Anda di halaman 1dari 31

TERAPI FARMAKOLOGI

OLEH KELOMPOK 2
Dedi Irawan
Dedi Willyanto
Deni Saputra
Desi Masnia
Dian Marlina
Zaenal Hamzah
Edi Widodo
Elisa Nurhima

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
2020
1
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu tugas terpenting perawat.
Obat adalah alat utama terapi yang digunakan oleh dokter untuk mengobati klien yang
memiliki masalah kesehatan. Walaupun obat menguntungkan klien dalam banyak hal,
beberapa obat dapat menimbulkan efek samping yang serius atau berpotensi
menimbulkan efek yang berbahaya bila tidak tepat diberikan. Perawat bertanggung jawab
memahami kerja obat dan efek samping yang ditimbulkan, memberikan obat dengan
tepat, memantau respon klien, dan membantu klien menggunakannya dengan benar dan
berdasarkan pengetahuan.

Selain mengetahui kerja suatu obat tertentu, perawat juga harus memahami masalah
kesehatan klien saat ini dan sebelumnya untuk menentukan apakah obat tertentu aman
untuk diberikan. Dalam hal ini, pertimbangan perawat penting dalam pemberian obat
yang tepat dan aman.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mengetahui terapi medis farmakologi pada ibu hamil, menyusui,
persalinan.

2. Tujuan Khusus

 Mahasiswa mampu mengetahui obat-obatan yang diperbolehkan untuk ibu


hamil.

 Mahasiswa mampu mengetahui interaksi obat dan respon obat.


2
 Mahasiswa mengetahui hubungan obat dengan respon obat.

3
BAB II

PEMBAHASAN

1. Cari bahan pertimbangan yang melatar belakangi mengapa pemberian obat-obatan


pada wanita hamil dan menyusui perlu kehati-hatian!
Pembahasan :
Pemberian obat saat hamil dan laktasi (menyusui) memerlukan perhatian yang seksama
mengingat pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan pembentukan organ janin yang dapat
menimbulkan kecacatan, growth retardation, dan kemunduran pertumbuhan mental.
Perlu dipahami istilah:
a. Teratogenik, yaitu kelainan congenital yang terjadi akibat bahan eksogenik saat
pembentukan organ intrauterine. Dengan adanya peristiwa menggemparkan di tahun
1960-an, saat pemakaian talidomid yang disangka aman sebagai obat penenang pada
wanita hamil muda ternyata telah menimbulkan ratusan bayi lahir dengan cacat bawaan
(phocomelia). Oleh karena itu, pemberian obat pada wanita hamil, terutama pada
trimester pertama kehamilan tidak dianjurkan, kecuali pada keadaan yang sangat
memerlukan, dan hanya diberikan obat-obat yang telah diketahui aman untuk janin.
b. Dismorfogenik, mengandung pengertian yang lebih luas, meliputi semua pengaruh yang
merugikan dari exogenic agent dalam bentuk morfologis, fungsional yang dijumpai saat
kelahiran atau ditemukan kemudian.

Mekanisme dismorfogenik exogenic agent dapat dikemukakan sebagai berikut:


a. Berpengaruh langsung pada janin, tergantung pada konsentrasi obat dalam darah dan
jaringan, sifat dan struktur, dan sifat kimianya.
b. Berpengaruh pada perubahan fungsi plasenta. fungsi plasenta sangat penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterine. oleh karena itu, setiap obat yang
dapat mempengaruhi fungsi plasenta akan berpengaruh juga terhadap perkembangan dan
pertumbuhan janin.
c. Berpengaruh pada perubahan metabolism maternal. Setiap exogenic agent sebagian atau
seluruhnya diolah dulu melalui berbagai bentuk metabolism pada organ maternal

4
sehingga fungsinya dapat bermanfaat untuk pertumbuhan dan perkembangan yang
diharapkan.

Pemberian obat pada wanita hamil


Penggunaan obat pada saat perkembangan janin dapat memengaruhi struktur janin pada saat
terpapar. Thalimoid adalah contoh obat yang besar pengaruhnya pada perkembangan anggota
badan (tangan, kaki) segera sesudah terjadi pemaparan. Pemaparan ini akan berefek pada saat
waktu kritis pertumbuhan anggota badan yaitu selama minggu ke empat sampai minggu ke
tujuh kehamilan. Mekanisme berbagai obat yang menghasilkan efek teratogenik belum
diketahui dan mungkin sebabkan oleh multifaktor.
a. Obat dapat bekerja langsung pada jaringan ibu dan juga secara tidak langsung
memengaruhi jaringan janin.
b. Obat mungkin juga mengganggu aliran oksigen atau nutrisi lewat plasenta sehingga
memengaruhi jaringan janin.
c. Obat juga dapat bekerja langsung pada proses perkembangan jaringan janin, misalnya
vitamin A (retinol) yang memperlihatkan perubahan pada jaringan normal. Dervat
vitamin A (isotretinoin, etretinat) adalah teratogenik yang potensial.
d. Kekurangan substansi yang esensial diperlukan juga akan berperan pada abnormalitas.
Misalnya pemberian asam folat selama kehamilan dapat menurunkan insiden kerusakan
pada selubung saraf, yang menyebabkan timbulnya spina bifida.

Pemberian obat pada saat menyusui


Hampir semua obat yang diminum perempuan menyusui terdeteksi di dalam ASI, untungnya
konsentrasi obat di ASI umumnya rendah. Konsentrasi obat dalam darah ibu adalah faktor
utama yang berperan pada proses transfer obat ke ASI selain dari faktor-faktor fisiko-kimia
obat. Volume darah dan cairan tubuh/cairan tubuh dan curah jantung yang meningkat pada
kehamilan akan kembali normal setelah kurang lebih satu bulan melahirkan. Karena itu,
pemberian obat secara kronik mungkin memerlukan penyesuaian dosis.

Obat yang larut dalam lemak, yang non-polar dan yang tidak terion akan mudah melewati
membran sel alveoli dan kapiler susu. Obat yang ukurannya kecil (< 200 Dalton) akan
mudah melewati pori membran epitel susu. Obat yang terikat dengan protein plasma tidak
dapat melewati membran. Jadi, hanya obat yang tidak terikat yang dapat melewatinya.
5
Plasma relatif sedikit lebih basa dari ASI. Karena itu, obat yang bersifat basa lemah di
plasma akan lebih banyak dalam bentuk tidak terionisasi dan mudah menembus membran
alveoli dan kapiler susu. Sesampainya di ASI, obat yang bersifat basa tersebut akan mudah
terionisasi sehingga tidak mudah untuk melewati membran kembali ke plasma. Fenomena ini
dikenal dengan ion trapping. Meskipun demikian, telah diketahui bahwa toksisitas pada bayi
dapat ditemukan.

Rasio M:P adalah perbandingan antara konsentrasi obat di ASI dan di plasma ibu. Rasio M:P
yang >1 menunjukkan bahwa obat banyak berpindah ke ASI, sebaliknya rasio M:P <1
menunjukkan bahwa obat sedikit berpindah ke ASI.

Pada umumnya kadar puncak obat di ASI adalah sekitar 1-3 jam sesudah ibu minum obat.
Hal ini mungkin dapat membantu mempertimbangkan untuk tidak memberikan ASI pada
kadar puncak. Bila ibu menyusui tetap harus meminum obat yang potensial toksik terhadap
bayinya, maka untuk sementara ASI tidak diberikan tetapi harus dipompa. ASI dapat
diberikan kembali setelah dapat dikatakan tubuh bersih dari obat.

Edukasi yang dapat diberikan pada wanita yang sedang menyusui mengenai pemakaian obat
adalah sebelum sang ibu pergi ke dokter untuk berobat, kita sarankan agar ibunya
menyediakan asi tampung, yang setidaknya bisa bertahan sampai dengan 2 minggu jika di
taruh dalam pendingin.

2. Apa yang dimaksud dengan bahan teratogen? Bahan apa saja yang dimaksud? Apa
saja contohnya?
Pembahasan :
Bahan teratogenik adalah bahan-bahan yang dapat menimbulkan terjadinya kecacatan pada
janin selama dalam kehamilan ibu. Bahan-bahan yang secara kedokteran dikenal mampu
memberikan efek gangguan pada janin dan menimbulkan kecacatan dikenal sebagai bahan
teratogenik.

Bahan teratogenik dapat menimbulkan bayi lahir dengan cacat lahir berupa cacat fisik yang
nampak maupun tidak nampak. Contoh kecacatan fisik yang nampak misalnya bibir
sumbing, keanehan bentuk anggota gerak, kelainan bentuk kepala, tubuh maupun organ lain
6
yang nampak dari luar. Sedangkan cacat lahir yang tidak nampak misalnya kelainan otak,
penurunan kecerdasan/IQ, kelainan bentuk jantung, pembentukan sekat jantung yang tidak
sempurna, gangguan reaksi metabolisme tubuh, kelainan ginjal atau bahkan kelainan organ
reproduksi.

Proses pembentukan jaringan dan organ tubuh selama janin dalam kandungan dikenal dengan
istilah organogenesis. Proses ini berlangsung terutama pada saat kehamilan trisemester
pertama dan akan selesai pada awal trisemester ke dua atau sekitar 16 minggu. Adanya
bahan-bahan yang bersifat teratogenik akan menimbulkan gangguan pada sel-sel tubuh janin
yang sedang melakukan proses pembentukkan organ tersebut. Akibat adanya gangguan
tersebut, maka sel tidak dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana seharusnya dan
menimbulkan berbagai cacat lahir yang dapat terjadi pada organ luar maupun organ dalam.

Bahan teratogenik tidak hanya dapat menyebabkan kecacatan fisik. Bahan tersebut juga dapat
menimbulkan kelainan dalam hal psikologis dan kecerdasan. Hal ini berhubungan dengan
adanya gangguan pada pembentukan sel-sel otak bayi selama ia dalam kandungan. Bila bayi
terlahir dengan cacat fisik yang nampak dan mungkin diperbaiki atau diterapi dengan cara
pembedahan (misalnya bibir sumbing dan kelainan katub jantung) maka mungkin kecacatan
anak dapat tertutup begitu anak menginjak dewasa dan mencegah terjadinya gangguan-
gangguan yang mungkin muncul saat bayi dewasa.

Hingga kini belum ditemukan cara untuk mengobati efek yang timbul akibat paparan bahan
teratogenik pada ibu hamil. Oleh karena itu, satu-satunya jalan yang dapat dilakukan oleh ibu
hamil dalam mencegah efek bahan teratogenik adalah dengan menghindari paparan bahan
tersebut pada dirinya. Untuk itu perlu bagi ibu hamil untuk mengetahui dan memahami
bahan-bahan apa saja yang dapat memberikan efek teratogenik.

Bahan teratogenik dibagi menjadi 3 kelas berdasarkan golongannya yakni bahan teratogenik
fisik, kimia dan biologis.
a. Bahan tertogenik fisik adalah bahan yang bersifat teratogen dari unsur-unsur fisik
misalnya Radiasi nuklir, sinar gamma dan sinar X (sinar rontgen). Bila ibu terkena radiasi
nuklir (misal pada tragedi chernobil) atau terpajang dengan agen fisik tersebut, maka

7
janin akan lahir dengan berbagai kecacatan fisik. Tidak ada tipe kecacatan fisik tertentu
pada paparan ibu hamil dengan radiasi, karena agen teratogenik ini sifatnya tidak spesifik
karena mengganggu berbagai macam organ. Dalam menghindari terpajan agen teratogen
fisik, maka ibu sebaiknya menghindari melakukan foto rontgen apabila ibu sedang hamil.
Foto rontgen yang terlalu sering dan berulang pada kehamilan kurang dari 12 minggu
dapat memberikan gangguan berupa kecacatan lahir pada janin.
b. Bahan teratogenik kimia adalah bahan yang berupa senyawa senyawa kimia yang bila
masuk dalam tubuh ibu pada saat saat kritis pembentukan organ tubuh janin dapat
menyebabkan gangguan pada proses tersebut. Kebanyakan bahan teratogenik adalah
bahan kimia. Bahkan obat-obatan yang digunakan untuk mengobati beberapa penyakit
tertentu juga memiliki efek teratogenik.
c. Agen teratogenik biologis adalah agen yang paling umum dikenal oleh ibu hamil. Istilah
TORCH atau toksoplasma, rubella, cytomegalo virus dan herpes merupakan agen
teratogenik biologis yang umum dihadapi oleh ibu hamil dalam masyarakat. Infeksi
TORCH dapat menimbulkan berbagai kecacatan lahir dan bahkan abortus sampai
kematian janin. Selain itu, beberapa infeksi virus dan bakteri lain seperti penyakit
sifilis/raja singa juga dapat memberikan efek teratogenik. Ada baiknya bila ibu sebelum
kehamilannya melakukan pemeriksaan laboratorium pendahuluan untuk menentukan
apakah ia sedang menderita infeksi TORCH, infeksi virus atau bakteri lain yang
berbahaya bagi dirinya maupun kehamilannya. Bila dari hasil dinyatakan positif, ada
baiknya bila ibu tidak hamil lebih dulu sampai penyakitnya disembuhkan dan telah
dinyatakan fit untuk hamil.

Beberapa obat yang terbukti teratogenik adalah antikonvulsan, warfarin, alkohol, antagonis
asam folat (metotreksat, aminopterin), dietilstilbestrol, androgen, dan thalidomide. Kecuali
fenitoin, obat-obat yang terbukti teratogenik tidak diperlukan dalam masa kehamilan. Obat-
obat yang terduga bersifat teratogenik adalah agen-agen alkilasi, nikotin, sulfonil urea,
isotretinoin (13-cis-asam retinoid), asam valproat dan benzodiazepin.

Obat-obat yang Diketahui atau Dicurigai Mempunyai Efek Teratogenik


Obat Efek teratogenik
8
Diketahui teratogen Dismorfogenesis fasialis, retardasi ringan
Antikonvulsan pada mental, retardasi pertumbuhan, cacat
(fenitoin, trimetadion) jantung.
Antikoagulan Hipoplasia nasalis, kerusakan epifisis, atrofi
(warfarin dan sejenis) optik, retardasi mental.
Alkohol Sindrom alkohol pada janin-retardasi
pertumbuhan, retardasi ringan pada
mental, anomali bertambah.
Antagonis asam folat Abortus, malformasi ganda.
(metotreksat, aminopterin)
Hormon Adenosis vagina, karsinogenesis, anomali
Dietilstilbestrol serviks dan uterus, kelainan epididimis.
dan sejenisnya
Androgen Maskulinisasi janin wanita.
Metil merkuri Kerusakan susunan saraf pusat, retardasi
pertumbuhan.
Thalidomide Fokomelia.
Asam valproat Defek tabung saraf terbuka (Open neural tube
defects).
Isotretinoin 13-cis-asam retinoid Hidrosefalus, cacat jantung, cacat telinga dan
pendengaran.
Terduga teratogen
Agen-agen alkilasi Abortus, anomali
Litium karbonat Anomali Ebstein (?)
Nikotin Terlambat pertumbuhan
Sulfonilurea Anomali (?)
Karbamazepin Defek tabung saraf terbuka

3. Sebutkan tiga fase krusial kontak obat dengan janin; pre organogenesis; fase embrio
dan fase fetal. Apa dampaknya ?
Pembahasan :

9
a. Fase implantasi, yaitu pada umur kehamilan kurang dari 3 minggu. Pada fase ini obat
dapat memberi pengaruh buruk atau mungkin tidak sama sekali. Jika terjadi pengaruh
buruk biasanya menyebabkan kematian embrio atau berakhirnya kehamilan (abortus).
b. Fase embional atau organogenesis, yaitu pada umur kehamilan antara 4-8 minggu. Pada
fase ini terjadi diferensiasi pertumbuhan untuk terjadinya malformasi anatomik (pengaruh
teratogenik). Berbagai pengaruh buruk yang mungkin terjadi pada fase ini antara lain:
- Gangguan fungsional atau metabolik yang permanen yang biasanya baru muncul
kemudian, jadi tidak timbul secara langsung pada saat kehamilan. Misalnya
pemakaian hormon dietilstilbestrol pada trimester pertama kehamilan terbukti
berkaitan dengan terjadinya adenokarsinoma vagina pada anak perempuan di
kemudian hari (pada saat mereka sudah dewasa).
- Pengaruh letal, berupa kematian janin atau terjadinya abortus. Pengaruh sub-letal,
yang biasanya dalam bentuk malformasi anatomis pertumbuhan organ, seperti
misalnya fokolemia karena talidomid.
c. Fase fetal, yaitu pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Dalam fase ini terjadi
maturasi dan pertumbuhan lebih lanjut dari janin. Pengaruh buruk senyawa asing
terhadap janin pada fase ini tidak berupa malformasi anatomik lagi, tetapi mungkin dapat
berupa gangguan pertumbuhan, baik terhadap fungsi-fungsi fisiologik atau biokimiawi
organ-organ. Demikian pula pengaruh obat yang dialami ibu dapat pula dialami janin,
meskipun mungkin dalam derajat yang berbeda. Sebagai contoh adalah terjadinya depresi
pernafasan neonatus karena selama masa akhir kehamilan, ibu mengkonsumsi obat-obat
seperti analgetika-narkotik; atau terjadinya efek samping pada sistem ekstrapiramidal
setelah pemakaian fenotiazin.
4. Bagaimana pembagian klasifikasi obat berdasarkan Food and Drugs Administration ?
Dan berikan obat-obat contohnya!
Pembahasan :
Food and Drug Administration (FDA), atau BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)
Amerika Serikat, membuat sebuah sistem klasifikasi tingkat keamanan sebuah obat. Sistem
klasifikasi ini dibuat agar memudahkan para dokter memahami risk benefit ratio sebuah obat
sesuai kategori klasifikasinya.
a. Kategori A
10
Studi terkontrol pada ibu hamil tidak menunjukkan adanya peningkatan resiko untuk
terjadinya kelainan janin apabila diberikan selama kehamilan. Dibawah 1% dari seluruh
obat-obatan yang termasuk dalam kategori ini diantaranya levotiroksin, suplemen kalium,
dan vitamin prenatal, jika diminum sesuai dosis yang direkomendasikan.
Obat/bahan obat yang berdasarkan penelitian (pada manusia) tidak menunjukkan
terjadinya risiko terhadap janin. Beberapa jenis vitamin dan multivitamin yang diberikan
semasa hamil termasuk dalam kategori ini kecuali "megavitamins". Diantaranya juga
Nystatin vaginal (mycostatin atau obat anti jamur)
b. Kategori B
Studi pada binatang percobaan tidak menunjukkan adanya resiko pada janin, tetapi tidak
ada studi terkontrol pada ibu hamil. Atau studi terhadap reproduksi binatang percobaan
menunjukkan adanya efek samping, tetapi penelitian pada ibu hamil tidak menunjukkan
adanya resiko pada janin pada trisemester I kehamilan dan tidak ada bukti beresiko pada
trisemester berikutnya. Contohnya, antibiotik golongan Penisilin (amoksilin, ampisilin),
makrolid (eritromisin, claritromisin, azitromisin), dan sebagian besar golongan
sefalosporin (cefadroksil, cefixime, ceftriakson, cefotaxim).
c. Kategori C
Studi pada binatang menunjukkan adanya efek samping (teratogenik atau embriosidal
atau memiliki efek lain), dan tidak ada studi terkontrol pada ibu hamil. Atau belum ada
studi terhadap wanita dan binatang percobaan. Obat ini hanya boleh diberikan jika
besarnya manfaat yang diperoleh melebihi besarnya resiko terhadap janin. Hampir dua
pertiga dari selurruh obat termasuk dalam kategori ini. Beberapa obat yang digunakan
untuk terapi kondisi yang mengancam nyawa seperti albuterol (asma), zidovudine dan
lamivudine (HIV/AIDS), dan obat antihipertensi golongan penyekat beta dan penyekat
kalsium.
d. Kategori D
Adanya bukti positif mengenai resiko obat ini terhadap janin, tetapi obat ini masih
diperbolehkan untuk diberikan pada wanita hamil, jika besarnya manfaat yang diperoleh
melebihi besarnya resiko terhadap janin (misalnya jika obat ini diperlukan untuk
mengatasi keadaan yang mengancam jiwa atau penyakit serius apabila obat yang lebih

11
aman tidak dapat digunakan atau tidak efektif). Contohnya seperti kortikosteroid
sistemik, azatioprine, phenytoin, carbamazepine, asam valproat, dan lithium.
e. Kategori X
Studi pada binatang percobaan atau manusia memperlihatkan abnormalitas pada janin
atau tidak terbukti beresiko pada janin dan besarnya resiko obat ini pada wanita hamil
jelas-jelas melebihi manfaat yang diharapkan. Dilarang penggunaannya pada wanita
hamil atau yang memiliki kemungkinan untuk hamil. Contohnya adalah sejenis obat
untuk jerawat yang dikenal sebagai isotretinoin, yang dapat menyebabkan kelainan
multipel pada sistem saraf, wajah, maupun kardiovaskuler.

5. Sebutkan golongan obat uterotonika dan bagaimana cara kerjanya ?


Pembahasan :
Uterotonika adalah zat yang digunakan untuk meningkatkan kontraksi uterus. Uterotonik
banyak digunakan untuk induksi, penguatan persalinan, pencegahan serta penanganan
perdarahan post partum, pengendapan perdarahan akibat abortus inkompletikus dan
penanganan aktif pada kala III persalinan.
Jenis-jenis obat yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
a. Metergin
Metergin merupakan obat yang termasuk dalam golongan alkaloid ergot yang bersumber
dari jamur gandum Clavicus purpurea dan mengandung karbohidrat, gliserida, steroid,
asam amino, amin, basa amonium kuaterner.
- Nama generic : metal ergometrin, metal ergometrina, hydrogen maleat
- Nama paten    : methergin, met6hernial, methorin, metilat, myomergin
Yang termnasuk obat golongan alkaloid lainnya adalah Ergotamin (alkaloid asam
amino), Dihidroergotamin (dehidro alkaloid asam amino), Ergonovin (alkaloid amin).

Golongan Vasokontriksi dan Oksitosik


Kerusakan Endotel
Ergotamin Sensitif Sangat Aktif, Kerja
Lambat, Tidak Efektif
per Oral
Dehidroergotamin Kurang Aktif 12
Aktif Pada Uterus Hamil
Ergonovin Sangat Kurang Aktif Sangat Aktif, Kerja
Cepat dan Efektif Per
Oral
Mekanisme

Mekaniske kerja metergin


- Mempengaruhi otot uterus berkontraksi terus-menerus sehingga memperpendek kala
III.
- Menstimulasi otot-otot polos terutama dari pembuluh darah perifer dan rahim.
- Pembuluh darah mengalami vasokonstriksi sehingga tekanan darah naik dan terjadi
efek oksitosuk pada kandungan mature.
- Bio Tranformasi dalam hati.
- Ekskresi melalui hati dan ginjal.
- Ergotamin diabsorbsi lambat dan tidak sempurna di saluran cerna.
- Kadar puncak plasma dicapai setelah 2 jam.
- Pemberian kofein akan meningkatkan kadar puncak plasma → 2 kali lipat
- Dosis ergotamin IM → 1/10 dosis oral → absorbsi di tempat suntikan lambat
→reaksi perlu waktu 20 menit.
- Dosis ergotamin IV → ½ dosis IM → efek perangsangan uterus setelah 5 menit.
- Ekskresi ergotamin melalui: empedu → sedikit yang melalui urine.
- Pada pemberian oral → bromokriptin diabsorbsi lebih baik drpd ergotamin, dan
dieliminasi lebih lambat.

Efek pada uterus:


- Semua alkaloid ergot → meningkatkan kontraksi uterus secara nyata
- Dosis kecil menyebabkan kontraksi, dosis besar menyebabkan tetani
- Kepekaan uterus tergantung maturitas dan kehamilan
- Sediaaan ergot paling kuat: ergonovin

Indikasi
- Uterotonika dan pengobatan Migren
- Migren → etiologinya multifaktor (emosi, stress fisik, diet, hormonal)
- Pemberian analgesik perlu dicoba dulu sebelum ergotamin (toksik)
13
- Ergotamin menghilangkan 95% migren dan 15% sakit kepala lainya
- Dosis: 0,25-0,5 mg SK atau IM

Kontraindikasi
- Dapat menyebabkan ganggan → tidak boleh diberikan pada penderita:
- Sepsis
- Penyakit pembuluh darah (arterosklerosis)
- Penyakit pembuluh darah koroner
- Tromboflebitis
- Penyakit hati dan ginjal

Cara pakai dan dosis


- Oral, mulai kerja setelah sepuluh menit, dosisnya 0,2-0,4 mg, 2-4 kali sehari selama 2
hari
- Injeksi intravena
- Mulai kerja 40 detik, dosisnya 0,2 mg
- IM, mulai kerja 7-8 menit, dosisnya 0,2 mg dan boleh diulang 2 kali. Hal ini lebih
menguntungkan karena efek samping lebih sedikit.

Efek samping
- Kontraksi dapat terjadi begitu kuat sehingga resiko retensio plasenta akan meningkat.
Keadaan ini disebabkan oleh kontraksi segmen bawah uterus yang terjadi berurutan
sehingga perlepasan plasenta terhalang.
- Diare dan muntah , Kerja metergin menyerupai kerja dopamine yang kerap kali
menimbulkan mual dan muntah pada 20-30 % ibu melahirkan.
- Gejala keracunan : mual, muntah, diare, gatal, kulit dingin, nadi lemah dan cepat,
bingung dan tidak sadar, pengliatan kabur, sakit kepala, kejang, koma, meninggal.
- Toksik → keracunan akut dan kronik
- Paling toksik → ergotamine

14
- Dosis keracunan fatal: 26 mg per oral selama beberapa hari, atau dosis tunggal 0,5-
1,5 mg parenteral
- Gejala keracunan kronik: perubahan peredaran darah ( tungkai bawah, paha, lengan
dan tangan jadi pucat), nyeri otot, denyut nadi melemah, gangren, angina pectoris,
bradikardi, penurunan atau kenaikan tekanan darah
- Keracunan biasanya disebabkan: takar lajak dan peningkatan sensitivitas
- Terapi ergotisme , Penghentian pengobatan  Pemberian terapi simptomatis :
mempertahankan aliran darah ke jaringan : antikoagulan, na nitroprusid (vasodilator
kuat) Atropin atau antiemetik gol fenotiazin untuk menghilangkan mual dan muntah
Kalsium glukonat untuk menghilangkan nyeri otot.

b. Oksitosin
Oksitosin diproduksi dan disimpan oleh hipofisis posterior. Rangsangan dari
serviks, vagina dan payudara secara refleks melepaskan oksitosin, hal tersebut berkaitan
dg semakin sensitivnya uterus terhadap oksitosin, sehingga pada akhir kehamilan kadar
oksitosin meninggi dimana berikatan dg reseptor oksitosin yg terletak di dlm miometrium
yaitu dlm membran plasma sel otot polos uterus , oksitosin adalah golongan obat yang
digunakan untuk merangsang kontraksi otot polos uterus dalam membantu proses
persalinan, pencegahan perdarahan pasca persalinan (P3) serta penguatan persalinan ,
Oksitosin merangsang otot polos uterus dan mammae → selektif dan cukup kuat
Stimulus sensoris pada serviks, vagina dan payudara → merangsang hipofisis posterior
melepaskan oksitosin. Sensitivitas uterus meningkat dng pertambahan usia kehamilan.
Nama Paten: Piton S., Syntocinon, Hypophysi, Piroglandol.
Oksitosin diabsorsi dengan cepat melalui mukosa mulut sehingga memungknkan
oksitosin diberkan secara tablet hisap. Cara pemberian nasal atau tablet hisap
did/cadangan untuk penggunaan pasca persalinan, selama kehamilan kadar amino
peptidase dalam plama (oksitosin atau vasopresinase) meniongkat 10x dan menurun
setelah persalinan. Enzim mengaktifkan oksitosin dan ADH melalui pemecahan ikatan
peptida enzim meregulasi kosentrasi oksitosin. Meskipun sudah lazim di gunakan di
banyak klinik bersalin atau bagian obstetric rumah sakit, namun potensi oksitoksin dalam
mengganggu keseimbangan cairan dan tekana darah membuat obat ini tidak tepat untuk
15
digunakan pada ibu hamil dengan pre-eklamsia aau penyakit kardiovaskuler atau pada
ibu hamil yang berusia di atas 3 tahun. Pemberian infuse oksitoksin merupakan
kontraindikasi pada ibu hamil yang menghadapi resiko karena melahirkan pervaginam,
misalnya kasus dengan melpresentasi atau solosio plasenta atau denagn resiko rupture
uteri yang tinggi. Pemberian infuse oksitoksin yang terus-menerus pada kasus dengan
resistensi dan inersia uterus merupakan kontraindikasi.
Uterus yang starvasi. Kontraksi otot uterus memerlukan glukosa maupun oksigen.
Jika pasokan keduanya tidak terdapat pada otot yang berkontraksi tersebut dan keadaan
ini mungkin terjadi karena starvasi atau pemberian oksitoksin tidak akan adekuat
sehingga pemberian oksitoksin secara sedikit demi sedikit tidak akan efektif. Situasi ini
lebih cenderung di jumpai pada persalinan yang lama. lokal di uterus tetapi sedikit
pengaruhn ya terhadap eliminasi kadar oksitosin dalam plasma.

Sediaan Oksitosin
- Injeksi Oksitosin (Pitosin) 10 unit USP/ml IM atau IV
- Semua sediaan sintetis, yang alam mahal
- Semprot hidung: 40 unit USP/ml
- Tablet sublingual: 200 unit USP

Mekanisme kerja
Efek pada Uterus:
- Merangsang frekuensi dan kontraksi uterus
- Efek pada uterus menurun jika estrogen menurun
- Uterus imatur kurang peka thd oksitosin
- Infus oksitoksin perlu diamati → menghindari tetani → respon uterus meningkat 8 x
lipat pada usia kehamilan 39 minggu
Efek pada mamae:
- Menyebabkan kontraksi otot polos mioepitel → susu mengalir (ejeksi susu)
- Sediaan oksitosin berguna untuk memperlancar ejeksi susu, serta mengurangi
pembengkakan payudara pasca persalina

16
Efek Kardiovaskuler:
- Relaksasi otot polos pembuluh darah (dosis besar)
- Penurunan tekanan sistolik, warna kulit merah, aliran darah ke ekstremitas menurun,
takikardi dan curah jantung menurun
- Hasil baik pada pemakaian parenteral
- Cepat diabsorbsi oleh mukosa mulut → Efektif untuk pemberian tablet isap
- Selama hamil ada peningkatkan enzim Oksitosinase atau sistil aminopeptidase →
berfungsi mengaktifkan oksitoksin → enzim tersebut berkurang setelah melahirkan,
diduga dibuat oleh plasenta
Bersama dengan faktor-faktor lainnya, oksitoksin memainkan peranan yang sangat
penting dalam persalinan dan injeksi ASI. Oksitoksin bekerja pada reseptor oksitoksik
untuk menyebabkan :
- Kontraksi uterus kehamilan aterm yang terjadi lewat kerja langsung pada otot polos
maupun lewat peningkatan produksi prostaglandin.
- Konstriksi pembuluh darah umbilicus  Kontraksi sel-sel miopitel (refleks ejeksi ASI)
Oksitoksin bekerja pada reseptor hormone antidiuretik (ADH)  untuk menyebakan:
- Peningkatan atau penurunan yang mendadak pada tekanan darah (khususnya
diastolic) karena terjadinya vasodilatasi.
- Retensi air
Kerja oksitoksin yang meliputi : kontraksi tuba uterine (fallopi) untuk membantu
pengangkutan sperma; luteolisis (involusi korpus luteum); perana neurotransmitter yang
lain dalam system saraf pusat. Oksitoksindisintesis I dalam hipotalamus, kelenjar gonad,
plasenta dan uterus. Mulai dari usia kehamilan 32 minggu dan selanjutnya, konsentrasi
oksitoksin dan demikian pula aktivitas uterus akan lebih tinggi pada malam harinya.
Pelepasan oksitoksin endogenus di tingkatkan oleh:
- Persalinan, di mana pelepasanendogenus oksitoksin bersifat pulsatil, control umpan
balik yang positif dari persalinan akan mencapai puncaknya pada saat terjadi
gelombang pelepasan oksitoksin
- Stimulasi serviks, vagina atau payudara
- Estrogen yang beredar dalam darah

17
- Peningkatan osmolalitas/ konsentrasi plasma (glosarium)
- Volume cairan yang rendah dalam sirkulasi darah
- Stress, dalam persalinan dapat memicu partus prespitatus yang di kenal dengan istilah
‘refleks ejeksi fetus’. Sters yang disebabkan oleh tangisan bayi menstimulasi produksi
ASI.
Pelepasan oksitoksin di supresi oleh:
- Alcohol (hal ini menggangu awal pemberian asi)
- Relaksin
- Penurunan osmolalitas (konsentrasi) plasma
- Volume cairan yang tinggi dalam sirkulasi darah

Indikasi dan Kontraindikasi


Indikasi
- Oksitosik dan  mengurangi pembengkakan payudara
Kontra indikasi
- Kontraksi uterus hipertonik
- Distress janin
- Prematurisasi dan gawat janin
- Letak bati tidak normal
- Disporposi sepalo pelvis
- Predisposisi lain untuk pecahnya rahim
- Obstruksi mekanik pada jalan lahir
- Peeklamsi atu pemnyakit kardiovaskuler atu pada ibu hamil yang berusia 35 tahun
- Resistensi dan mersia uterus
- Uterus yang starvasi

Cara pakai dan dosis


Untuk induksi persalinan intravena 1-4 mU permenit dinaikkan menjadi 5-20
mU/menit sampai terjadi pola  kontraksi secara fisiologis. Untuk perdarahan uteri pasca
partus, ditambahkan 10-40 unit pada 1 L dari 5 % dextrose, dan kecepatan infuse dititrasi
18
untuk mengawasi terjadinya atonia uterus. Kemungkinan lain adalah, 10 unit dapat
diberikan secara intramuskuler setelah lahirnya plasenta. Untuk menginduksi pengaliran
susu, 1satu tiupan ( puff ) disemprotkan ke dalam tiap lubang hidung ibu dalam posisi
duduk 2-3 menit sebelum menyusui.

Efek samping
- Spasme uterus ( pada dosis rendah )
- Hiper stimulasi uterus 9 membahayan janin: kerusakan jaringan lunak/uterus
- Keracunan cairan dan hiporatremia ( pada dosis besar)
- Mual, muntah, aritmia, anafilaksis, ruam kulit, aplasia plasenta, emboli amnion.
- Kontraksipembuluh darah tali pusat
- Kerja antidiuretik
- Reaksi hipersensitifitas
- Reaksi anafilaktik
- Hiper stimulasi uterus yang membahayakan janin : kerusakan jaringan lunak / rupture
uterus
- Keracunan cairan dan hiporatremia ( pada dosis besar )
- Mual, muntah,ruam kulit, aplasia plasenta, emboli amnion.
- Kontraksi pembuluh darah tali pusat
- Aritmia jantung
- Hematoma panggul

c. Prostaglandin
Prostaglandin merupakan senyawa yg dibuat dari fosfolipid pada membran sel dalam
jaringan tubuh. Senyawa tersebut merupakan substansi yg penting sebagai hormon lokal
Prostaglandin di dalam tubuh sangat penting dlm membantu proses melahirkan :
- Pematangan serviks
- Kontraksi uterus (oksitosin + prostaglandin)
Pembentukan prostaglandin oleh amnion akan meningkat pd saat menjelang akhir
kehamilan sehingga menaikkan kadar prostaglandin.  Prostaglandin Ditemukan dalam

19
ovarium, miometrium, darah menstruasi juga pada saat Post coitus ditemukan
prostaglandin di vagina, Prostaglandin terbagai dua jenis yaitu: 
- PGF → merangsang uterus hamil dan tidak hamil
- PGE → merelaksasi uterus tidak hamil, dan merangsang kontraksi uterus hamil.
Sensitivitas uterus terhadap prostaglandin akan meningkat secara progresif sepanjang
kehamilan. Dalam bulan terakhir kehamilan, serviks menjadi matang (pengaruh PGE 2) yg
meningkatkan produksi enzim yg memecah dan melonggarkan kolagen serviks . Ada 4
tipe prostaglandin yg mempunyai peranan penting dlm proses melahirkan, yaitu:
- PGE1   : Mematangkan serviks
- PGE2   : Meningkatkan kontraksi uterus dan mematangkan serviks
- PGI2 : Aliran darah darah dari ibu  ke janin
- PGI2a : Menimbulkan kontraksi uterus  segala waktu
Prostaglandin tersedia dalam bentuk sediaan sebagai berikut:
- Karbopros trometamin : 15-metil PGF2α tersedia dalam bentuk suntikan 250 µg/ml.
- Dinoproston : PGE2 tersedia dalam suppositoria vaginal 20 mg.
- Gmeprost : analog alprostadil yang berefek oksitosik.
- Sulproston : derivat dinoproston.
Contoh :
-  Dinoproston
 Obat               :Dinoproston (PGE2) pervaginal
 Sediaan           :Tablet dan jelly
 Indikasi           :Pematangan serviks dan induksi persalinan
 Aksi                 :10 menit setelah dimasukkan ke  dalam vagina
 Absorpsi          :Dinding vagina
- Misoprostol
 Obat               :Misoprostol (PGE1)    pervaginal
 Sediaan           :Tablet
 Indikasi           :Induksi dan penguatan persalinan penatalaksanaan kala tiga 
persalinan

20
Mekanisme Kerja
Prostaglandin bekerja pada sejumlah reseptor prostaglandin yang berlainan. Substansi ini
mempengaruhi banyak sistem dan menyebabkan berbagai efek samping.

Indikasi dan kontra indikasi


Indikasi:
- Induksi partus aterm
- Mengontrol perdarahan dan atoni uteri pasca persalinan
- Merangsang kontraksi uterus post sc atau operasi uterus lainya
- Induksi abortus terapeutik
- Uji oksitosin
- Menghilangkan pembengkakan mamae
Kontraindikasi
- Terdapat ruptura membran amnion
- Adanya riwayat sikatris
- Apabila telah ada perdarahan antepartum yang signifikan (perdarahan vagina selama
kehamilan) atau dimana terdapat plasenta previa dengan atau tanpa perdarahan,
prostaglandin tidak digunakan.
- Dalam kondosi mata yang dikenal sobagai glaukoma
- Jika ada infeksi pada jalan lahir
- Pada kehmilan melintang sungsang atau miring

Dosis dan cara pakai


- Karbopros trometamin: Injeksi 250 ug/ml
- Dinoproston (PGE): Supositoria vaginal 20 mg
- Gemeprost: Pesari 1mg ( melunakan uterus)
- Sulpreston: Injeksi 25, 50, 100 ug/ml IM atau IV

6. Sebutkan obat-obat yang termasuk dalam obat tokolitik dan bagaimana cara
kerjanya?

21
Pembahasan :
Obat-obat yang termasuk dalam obat tokolitik, yaitu sebagai berikut:
1. Peranan β agonis sebagai tokolitik
Agonis beta merupakan obat yang sering digunakan dan terbukti efektif menurunkan
terjadinya persalinan dalam 24, 48 jam dan 7 hari terapi dibanding plasebo. β Agonis
adalah golongan tokolitik yang secara struktur sama dengan katekolamin endogen,
epinefrin dan nor-epinefrin. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor β.adrenergik
pada uterus. Isoxuprine adalah obat pertama dari golongan ini yang digunakan sebagai
tokolitik kurang lebih 45 tahun yang lalu. Terbutalin dan Ritodrin sekarang yang paling
banyak digunakan sebagai tokolitik pada golongan ini di Amerika Serikat dibandingkan
dengan Hexoprenalin, Fenoterol, Salbutamol dan lain-lain, tetapi hanya Ritodrin yang
direkomendasikan oleh FDA sebagai tokolitik dari golongan ini.
2. Peranan obat anti inflamasi non steroid sebagai tokolitik.
Prostaglandin sebagai salah satu pencetus proses persalinan (kontraksi uterus) yang
penting maka para peneliti menganggap bahwa prostaglandin synthetase inhibitor dalam
hal ini Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) dapat digunakan sebagai tokolitik.
Salah satu obat-obat golongan ini yang dapat dipakai tokolitik adalah Indomethacin
Farmakokinetik
OAINS bekerja primer sebagai penghambat cyclooxygenase. Indomethacin adalah obat
dari golongan ini yang memiliki potensi untuk digunakan sebagai tokolitik. Obat ini
dimetabolisme di hati dan diekskresi melalui urin. Indomethacin secara cepat dapat
menembus plasenta, dalam 2 jam kadar dalam darah bayi 50% dari kadar dalam darah ibu
dan akan menjadi sama dalam 6 jam. Waktu paruh indomethacin pada fetus adalah 14,7
jam yang lebih lama dibanding pada ibu yang hanya 2,2 jam, hal inilah yang dapat
mengakibatkan gangguan hati ada fetus.
3. OAINS lain sebagai tokolitik
Seperti yang kita ketahui OAINS bekerja primer sebagai penghambat
cyclooxygenase (COX) yang mempunyai 2 tipe yaitu COX-1 dan COX-2. Indomethacin
adalah OAINS yang bekerja pada kedua tipe ini. Pada manusia peningkatan kadar COX
tipe 2 diyakini lebih bermakna terhadap terjadinya persalinan prematur dibanding COX

22
tipe 1. Contoh obat-obat yang dapat digunakan sebagai tokolitik dari golongan ini adalah
Nimesulid dan Celecoxib.
Nimesulid dapat dipakai sebagai tokolitik tetapi juga dapat menyebabkan
terjadinya gagal ginjal stadium akhir pada manusia sehingga hal inilah yang membatasi
penggunaannya Sedangkan celecoxib dengan dosis 50, 10, 1 mg/kgbb dapat digunakan
sebagai tokolitik yang dapat menunda persalinan dibandingkan tanpa celecoxib dengan
efek samping penutupan dini dari duktus arteriosus yang lebih kecil dibanding
indomethacin.
4. Peranan Magnesium Sulfat (MgSO4) sebagai tokolitik
MgSO4 sudah lama dikenal dan dipakai sebagai anti kejang pada penderita
preeklamsia sebagai anti kejang yang juga bersifat sebagai tokolitik. Obat ini dipakai
sebagai obat tokolitik utama karena murah, mudah cara pemakaiannya dan resiko
terhadap sistem kardiovaskuler yang rendah serta hanya menghasilkan efek samping yang
minimal terhadap ibu, janin dan neonatal. Kerugian terbesar yang signifikan dari
penggunaan magnesium sulfat sebagai obat tokolitik adalah harus diberikan secara
parenteral.

Farmakokinetik
Jumlah total magnesium dalam tubuh manusia adalah 24 gr yang sebagian besar
terdapat pada tulang dan ruang intraseluler dan hanya 1% pada ekstraseluler. Konsentrasi
magnesium pada serum wanita normal berkisar antara 1,83 mEq/l dan turun menjadi
1,39 mEq/l pada wanita hamil.
Magnesium dikeluarkan dari tubuh melalui ginjal oleh karena itu konsentrasi
magnesium plasma ditentukan oleh jumlah pemberian melalui infuse dan kecepatan filtrai
glomerulus. MgSO4 mempunyai dua cara yang memungkinkannya bekerja sebagai
tokolitik, yang pertama peningkatan kadar MgSO4 menurunkan pelepasan asetilkoin oleh
motor and plates pada neuromuscular junction sehingga mencegah masuknya kalsium,
cara yang kedua adalah MgSO4 berperan sebagai antagonis kalsium pada sel dan
ekstrasel.

Kontraindikasi dan Penggunaan Klinik

23
Intoksikasi MgSO4 dapat dihindari dengan memastikan bahwa pengeluaran urin
memadai, reflex patella ada dan tidak ada depresi pernapasan. Reflex patella menghilanga
menghilang pada kadar 10 mEq/l (antara 9-13 mg/dl) dan pada kadar plasma lebih dari 10
mEq/l akan timbul depresi pernapasan dan henti napas dapat terjadi pada kadar plasma 12
mEq/l atau lebih. MgSO4 sebagai terapi tokolitik dimulai dengan dosis awal 4-6 gr secara
intravana yang diberikan selama 15-30 menit dan diikuti dengan dosis 2-4 gr/jam selama
24 jam. Selama terapi tokolitik dilakukan konsentrasi serum ibu biasanya dipelihara
antara 4-9 mg/dl. Untuk meminimalisir atau mencegah terjadinya intoksikasi seperti hal
di atas maka perlunya disediakan kalsium glukonas 1 gr sebagai anti dotum dari
magnesium sulfat.

7. Sebutkan obat-obat yang lazim diberikan saat hamil!


Pembahasan :
Efek obat pada jaringan reproduksi, uterus dan kelenjar susu, pada kehamilan kadang
dipengaruhi oleh hormon-hormon sesuai dengan fase kehamilan. Efek obat pada jaringan
tidak berubah bermakna karena kehamilan tidak berubah, walau terjadi perubahan misalnya
curah jantung atau aliran darah ke ginjal. Perubahan tersebut kadang menyebabkan wanita
hamil membutuhkan obat yang tidak dibutuhkan pada saat tidak hamil. Contohnya glikosida
jantung dan diuretik yang dibutuhkan pada kehamilan karena peningkatan beban jantung
pada kehamilan. Atau insulin yang dibutuhkan untuk mengontrol glukosa darah pada
diabetes yang diinduksi oleh kehamilan.
Beberapa penelitian untuk mengetahui kerja obat di janin berkembang dengan pesat,
yang berkaitan dengan pemberian obat pada wanita hamil yang ditujukan untuk pengobatan
janin walaupun mekanismenya masih belum jelas diketahui. Contohnya kortikosteroid
diberikan untuk merangsang matangnya paru janin bila ada prediksi kelahiran prematur.
Contoh lainnya adalah fenobarbital yang dapat menginduksi enzim hati untuk metabolisme
bilirubin sehingga insidens jaundice (bayi kuning) akan berkurang. Selain itu, fenobarbital
juga dapat menurunkan resiko perdarahan intrakranial bayi kurang umur. Selain itu, anti

24
aritmia juga diberikan pada ibu hamil untuk mengobati janinnya yang menderita aritmia
jantung.

8. Obat-obat khusus : kapan dipakai; untuk apa dan apa istimewanya/harus berhati-hati?
Pembahasan:
a. Magnesium Sulfat
Magnesium sulfat penting untuk mencegah kejang pada pada pasien-pasien
dengan pre-eklampsia berat atau eklampsia (hipertensi yang timbul saat kehamilan atau
setelah persalinan). Dalam dosis farmakologik, obat ini bekerja di susunan saraf pusat.
Kerja yang menyerupai kurare pada sambungan neuromuskular jelas mengganggu
pelepasan asetilkolin pada terminal saraf motoris. Magnesium bisa juga menggantikan
kalsium pada sambungan neuromuskular, sehingga mengubah potensial membran dan
transmisi neuromuskular dan eksitasi.
Sekalipun magnesium menurunkan resistensi intrinsik di dalam pembuluh darah
rahim, pengaruh hipotensi biasanya tidak terjadi atau terjadi hanya sementara. Dengan
menggunakan dosis pencegahan serangan, magnesium sulfat diperkirakan tidak punya
pengaruh besar terhadap kontraksi rahim yang akan datang. Dosis yang digunakan untuk
maksud tokolisis biasanya dua kali dosis untuk mencegah kejang. Terapi magnesium
harus diteruskan selama bedah sesar. Perelaksasi otot biasanya diberikan dalam dosis
yang lebih rendah.

b. Methotrexate
Methotrexate : imunosupresan , untuk obat kanker (kemoterapi).
- Metotreksat ialah analog 4-amino, N10-metil asam folat. Metotreksat sangat efektif
pada koriokarsinoma, korioadenomadestruens dan mola hidatidosa.
- Kombinasi metotreksat dengan klorambusil dan daktinomisin efektif terhadap
karsinoma testis, limfoma limfositik stadium III dan IV terutama pada anak, dan
memberikan remisi temporer pd mikosisfungoides.
- Dalam kombinasi dengan berbagai antikanker, metotreksat digunakan pada
karsinoma mama, paru dan ovarium, timfoma Burkitt dan limfoma non-Hodgkin.

25
- Pada leukemia limfoblastik akut pada anak, metotreksat sebagaiobat tunggal
memberikan remisi lengkap pada 20% pasien; dlmkombinasi dg prednison remisi
lengkap mencapai 80%.
- Untuk terapi penunjang leukemia limfositik akut, metotreksat dalam kombinasi
dengan markaptopurin merupakan obat terpilih. Metotreksat ialah obat primer untuk
limfoma sel T kulit dan meduloblastoma

c. Kortikosteroid
Pemakaian kortikosteroid menjadikan pematangan paru-paru dipercepat bilamana
ada kemungkinan terjadi persalinan pretern. Sesuai dengan laporan kesepakatan Institusi
Kesehatan Nasional dewasa ini, umumnya penelitian yang melibatkan pemakaian
betametason dan deksametason memperlihatkan penurunan insidensi yang amat jelas dari
gangguan kesukaran pernapasan, perdarahan intraventrikuler, dan kematian neonatus
bilamana telah diberikan kortikosteroid sebelum persalinan diperkirakan terjadi, terutama
pada kehamilan antara 26 sampai 34 minggu. Evaluasi pertumbuhan dari janin-janin yang
diobati demikian yang sekarang telah menjadi anak-anak berusia sekolah tidak
menunjukkan pengaruh jelek apapun dari pengobatan jangka pendek yang demikian.
Pemberian kortikosteroid benar-benar memperlihatkan kegunaannya pada
kehamilan yang berkomplikasi dengan ketuban pecah dini. Umumnya para peneliti
berkesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara infeksi maternal dan neonatal dengan
pemakaian terapi kortikosteroid jangka pendek. Kortikosteroid bisa meningkatkan hitung
butir darah putih (terutama netrofil), jadi untuk menapis infeksi diperlukan kriteria klinik
dan kultur yang sewajarnya.
Kortikosteroid bisa menurunkan toleransi terhadap glukosa karena kenaikan
kebutuhan insulin yang terjadi pada inhibisi penggunaan glukosa, mobilisasi asam amino
untuk dikonversi menjadi glukosa dan glikogen, dan induksi enzim-enzim hati untuk
glukoneogenesis. Dengan begitu terapi kortikosteroid tidak dianjurkan bilamana
diperkirakan akan terjadi persalinan prematur pada penderita diabetes yang kurang
terkendali.

Kontraindikasi terapi kortikosteroid


26
Kontraindikasi absolut terapi kortikosteroid jarang. Kontraindikasi di pihak ibu
meliputi penyakit-penyakit febris, tuberkulosis, herpes yang aktif, atau infeksi lain.
Kortikosteroid juga merupakan kontraindikasi jika terdapat infeksi intraamnion, ancaman
partus, hasil uji coba kematangan paru yang positif, atau tidak berkemampuan memonitor
keadaan janin.
Steroid dapat diberikan pada kehamilan yang berkomplikasi hipertensi ringan,
diabetes yang terkendali dengan baik, hipertiroidisme, insufisiensi plasenta, perdarahan
uterus yang sedikit, partus prematurus yang mendapat obat-obat tokolitik yang
mencukupi, atau ketuban pecah dini. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengevaluasi risiko dan faedah dari pemakaian kortikosteroid pada wanita dengan KPD,
dan keamanan pemberian ulang.

d. Misoprostol
Misoprostol dapat diberikan secara oral, sublingual, vaginal maupun rektal.
Misoprostol sangat mudah diserap, dan menjalani de-esterifikasi cepat menjadi asam
bebas, yang berperan dalam aktivitas kliniknya dan tidak seperti senyawa asalnya,
metabolit aktifnya ini dapat dideteksi di dalam plasma. Rantai samping alfa dari asam
misoprostol menjalani oksidasi beta dan rantai samping beta menjalani oksidasi omega
yang diikuti dengan reduksi keton untuk menghasilkan analog prostaglandin F.
Pada keadaan normal, misoprostol dengan cepat diabsorbsi setelah pemberian
secara oral. Konsentrasi asam misoprostol didalam plasma mencapai puncak setelah kira-
kira 30 menit dan akan menurun dengan cepat. Bioavailibilitas misoprostol menurun
apabila diberikan bersamaan dengan makanan atau pada pemberian antasid.1 Setelah
pemberian per oral, asam misoprostol mencapai kadar puncak setelah 12±3 menit
dengan waktu paruh 20-40 menit. Misoprostol terutama mengalami metabolisme di hati
tetapi tidak menginduksi sistem enzim sitokrom hepatik P-450 sehingga interaksinya
dengan obat-obat lain dapat diabaikan.2 Misoprostol diekskresikan melalui ginjal sekitar
80% dan melalui feses 15%. Sekitar 1% dari metabolit aktif akan diekskresikan juga di
dalam urin.
Misoprostol : menggugurkan implantasi zigot (6 hari setelah senggama)

27
9. Sebutkan bahan obat yang diberikan sebagai kontrasepsi, bahan yang dipakai dan cara
pemberiannya!
Pembahasan :
Bahan obat yang diberikan sebagai kontrasepsi, bahan yang dipakai dan cara pemberiannya,
yaitu :
a. Hormonal
- Kontrasepsi oral (pil pengendali kelahiran) merupakan gabungan estrogen sintesis
dan progesteron sintesis yang dikonsumsi perempuan selama 21 hari siklus
menstruasi. Pil ini menghalangi ovulasi dengan menekan LH (dalam dosis besar) dan
memiliki efek perubahan transpor tubal dan perubahan endometrial yang
menghalangi implamasi (dosis rendah).
- Norplant merupakan implan progesteron sintesis subdermal yang memberikan
kontrasepsi selama 5 tahun.
- Depoprovera adalah kontrasepsi yang dapat diinjeksikan. Injeksi tunggal progesteron
sintesis 150 mg memberikan kontrasepsi selama 3 bulan. Simana efeksampingnya
adalah perdarahan ireguler, berat badan turun, sakit kepala atau mual.
b. Seterilisasi bedah.
Pada perempuan dilakukan dengan ligasi yubal, kauterisasi atau pengikatan tuba uterin
sedangkan pada laki-laki dilakukan dengan pemotongan, kauterisasi atau pengikatan
duktus vas diverens yang disebut dengan vasektomi.
c. Intra Uterin Device (IUD)
Intra Uterin Device (IUD) dimasukkan kedalam rongga uterus. Mekanisme jelasnya
dalam mencegah kehamilan tidak diketahui. Alat ini dipercaya mampu mengganggu
implantasi ovum yang telah dibuahi dengan cara mengubah lingkungan uterus.
d. Kontrasepsi barier, menghalangi sperma menyatu dengan oosit.
- Barier fisik secara mekanis mengobstruksi aliran sperma melalui serviks.
 Diafragma vagina yang menutupi serviks dan alan ini harus dipakai bersama
dengan spermisida.
 Kondom melapisi penis pada saat ereksi untuk menangkap semen yang
terejakulasi dan mencegah memasuki vagina juga dapat mencegah penyakit
menular seksual.
28
- Barier kimia. Foam (busa), jeli, krim, supositori, dan spons vagina mengandung
spermisida yang secara kimia dapat menghancurkan sperma dalam vagina.

29
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Informasi terkait keamanan penggunaan obat pada saat kehamilan tentunya menjadi salah
satu kebutuhan dan hak konsumen/klien. Obat pada dasarnya merupakan senyawa toksik
bila dosis dan penggunaanya tidak disesuaikan dengan kondisi badan pasien maupun
penyakitnya. Penggunaan obat untuk ibu hamil harus sangat diperhatikan. Pada ibu hamil,
jantung dan ginjal bekerja lebih keras, sehingga beberapa perjalanan obat di dalam tubuh
berlangsung lebih cepat dari biasanya. Beberapa obat dapat membahayakan janin di
beberapa stage kehamilan tertentu saja, namun ada juga yang membahayakan di seluruh
stage kehamilan. Beberapa obat dapat menembus dinding plasenta, sehingga dapat
membahayakan kondisi janin. Plasenta ini dapat menjadi organ tempat pertukaran beberapa
zat antara ibu dan fetus, termasuk obat. Dengan mengacu pada ketentuan yang digunakan
oleh FDA (Food and Drag Administration) US, terdapat lima kategori keamanan obat
untuk kehamilan. Pembagian kategori ini didasarkan pada resiko obat terhadap system
reproduksi, resiko efek samping, dan perbandingan manfaat dengan resiko.

3.2 Saran
Bukan hanya obat-obat keras saja yang mungkin berbahaya bagi ibu hamil maupun kondisi
janin, obat bebas yang dijual di pasaran (Over the Counter, OTC) juga dapat
membahayakan.

Dalam kasus obat keras, penggunaannya lebih dapat terkendali karena obat ini hanya dapat
ditebus apabila terdapat resep dokter. Untuk obat OTC/bebas, perlu ada pengetahuan dari
pasien, penggalian informasi oleh pasien, edukasi, maupun konseling dari tenaga medis
yang berperan.

DAFTAR PUSTAKA
30
Rayburn, Wiliam F dan J. Christopher Carey. 1995. Obstetri & Ginekologi. Jakarta : Widya
Medika.

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri & Ginekologi. Edisi 2.
Jakarta: EGC.

31

Anda mungkin juga menyukai