Anda di halaman 1dari 16

Mata Kuliah Profesi Pilihan Tanggal Pelaksanaan

FKH 529
Industri dan Produk Veteriner (16/08/2021 -12/09/2021)

Produksi Vaksin terhadap Penyakit Anthrax

Disusun oleh:

Muhammad Farhan, SKH B0901201035


Rizky Wisnuardi Waskito, SKH B0901201075

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2021
PENDAHULUAN

Penyakit antraks disebabkan Bacillus anthracis atau dikenal sebagai radang


limpa, seringkali dijumpai di Indonesia dan menimbulkan kerugian besar akibat
kematian ternak domba, kambing, sapi, dan burung unta (Siregar 2002). Kematian
pada manusia akibat antraks umumnya disebabkan karena terekspos atau
mengkonsumsi daging yang berasal dari hewan ternak yang terinfeksi. Penyakit
ini sudah endemik dan kasus terjadi setiap tahun di berbagai daerah di Indonesia.
Saat ini program pengendalian dengan vaksinasi masih menggunakan vaksin
spora hidup B. anthracis yang pada aplikasinya sering menimbulkan efek samping
berupa kematian ternak (Hardjoutomo et al. 1993). Vaksin spora dibuat dari B.
anthracis galur Strain yang toksigenik, dan nonencapsulated.
Pada tahun 2004, pelaksanaan vaksinasi di Desa Hargobinangun, Sleman
Yogyakarta terjadi kematian 53 ekor dari 826 ekor domba pasca vaksinasi antraks.
Kejadian di daerah lain juga sering terjadi sehingga menyebabkan penolakan
terhadap program vaksinasi. Imunisasi mukosa telah lama diketahui dapat
menimbulkan imunitas mukosal dan sistemik (Davis 2001; Mikszta et al. 2005).
Vaksin mukosal ini diharapkan cukup efektif dalam pencegahan atau
pengendalian penyakit antraks pada ternak di Indonesia.
Aplikasi vaksin mukosa dengan nasal spray akan memberikan keuntungan
karena pelaksanaan vaksinasi yang mudah, tidak memerlukan jarum suntik, dan
bebas dari efek samping karena tidak menggunakan spora hidup B. anthracis. Saat
ini penelitian vaksin anthraks sudah mengarah ke aplikasi vaksin. Vaksin antraks
dengan aplikasi intranasal spray telah banyak diteliti dan memberikan hasil yang
baik pada uji coba dengan hewan percobaan (Sloat dan Cui 2006; Bielinska et al.
2007). Berbagai komposisi vaksin mukosal antraks juga telah diteliti. BIielinska et
al. (2007) dan Boyaka et al. (2003) mengembangkan vaksin mukosal yang
mengandung protective antigen B. anthracis (PA), Wimer-Mackin et al. (2006)
meneliti vaksin mukosal yang mengandung kapsul B. anthracis. Vaksin mukosal
yang mengandung toksin dan bacilli diteliti efektifitasnya oleh Sloat dan Cui
(2006), sedangkan penelitian vaksin yang mengandung lethal toxin (LF) dan PA
B. anthracis dilakukan oleh Xu dan Zeng (2008).
Laporan ini bertujuan untuk mengetahui Tahapan produksi vaksin Bacillus
anthracis. Program pengendalian penyakit antraks dengan menggunakan vaksin
yang aman dan mudah aplikasinya akan lebih menjamin keberhasilan dalam
pencegahan penyakit antraks yang pada akhirnya akan dapat mendukung
pengembangan peternakan di Indonesia, menjamin keamanan pangan serta
menghindari terjadinya penularan penyakit antraks dari hewan ke manusia.
PROSES PRODUKSI VAKSIN ANTHRAX

General laboratory procedures


Vaksin terhadap spora Anthrax termasuk dalam golongan vaksin aktif,
sehingga seluruh proses pengujian harus berada di dalam fasilitas containment
yang memadai. Fasilitas containment harus memiliki sistem penyaringan ventilasi
udara dan biosafety cabinet yang dilengkapi dengan laminar air flow. Setiap orang
yang tidak berwenang dan tidak terlibat langsung dilarang untuk memasuki
laboratorium. Teknisi yang bertugas untuk maintenance dan monitoring dengan
akses khusus ke laboratorium harus selalu menggunakan pakaian yang protektif
sebelum memasuki daerah.
Semua permukaan pada alat kerja di laboratorium wajib dibersihkan setiap
saat dan didesinfeksi pada saat sebelum dan sesudah proses kerja. Proses fumigasi
juga selalu dilakukan untuk mengurangi jumlah mikroba hingga jumlah minimum.
Formalin dapat digunakan sebagai bahan fumigasi. Formalin dapat bekerja secara
efektif pada suhu diatas 24 C dengan kelembaban >65%. Pada setiap 1 m 3
volume, 13 ml formalin (37%) dicampur dengan 6,5 g kalium permanganat
diletakkan di petri dish dan kemudian disegel. Setelah proses fumigasi selesai
dilakukan, segel kemudian dilepas dan ruangan akan dapat digunakan setelah sisa
formalin dialirkan keluar ruangan menggunakan exhaust fan.
Proses desinfeksi kabinet umumnya menggunakan radiasi ultraviolet.
Sitasi radiasi ultraviolet ( ). Lampu ultraviolet harus selalu dalam keadaan bersih
dan selalu rutin diuji terhadap potensi bakteriosidalnya. Hal tersebut dikarenakan
efektivitas potensi germicidal dari lampu ultraviolet akan berkurang setiap kali
penggunaan, walaupun tidak menunjukkan perubahan pada paparan radiasi.

Tindakan precaution dan peraturan di Laboratorium


Anthrax telah umum diketahui sebagai golongan bakteri yang sangat
berbahaya. Resiko terjadinya infeksi cukup tinggi terutama pada saat proses
penanganan strain yang virulen dan hewan coba yang diinokulasikan. Untuk
melindungi teknisi laboratorium terhadap infeksi Anthrax, terdapat beberapa
peraturan dan tindakan precaution yang sangat vital untuk diterapkan selama
proses kerja. Beberapa peraturan tersebut antara lain:
 Kultur anthrax hanya boleh ditangani oleh personnel dengan keahlian di
bidang mikrobiologi
 Pakaian yang protektif, masker, kacamata, dan media pelindung diri lain
harus selalu dikenakan selama proses penanganan kultur dan material
terinfeksi. Setelah proses kerja selesai, semua peralatan yang digunakan
wajib disterilisasi
 Semua kultur dan material terinfeksi ditangani didalam safety cabinet
 Setelah proses kerja selesai, semua material terinfeksi, plat kultur, pipet,
dan material terkontaminasi lainnya seharusnya dibuang pada disposable
container dan dimusnahkan, atau dilakukan dekontaminasi menggunakan
autoklav
 Peralatan laboratium yang digunakan kembali (erlenmeyer, tabung reaksi)
direndam dalam larutan desinfektan atau dekontamninasi menggunakan
autoclav sebelum dibersihkan.
 Dilarang untuk makan, minum, dan merokok di dalam laboratorium
 Dilarang melakukan pipeting menggunakan mulut

Persiapan Hewan Laboratorium


Kualitas dari hewan laboratorium yang akan digunakan menjadi salah satu
hal yang esensial dalam proses produksi vaksin dan quality control. Hewan
Spesific pathogen free (SPF) ideal untuk digunakan dalam proses produksi dan
pengujian vaksin. Sitasi SPF Hewan ( ). Akan tetapi, apabila hewan SPF tidak
dapat diperoleh maka dapat digunakan hewan lain yang diisolasi dalam stock yang
bebas penyakit (disease free), yang tentu saja sudah melewati proses seleksi.
Penempatan hewan laboratorium yang sehat dan hewan laboratorium yang
sedang diuji harus dilakukan pada dua bangunan yang berbeda dan tidak
berdekatan dengan unit produksi vaksin. Sistem perkandangan dan pemeliharaan
harus didesain sedemikian rupa agar selalu dalam keadaan bersih, dan bebas dari
parasit.Bangunan tersebut sebaiknya dilengkapi dengan fasilitas penyimpanan
pakan, desinfeksi dan pembersihan kandang, unit isolasi untuk karantina, ruang
post-mortem/ nekropsi, dan incinerator.
Fasilitas untuk penempatan hewan laboratorium yang dilakukan pengujian
sebaiknya disediakan sistem penyaringan udara dengan tujuan untuk mencegah
penyebaran organisme virulent. Fasilitas lain seperti steriliasi air, pakan, kandang,
dan incinerator juga diperlukan untuk mencegah penyebaran organisme virulen.
Kandang, perlengkapan, dan seluruh ruangan perlu dibersihkan dan didesinfeksi
terhadap adanya shedding hewan laboratorium.
Hewan uji yang digunakan dalam proses produksi dan pengujian vaksin
anthrax berupa marmut, kambing dan domba.
 Marmut (guinea pigs). Marmut yang digunakan dalam proses produksi dan
pengujian vaksin harus diperoleh dari koloni yang sehat. Marmut dengan
bobot 400 -500 g umumnya dipilih untuk digunakan dalam pengujian
quality control. Marmut dilakukan pengukuran suhu paling tidak dua kali
dalam sehari, dan bila menunjukkan suhu diatas 40 C marmut tidak boleh
digunakan dalam pengujian dan diganti.
 Domba. Domba yang optimal untuk digunakan dalam pengujian adalah
domba dengan umur 1-2 tahun, sehat, belum divaksinasi, dan memiliki
bobot kira-kira 20 kg. Domba diberikan waktu paling tidak satu minggu
untuk beradaptasi pada kandang hewan pengujian. Bila domba
menunjukkan suhu yang tidak normal, maka tidak akan digunakan dalam
pengujian dan diganti.
 Kambing. Kambing yang optimal untuk digunakan dalam pengujian
adalah kambing dengan umur 1 tahun, sehat, belum divaksinasi, dan
memiliki bobot kira-kira 20 kg. Kambing diberikan waktu paling tidak
satu minggu untuk beradaptasi pada kandang hewan pengujian. Bila
kambing menunjukkan suhu yang tidak normal, maka tidak akan
digunakan dalam pengujian dan diganti.
Persiapan Media
Produksi vaksin Anthrax memerlukan dua jenis solid media, yaitu nutrient
agar dan casein digest agar. Jumlah spora yang dihasilkan dalam casein digest
agar umumnya menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan nutrient
agar, dan media ini (casein digest agar) telah direkomendasikan olah WHO
sebagai salah satu persyaratan dalam memproduksi vaksin live anthrax.

 Nutrient Agar
Media nutrient agar dapat dipersiapkan dari berbagai jenis sumber-sumber
komersial dengan instruksi pabrik yang tertulis, atau dapat disiapkan di
laboratorium dengan metode sebagai berikut:

Meat extract (Difco) 3 g


Peptone 10 g
Natrium klorida 5g
Aquadest 1 000 ml

Semua bahan ditimbang dalam erlenmeyer flask, 1000 ml aquades


dimasukkan ke dalam flask dan kemudian dilarutkan dengan dipanaskan
dalam autoklaf selama 20 menit. pH diatur dalam angka 8,2 dan suhu
autoklaf sebesar 110 C selama 10 menit yang bertujuan untuk
mengendapkan garam. pH kemudian diatur dalam angka 7,4, disaring dan
didistribusikan sesuai kebutuhan dan sterilisasi pada suhu 121 C selama 30
menit menggunakan autoklav.

 Casein digest Agar


Media ini adalah media yang direkomendasikan dalam produksi vaksin
Anthrax

Casein hydrolysate 6g
Meat extract 2g
Tryptone 8g
Peptone 4.0 g
Yeast extract 2 g L-cysteine hydrochloride 1.0 g
Na2HPO4.12H2O 0.4 g
Distilled water 1 000 ml
pH 7.2
Semua bahan dilakukan penghalusan dan pencampuran di mortar. Semua
bahan kemudian diaduk dan ditambahkan sedikit demi sedikit air hangat,
dipanaskan dengan menggunakan mesin uap (Steam jacketed media
vessel). Pemanasan perlu diperhatikand engan hati-hati agar komponen L-
cystein dapat larut dengan seluruhnya. pH diatur 7,4, disaring,
didistrubiskan dalam container yang diinginkan, dan disterilisasi pada
suhu 121 C selama 40 menit di autoklaf. Sebelum inokulasi, media harus
ditambahkan larutan glukosa 50%, dengan jumlah 20 ml tiap liternya.

 Fluid Thioglycolate medium


Media ini adalah media yang direkomendasikan untuk menguji tingkat
sterilitas dari substansi biologis

L-cysteine 0.5 g
Sodium chloride 2.5 g
Glucose 5.5 g
Agar 0.75 g
Yeast extract (Difco) 5.0 g
Pancreatic digest of casein 15.0 g
Aquadest 1 000 ml
Sodium thioglycolate 0.5 g
Resazurin sodium (0.1% fresh solution 1.0 ml
Final pH 7.0–7.2

Enam bahan pertama digerus dan dicampur dalam mortar. 200 ml


aquadest hangat ditambahkan, kemudian diaduk dan dipindahkan ke dalam
kontainer steril, dan sisa aquadest ditambahkan ke dalamnya. Kontainer
tersebut kemudian dipanaskan dalam water bath, dengan perhatian khusus
agar L-cystein dapat larut dengan seluruhnya. Sodium thioglycolate
ditambahkan, pH diadjust hingga menunjukkan 7.4, disaring dan
ditambahkan larutan resazurin sodium. Campuran tadi didistribusikan
dalam container yang sesuai dan disterilisasi menggunakan autoclav pada
suhu 121 C selama 30 menit. Steleah diterilisasi kemudian dialkukan
pendinginan pada suhu 25 C dan disimpan dalam suhu 20-30 C dengan
terlindung dari sinar atau cahaya yang berlebihan. Media dengan usia
pemyimpanan 3 minggu setelah produksi tidak layak digunakan.

Strain Bacillus Anthracis

Strain untuk produksi vaksin.


Pada sebagian besar negara, vaksin anthrax dipersiapkan dengan
menggunakan strain uncapsulated avirulent 34 F 2 dari B. anthracis. Strain ini
diisolasikan pertama kali oleh Sterne (1937) dan berasal dari strain yang virulen
(Pasteur II strains).
Strain virulen B. anthracis yang ditumbuhkan pada nutrient agar pada suhu
37 C di kondisi normal dapat memproduksi koloni rough dengan projeksi tepi
koloni berbentuk serabut yang menyerupai “medusa”, sedangkan strain virulen
B.anthracis yang ditumbuhkan pada 50% horse serum agar pada suhu 37 C di
kondisi udara dengan kadar 30-50 % CO2 dapat memproduksi koloni mucoid
yang smooth dengan tepi coloni yang jelas. Koloni yang ditumbuhkan pada horse
serum agar tentunya memiliki karakteristik yang berbeda bila dibandingkan
dengan pertumbuhan pada nutrient agar. Bakteri yang berasal dari koloni mukoid
memiliki kapsul dan dalam rantai pendek. Setelah pengamatan selama 4 hari,
ditemukan bahwa koloni mukoid ini mengalami pertumbuhan pada tepi dari
koloni. Bakteri yang tumbuh pada tepi koloni ini kemudian diidentifikasi tidak
memiliki kapsul, dalam rantai panjang, dan berbentuk filamen. Pada pengujian,
bakteri ini ditumbuhkan pada berbagai kultur dan dilakukan fasase ke berbagai
jenis hewan, namun tidak terdapat bukti bahwa bakteri ini dapat mengubah
karakteristiknya dan kembali menjadi bentuk yang virulen (capsulated). Pada
dosis rendah dan menengah, bakteri ini tidak menunjukkan virulensi apda babi,
tikus, dan marmut.
Keuntungan dalam menggunakan strain 34 F 2 adalah stabil, tidak
memproduksi capsul dalam in vitro, aman pada semua hewan, dapat menginduksi
imunitas paling tidak selama 1 tahun, dan sifat imunogenisitasnya dapat diujikan
dalam hewan laboratorium. Strain ini telah ditentukan aman dan efektif dalam
melindungi hewan dan digunakan oleh sebagian besar negara dalam proses
produksi vaksin anthrax.

Strain untuk pengujian potensi (Uji Tantang dan Uji Potensi)


Pengujian potensi vaksin Anthrax umumnya memerlukan strain penantang
yang memiliki sifat virulensi yang tinggi. Strain penantang yang digunakan antara
lain guinea pig challenge strain (17 JB) dan strain virulent.Pada sebagian besar
negara, potensi vaksin spora antraks dilakukan pada marmut, namun di beberapa
negara lain dilakukan pada domba dan kambing.
• Guinea Pig Challenge Strain (17 JB)
Guinea Pig Challenge Strain ditemukan oleh Sterne dengan cara
melakukan fasase strain Pasteur II secara terus menerus pada marmut hingga
sifat virulensi sudah tidak bisa lagi ditingkatkan. Strain ini secara continyu
virulen pada marmut, tapi tidak virulen pada kelinci, hewan domestik, atau
manusia. Strain ini digunakan untuk pengujian potensi vaksin anthrax pada
marmut. Untuk pengujian potensi vaksin anthrax menggunakan strain JB17,
direkomendasikan untuk menggunakan dosis paling tidak 100 MLD sesuai
dengan rekomendasi British Pharmacopoeia Veterinary (1985).
• Virulent Strain
Pada beberapa negara, pengujian potensi vaksin anthrax dilakukan pada
domba. Oleh karena itu, diperlukan strain B.anthracis dengan virulensi yang
tinggi. Untuk memperoleh strain dengan virulen yang maksimal, strain
dilakukan fasase pada domba sebanyak tiga kali menggunakan darah. Darah
dikoleksi setelah fasase ketiga, dikultur dalam nutrient agar, dilakukan freeze-
drying dan disimpan pada suhu -20 C atau lebih rendah didalam laboratorium
quality control. MLD dari spora virulent diidentifikasi dengan menggunakan
domba. Umumnya 100 MLD strain virulen digunakan sebagai dosis
penantang pada domba untuk mengukur potensi dari vaksin anthrax.

Karakteristik Seed

Karakteristik Biologi
Pembuatan vaksin antraks dilakukan dengan sistem seed-lot. Seed-lot
adalah jumlah spora dengan komposisi seragam yang diproses pada satu waktu
dan dipelihara untuk tujuan pembuatan vaksin. Setiap seed-lot tidak lebih dari tiga
bagian dari kultur induk dan harus menghasilkan vaksin yang manjur dan aman
untuk digunakan pada hewan. Direkomendasikan bahwa seed-lot besar disiapkan
dari galur induk dan diawetkan dengan liofilisasi untuk lot produksi selanjutnya.
Hasil kultur dari induk dapat dibeli.

Syarat kualitas seed-lot vaksin


Seed-lot dapat diterima untuk vaksin antraks jika vaksin yang dibuat dari
lot benih atau suspensi yang dipanen dari kultur yang berasal dari seed-lot
memenuhi persyaratan untuk pengendalian curah akhir sehubungan dengan
kebebasan dari kontaminasi bakteri, keamanan dan kemanjuran (imunogenisitas).

Persiapan dan kontrol seed-lots

Persiapan seed vaccine yang baik merupakan prasyarat yang diperlukan


dalam proses produksi vaksin yang aman dan efektif. Strain yang digunakan untuk
produksi seed-lot vaksin harus berasal dari strain standard yang memiliki nilai
keamanan dan sifat imunogenisitas yang sudah sesuai dengan persyaratan oleh
WHO untuk produksi vaksin Anthrax. (1967). Seed-lot vaksin wajib menjalani
prosedur test pengujian, antara lain: uji identifikasi, uji kontaminasi, uji safety, uji
potensi, dan uji stabilitas.
Strain yang telah teratenuasi (dilemahkan) umumnya akan mengalami
penurunan nilai antigenisitas secara perlahan-lahan setiap kali ditumbuhkan pada
media. Oleh karena itu, dalam kepentingan produksi vaksin, kultur seharusnya
ditumbuhkan dari tiga kali fasase yang diturunkan dari original seed yang berasal
dari laboratorium referensi. Freeze-dried seed harus dipersiapkan dan disimpan
dalam suhu -20 C atau lebih rendah. Seed ini dapat disimpan hingga beberapa
tahun.
Kontrol seed-lots

Uji kontaminasi bakteri


Kemurnian dari seed-lot dinilai dari karakteristik morfologi, kultural dan
uji motilitas.
 Morphological test. Ulasan bakteri diperoleh dari lima sampel dari kultur
seed-lot yang ditumbuhkan pada media nutrient broth atau nutrient agar,
diwarnai dengan pewarnaan Gram, dan kemudian diamati di bawah
mikroskop. Seed lot wajib bebas dari kontaminan, dan hanya boleh
mengandung B.anthracis.
 Cultural test. Ulas 5 nutrient agar plate dengan lima sampel dari kultur
seed-lot dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 24-48 C. Morfologi koloni
diamati secara langsung dan menggunakan kaca pembesar. Koloni diamati
di bawah mikroskop. Seed lot wajib bebas dari kontaminasi bakteri lain
dan hanya boleh mengandung B.anthracis.
Lima sampel seed-lot kemudian diinokulasi ke dalam lima Erlenmeyer
flask yang mengandung 50 ml nutrient broth, diinkubasi pada suhu 37 C
dan diamati selama tujuh hari. Kemurnian kultur dinilai dengan membuat
pemeriksaan ulas dibawah mikroskop pada tiap flask setiap harinya.
Lima sampel seed-lot diinokulasikan pada lima Erlenmeyer flask yang
mengandung 50 ml thioglycolate media, diinkubasi pada suhu 37 C dan
diamati selama tujuh hari. Pada seed lot yang murni, seharusnya tidak ada
pertumbuhan pada media thioglycolate dikarenakan B.anthracis adalah
bakteri aerobik dan tidak akan tumbuh pada media thioglycolate.
 Motility test. Motilitas dari lima sampel seed-lot dilakukan dengan
menginokulasikan pada nutrient broth dan thioglycolate medium. Seed-lot
waijb bebas dari organisme yang motil.

Safety test
Seed-lot wajib diuji untuk keamanannya dengan mempersiapkan seluruh
batch vaksin dari seed-lot tersebut. Uji keamanan seharusnya dilakukan pada
domba berdasarkan rekomendasi WHO untuk produksi vaksin live anthrax
(1967).
Tiga ekor domba berumur 1-2 tahun yang tidak divaksinasi terhadap
anthrax, diinokulasikan dengan 5000 juta spora anthrax secara subkutan dan
diamati selama 10 hari. Suhu tubuh diamati dua kali sehari pada saat pagi dan sore
hari. Seed-lot dapat dikatakan aman apabila tidak ada domba yang menunjukkan
gejala yang parah disamping perubahan 2-3 C suhu tubuh yang menetap selama 4-
5 hari. Pada situs inokulasi terdapat pembengkakan edematous yang akan
menghilang setelah 6-7 hari.
Imunogenicity test
Seed-lot wajib diuji sifat imunogenisitasnya dengan mempersiapkan batch
vaksin dari seed-lot tersebut berdasarkan rekomendasi WHO untuk produksi
vaksin live anthrax (1967).
Berdasarkan rekomendasi oleh British Pharmacopoeia (Veterinary), 1985,
jenis hewan yang digunakan dalam pengujian potensi vaksin anthrax tergantung
pada jenis strain yang digunakan dalam produksi vaksin. Apabila strain yang
digunakan untuk produksi vaksin tidak lethal pada marmut atau tikus, maka uji
potensi dilakukan apda marmut. Apabila strain lethal pada marmut atau tikus
tetapi tidak untuk kelinci, maka uji potensi dilakukan pada kelinci. Apabila strain
lethal pada kelinci, maka uji potensi dilakukan di domba. Strain 34 F 2 (Sterne)
tidak lethal terhadap marmut, sehingga direkomendasikan untuk melakukan uji
pada marmut.

Produksi Konsentrat Vaksin

Inokulasi
Media berupa casein digest agar dipersiapkan dalam roux flask. Sebanyak
100.000 dosis dari spora anthrax vaksin dapat diperoleh dari 50 roux flask standar.
Roux flask yang mengandung medium diinkubasi pada suhu 37 C selama 48 jam
sebelum diinokulasi untuk mempertahankan sterilitas. Semua Roux flask
diletakkan di ruang inokulasi, kemudian disterilirasi lagi menggunakan lampu
ultraviolet selama 30 menit. Cairan yang terkondensasi dikoleksi menggunakan
pipet secara steril.
Working seed dipersiapkan dari master seed-lot sebelum memulai
produksi vaksin. 10 ml larutan fisiologis saline dimasukkan ke dalam tiap tabung
working seed. Pengadukan dilakukan menggunakan pipet. 2 ml suspensi bakteri
diinokulasikan ke tiap flask secara hati-hati dengan cara mendekatkan mulut dari
flask ke sisi dari pemanas burner. Flask digoyangkan perlahan untuk meratakan
suspensi bakteri (inokulum) hingga ke seluruh bagian dari flask. Bagian mulut
dari flask ditutup menggunakan paper cap. Flask kemudian diinkubasi pada suhu
37 C selama tiga hari. Tahap berikutnya flask didiamkan di suhu ruang selama
tujuh hari. Flask dipilih secara acak untuk dilakukan pemeriksaan pertumbuhan
sporulasi bakteri. Pemanenan dapat dilakukan apabila 90% organisme yang
tumbuh sudah menunjukkan sporulasi.

Harvesting
20 ml larutan fisiologi dipipet ke dalam tiap flask. Batu didih (glass beads)
juga ditambahkan di tiap flask. Flask digoyang-goyangkan untuk meratakan
suspensi spora bakteri. Kemudian flask diletakkan di working bench dalam
kondisi berdiri. Spora dipanen dengan menggunakan pipet dibawah kondisi yang
sangat steril. Pemanenan 10 buah Roux flask dapat ditampung pada satu
Erlenmeyer flask dengan kapasitas 250 ml.

Uji kemurnian
0,1 ml suspensi spora pada tiap erlenmeyer flask diinokulasikan ke dalam
100 ml nutrient broth media dan diinkubasi pada suhu 37 C selama satu malam.
Kemurnian diuji dengan membuat preparat bakteri ulas (pewarnaan Gram) dan
diamati di bawah mikroskop. Pengamatan meliputi motilitas dan identifikasi
bakteri gram. Suspensi spora akan dibuang apabila ditemukan terdapat
kontaminasi.

Gliserinasi
Bobot dari suspensi spora dihitung dengan cara penimbangan. Gliserol
murni ditambahkan ke dalam flask sebesar dua kalid ari bobot suspensi spora.
Batu didih (glass beads) ditambahkan untuk proses mixing suspensi gliserin dan
spora. Flask dikocok dengan ccepat untuk memastikan pencampuran. Suspensi
gliserin+spora ini kemudian disebut sebagai konsentrat vaksin.

Pengenceran dari konsentrat vaksin


Faktor pengenceran dihitung setelah memperkirakan jumlah dari spore
count dengan metode “pour plate”. Vaksin anthrax direkomendasikan memiliki
jumlah spora tidak kurang dari 10 juta tiap dosis untuk sapi, kerbau, dan kuda,
tidak kurang dari 5 juta tiap dosis untuk kambing, domba, dan babi. Konsentrat
vaksin diencerkan dalam 50% larutan gliserin saline pada pH 7.0.Gliserin saline
diperoleh dengan mencampurkan empat bagian dari nautral gliserin dengan enam
bagian dari larutan fisiologis saline, kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada
suhu 121 C selama 45 menit.

Proses Filling dan Container


Filling dan Container
Perlengkapan filling yang diperlukan, meliputi vial dan stopper harus
sudah disterilisasi sebelum digunakan dan dibawa ke dalam ruang filling. Lampu
ultraviolet diaktifkan dan sterilisasi ruangan dilakukan selama 30 menit. Proses
filling harus dilakukan dalam kondisi steril agar mencegah adanya kontaminasi
atau perubahan komponen dari vaksin.
Konsentrat vaksin dipindahkan ke dalam filling tank yang steril. Larutan
gliserin saline kemudian dicampurkan ke dalam filling tank dengan jumlah yang
sudah ditentukan. Saponin ditambahkan apabila diperlukan. Vaksin kemudian
dimixing selama dua jam dalam temperatur ruang. Proses filling vaksin dalam
kontainer multidosis berupa 10 atau 20 ml vial menggunakan mesin pipetting
steril. Vial ditutup menggunakan stopper karet tersterilisasi dan kemudian disegel
menggunakan aluminium collar. Vial disimpan dalam kotak aluminium dalam
suhu 4 C.

Freeze-drying
Pada beberapa laboratorium,vaksin anthrax dipersiapkan dalam bentuk
freeze-dry. Pada proses ini, suspensi spora dicampurkan dengan stabilizer yang
sesuai. Vaksin freeze-dry ini didistribusikan dalam 1 ml tiap vial. Primary drying
dilakukan selama 18 jam dan secondary drying selama 4 jam. Penyegelan
kontainer vaksin freeze-dried dilakukan dalam kondisi vakum (kedap udara) atau
dibawah dry oxygen-free nitrogen. Tiap seal kontainer dicek terhadap kerusakan
dan kebocoran, dan akan dibuang apabila terdapat kecacatan. Vaksin disimpan
pada suhu 4 C atau lebih rendah.

Pengujian pada Final Lot /Final Product

Inspeksi pada final kontainer


Inspeksi tiap-tiap kontainer secara visual dibawah penerangan yang cukup apakah
terdapat material asing. Vial yang menunjukkan ada kontaminasi, gumpalan, dan
kelainan visual lainnya akan dibuang.

Uji Identitas dan Uji Kontaminasi


Pengujian dilakukan pada setiap final lot untuk menguji adanya kontaminasi.
Berdasarkan British Pharmacopoeia (1985), pengambilan sampel dilakukan
sebanyak 1% dari final lot dengan jumlah minimal 3 dan maksimal 10 kontainer
untuk melakukan pengujian. Pengujian yang dilakukan meliputi:
o Uji morfologi, dengan mengidentifikasi tampilan koloni bacili
dalam pewarnaan Gram
o Uji cultural, dengan menginokulasikan vaksin ke nutrient agar dan
nutrient broth
o Uji motilitas

Pengujian jumlah Spora


Pengujian dilakukan dengan menghitung jumlah spora dengan cara menumbuhkan
di nutrient agar. Vaksin harus mengandung tidak kurang dari 10 juta spora per
dosis pada sapi, kerbau, dan kuda, dan 5 juta per dosis pada kambing, domba, dan
babi.

Pengujian terhadap pH
pH meter distandardisasi menggunakan larutan buffer standard pada pH 5.0
hingga 7.0. Elektroda dibilas menggunakan akuades, kemudian dikeringkan. pH
vaksin anthrax sebaiknya menunjukan angka sebesar 7.0±0.3

Uji Inokulasi
Dua marmut diinokulasikan dengan 0,2 ml vaksin secara intraperitoneal, dan dua
marmut diinokulasikan dengan 1 ml. Pengamatan dilakukan pada keempat
marmut. Vaksin akan lolos uji apabila tidak ada hewan yang menunjukkan gejala
sakit. Apabila salah satu hewan meneunjukkan gejala sakit atau mati, dilakukan
pengulangan uji. Final lot vaksin akan lolos uji setelah tidak ada hewan dalam
pengujian ulang kedua yang tidak menunjukkan gejala sakit atau mati.

Uji Stabilitas
Stabilitas dari vaksin freeze-dried Anthrax diuji dengan uji percepatan degradasi.
Lima vial vaksin final lot disimpan dalam suhu 37 C selama empat minggu.
Jumlah spora dihitung pada setelah periode penyimpanan empat minggu, dan
dibandingkan dengan vaksin yang tidak disimpan dan juga dibandingkan dengan
referensi. Hasil yang baik adalah tidak ada penurunan jumlah spora dibawah batas
jumlah yang diperlukan dalam vaksinasi. Pengujian stabilitas dapat dilanjutkan
dengan menyimpan vaksin yang sudah direkonstitusi (liquid) pada suhu 4 C
selama 180 hari atau lebih. Jumlah spora dihitung dan dibandingkan dengan
jumlah spora pada vaksin sebelum dimasukkan ke dalam penyimpanan dan juga
dibandingkan dengan referensi. Vaksin sebaiknya mengandung jumlah sporayang
cukup untuk melakukan vaksinasi pada hewan.

Potensi batch
Kemanjuran atau imunogenisitas diuji pada jumlah akhir sebagai berikut:
setidaknya sepuluh ekor babi guinea 300-500 g yang sehat diinokulasi dengan
vaksin dosis domba. Kelinci percobaan diamati selama 21 hari, dan setidaknya
80% hewan harus selamat selama periode pengamatan. Babi guinea yang
diimunisasi dan tiga kontrol yang tidak divaksinasi yang masih hidup ditantang
dengan dosis B. anthracis yang virulen. Tantangan yang direkomendasikan adalah
200 LD50 dari galur Pasteur II (17JB). Jika, dalam 10 hari setelah tantangan,
semua marmot yang divaksinasi bertahan dan hewan kontrol mati, jumlah akhir
dianggap memuaskan. Jika hewan yang divaksinasi mati selama periode
pengamatan pascatantangan karena penyebab selain antraks, dan kematian tidak
terkait dengan vaksin, pengujian dapat diulang.

Persyaratan Otorisasi

Keamanan hewan target dan non-target


Vaksin telah terbukti menyebabkan penyakit pada beberapa kambing dan
llama; ini mungkin terkait dengan adjuvant saponin. Vaksin ini tidak
direkomendasikan untuk digunakan pada hewan hamil, atau pada hewan yang
akan disembelih dalam waktu 2-3 minggu setelah vaksinasi. Peraturan lokal dapat
menentukan periode waktu lain di beberapa negara atau wilayah, tetapi tidak ada
alasan ilmiah untuk menganggap daging dari hewan yang sehat secara klinis tidak
layak untuk penanganan atau konsumsi manusia setelah periode penahanan 2
minggu setelah vaksinasi. Pemberian antibiotik secara bersamaan pada hewan
yang divaksinasi merupakan kontraindikasi karena antibiotik akan mengganggu
vaksin. Antibiotik tidak boleh diberikan selama beberapa hari sebelum dan
sesudah vaksinasi.
Inokulasi manusia yang tidak disengaja diperlakukan dengan mengeluarkan
sebanyak mungkin inokulum dari tempat suntikan dan mencuci luka secara
menyeluruh dengan sabun dan air. Perhatian medis harus dicari jika infeksi
berkembang.
Reversi–ke-virulensi untuk vaksin yang dilemahkan/hidup
Strain 34F2 B. anthracis diketahui stabil dan tidak dapat memproduksi kapsul
secara in vitro.

Pertimbangan lingkungan
Sisa vaksin, botol kosong, dan peralatan yang digunakan untuk vaksinasi
terkontaminasi dengan spora hidup dan harus diautoklaf, didesinfeksi, atau
dibakar.

Persyaratan Efikasi
Dosis yang direkomendasikan untuk sapi dan kuda adalah minimal 2–10 ×
6
10 spora yang dapat dibiakkan; untuk domba, kambing dan babi, itu adalah 1-5 ×
106 spora yang dapat dibiakkan. Vaksin harus mengandung spora ini dalam
volume yang sesuai, mis. 2 × 106/ml. Kekebalan harus baik setidaknya selama 1
tahun dan dianjurkan agar diberikan booster tahunan. Kuda mungkin lambat untuk
mengembangkan kekebalan setelah vaksinasi awal; Oleh karena itu, beberapa
produsen merekomendasikan vaksinasi awal dua dosis, yang diberikan dengan
interval 1 bulan, diikuti dengan booster tahunan tunggal.
Spora Bacillus anthracis stabil dalam vaksin yang tidak diliofilisasi atau
diliofilisasi dan tidak memerlukan pengawet. Penyimpanan di bawah pendingin
dianjurkan (4°C).
DAFTAR PUSTAKA

[FAO] Food and Agriculture Organization. 1991. Manual for the production of
anthrax and blackleg vaccines. Rome (ITA): Food and Agriculture
Organization
[OIE] World Organisation for Animal Health. 2018. Manual of Diagnostic Tests
and Vaccine for Terrestrial Animals. Paris (FR): World Organisation for
Animal Health.
Bielinska AU, Janczak KW, Landers JJ, Makidon P, Sower LE, Peterson JW,
Bater JR. 2007. Mucosal immunization with a novel nanoemulsionbased
recombinant anthrax protective antigen vaccine protects against Bacillus
anthracis spore challenge. Infect. Immunol. 75: 4020-4029.
Boyaka PN, Tafaro A, Fischer R, Leppla SH, Fujihashi A, Mcghee JR. 2003.
Effective mucosal immunity to anthrax: neutralizing antibodies and Th
cell responses following nasal immunization with protective antigen. J.
Immunol. 170: 5636-5643.
Davis SS. 2001. Nasal vaccines. Adv. Drug Deliv. Rev. 51: 21-42.
Hardjoutomo S, Poerwadikarta MB, Patten BE, Barkah K. 1993. The application
of ELISA to monitor the vaccinal response of anthrax vaccinated
ruminants. Penyakit Hewan. Ed khusus 46A. 25: 7-10.
Mikszta JA, Sullivan VJ, Dean C, Waterston AM, Alarcon JB, Dekker JPR,
Brittingham JM, Huang J, Hwang CR, Ferrier M, Jiang G, Mar K, Saikh
KU, Stiles BG, Roy CG, Ulrich RG, Harvey NG. 2005. Protective
immunization against inhalational anthrax: a comparison of minimally
invasive delivery platforms. J. Infect. Dis. 191: 278-288.
Sloat BR, CUI Z. 2006. Nasal immunization with a dual antigen anthrax vaccine
induced strong mucosal and systemic immune responses against toxins
and bacilli. College of Pharmacy, OSU, Corvallis, OR 97331. USA. p. 32-
33.
Siregar EA. 2002. Antraks: Sejarah masa lalu, situasi pada saat ini, sejarah
diagnosa dan kecenderungan perkembangan ilmu di masa depan.
Simposium Sehari Penyakit Antraks: Antraks di Indonesia, Masa lalu,
Masa kini dan Masa Depan. Bogor 17 Juli 2002. Balitvet, Bogor.
Wimer-Mackin S, Hinchcliffe M, Petrie R, Warwood SJ, Tino WJ, Williams MS, Stenz
JP, Cheff A, Richardson C. 2006. An intranasal vaccine targeting both the
Bacillus anthracis toxin and bacterium provides protection against aerosol spore
challenge in rabbits. Vaccine 24: 3953-3963.
XU Q, Zeng M. 2008. Detoxified lethal toxin as a potential mucosal vaccine against
anthrax. Clin. Vacc. Immunol. 15: 612-616.

Anda mungkin juga menyukai