2498 6632 1 SM
2498 6632 1 SM
Kinkin Syamsudin
Dosen Prodi Ilmu Hadis STAI Persis Garut
Jl. Aruji Kartawinata, Ciawitali Tarogong Kidul Garut
kinkinsyamsudin@gmail.com
Abstrak
Artikel ini membahas mengenai pemikiran hadis A. Hassan dalam buku Kesopanan Tinggi Secara
Islam. Sebagai salah seorang pemikir pembaharu pada pertengahan abad ke-20 di Nusantara ia memiliki
konsern dalam kajian hadis, meskipun hal lain juga tidak luput dari kajiannya. Yang menarik dari
pemikirannya adalah ketegasannya dalam menggunakan ayat Alquran dan hadis sebagai sumber utama
dalam berhujjah. Bila tidak ada ayat Alquran atau hadis, maka baginya tidak ada hujjah, dan berarti tidak
mesti adanya tuntutan untuk mengamalkan. Tetapi prinsipnya ini tidak diindahkan ketika ia menuangkan
pikiran-pikirannya dalam buku di atas. Dengan menggunakan metode studi pustaka (library research) dan
melalui pendekatan analisis isi (content analysis), ditemukan bahwa A. Hassan dengan penuh kesadaran
betul-betul memasukkan hadis-hadis dha’if dalam bukunya. Sebagaimana pengakuannya, hal itu ia
lakukan karena konten buku yang ia suguhkan sejatinya tidak membicarakan topik yang mutlak wajib
atau haram untuk dikerjakan. Hal ini sangat menarik, karena menampilkan sisi lain dari A. Hassan yang
agak cenderung rasionalis ketika memahami hadis-hadis yang ia sajikan, terutama yang berkaitan dengan
etika. Penelitian ini hanya terfokus pada satu buku, perlu kiranya di kemudian hari ada pengkajian
lanjutan pada buku-buku lainnya yang tidak menutup kemungkinan ada pola yang sama yang dipakai oleh
penulis.
3
Syafiq A. Mughni, Hasan Bandung, 26 – 5
A. Hassan, Soal Jawab Masalah Agama,
27. (Bandung: CV Diponegoro, 1996), vol. 1-2, 19.
4 6
Syafiq A. Mughni, Hasan Bandung, 11. A. Hassan, Soal Jawab, 20.
kinkin syamsudin/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 2,2 ( Maret 2018):79-98 81
manakala di antara para perawinya ada yang hujjah. Lain halnya dengan hadis dha’if,
bersifat dituduh berbohong, dituduh suka meskipun hadis jenis ini kualitasnya lebih
keliru, dituduh suka salah, pembohong, suka rendah dibandingkan dengan hadis sahih dan
melanggar hukum agama, tak dapat hasan, tidak serta merta menjadikan hadis ini
dipercaya, banyak salah dalam ditolak secara mutlak.
meriwayatkan, tidak kuat hafalan, bukan Sebagian ulama menyatakan bahwa
orang Islam, belum baligh saat Abd al-Allah bin Mubârrak (w. 181 H), Abd
meriwayatkan, berubah akal, tidak dikenal al-Rahman bin Mahdî (w. 198 H) dan Ahmad
diri dan sifatnya, suka lupa, suka menyamar bin Hanbal (w. 241 H) menerima hadis dha’if
dalam meriwayatkan, suka ragu-ragu dan sebagai hujjah untuk Fadhâil al-A’mal.9
lain-lain yang menyebabkan si perawi Meskipun kemudian dibantah oleh ulama
tercela.7 lainnya. Para ulama yang membantah
Sebelum A. Hassan merumuskan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
tentang macam-macam hadis daif di atas, hadis dha’if untuk hujjah fadhâil al-a’mâl
perdebatan tentang hal ini sebenarnya sudah ialah hadis hasan yang mulai dibakukan pada
terjadi di antara para muhaddisin generasi zaman al-Tirmidzî sebagaimana yang
awal. Mereka telah menyusun berbagai dinyatakan oleh Ibnu Taimiyah. (al-Jauziyah,
kaidah yang berkenaan dengan pemeriksaan 1973, I: 31 dan at-Tahawani, 1972: 98-99)
terhadap sanad dan matan hadis, untuk Syaikh Muhammad Jamâl al-Dîn al-
mengetahui mana hadis yang maqbûl (yang Qâsimî menyebutkan dalam kitabnya,
dapat diterima) dan mana hadis yang mardûd Qawâ’id al-Tahdîts, “Hadis-hadis dha’if
(yang tidak dapat diterima). Mereka telah tidak bisa dipakai secara mutlak untuk ahkam
bersepakat bahwa suatu hadis bisa maupun untuk fadhâil al-a’mâl, sebagaimana
dikategorikan sebagai hadis sahih dan juga hal ini disebutkan oleh Ibnu Sayyid al-Nâs
bisa dijadikan hujjah setidaknya harus dalam kitabnya, ‘Uyûn al-Atsar dari Yahya
memenuhi lima syarat; bersambung sanadnya bin Ma’în dan disebutkan juga di dalam kitab
(ittishâl al-sanad), diriwayatkan oleh rawi Fath al-Mughîts. Ulama yang berpendapat
yang ‘âdil dan kuat hafalan (‘adalah al- demikian adalah Abû Bakr Ibn al-‘Arabî,
ruwâh wa dhabth al-ruwâh), tidak ber’illat Imam al-Bukhârî, Imam Muslim dan Imam
(ghair al-‘illah) dan tidak bertentangan Ibn Hazm.10
dengan dalil yang lebih kuat (ghair syâdz).8 Ada sebagian ulama yang menerima
Jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, hadis dha’if sebagai hujjah, namun hadis
maka hadis yang dimaksud tidak lagi yang bersangkutan harus memenuhi syarat-
dihukumi sebagai hadis sahih, tetapi hanya syarat tertentu, yakni: 1) isinya tidak
bisa disebut sebagai hadis hasan, atau bahkan berkenaan dengan kisah, nasihat, keutamaan
bisa juga dihukumi sebagai hadis dha’if. dan sejenisnya, serta tidak berkaitan dengan
Pada prinsipnya, baik hadis sahih sifat-sifat Allah, tafsir ayat Alquran, hukum
maupun hadis hasan mempunyai sifat-sifat halal haram dan yang semacamnya; 2)
yang dapat diterima (maqbûl), oleh kedha’ifannya tidak parah; 3) ada dalil lain
karenanya jumhur ulama sepakat bahwa (yang kuat atau memenuhi syarat) yang
kedua jenis hadis tersebut bisa dijadikan menjadi dasar pokok bagi hadis dha’if yang
bersangkutan; dan 4) niat pengamalannya
7
A. Hassan, Soal Jawab…, 19 – 20. tidak bersandarkan atas hadis dha’if itu,
8
Abû ‘Amr ‘Abd al-Rahmân al-Syahrazûrî, tetapi atas dasar kehati-hatian.11
Muqaddimah Ibn Shalâh fî ‘Ulûm al-Hadîs (Kairo:
Dâr al-Hadîts, 2010), 19 - 20; ‘Abd al-Rahmân bin
Seandainya diperhatikan dengan
Abî Bakar Jallâl al-Dîn al-Suyûthî, Tadrîb al-Râwî fî seksama syarat-syarat yang diajukan oleh
Syarh Taqrîb al-Nawâwî (Beirut: Dâr al-Fikr, 2006),
31; ‘Abd al-Karîm al-Khudhair, Tahqîq al-Raghbah fî 9
Al-Khatîb, Ushûl al-Hadîs, 231.
10
Taudhîh al-Nukhbah (Riyadh: Maktabah Dâr al- Muhammad Jamâl al-Dîn al-Qâsimî,
Manhâj, 2005), 57 – 58; Muhammad ‘Ajjâj al-Khatîb, Qawaid al-Tahdîts min Funûn Musthalah al-Hadîts,
Ushûl al-Hadîs; ‘Ulûmuh wa Mushthalahuh (Beirut: (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t), 113.
11
Dâr al-Fikr, 2006), 305. Al-Khatîb, Ushûl al-Hadîs, 232.
82 kinkin syamsudin/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 2,2 ( Maret 2018):79-98
para ulama untuk menerima hadis dha’if Hassan membuat beberapa pengecualian
sebagai hujjah, maka sebenarnya para ulama terhadap prinsip-prinsipnya tersebut. Dalam
pada prinsipnya menolak hadis dha’if untuk beberapa tulisannya, khususnya yang
dijadikan sebagai hujjah. Hal itu bertambah berkaitan dengan muamalah, A. Hassan tidak
jelas bila diperhatikan syarat-syarat pada mengikuti ketentuan sebagaimana yang ia
butir kedua dan ketiga; dengan dipenuhinya serukan.
kedua syarat tersebut, maka hadis dha’if yang Salah satu contoh kongkrit bisa
bersangkutan sesungguhnya telah meningkat dilihat dalam buku karangannya yang
kualitasnya menjadi hadis hasan li ghairih.12 berjudul Kesopanan Tinggi dalam Islam.14
Pendirian para ulama tersebut dapat Buku ini merupakan panduan akhlak/etika
dipahami, sebab agama merupakan bagi seorang muslim terkait hubungannnya
keyakinan dan keyakinan tidak dapat dengan Allah, orang tua dan manusia
didasarkan pada dalil yang lemah atau lainnya. Untuk memperkuat hujjahnya,
meragukan. Alasan tersebut semakin kuat dalam buku ini A. Hassan mencantumkan
bila dihubungkan dengan pernyataan Nabi beberapa hadis dha’if, sebagaimana
saw yang mengancam dengan siksaan neraka pengakuannya sendiri:
terhadap orang yang sengaja berdusta atas Adapun hadis yang saya pakai di
nama Nabi.13 Ancaman itu bersifat umum, kitab ini ada yang sahih dan ada yang
tanpa membedakan apakah berkaitan dengan dha’if. Maka hadis dha’if yang saya
hukum, nasihat-nasihat untuk beramal, pakai dalam kitab ini, tidak sekali-
ataukah lainnya. kali bagi mewajibkan atau
Kecermatan dan kehati-hatian A. Hassan mengharamkan sesuatu, hanya
untuk hanya menggunakan hadis yang sah, sebagai penambah keterangan di
istilah A. Hassan untuk hadis yang maqbul dalam satu-satu hal yang memang
dan ma‘mul, sebagai hujjah telah sudah ada ayat Alquran atau hadis
menyadarkan umat Islam Nusantara betapa yang sahih jadi pokok bagi hukum itu.
Islam adalah ajaran yang terhormat, Dan ada pula hadis dha’if yang saya
berwibawa dan tidak sembarangan apalagi pakai di sini, tetapi bukan untuk
murahan. Pengorbanan dan perjuangan para hukum wajib atau haram, hanya
maestro hadis dalam perjalanan pencarian untuk menerangkan perangai-
dan pengumpulan hadis dengan mencurahkan perangai baik yang umumnya
seluruh umur, harta, bahkan jiwa, harus dikehendaki oleh Alquran dan
dihargai dengan selektivitas kita dalam pengajaran Nabi.15
mengamalkan hadis-hadis tersebut. A.
Hassan telah tampil di depan sebagai salah Dalam buku tersebut A. Hassan tidak
seorang yang memandu dan mengawal upaya selalu mengindahkan prinsip sebagaimana
ini. lazimnya yang ia pegang bahwa nas harus
Sebagai sosok pembaharu, A. Hassan didahulukan daripada penilaian rasio, apalagi
berusaha dengan konsisten untuk pendapat subjektif yang tidak berdasar
mengimplementasikan prinsip-prinsipnya kepada nas. Meskipun menggunakan
dalam memahami ajaran Islam. Prinsip- beberapa ayat Alquran dan hadis sahih, di
prinsip tersebut terutama terdiri dari desakan beberapa tempat tanpa ragu ia juga
tentang pentingnya ijtihad dan seruan mencantumkan hadis dha’if sebagai penguat
“kembali kepada Alquran dan sunah”. hujjahnya. Meminjam istilah Akh. Minhaji,
Meskipun begitu, dalam beberapa kasus, A.
14
Buku ini sudah mengalami 13 kali cetak.
12
Al-Khatîb, Ushûl al-Hadîs, 230 – 231; al- Pertama kali dicetak tahun 1939 oleh Persatuan Islam
Qâsimî, Qawaid al-Tahdîts, 112. Bangil sampai cetakan ke-6 pada tahun 1965. Cetakan
13
Redaksi hadis yang dimaksud adalah َم ْن ke-7 sampai ke-13 dicetak oleh penerbit Diponegoro
ِّ َّ فَ ْليَتَبَ َّوأْ َم ْقعَدَهُ مِّ نَ الن،ي ُمتَعَ ِّمدًا
ار َّ َعل َ َ َكذ. Lihat Bukhari no.
َ ب Bandung dan cetakan terakhir ke-13 tahun 1992.
15
1291; Muslim no. 3; Ibnu Majah no. 30, 33, 36, 37; A. Hassan, Kesopanan Tinggi dalam Islam,
Abu Dawud no. 3651; Tirmidzi no. 2659, 3715. (Bandung: CV Diponegoro, 1992), cet. xiii, 6.
kinkin syamsudin/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 2,2 ( Maret 2018):79-98 83
أَقْ َد ِام
Majah no.
الََ :ي فَ َق َ 3658 13 119
ِصلِي أُم ِ
ك ص ِد ِيق ِه َما َ
اح َف ْظ ْ
Al-Adab al-
Mufrad no.
Dha’if ََل طَاعَةَ ِِف Shahih
Muslim no. h
Shahi
ب ِ
ضى المر م ِر َ
Sunan al-
Tirmidzi no. h
Shahi َح ِكي ٍمَ ،ع ْن no. 5139
ال:
نَ َع ْم ،قَ َ بِِه بَ ْع َد
فَِ مَبَها َم ْوَتِِ َما؟
َما أَ ْكَرَم Sunan al- Dha’if ال :نَ َع ْم قَ َ
Tirmidzi no.
اب َشْي اخا َش ٌّ 2022, ص َالةُ ال م
Mu’jam al-
لِ ِسنِم ِه إِمَل Austah al- َعلَْي ِه َما،
َو ِاَل ْستِ ْغ َف ُار
Thabrani no.
اَّللُ لَهُ
ض م قَيِم َ 5903
ِ
ِل ِ
بَ ْع َد أَ ْن يُ َومَ صلمى هللاُ هللا َ
Thabrani no.
450
إِ ْذ َجاءَهُ
Sunan Abu Dha’if َعلَْي ِه َو َسلم َم:
Dawud no.
ْاِلَ ْك ََُب ِم َن
26
َر ُج ٌل ِم ْن بَِِن 5142
ِِبَ ْن تَ ُع ُ
27
يبِمِر أَبَ َو م ول:
َش ْيءٌ أَبَُّرُِهَا ك، أُم َ
88 kinkin syamsudin/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 2,2 ( Maret 2018):79-98
ك،
33 ِ
ُختَ َ
َوأ ْ تُ َعلم ُمونَهُ al-Din, hlm.
84
اكُ ،ثُم
َخ ََوأ َ َما َز َال Shahih al- Shahih
Bukhari no.
أ َْد ََن َك، يل ِِ
ج َْب ُ
6015
أ َْد ََن َك وص ِيِن ي ِ
ُ
أَنمهُ أَتَى Sunan Abu
Dawud no.
Dha’if 34
ِِب ْْلَا ِرَ ،ح مّت
صلمى مب َ النِ م ت أَنمهُظَنَ ْن ُ
5140
فَاظْ َفر بِ َذ ِ
ات ْ
ِ
تال مدي ِن ،تَ ِربَ ْ َشُّر الن ِ
ماس Mu’jam al- Dha’if
Kabir al-
يَ َد َاك 52 ضيِم ُق
الْ ُم َ Thabrani
ب تَر ِ
َوَلَ ََيْطُ َ ض ْو َن دينَهُ
Shahih al- Shahih
Bukhari no. َْ
المر ُج ُل َعلَى 5142
َو ُخلُ َقهُ
ِخطْبَ ِة أ َِخ ِيه، فَ َزمِو ُجوهُ ،إَِلم
59
56 َح مّت يَْ َُت َك تَ ْف َعلُوا تَ ُك ْن
ب ِ
اْلَاط ُ فِْت نَةٌ ِِف
قَ ْب لَهُ أ َْو َيْذَ َن ض، اِل َْر ِ
ب ِ
لَهُ اْلَاط ُ اد
َوفَ َس ٌ
أَ من أ ََِب يضَع ِر ٌ
Shahih al- Shahih
Bukhari no.
ُح َذيْ َفةَ بْ َن & 4000 إ من ِم ْن َح مق Ibnu Najar Dha’if
Sunan Abu
ُعْت بَةَ بْ ِن الد َعلَى الْو ِ
Dawud no.
َ
َربِ َيعةَ بْ ِن
2061
ِ ِ
الْ َوالد أَ ْن
س، َعْب ِد ََشْ ٍ 60 اْسَهُ، َُْي ِس َن ْ
57
َكا َن تَبَ مَن َوأَ ْن يَُزمِو َجهُ
َسالِ اما إِ َذا بَلَ َغَ ،وأَ ْن
َوأَنْ َك َحهُ ابْنَةَ ِ
َُْيس َن أ ََدبَهُ
أ َِخ ِيه ِهْن َد َح ُّق الْ َولَ ِد Sunan al- Dha’if
Kubra al-
بِْنت الْولِ ِ
يد
61
َعلَى الْ َوالِ ِد
َ َ
Baihaqi no.
19802
92 kinkin syamsudin/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 2,2 ( Maret 2018):79-98
ِ صلمى
أَ ْن يُ َعلم َمهُ مب َ النِ م
الْ ِكتَابَةَ هللاُ َعلَْي ِه
احةَ، ِ َو َسلم َم فَ َرمد
السبَ ََو م
َوالمرمايَةَ َوأَ ْن اح َها ِ
ن َك َ
َلَيَْرُزقَهُ إَِلم ِ ِ
أ مَمُروا النم َساءَ
Musnad Hasan
Ahmad no.
طَيِمباا َوأَ ْن 65 ِِف بَنَاَتِِ من & 4905
Sunan Abu
يَُزمِو َجهُ إِذَا Dawud no.
2095
أ ََر َاد
أَ من النِ م
مب Musnad Hasan
Ahmad no.
َوََل تُْن َك ُح Shahih Shahih
صلمى هللاُ
& 8957
Muslim no. َ
الْبِكُْر َح مّت & 1419
ِ
َعلَْيه َو َسلم َم
Sunan al-
Tirmidzi no.
Musnad
تُ ْستَأْذَ َن، Ahmad no.
َكا َن إِ َذا َرفمأَ
1091
9605
قَالُواََ :ي اَن إِذَا إِنْ َس ا
ول هللاِ،
62
َر ُس َ ال: تَ َزمو َج ،قَ َ
ف إِ ْذ َُّنَا؟ َوَكْي َ
66
اَّللُ
َِب َرَك م
ال :أَ ْن قَ َ كَ ،وَِب َرَك لَ َ
ت تَ ْس ُك َ ك، َعلَْي َ
أَ من َجا ِريَةا
Musnad Shahih
Ahmad no. َو ََجَ َع
تبِكْرا أَتَ ِ
بَْي نَ ُك َما ِِف
& 2469
ا Sunan al-
صلى م مب َ النِ م Daruquthni
َخ ٍْري
هللاُ َعلَْي ِه
no. 3566
ولأ من َر ُس ُ Shahih al- Shahih
َو َسلم َم،
Bukhari no.
63
ال َلعْب ِد هللا قَ َ & 2048
ت أَ من فَ َذ َكَر ْ المر ْْحَ ِن بْ ُن
Shahih
Muslim no.
أ ََِب َها َزمو َج َها 67
ٍ ِ 1427
َع ْوف :أ َْوَلْ
َوِه َي َكا ِرَهةٌ ولَو بِشاةٍ
َْ َ
فَ َخ مَريَها النمِ ُّ
ب
َع ْن َخْن َساءَ
Shahih al- Shahih
Bukhari no. َشُّر الطم َع ِام Shahih al- Shahih
ت ِخ َذ ٍام بِْن ِ 6945 Bukhari no.
طَ َع ُام & 5177
صا ِريمِة:
اِلَنْ َ يم ِة، ِ
Shahih
الول َ َ Muslim no.
أَ من أ ََِب َها 68
يُ ْد َعى ََلَا
1432
النِم َك ِ
اح ِلهلي ما
76
ت ْامَرأَةا زفم ِ Shahih al- Shahih أكرم النساء
َ Bukhari no.
ِ
إِ ََل َر ُج ٍل م َن 5162 إَل كرْي وَل
صا ِر، اِلَنْ َ أهاَّنن إَل
ب هللاال نَِ ُّ فَ َق َ لئيم
صلمى هللاُ ََل يَ ْفَرْك Musnad Shahih
َ Ahmad no.
73 ِ
َعلَْيه َو َسلم َم: ُم ْؤِم ٌن & 8363
Shahih
ََي َعائِ َشةُ، ُم ْؤِمنَةا ،إِ ْن Muslim no.
َعلَيه َو َسلمم Dari kutipan di 18ُ َوَوقِمُروا َم ْن تُ َعلِم ُمونَه،َُم ْن تَتَ َعلم ُمو َن ِمْنه
تُ َْه ْل أَمدي
atas nampak jelas bahwa penulis kitab
tersebut (al-Mawardi) tidak menyebutkan
:الَ َمها؟ ق َ َحق secara lengkap para rawi yang terlibat dalam
ٍ وَلَ بَِزفْ رة،َل transmisi riwayat tersebut. Ia hanya
َ menyebutkan riwayatnya berasal dari Nabi
ٍاح َدة
ِو
َ yang seolah-olah ia bertemu langsung dengan
Nabi. Hal yang sama juga dilakukan oleh A.
Dari 31 hadis dha’if yang Hasaan ketika mengambil kutipan riwayat
dicantumkan oleh A. Hassan, sebagian besar dari kitab Al-Taubîkh wa al-Tanbîh karangan
tidak termuat dalam kitab-kitab matan hadis, Abû Syaikh al-Ashbahânî.19
tetapi merupakan beberapa riwayat yang Selain itu, A. Hassan juga mengambil
tedapat dalam kitab adab, doa dan dzikir. riwayat yang diambil dari kitab rijal,
Salah satu ciri dari ketiga macam kitab sebagaimana ia mengutip riwayat dh’aif dari
tersebut biasanya tidak menyebutkan kitab al-Kâmil fî Dhu’afâ al-Rijâl karya Abû
rangkaian rawi pembawa riwayat secara Ahmad bin ‘Adî al-Jurjânî atau yang lebih
sempurna dari awal sampai akhir, kalaupun masyhur disebut Ibnu ‘Adi. Contoh riwayat
ada biasanya langsung disandarkan kepada yang ia kutip: ُج ْوا وَلَ تُطَلِم ُق ْوا فَإِ من الطمالَ َق يَ ْهتَ ُّز ِمْنه
ُ تَ َزمو
Nabi. Selain itu, kalimat yang biasa
digunakan adalah lafazah yurwâ ش
ُ ( الْ َع ْرmenikahlah kalian dan jangan bercerai,
(diriwayatkan). karena perceraian itu bisa menggetarkan
Kalau mengikuti tradisi para ‘arsy).20 Contoh hadis lainnya yang ia kutip
muhadditsîn, penggunaan kata yurwâ ini adalah hadis berikut:
صلمى هللاُ َعلَيْ ِه ِ ِ ِ
biasanya untuk menunjukkan suatu riwayat
َ ف َكا َن َر ُس ْو ُل هللا
َ َكْي:ُت َعائ َشة
ْ َ ُسئل.1
yang lemah yang tidak bisa digunakan ِ
sebagai dasar dalil karena ketidakjelasan
ِ ني النم
اس بَ مس ااما ْ ََو َسلم َم إِذَا َخالَ ِِف الْبَ ْيت؟ قَال
َُ ْ أَل:ت
riwayat itu sendiri. Hanya saja, penulis yang ض محا اكا َ
bersangkutan menyampaikannya kepada ِ ِ ِ ِ ِ ِ
pembaca bukan untuk dijadikan sebagai َ َما أَ ْكَرَم النم َساء, َوأ َََن َخ ْ ُريُك ْم ِل َْهلي، َخ ْ ُريُك ْم َخ ْ ُريُك ْم ِل َْهله.2
landasan dalil yang kuat, melainkan hanya إَِلم َك ِرْْيٌ َوََل أ ََه َاَّنُ من إَِلم لَئِْي ٌم
untuk memperkuat pendapatnya tentang tema
Kedua hadis tersebut terdapat dalam kitab
yang tengah dibicarakan, sebagaimana hal ini
Târîkh Dimasyq karangan Abû al-Qâsim ‘Ali
juga dilakukan oleh A. Hassan dalam buku
bin al-Hasan atau yang lebih masyhur dengan
Kesopanan Tinggi dalam Islam. Maka bisa
sebutan Ibnu ‘Asakir. Hadis pertama terdapat
jadi bahwa kutipan semacam ini bukan
pada juz IV halaman 46 sedangkan hadis
sunguh-sungguh untuk dijadikan sebagai
kedua pada juz XIII halaman 313, dan
landasan dalil yang mandiri tentang topik
keduanya dinilai oleh para kritikus hadis
yang dibicarakan, melainkan untuk
dengan derajat dha’if.
menguatkan konteks pembicaraan yang
Sejauh penelitian penulis, hadis-hadis
tengah diwacanakan.
dha’if yang digunakan oleh A. Hassan tidak
Misalnya riwayat yang dikutip oleh
tergolong parah karena dalam beberapa
A. Hassan dari kitab Adâb al-Dun-ya wa al-
Dîn karya al-Mawardi. Dari kitab tersebut ia
18
mengutip beberapa riwayat yang berkaitan Abû al-Hasan Ali bin Muhammad al-
dengan kesopanan murid terhadap gurunya. Mâwardî, Adab al-Dun-yâ wa al-Dîn (t.tmp: Dâr
Maktabah al-Hayâh, 1986), 84.
Salah satu kalimat yang ia kutip seperti 19
berikut: َوقِمُروا:ال
Lihat Abû Syaikh al-Ashbahânî, Al-
َ َاَّللُ َعلَْي ِه َو َسلم َم أَنمهُ ق
صلمى م ِ ِي َع ْن الن
َ مبم َ ُرِو. Taubîkh wa al-Tanbîh (Kairo: Maktabah al-Furqân,
t.th), 26.
20
Abû Ahmad bin ‘Adî al-Jurjânî, al-Kâmil fî
Dhu’afâ al-Rijâl (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah,
1997), juz VI, 196.
kinkin syamsudin/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 2,2 ( Maret 2018):79-98 97
riwayat lain ada yang menjadi syahid dari Al-Khatîb, Muhammad ‘Ajjâj. Ushûl al-
hadis tersebut. Kemudian, sebagaimana yang Hadîs; ‘Ulûmuh wa Mushthalahuh.
A. Hassan sendiri katakan bahwa hadis-hadis Beirut: Dâr al-Fikr, 2006.
dha’if yang ia masukkan ke dalam bukunya Al-Khudhair, ‘Abd al-Karîm. Tahqîq al-
bukanlah hadis dha’if yang berbicara tentang Raghbah fî Taudhîh al-Nukhbah.
perihal wajib dan haram. Hadis yang ia kutip Riyadh: Maktabah Dâr al-Manhâj.
semata-mata hanya sebagai tambahan 2005.
informasi dari beberapa kitab masyhur yang Al-Mâwardî, Abû al-Hasan Ali bin
seyogianya oleh nalar pembaca pun bisa Muhammad. Adab al-Dun-yâ wa al-
diterima isinya tanpa menganggapnya Dîn. t.tmp: Dâr Maktabah al-
sebagai sebuah kemutlakan. Hayâh. 1986.
Al-Qasimi, Muhammad Jamâl al-Dîn.
C. KESIMPULAN Qawaid al-Tahdîts min Funûn
Buku Kesopanan Tinggi Secara Islam Musthalah al-Hadits. Beirut: Dar al-
merupakan sebuah bukti bahwa A. Hassan Kutub al-‘Ilmiyyah. t.t.
memiliki pemahaman yang utuh perihal hadis Al-Suyûthî, ‘Abd al-Rahmân bin Abî Bakar
dan seputar problematikanya, meskipun sikap Jallâl al-Dîn. Tadrîb al-Râwî fî
dan ijtihad yang ia tuangkan dalam buku Syarh Taqrîb al-Nawâwî. Beirut:
tersebut bukanlah yang pertama kali Dâr al-Fikr. 2006.
dilakukan oleh para penulis kitab atau buku- Al-Syahrazûrî, Abû ‘Amr ‘Abd al-Rahmân.
buku hadis. Artinya, upaya semacam ini Muqaddimah Ibn Shalâh fî ‘Ulûm
sebetulnya sudah dilakukan oleh beberapa al-Hadîts. Kairo: Dâr al-Hadîs.
ulama hadis yang mereka juga sangat selektif 2010.
ketika memilah dan memilih hadis. Artinya, Al-Thahân, Mahmûd. Taisir Musthalah al-
gaya dan pola yang ia jadikan sebagai dasar Hadits (t.tp: Maktabah al-Ma’arif,
dalam penulisan bukunya adalah sebuah 2004.
kelanjutkan dari pemikiran yang pernah Federspliel, Howard M. Persatuan Islam;
dituangkan oleh para penulis hadis terdahulu Pembaharuan Islam Indonesia Abad
dalam kitab hadis mereka. XX, terj. Yudian W. Aswin dan
Meskipun demikian, ijtihad A. Afandi Mukhtar. Yogyakarta:
Hasaan ini tentunya bukan sebuah Gajahmada University Press. 1996.
pengekoran terhadap usaha-usaha yang sudah Hamka, Ayahku: Riwayat Hidup Dr. H.
dilakukan oleh para penulis kitab hadis Abdul Karim Amrullah dan
generasi sebelumnya. Karena ia sendiri, Perjuangan Kaum Agama di
sebagaimana yang disebutkan dalam Sumatera, Jakarta: Umminda. 1982.
pengantar bukunya, menyiratkan bahwa Hassan, Ahmad. Kesopanan Tinggi dalam
penulisan buku itu bukan karena latah Islam. Bandung: CV Diponegoro,
terhadap pemikiran para penulis hadis yang 1992.
lain. Tetapi semata-semata sebagai bukti _____________. Soal Jawab Masalah
bahwa A. Hassan paham tentang hadis yang Agama. Bandung: CV Diponegoro.
ia tuliskan, meskipun terkadang ia tidak bisa 1996.
melepaskan sikap rasionalisnya dalam Minhaji, Akh. A. Hassan; Sang Ideolog
memaami hadis yang bersangkutan. Reformasi Fikih di Indonesia 1887 -
1958, terj. Imam Sofyan. Jakarta:
DAFTAR PUSTAKA Pembela Islam. 2015.
Al-Ashbahânî, Abû Syaikh. Al-Taubîkh wa Mughni, Syafiq A. Hasan Bandung; Pemikir
al-Tanbîh. Kairo: Maktabah al- Islam Radikal, Surabaya: Bina Ilmu.
Furqân. t.th. 1994.
Al-Jurjânî, Abû Ahmad bin ‘Adî. al-Kâmil fî MZ, Zainuddin. “Critizm rationale of A.
Dhu’afâ al-Rijâl. Beirut: Dâr al- Hassan Bangil in validity on hadith”
Kutub al-‘Ilmiyyah. 1997. Journal of Asian Scientific
98 kinkin syamsudin/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 2,2 ( Maret 2018):79-98