Anda di halaman 1dari 20

CRITICAL BOOK REPORT

Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan


Dosen Pembimbing: Haryani Pratiwi Sitompul, SE., M.Si

Oleh:
KELOMPOK 3

Nama Anggota:
Nadya Elfani 7193143002
Rospita Simamora 7193143010
Tio Birgita Natalia 7193143011
Yolanda Agustina Malau 7193343002

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BISNIS


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan keradirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Critical
Book Report Perpajakan ini dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Haryani Pratiwi Sitompul,
SE., M.Si selaku Dosen Pengampu yang telah membimbing penulis dalam
penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam
penulisan laporan critical book report ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca untuk menjadi acuan bagi penulis untuk menjadi lebih
baik. Selain itu, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,
khususnya mahasiswa yang masih aktif.

Binjai, 24 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Rasionalisasi pentingnya CBR ...................................................................... 1

1.2 Tujuan penulisan CBR .................................................................................. 1

1.3 Manfaat CBR ................................................................................................. 1

1.4 Identitas buku yang direview ........................................................................ 2

BAB II RINGKASAN ISI BUKU .......................................................................... 3

2.1 Buku Utama ................................................................................................... 3

2.2 Buku Pembanding ....................................................................................... 12

BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 14

3.1 Analisa Buku ............................................................................................... 14

3.2 Kelebihan dan Kekurangan Materi Buku .................................................... 14

BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 16

4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 16

4.2 Rekomendasi ............................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Rasionalisasi pentingnya CBR


Critical book adalah hasil ringkasan, bandingan dan kritik pada suatu buku
terhadap buku yang berbeda. Sering kali kita bingung memilih buku referensi untuk
dibaca dan pahami. Terkadang kita memilih satu buku, namun kurang memuaskan.
Misalnya dari segi informasi yang terkandung di dalamnya.
Oleh karena itu, penulis membuat critical book report ini untuk
mempermudah pembaca dalam memilih buku referensi. Selain itu, salah satu faktor
yang melatarbelakangi penulis mereview buku ini adalah agar kita bisa berpikir
kritis dan mengetahui kelebihan dan kekurangan dari materi di dalam sebuah buku.

1.2 Tujuan penulisan CBR


Adapun yang menjadi tujuan dalam pembuatan Critical Book Report ini ialah:
1. Dapat membandingkan materi kuliah pada buku Perpajakan Edisi 2019 Prof.
Dr. Mardiasmo, MBA., Akt., QIA., CFrA., CA. terhadap buku Perpajakan,
Suatu Pengantar karya Lazarus Ramandey, S.Sos., M.T.
2. Dapat menilai kekurangan dan kelebihan materi dalam buku utama terhadap
dua buku pembanding Perpajakan.
3. Memenuhi tugas individu Critical Book Report mata kuliah Perpajakan.

1.3 Manfaat CBR


Adapun yang menjadi manfaat dalam pembuatan Critical Book Report ini ialah:
1. Dapat menerapkan pembelajaran yang sistematis berdasarkan isi buku tersebut.
2. Dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran bagi mahasiswa yang dapat
menambah pengetahuan dan wawasan.

1
1.4 Identitas buku yang direview
Buku Utama
1. Judul Buku Perpajakan Edisi 2019
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Akt.,
2. Penulis
QIA., CFrA., CA.
3. Penerbit ANDI
4. Kota Terbit Yogyakarta
5. Tahun Terbit 2019
6. ISBN 978-623-01-0245-5
7. Jumlah Halaman 445 Halaman

Buku Pembanding
1. Judul Buku Perpajakan, Suatu Pengantar
2. Penulis Lazarus Ramandey, S.Sos., M.T
3. Penerbit Deepublish Publisher
4. Kota Terbit Yogyakarta
5. Tahun Terbit 2020
6. ISBN 978-623-02-1033-4
7. Jumlah Halaman 82 Halaman

2
BAB II
RINGKASAN ISI BUKU
2.1 Buku Utama
Judul Buku Perpajakan Edisi 2019
Penulis Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Akt., QIA., CFrA., CA.

BAB II KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Dasar hukum ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah UU No. 6
Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009.
Dalam pembahasannya dijelaskan pengertian pajak, wajib pajak, badab,
masa pajak, tahun pajak, bagian tahun pajak, pajak yang terutang, surat paksa,
kredit pajak untuk PPh, kredit pajak untuk PPN, pemeriksaan, bukti permulaan,
pemeriksaan bukti permulaan, penanggung pajak, dan penelitian.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)


Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib
Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai
tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakannya.

Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)


Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai
pajak berdasarkan Undang- Udang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
perubahannya.
Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai Pajak Pertambahan
Nilai berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
perubahannya wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak.
Kewajiban melaporkan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
dilakukan sebelum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak. Terhadap pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai PKP, tetapi tidak
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKPakan dikukuhkan sebagai
PKP secara jabatan dan dikenakan sanksi perpajakan.

Surat Pemberitahuan (SPT)


Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan

3
objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua, yaitu: SPT Masa dan SPT
Tahunan.

Ketentuan Umum dalam Surat Setoran Pajak (SSP)


Menurut pasal 1 ayat (14) Undang-Undang No.28 Tahun 2007, “Surat
Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah
dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke
kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan”.
SSP berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh
pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah
mendapatkan validasi.
Tempat Pembayaran dan Penyetoran Pajak: Bank yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan dan Kantor Pos.

1. Jangka Waktu Pembayaran atau Penyetoran Pajak


Jangka waktu pembayaran atau penyetoran pajak diatur sebagai berikut:
a. Pembayaran Masa
1) PPh Pasal 4 Ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan harus
disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
2) PPh Pasal 4 Ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak harus
disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
3) PPh Pasal 4 Ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan yang dipotong/dipungut atau yang harus dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak, harus disetor sebelum akta, keputusan, perjanjian,
kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.
4) PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama
tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
5) PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri harus disetor paling lama tanggal
15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
6) PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama
tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
7) PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus
disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir.
8) PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

4
9) PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPNBM atas impor harus dilunasi
bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk
ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPNBM atas
impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan
pabean impor.
10) PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPNBM atas impor yang dipungut oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, harus disetor dalam jangka waktu 1
(satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.
11) PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh kuasa pengguna
anggaran atau pejabat penanda tangan Surat Perintah Membayar sebagai
Pemungut PPh Pasal 22, harus disetor pada hari yang sama dengan
pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak rekanan
pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
12) PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran, harus disetor
paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran atas
penyerahan barang yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja Daerah,
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama rekanan dan
ditandatangani oleh bendahara.
13) PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan
tertentu sebagai Pemungut Pajak harus disetor paling lama tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
14) PPN atau PPN dan PPNBM yang terutang dalam satu Masa Pajak harus
disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan
sebelum Surat Pemberitahuan Masa PPN disampaikan.
15) PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud
dan/ atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean harus disetor oleh orang
pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud
dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, paling lama tanggal 15
(lima belas) bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
16) PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri harus disetor oleh
orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri
paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir.
17) PPN atau PPN dan PPNBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pejabat
Penandatangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN, harus
disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada
Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah melalui KP Perbendahaan
Negara.
18) PPN atau PPN dan PPNBM yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaren
sebagai Pemungut PPN, harus disetor paling lama 7 (tujuh) hari setela
tanggal pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan
Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.

5
19) PPN atau PPN dan PPNBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut
PPN yang ditunjuk selain Bendahara Pemerintah, harus disetor paling lama
tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
20) PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 Ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan
beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa, harus dibayar
paling lama pada akhir Masa Pajak terakhir.
21) Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria
tertentu harus dibayar paling lama sesuai dengan batas waktu untuk masing-
masing jenis pajak.
b. Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan,
Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan
Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus
dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
c. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan
Pajak Penghasilan disampaikan.

Setiap keterlambatan pembayaran dikenakan bunga sebesar 2% sebulan,


yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal
pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

2. Tata Cara Menunda atau Mengangsur Pembayaran Atas Ketetapan Pajak


Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk
mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang masih harus dibayar dalam
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang
menyebabkan jumlah pajak yang terutang bertambah, serta Pajak Penghasilan Pasal
29, kepada Direktur Jenderal Pajak.
Permohonan harus diajukan paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum saat
jatuh tempo pembayaran utang pajak berakhir disertai dengan alasan dan bukti yang
mendukung permohonan. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan
pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak harus memberikan jaminan yang
dapat berupa garansi bank, surat/ dokumen bukti kepemilikan barang bergerak,
penanggungan utang oleh pihak ketiga, sertifikat tanah, atau sertifikat deposito.
Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran pembayaran pajak
setelah melampaui batas waktu harus memberikan jaminan berupa garansi bank
sebesar utang pajak yang dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu
pengangsuran.

6
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan atas permohonan tersebut
berupa menerima seluruhnya, menerima sebagian, atau menolak. Surat keputusan
diterbitkan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal diterimanya
permohonan. Apabila jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja telah terlampaui dan
Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan suatu keputusan, permohonan disetujui
sesuai dengan permohonan Wajib Pajak, dan keputusan persetujuan pengangsuran
pembayaran pajak atau keputusan persetujuan penundaan pembayaran pajak harus
diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja
tersebut berakhir.

Ketentuan Umum dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP)


Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat
Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

1. Surat Ketetapan Pajak Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (Skpkb)


Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah
kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah
pajak yang masih harus dibayar.
Jangka Waktu Penerbitan SKPKB: Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
setelah saat terutangnya pajak atau berakhimya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak,
atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKB.

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)


Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan.
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKBT ditambah dengan
sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak
tersebut.
Jangka Waktu Penerbitan SKPKBT: Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak,
atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan
jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka
penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Direktur Jenderal
Pajak dapat menerbitkan SKPKBT.

3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)


Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak
lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

7
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

Ketentuan Umum dalam Surat Tagihan Pajak (STP)


Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak
dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

1. Penerbitan STP
STP dikeluarkan apabila:
a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
b. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat
salah tulis dan/atau salah hitung.
c. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi
tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat
waktu.
e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang
tidak mengisi faktur pajak secara lengkap (selain: identitas pembeli, nama
dan tanda tangan).
f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak.
g. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan
pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat
(6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.

2. Sanksi Administrasi STP


a. Jumlah kekurangan pajak yang terutang (poin 2a dan 2b) ditambah dengan
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya
pajak atau berakhimya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak
sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.
b. Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak (poin 2d, 2e, atau 2f),
selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
c. Terhadap Pengusaha Kena Pajak (poin 2g) dikenai sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang
ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal

8
penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1
(satu) bulan.

Tata Cara Penyelesaian Keberatan dan Banding


1. Tata Cara Penyelesaian Keberatan
a. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal
Pajak atas suatu:
1) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
3) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
4) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).
5) Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Pengajuan keberatan yang dituangkan dalam bentuk Surat Keberatan
sebagaimana dan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia.
2) Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang
dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib
Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan.
3) 1 (satu) Surat Keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan
pajak, untuk 1 (satu) pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan
pajak,
4) Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling
sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pecmbahasan
akhir basil pemeriksaan.
5) Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim Surat
Ketetapan Pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak
oleh pihak ketiga kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka
waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadnan di luar kekuasaan
Wajib Pajak (force majeur).
6) Surat keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat
keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat keberatan
tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.
c. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak,
Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit
sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
d. Dalam hal surat keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak belum
memenuhi persyaratan, Wajib Pajak dapat menyampaikan perbaikan surat
keberatan dengan melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi sebelum
jangka waktu 3 (tiga) bulan.

9
e. Surat keberatan yang tidak memenuhi persyaratan bukan merupakan surat
keberatan sehingga tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan Surat
Keputusan Keberatan.
f. Pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang tidak
diberikan pada saat pemeriksaan tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian
keberatan, kecuali pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain
tersebut berada di pihak ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak pada saat
pemeriksaan.
g. Direktorat Jenderal Pajak dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak
tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan. Keputusan
Direktorat Jenderal Pajak dapat berupa:
1) Mengabulkan seluruhnya.
2) Mengabulkan sebagian.
3) Menolak.
4) Menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.
h. Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan telah terlampaui dan
Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan,
keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan DirJen Pajak
wajib menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan keberatan
Wajib Pajak.
i. Apabila pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya,
kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga
sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan dengan ketentuan:
1) Untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan
diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan.
2) Untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai
dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan.
j. Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib
Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh
persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi
dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
k. Tetapi apabila kemudian Wajib Pajak mengajukan permohonan banding
atas Surat Keputusan Keberatan, sanksi tersebut tidak dikenakan.
l. Apabila pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, yang
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, kelebihan pembayaran tersebut
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per
bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dengan ketentuan
sebagai berikut:

10
1) Untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan
diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan.
2) Untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai
dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan.

2. Tata Cara Penyelesaian Banding


a. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan
peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan.
b. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan
peradilan tata usaha negara.
c. Permohonan banding diajukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan
Keberatan diterima, dengan cara:
1) Tertulis dalam Bahasa Indonesia.
2) Mengemukakan alasan-alasan yang jelas.
3) Melampirkan salinan Surat Keputusan Keberatan.
d. Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding
belum merupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan Banding
diterbitkan.
e. Apabila permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari
jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran
pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
f. Apabila pengajuan keberatan atau banding dikabulkan sebagian atau
seluruhnya, yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, kelebihan
pembayaran tersebut dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2%
(dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya
Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
2) Untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan
diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding.

Pemeriksaan
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional
berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan

11
kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Penyidikan
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian
Tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat tentang tindak pidana diatur dalam UU No 8/1981
tentang KUHAP.

2.2 Buku Pembanding


Judul Buku Perpajakan, Suatu Pengantar
Penulis Lazarus Ramandey, S.Sos., M.T

BAGIAN II KETENTUAN DAN TATA CARA PERPJAKAN

Dasar hukum dan ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah UU No.6
Tahun 1993 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2009.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)


NPWP adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan
sebagai tanda pengenal atau identitas wajib pajak. Semua wajib pajak berdasarkan
system self assessment wajib mendaftarkan diri pada DirJen Pajak. Penghapusan
NPWP: WP meninggal dunia, Wanita kawin dengan tidak pisah harta, warisan telah
selesai dibagi, badan dibubarkan sampai dengan penyelesaian likuiditas.

Surat Pemberitahuan (SPT)


Surat pemberitahuan adalah surat yang oleh WP digunakan untuk
melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Pada garis besarnya dibedakan menjadi
dua, yaitu SPT-Masa dan SPT-Tahunan.

Surat Ketetapan Pajak (SKP)


SKP adalah surat ketetapan berupa surat ketetapan pajak kurang bayar
(SKPKB), surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan (SKPKBT), surat
ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB), dan surat ketetapan pajak nihil (SKPN).

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)


SKPKB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan
pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang
atau tidak seharusnya terutang. SKPKB dikeluarkan apabila jumlah kredit pajak

12
yang dibayar lebih besar dari pada yang terutang atau telah dilakukan pembayaran
pajak yang tidak seharusnya terutang.

Surat Tagihan Pajak (STP)


STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi
administrasi berupa bunga dan/atau denda. STP dikeluarkan apabila PPh dalam
tahun berjalan tidak atau kurang bayar, terdapat kekurangan pembayaran pajak
sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung, dikenakan sanksi administrasi
berupa denda dan/atau bunga, pengusaha tidak dikukuhkan sebagai PKP.

Keberatan dan Banding


Tata Cara Penyelesaian Keberatan
a. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas
suatu ketetapan Pajak
b. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat,
tanggal pemotongan atau pemungutan, kecuali apabila wajib pajak dapat
menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan
diluar kekuasaannya.
c. Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Dirjen Pajak
atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti
penerimaan Surat Keberatan.
d. Keputusan atas keberatan dilakukan dalam waktu 12 bulan sejak tanggal surat
keberatan diterima.
e. Keputusan Dirjen Pajak atas keberatan dapat berupa menerima seluruh atau
sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak yang terutang
f. Apabila dalam waktu 12 bulan tidak ada keputusan masa surat keberatan yang
diajukan dianggap diterima.
g. Pengajuan surat keberatan tidak menunda pembayaran yang bersangkutan

Tata Cara Penyelesaian Banding


a. Wajib pajak dapat mengajukan banding, hanya kepada Badan Peradilan Pajak
atau MPP (Majelis Pertimbangan Pajak) terhadap keputusan Dirjen Pajak
tentang keberatannya.
b. Banding diajukan dalam waktu 3 bulan sejak tanggal keberatan dikeluarkan,
dengan cara: tertulis dan dalam bahasa Indonesia, mengemukakan alasan-alasan
yang jelas dan bukti yang diperlukan, putusan Badan Peradilan Pajak
merupakan putusan akhir dan bersifat tetap.

13
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Analisa Buku
Pada buku utama, pokok pembahasan meliputi: Dasar Hukum, Tahun Pajak,
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Surat
Pemberitahuan (SPT), Surat Setoran Pajak (SSP) dan Pembayaran Pajak, Surat
Ketetapan Pajak (SKP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), Surat Tagihan Pajak (STP),
Keberatan dan Banding, Pembetulan, Pengukuhan, Penghapusan, dan Pembatalan,
Kedaluwarsa Penagihan Pajak, Penyidik, Kewajiban dan Hak Wajib Pajak,
Kewajiban Pembukuan, Sanksi Perpajakan, Sanksi Pidana, Sanksi Administrasi,
Sanksi Pidana.
Pada buku pembanding, pokok pembahasan meliputi: Dasar Hukum,
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Surat Pemberitahuan (SPT), Surat Ketetapan
Pajak (SKP), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Tagihan Pajak
(STP), Keberatan dan Banding.

3.2 Kelebihan dan Kekurangan Materi Buku


Kelebihan Materi Buku

Buku utama dan buku pembanding:


✓ Sistematika pembahasan materi pada buku telah ditulis
Dinilai dari secara sistematis dan jelas. Untuk buku utama penulisan
1. Aspek sub judul materi ditulis dengan huruf kapital (misal:
Tampilan hlm.28 sub materi dasar hukum), sedangkan buku
pembanding diberikan dengan angka (misal: hlm.11
untuk pendahuluan diberi 2.1).
Dinilai dari Buku Utama dan Buku Pembanding:
Aspek ✓ Memiliki layout yang baik pada sub materi yaitu telah
2.
Layout dan terlibat kontras sehingga pembaca mudah mengenali
Tata Letak materi.

14
✓ Elemen-elemen komunikatif grafis (teks, tabel) dalam
buku telah ditulis dan disusun dengan baik dan
komunikatif. Contoh: buku utama pada hlm. 74 untuk
menjelaskan sanksi administrasi, dan buku pembanding
pada hlm. 15 untuk menjelaskan SPT-Masa dan SPT-
Tahunan.
Buku Utama dan buku pembanding:
✓ Buku utama memiliki materi yang sangat lengkap,
disertai dengan contoh formulir dari NPWP, SPT
Tahunan PPh WPOP, SPT Tahunan PPH Badan, SPT
Dinilai dari
Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 (PER-14/pj/2013),
3. Aspek Isi
SPT Masa PPN, dan SSP.
Buku
✓ Buku pembanding memiliki materi yang ringkas.
✓ Kedua buku memiliki kesamaan materi yang signifikan.
Serta semua buku yang direview memiliki ISBN dan
daftar pustaka.
Dilihat dari
Menggunakan bahasa yang baku dan dengan kaidah Ejaan
4. Aspek Tata
Yang Disempurnakan (EYD)
Bahasa

Kekurangan Materi Buku


Untuk materi Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada buku utama
1. karya Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Akt., QIA., CFrA., CA. Tidak memiliki
kekurangan dikarenakan sudah sangat lengkap
Materi Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada buku pembanding
sangat sedikit, hal itu terlihat tidak adanya materi mengenai pengukuhan
PKP, Surat Setoran Pajak (SSP) dan pembayaran pajak, pembetulan,
2. pengungaran, penghapusan, atau pembatalan pajak, penyidikan, hak dan
kewajiban wajib pajak, sanksi pidana, sanksi administrasi, sanksi
perpajakan, dan sanksi pidana. Kemudian pada materi Surat Ketetapan Pajak
(SKP) tidak membahas SKPKBT dan SKPN.

15
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dasar hukum ketentuan umum dan tata cara
perpajakan adalah UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU
No. 16 Tahun 2009.

4.2 Rekomendasi
Setelah membaca materi ketentuan umum dan tata cara perpajakan, kedua
buku ini sangat layak digunakan untuk mahasiswa sebagai buku pedoman dalam
perkuliahan dan juga dapat digunakan menjadi referensi bagi si pembaca dan
diharapkan agar buku ini dapat diperbaharui dalam segi pembahasan materi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo, 2019. Perpajakan Edisi 2019. 20 ed. Yogyakarta: ANDI.


Ramandey, L., 2020. Perpajakan Suatu Pengantar. 1 ed. Yogyakarta: Deepublish
Publisher.

17

Anda mungkin juga menyukai