kemunduran fungsi sensorik
- Disfagia: sulit menelan, mengunyah, paralisis lidah, laring
- Kesulitan komunikasi: adanya aphasia sensorik (kerusakan wernick),
aphasia
2. Patofisiologi
a. Stroke Iskemik
Iskemik pada otak mengakibatkan perubahan di sel otak secara
bertahap. Awalnya diawali dengan penurunan aliran darah yang disebabkan
aterosklerosis atau trombus, sehingga sel otak mengalami hipoksia. Hal ini
menyebabkan kegagalan metabolism dan penruunan energy yang dihasilkan
sel neuron tersebut. Di tahap selanjutnya ternjadi ketidakseimbangan suplay
yang memicu respon inflamasi dan kematian sel.
b. Stroke Hemoragik
Perdarahan intraserebral disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisme
akibat hipertensi maligna. Paling sering terjadi di daerah subkortikal,
serebelum, dan batang otak. Peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba
menyebakan rupturnya arteri kecil. Perdarahan di arteri kecil ini menimbulkan
efek penekanan pada arteriola dan pembuluh kapiler, sehingga pembuluh ini
juga pecah. Elemen vasoaktif yang keluar akibat kondisi iskemi dan
penurunan tekanan perfusi menyebabkan daerah yang terkena darah
mengalami kenaikan tekanan. Perdarahan subarachnoid terjadi akibat
pembuluh darah disekitar permukaan otak yang pecah, sehingga terjadi
ekstravasasi darah ke subarachnoid.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d suplay darah ke jaringan serebral
tidak adekuat
b. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neurovascular, penuruna kekuatan/
otot, kerusakan gangguan sensori
c. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral, gangguan
neuromuskuler
d. Defisit perawatan diri b.d kerusakan neuromuscular, kelemahan, kerusakan
status mobilitas
4. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa: Perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d suplay darah ke jaringan
serebral tidak adekuat
• Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi
jaringan otak dapat tercapai secara optimal
• KH: klien tidak gelisah, tidak ada nyeri kepala, GCS normal, TTV
normal
• Intervensi:
Manajemen peningkatan TIK
- Identifikasi penyebab peningkatan TIK
- Monitor status neurologis, MAP, CVP, PAP, ICP
- Monitor status pernafasan, monitor CSS
Pemantauan TIK
- Monitor peningkatan TTV, pernafasan, penurunan fungsi
jantung
- Posisikan kepala sedikit ditinggikan
- Beri trombolitik intravena, antikoagulan, antitrombosit,
antihipertensi