RISET PEMASARAN
DISUSUN OLEH:
7193343002
FAKULTAS EKONOMI
2021
JURNAL 1
Judul Kualitas Pendekatan Kualitatif Dalam Riset Pemasaran
ISSN -
ABSTRAK Marketing research, is the systematic inquiry that provides information to guide
managerial decisions. This article is about quality of qualitative social research
conducted by marketing scientists. This is written not give you spesific rules of
qualitative research, nor does it explore the types of qualitative research.
Instead, we we shall introduce the nature and types of measurement of quality
and a number of issues associated with it, especially marketing inquiry. We
shall look at the general characteristics of quality research and measurement as
an element of social research, an explore some of its qualities, such as validity
and realibility in qualitative research. For instance, speak of “credibility” and
“trustworththiness” instead. It is important to make the transition from mindset
of quantitative research form marketing researchers before examining spesific
ways to conduct qualitative research
PENDAHULUAN
Pemasaran bukanlah hal yang misterius. Pemasaran adalah disiplin bisnis yang serius yang bisa dan harus
dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang serius. Sebagai ilmu, pemasaran harus bisa
diperhitungkan. Pemasaran harus bisa dipertanggungjawabkan. Yang lebih penting dari apapun juga,
seorang pemasar yang ingin sukses di masa depan harus melakukan pendekatan terhadap pemasaran
dengan cara yang sistematis dan logis. Dengan kata lain, yang didasarkan pada riset dan informasi. Seperti
halnya seorang ilmuwan, ia mengumpulkan data, mempelajarinya, dan kemudian mengubah aktivitas
untuk merefleksikan apa yang telah ia pelajari. Pertanyaannya kemudian, apakah riset pemasaran
berkembang pesat? Banyak orang mengatakan ya, tampaknya riset pemasaran memang berkembang
pesat. Terutama setelah Perang Dunia II, pertumbuhan riset pemasaran secara dramatis meningkat seiring
dengan makin diterimanya konsep pemasaran. Sampai tahun 1948, lebih dari 300 organisasi riset
pemasaran telah terbentuk di Amerika Serikat dengan pengeluaran untuk kegiatan riset pemasaran di
tahun itu diperkirakan menjaapai $ 50 juta per tahun (Hobart, 1950). Demikian juga di Indonesia, sebuah
catatan pernah diberikan tentang industri riset pemasaran, oleh Ketua Perhimpunan Riset Pemasaran
Indonesia Syafri Djalil (2011). Ia mengatakan, bahwa kegiatan riset pemasaran mengalami perkembangan
yang cukup pesat, dengan pengeluaran saat ini mencapai Rp 900 miliar.
Semuanya di atas dibahas tanpa perkenalan terlebih dahulu terhadap alternatifalternatif paradigma yang
tersedia untuk memahami fenomena bisnis, serta tanpa penjelasan memadai mengapa prinsip-prinsip
positivistik-kuantitatif tersebut yang kemudian dianggap paling sesuai untuk penelitian bisnis. Dapat
dimengerti bahwa ilmuwan bisnis kemudian tidak mengenal dengan baik paradigma lain selain yang
positivistik-kuantitatif, dan tidak pula mengenal dengan baik pendekatan penelitian kualitatif. Yang
dikenal dan diterima baik dalam disiplin bisnis adalah yang kuantitatifpositivistik, maka pendekatan yang
demikian dikatakan sebagai pendekatan penelitian bisnis “konvensional” atau mainstream. Metode riset
yang digunakan para peneliti guna membantu mereka memahami praktik komunikasi pemasaran
bukanlah teknik yang netral, melainkan berhubungan dengan dua paradigma yang berbeda (Bryman,
2001). Pada tingkatan yang sederhana, metode kualitatif cenderung menempatkan kata-kata sebagai unit
analisis, sedangkan metode kuantitatif cederung dihubungkan dengan angka-angka. Peneliti komunikasi
pemasaran bisa memilih metode kualitatif atau kuantitatif.
TINJAUAN PUSTAKA
Riset merupakan penyelidikan sistematis yang ditujukan pada penyediaan informasi untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan. Tapi tentu saja ini merupakan syarat minimum agar suatu
usaha dapat dikategorikan sebagai suatu riset atau penelitian. Dengan demikian, mengikuti definisi
Kinnear dan Taylor (1987) riset pemasaran merupakan penyelidikan sistematis dan yang memberi
penyediaan informasi untuk membantu pengambilan keputusan di dalam manajemen pemasaran.
Sudah jamak disebutkan bahwa pendekatan atau metode kualitatif cenderung dihubungkan dengan
paradigma atau sudut pandang interpretif atau biasa disebut fenomenologi. Dalam paradigma ini,
penelitian pemasaran tidak selalu dan tidak langsung memiliki nilai instrumental untuk sampai
pada peramalan dan pengendalian fenomena pemasaran. Riset dilakukan untuk mengembangkan
pemahaman. Riset membantu mengerti dan menginterpretasi apa yang ada di balik persitiwa: latar
belakang pemikiran manusia yang terlibat di dalamnya, serta bagaimana manusia meletakkan
makna pada peristiwa yang terjadi. Pengembangan hukum umum tidak menjadi tujuan riset,
upaya-upaya mengendalikan atau meramalkan juga tidak menjadi aspek penting. Aspek subjektif
manusia menjadi hal penting. Di sini dikutip apa yang pernah dikatakan Sarantakos (1993) tentang
hal itu: Reseach helps to interpret and understand the actors’ reasons for social aAction, the way
they construct their lives and the meanings they attach them as well as to comprehend the social
context of social action. Important here is not observable social actions but rather the subjective
meaning of such actions. Para peneliti yang menganut paradigma ini kurang tertarik untuk meneliti
kekuatan eksternal yang mungkin mempengaruhi perilaku masyarakat: seperti peraturan yang
mengontrol standar periklanan, atau pengaruh perubahan selera konsumen terhadap jenis-jenis
event yang cocok untuk sponsorship. Mereka lebih bersemangat untuk menjajaki selera, motivasi,
dan pengalaman subyektif. Mereka berpendapat bahwa orang-orang melakukan sesuatu tindakan
berdasarkan makna atas hal tersebut, yang lantas mereka hubungkan dengan tindakannya sendiri
serta tindakan orang lain.
METODE
Riset kualitatif umumnya dilakukan dengan pengambilan sampel yang kecil dan melibatkan
teknik-teknik proyektif. Cara ini relatif cepat, murah, dan terlibat dengan subyek penelitian, maka
bisa menempatkan para manajer dalam relasinya yang dekat dengan para pelanggan. Lebih dari
itu, cara ini seperti dikatakan oleh Aaker (1991), memberikan kemungkinan mendapatkan
pandangan nonintuitif yang bisa mengarahkan pada strategi merek yang lebih baik. Kuncinya
adalah interpretasi terhadap riset.
KESIMPULAN
Tulisan ini ditutup dengan harapan semakin berkembang minat ilmuwan pemasaran yang
sebelumnya mempertanyakan “kualitas” riset kualitatif untuk mulai membuka diri terhadap
pendekatan ini. Pada gilirannya, barangkali, dapat membantu mereka yang sudah memiliki hasrat
pada pendekatan kualitatif untuk terus menekuni riset pemasaran dengan pendekatan kualitatif,
sebagai pilihan kesadaran yang sama pentingnya dengan pendekatan kuantitatif. Di sini – dalam
ekspresi yang lebih kuat – ilmuwan pemasaran dapat mengembangkan disiplin ilmu pengetahuan
pemasaran yang “grounded” dan sungguh-sungguh berperan dalam mensejahterakan kehidupan
masyarakat. Barangkali ini juga gambaran sebuah era yang membutuhkan keanekaragaman
pendekatan riset dalam kajian pemasaran bisnis. Dalam arti, bukan hanya siap menerima wacana
kualitatif, tetapi juga mulai terbuka dalam mempraktekkannya. Lagipula, “Tidak semua yang bisa
dihitung itu benar-benar penting dan bermakna, tidak semua yang penting itu dapat dihitung”.
Dengan itu, pemasaran sebagai disiplin bisnis yang serius, tidak terlalu terlambat memberikan
respon dalam menyikapi booming visi metode kualitatif yang di Indonesia dimulai sejak milenium
baru.
JURNAL 2
Judul Kualitatif Untuk Riset Pemasaran Dan Pengukuran Kinerja Bisnis
ISSN -
ABSTRAK Makalah ini bertujuan untuk membahas tentang pendekatan kualitatif untuk
riset pemasaran sebagai bagian dari pengukuran kinerja bisnis di masa kini.
Makalah ini membandingkan tiga pendekatan kualitatif diantaranya
fenomenologi, grounded theory, dan etnografi. Ini akan bermanfaat bagi
pengembangan teori dan membantu pengambilan keputusan bisnis yang efektif.
Makalah ini menjunjukkan bahwa metode kualitatif sekarang dapat diterima
untuk riset konsumen dan bidang yang lebih luas dari pemasaran. Makalah ini
menawarkan metode penelitian dari perspektif kualitatif dan beberapa
kemungkinan penerapannya dalam riset pemasaran dan pengukuran kinerja
bisnis
PENDAHULUAN
Pengukuran kinerja bisnis semakin berkembang dari kinerja keuangan menjadi kinerja strategis
seperti kepuasan konsumen. Pengukuran kinerja bisnis diakui semakin kompleks dan oleh
karenanya memerlukan pendekatan kuantitatif dan kualitatif yang lebih bervariasi dan
sophisticated. Metode kuantitatif dipercaya dapat memberikan gambaran yang lebih baik dan
pengukuran pola perilaku dan hasil. Metode kiantitatif biasanya lebih cepat dan lebih ekonomis,
dan ketergantungan mereka pada sampel yang lebih besar dapat menjadi bantuan yang lebih efektif
untuk pengambilan keputusan kebijakan. Namun metode tersebut tidak fleksibel, dan karena
mereka tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan perilaku yang diukur, peran mereka dalam
pengembangan teori terbatas. Selain itu, karena metode kuantitatif berkonsentrasi pada apa yang
ada, atau karena metode hanya menawarkan bantuan terbatas ketika melihat ke arah masa
depan(Easterby Smith et al., 2008). Oleh karena itu, metode kualitatif lebih memungkinkan untuk
memberikan kontribusi terhadap evolusi teori baru melalui pemahaman proses perilaku dan
pengalaman individu. Kritik positivis dengan pendekatan kuantitatif terhadap penelitian kualitatif
adalah pada keandalan yang rendah dan kurangnya kontribusi terhadap body of knowledge.
Sementara itu, peneliti kuantitatif juga dikritik karena tidak menghargai nuansa makna di balik
formulasi statistik mereka (Deshpande, 1983). Oleh karennya, ketika kekuatan dan kelemahan dar i
kedua metode tersebut dibandingkan mereka saling melengkapi. Kekuatan dari satu pendekatan
terkait dengan kelemahan yang lain. Metode kuantitatif telah dikembangkan untuk tugas
memverifikasi atau mengkonfirmasi teori. Sementara itu, metode kualitatif sengaja dikembangkan
untuk tugas menemukan atau menghasilkan teori (Firestone, 1987). Perdebatan riset kuantitatif
dengan riset kualitatif sejatinya tidak dapat dilepaskan dari paradigma penelitian yang
digunakan.Dalam perkembangannya, perdebatan antara paradigm positivism dan interpretivisme
menunjukkan tanda-tanda yang melambat seiring dengan penerimaan dari beragam metode yang
digunakan (Goulding, 2005; Brown, 2003).Dalam dua dekade terakhir nampak peningkatan
jumlah artikel dengan pendekatan kualitatif di berbagai jurnal ternama dan dengan sendirinya
pendekatan kualitatif tidak lagi dipandang sebagai penelitian ‘speculative’ (Goulding, 2005).Hal
ini menegaskan bahwa ada ruang untuk mengambil manfaat dari penelitian kualitatif yang
mendalam.
TINJAUAN PUSTAKA
Metode pengambilan sampel yang biasanya digunakan dan diidentifikasi oleh peneliti dalam
melakukan penelitian grounded theory adalah purposive dan theoretical sampling. Purposive
sampling biasanya digunakan pada awalnya oleh peneliti kemudian dilanjutkan dengan sampling
teoritis (Strauss dan Corbin, 1990). Purposive sampling sengaja berusaha untuk merekrut
responden berdasarkan fitur atau karakteristik yang telah diidentifikasi. Sementara itu, sampling
teoritis digambarkan sebagai proses pengumpulan data untuk menghasilkan teori ( Glaser dan
Strauss , 1967) . Penarikan sampel teoretis merupakan bagian integral dari grounded theory dalam
sampling yang didasarkan pada konsep yang berasal dari data (Glaser, 1978; Strauss dan
Corbin,1990). Metode komparatif konstan dan kategorisasi data memfasilitasi sampling teoritis
karena akan membantu peneliti dalam mengidentifikasi kesenjangan yang perlu diisi dalam rangka
mengembangkan teori dan menyediakan sumber data yang kaya (Strauss dan Corbin, 1990).
KESIMPULAN
Metode kualitatif menawarkan pendekatan yang lebih berorientasi pada kedalaman analisis pada
riset pemasaran dan pengukuran kinerja bisnis. Grounded theory sebagai sebuah metodologi yang
muncul dari disiplin ilmu sosiologi yang fokus pada perilaku masyarakat baik secara individu
maupun kelompok telah berkembang dan diakui sebagai salah satu metode yang terpercaya
dalam riset kualitatif di bidang pemasaran dan bisnis. Terdapat beberapa komponen dalam
pendekatan grounded theory yang perlu diperhatikan oleh peneliti. Pertama, harus ada
keterlibatan simultan dalam pengumpulan data dan analisis. Kedua, kode dan kategori analitik
harus dibangun dari data, bukan dari ‘hipotesis’ logis yang dikembangkan. Ketiga, penggunaan
metode perbandingan konstan, yang melibatkan pembanding selama tahap analisis. Keempat,
pengembangan teori pada setiap langkah pengumpulan data dan analisis. Kelima, penulisan
memo untuk menguraikan kategori, menentukan sifat mereka, menentukan hubungan antar
kategori, dan mengidentifikasi kesenjangan. Keenam, sampling ditujukan untuk konstruksi teori,
bukan untuk keterwakilan populasi. Ketujuh, melakukan kajian literatur setelah mengembangkan
analisis independen. Grounded theory lebih fleksibel dalam haldata,tetapi menegaskansampling
teoritis dan saturasi baik data maupun teori sebelum mengklaim teori yang dibangun. Ini
memiliki potensi untuk sejumlah arah penelitian dan konteks yang melampaui perilaku
konsumen, misalnya, hubungan pemasaran atau bahkan situasi penjualan. Etnografi umumnya
observasi partisipasi dan wawancara. Agenda penelitiannya fokus pada dinamika antar-
departemen, isu jenis kelamin, etika pemasaran atau konsumsi produk hijau. Sementara itu,
fenomenologi memiliki karakteristik yang unik dan filsafat pengalaman sendiri, yang mungkin
bermanfaat dalam hal membangun teori berbasis kehidupan sehari-hari, baik dalam hal konsumsi
atau pengambilan keputusan strategis