PSIKOLOGI KOMUNIKASI
2. Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses pembentukan, penyampaian penerimaan
dan pengolahan pesan yang terjadi pada diri seseorang atau dua orang atau
lebih dengan tujuan tertentu. Dalam komunikasi memiliki 6 karakter dasar
atau pokok sebagai berikut :
a. Komunikasi adalah suatu proses.
b. Komunikasi adalah upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan.
c. Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerjasama dari para
pelaku yang terlibat.
d. Komunikasi bersifat simbolis.
e. Komunikasi bersifat transaksional.
f. Komunikasi menembus waktu dan ruang.
Proses komunikasi melibatkan empat (4) elemen sebagai berikut:
a. Source atau komunikator atau sender atau sumber atau pengirim
pesan.
b. Message atau pesan.
c. Channel atau saluran.
d. Reciever atau komunikan atau penerima.
Menurut Richart West dan Lynn H. Turner komunikasi adalah proses
sosial dimana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk
menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkngan mereka.
Psikologi Komunikasi adalah sebuah proses memahami lawan bicara
(komunikan) dengan tidak meninggalkan aspek kejiwaan.
Penggunaan psikologi komunikasi ada 5, yaitu :
a. Pengertian.
b. Kesenangan.
c. Memengaruhi sikap.
d. Hubungan sosial yang baik.
e. Tindakan.
2. Psikologi Behaviourisme
Psikologi Behaviorisme pertama kali dipopulerkan di Amerika Serikat
oleh John Broadus Watson (1878- 1958). Behaviorisme artinya serab tingkah
laku. Psikologi Behaviorisme adalah Psikologi tingkah laku dan menekankan
pada tingkah laku. Behaviorisme didasarkan pada ajarana materialism. Hal itu
dimulai ketika muncul tulisan ahli Biologi Jacques Leobtahun 1890 berjudul
“ The Mechanistic conception of life” (konsep mekanistik kehidupan.)
Aliran ini sering dikatkan sebagai aliran ilmu jiwa namun tidak peduli
pada jiwa. Pada akhir abad ke-19, Ivan Petrovic Pavlov memulai eksperimen
psikologi yang mencapai puncaknya pada tahun 1940-1950-an. Di sini
psikologi didefinisikan sebagai sains dan sementara sains hanya berhubungan
dengan sesuatu yang dapat dilihat dan diamati saja. Sedangkan ‘jiwa’ tidak
bisa diamati, maka tidak digolongkan kedalam psikologi.
Aliran ini memandang manusia sebagai mesin (homo mechanicus) yang
dapat dikendalikan perilakunya melalui suatu pelaziman (conditioning). Sikap
yang diinginkan dilatih terus-menerus sehingga menimbulkan maladaptive
behaviour atau perilaku menyimpang. Salah satu contoh adalah ketika Pavlov
melakukan eksperimen terhadap seekor anjing. Di depan anjing
eksperimennya yang lapar, Pavlov menyalakan lampu. Anjing tersebut tidak
mengeluarkan air liurnya. Kemudian sepotong daging ditaruh dihadapannya
dan anjing tersebut terbit air liurnya. Selanjutnya begitu terus setiap kali lampu
dinyalakan maka daging disajikan. Begitu hingga beberapa kali percobaan,
sehingga setiap kali lampu dinyalakan maka anjing tersebut terbit air liurnya
meski daging tidak disajikan. Dalam hal ini air liur anjing menjadi conditioned
response dan cahaya lampu menjadi conditioned stimulus.
Percobaan yang hampir sama dilakukan terhadap seorang anak berumur
11 bulan dengan seekor tikus putih. Setiap kali si anak akan memegang tikus
putih maka dipukullah sebatang besi dengan sangat keras sehingga membuat si
anak kaget. Begitu percobaan ini diulang terus menerus sehingga pada tarafter
tentu maka si anak akan menangis begitu hanya melihat tikus putih tersebut.
Bahkan setelah itu dia menjadi takut dengan segala sesuatu yang berbulu :
kelinci, anjing, baju berbulu dan topeng Sinterklas. Ini yang dinamakan
pelaziman dan untuk mengobatinya kita bisa melakukan apa yang disebut
sebagai kontra pelaziman (counter conditioning).
3. Psikologi Kognitif
Psikologi kognitif menempatkan manusia sebagai makhluk yang
bereaksi secara aktip terhadap lingkungan, yakni dengan cara berfikir.
Manusia berusaha memahami lingkungan yang dihadapinya dan meresponnya
dengan pikiran yang dimilikinya. Oleh karena itu, maka manusia menurut teori
kognitif ini disebut sebagai Homo Sapiens, yakni manusia yang berfikir. Jadi
dalam mereaksi terhadap stimuli, manusia berfikir dan berusaha menemukan
jati dirinya. Teori Kognitif memang telah menempatkan kembali manusia
sebagai makhluk yang berjiwa, yang bukan hanya berfikir, tetapi juga
berusaha menemukan identitas dirinya (bandingkan dengan teori
behaviorisme).
4. Psikologi Humanistis
Psikologi Humanistik memandang manusia sebagai eksistensi yang
positif dan menentukan. Manusia dipandang sebagai makhluk yang unik yang
memiliki cinta, kreativitas, nilai dan makna serta pertumbuhan pribadi. Pusat
perhatian teori humanistik, adalah pada makna kehidupan, dan masalah ini
dalam psikologi humanistik disebut sebagai Homo Ludens, yaitu manusia
yang mengerti makna kehidupan. Menurut teori psikologi humanistik ini,
setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman yang bersifat pribadi (unik),
dan kehidupannya berpusat pada dirinya itu. Prilaku manusia berpusat pada
konsep diri,yaitu pandangan atau persepsi orang terhadap dirinya yang bisa
berubah-ubah dan fleksibel sesuai dengan pengalamannya dengan orang lain.
Psikologi humanistik memandang positif manusia. Menurut teori ini,
manusia selalu berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas
dirinya. Manusia juga cenderung ingin selalu mengaktualisasikan dirinya
dalam kehidupan yang bermakna. Dalam 34 keadaan normal, manusia
cenderung berperilaku rasional dan membangun. Ia juga cenderung memilih
jalan yang mendukung pengembangan dan aktualisasi dirinya. Carl Rogers
(bapak psikologis humanistik) memberikan gambaran besar pandangan
psikologis humanistik:
a. Setiap manusia hidup dalam pengalaman yang bersifat pribadi.
Perilaku manusia berpusat pada konsep diri, yaitu persepsi manusia
tentang identitas diri yang bersifat fleksibel dan berubah-ubah yang
muncul dari suatu fenomena lapangan. Manusia berperilaku untuk
mempertahankan, meningkatkan dan mengaktualisasikan diri.
b. Individu bereaksi, pada situasi sesuai dengan persepsi tentang dirinya
dan dunianya, ia bereaksi pada “realita” seperti yang dipersepsikan
olehnya dan dengan cara yang sesuai dengan konsep dirinya.
c. Anggapannya adanya ancaman terhadap dirinya akan diikuti oleh
pertahanan diri berupa penyempitan dan pengakuan persepsi dan
perilaku, penyesuaian serta penggunaan mekanisme pertahanan ego,
seperti rasionalisasi.
d. Kecenderungan batiniah manusia menuju kesehatan dan keutuhan diri.
Dalam kondisi yang normal ia berperilaku rasional dan konstruktif
serta memilih jalan menuju pengembangan dan aktualisasi.
REFERENSI
Misiak, Henryk and Virginia Staudt Sexton, Ph.D. 1988 .Psikologi Fenomenologi
Eksistensial dan Humanistik : Suatu Survai Historis. Bandung : PT Eresco
Purwa Atmaja Prawira, psikologi Pendidikan dalam persfektif baru, Ar- Ruz Media,
Jogjakarta, 2011.
http://www.e-jurnal.com/mazhab-aliran-dalam-psikologi-psikoanalisa-behaviorism-
humanistik-gestalt-psikologi-positif-psikologi-transpersonal-psikologi-lintas-
budaya, diakses tanggal 16 September 2021 pukul 19:20