Anda di halaman 1dari 12

Pratikum 4

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE

A. Defenisi Stroke
kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak.
Secara sederhana stroke dapat didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya
suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke non hemoragik) ataupun perdarahan
(stroke hemoragik) (Junaidi, 2011).
B. Tujuan.
Menurut Potter dan Perry (2005) tujuan merubah posisi yaitu :
1. Mencegah nyeri otot
2. Mengurangi tekanan
3. Mencegah kerusakan syaraf dan pembuluh darah
4. Mencegah kontraktur otot
5. Mempertahankan tonus otot dan reflek
6. Memudahkan suatu tindakan baik medic maupun keperawatan.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala pada dekubitus untuk pertama kali ditandai dengan kulit eritema
atau kemerahan, terdapat ciri khas dimana bila ditekan dengan jari, tanda eritema
akan lama kembali lagi atau persisten. Kemudian diikuti dengan kulit mengalami
edema dan temperatur di area tersebut meningkat atau bila diraba akan terasa hangat,
tanda pada luka dekubitus ini akan dapat berkembang hingga sampai ke jaringan otot
dan tulang (Suriadi, 2004).

D. Penata Laksanaan.
1. Farmakologi

a. Aspirin: dapat mencegah berulangnya stroke pada pasien stroke non


hemoragik.
b. Tiklopidin: bekerja mencegah stroke kambuh pada pasien pasca stroke.
c. Antikoagulan: efek samping yang di timbulkan yaitu perdarahan dan
berkurangnya jumlah keping darah, yang cendrung membentuk bekuan darah
(trombosis).
d. Clopidogrel : untuk menurunkan presentase terjadinya aterosklerotik yang
terdapat pada penderita yang dikarenakan oleh stroke sebelumnya (Ida dan
Nila, 2009)
2. Non farmakologi
a. Hitung darah lengkap
b. Kimia Klinik

c. Masa protombin
d. Urinalisis (Padila, 2012)

E. Komplikasi
Menurut pudjiastuti (2011), pada pasin stroke berbaring lama dapat menyebabkan
masalah emosional dan fisik yaitu:
1. Bekuan darah
Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan,
pembengkakan selain itu juga menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang
terbentuk dalam satu arteri yang mengalirkan darah ke paru.
2. Dekubitus
Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan tumit bila
memar ini tidak bisa dirawat bisa menjadi infeksi.
3. Pneumonia
4. Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini menyebabkan
cairan berkumpul di paru-paru dan selanjutnya menimbulkan pneumonia.

F. Pengkajian

a. Identitas klien
1. Pasien (diisi lengkap): Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Status
perkawinan, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Suku Bangsa, Tanggal Masuk
RS, No CM.
2. Penanggungjawab (diisi lengkap): Nama, Umur, Alamat, Jenis Kelamin,
Agama, Pendidikan, Pekerjaan.

b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
2. Keluhan yang dirasakan pasien pada saat pengkajian.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit yang diderita pasien pada saat masuk rumah sakit.
4. Riwayat kesehatan yang lalu
Riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh
pasien.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh keluarga yang lain atau riwayat
penyakit lain baik bersifat genetis maupun tidak.

c. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
2. Pemeriksaan persistem
a) Sistem persepsi sensori
pemeriksaan 5 indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
pengecap, perasa.
b) Sistem persyarafan
Bagaimana tingkat kesadarn, GCS, reflek bicara, pupil, orientasi
waktu dan tempat.
c) Sistem pernafasan
Nilai frekuensi nafas, kualitas, suara dan jalan nafas.
d) Sistem kardiovaskuler
Nilai tekanan darah, nadi dan irama, kualitas dan frekuensi.
e) Sistem gastrointestinal
Nilai kemampuan menelan, nafsu makan atau minum, peristaltik,
eliminasi.
f) Sistem integumen
Nilai warna, turgor, tekstur dari kulit pasien.
g) Sistem reproduksi
h) Sistem perkemihan
Nilai frekuensi BAK, dan Volime BAK.
d. Pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan: pada pasien hipertensi terdapat
juga kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan.
2. Pola aktivitas dan latihan: pada pasien hipertensi terkadang mengalami atau
merasa lemas, pusing, kelelahan, kelemahan otot, dan kesadaran menurun.
3. Pola nutrisi dan metabolisme: pada pasien hipertensi terkadang
mengalami mual muntah
a. Pola eliminasi
b. Pola istirahat tidur
c. Pola kognitif perceptual
d. Pola persepsi dan konsep diri
e. Pola toleransi dan koping strees: biasanya mengalami strees psikologi
f. Pola seksual reproduktif
g. Pola hubungan peran
h. Pola nilai dan keyakinan.

G. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan intra
kranial.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan energi dan
kelelahan.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
d. Resiko kerusakan integritas kuli berhubungan dengan imobilitas fisik.

H. Intervensi

a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan


tekanan intrakranial
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dapat teratasi dengan kriteria
hasil:
1. Tekanan darah dalam batas normal
2. Tidak ada keluhan sakit kepala atau pusing
3. Nilai pemeriksaan laboratorium dalam batas normal
4. Tanda-tanda vital stabil.

Intervensi

1) Monitor tekanan darah tiap 4 jam


Rasional: untuk mengevaluasi perkembangan penyakit dan keberhasilan terapi.
2) Pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler.
Rasional: membantu menurunkan kebutuhan oksigen
3) Pantau nilai laboratorium
Rasional: untuk mmengetahui indikator perfusi atau fungsi organ.
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat.
Rasional : untuk membantu memper cepat proses penyembuhan.

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan energi dan


kelelahan.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nafas
menjadi efektif dengan kriteria hasil:
1. Tidak terpasang oksigen
2. Tidak menggunakan otot bantu pernapasan
3. Pasien mempunyai irama dan kecepatan bernafas dalam batas normal
antara 16-24x/ menit.
Intervensi
(1) Monitor keadaan pernafasan
Rasional: untuk memastikan kepatenan jalan nafas
(2) Tinggikan kepala (posisi head up 300 ) Rasional: untuk memberi rasa
nyaman.
(3) Anjurkan pasien membatasi kegiatan Rasional: untuk mengurangi sesak
nafas
(4) Kolaborasi dalam pemberian oksigen
(5) Rasional: untuk membantu pasien dalam suplai oksigen

c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam diharapkan masalah

hambatan mobilitas fisik dapat tertasi dengan kriteria hasil:

1. Pasien berpartisipasi dalam program latihan

2. Pasien mencapai keseimbangan saat duduk

3. Pasien dapat menggunakan sisi tubuh yang tidak sakit untuk kompensasi

hilangnya fungsi pada sisi hemiplagi.

Intervensi
(1) Berikan posisi yang nyaman
Rasional : untuk mencegah konraktur, merendahkan tekanan
(2) Berikan posisi tidur yang tepat
Rasional: mempertahankan posisi tegak ditempat tidur dan
mencegah terbentuknya dekubitus.
(3) Ubah posisi pasien tiap 2 jam
Rasional: mengurangi takanan dan mengubah posisi dengan
sering untuk mencegah dekubitus.
(4) Kolaborasi dengan fisioterapi
Rasional: untuk meningkatkan kekuatan otot.
b. Kerusakan integritas kuli berhubungan dengan imobilitas fisik.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam diharapka

kerusakan integritas kulit tidak terjadi dengan kriteria hasil:

1. Turgor kulit tidak lebih dari 3 detik


2. Kulit tidak kemerahan
Intervensi
1. Observasi kulit
Rasional: untuk mengetahui keadaan kulit
2. Ubah posisi setiap 2 jam
Rasional: untuk mencegah dekubitus
3. Atur posisis miring dengan penyangga bantal
Rasional: untuk menaikan titik penekanan dari tempat tidur.
4. Ajarkan keluarga untuk mengubah posisi pasien setiap 2 jam.
Rasional: agar keluarga secara mandiri ikut membantu untuk mencegah
dekubitus.
I. Bahan yang digunakan dalam aplikasi riset ini, yaitu :
1. Bahan yang digunakan untuk massase : baby oil atau lotion
2. Bahan yang digunakan untuk merubah posisi : bantal sejumlah 3.

J. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset

NO TINDAKAN
A FASE ORIENTASI
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri
3 Kontrak waktu
4 Menjelaskan tujuan tindakan
5 Menyiapkan alat ke dekat pasien
6 Mencuci tangan

B FASE KERJA
1 Menjaga privasi pasien

2 Memposisikan pasien dengan posisi SIM (miring)


3 Membuka baju pasien
4 Mengobservasi adanya luka dekubitus atau tidak
5 Oleskan punggung dengan minyak atau baby oil
6 Melakukan masase pada punggung
Memijat atau menepuk-nepuk punggung pasien selama 5-15
menit
7 Mengajarkan pada keluarga untuk merubah posisi pasien
8 Menganjurkan keluarga untuk merubah posisi pasien setiap 2
jam
Sekali

C FASE TERMINASI
1 Merapikan pasien
2 Melakukan evaluasi tindakan
3 Merapikan alat
4 Berpamitan
5 Mencuci tangan
K. Alat Ukur Evaluasi Dari Aplikasi Tindakan Berdasarkan Riset
Menurut Potter dan Perry (2005) sebagai hasil ukur yang ditetapkan dalam massase
adalah:
a. Baik : jika massase dilakukan sesuai standard luka decubitus tidak terjadi.
b. Cukup : jika massase dilakukan sesuai standart tapi tidak sesuai jadwal dan
luka decubitus tidak terjadi.
c. Kurang : jika massase dilakukan tidak sesuai standard luka dan
decubitus terjadi kurang satu minggu.
PRATIKUM 5

A. PERAN DAN FUNGSI PERAWAT PADA MASALAH KASUS KRITIS

1. Pemberi Asuhan Keperawatan


Perawat memberikan askep kepadsa klien dengan kasus kritis akibat gangguan dari
berbagai sistem tubuh manusia dengan menggunakan proses keperawatan

2. Advocad Klien
Perawat membantu klien dan keluarga :
a. Dalam menginter pretasikan berbagai informasi dari pely.Kes khususnya dalam
pengambilan persetujuan atas tindakan keperaewatan yang diberikan kepada klien
dengan kasus kritis akibat dari gangguan dari berbagai sistem tubuh manusia.
b. Mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien dengan kasus penyakit kritis,
yang meliputi hak atas pelayanan yang sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang
penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk mementukan nasipnya sendiri dan hak
untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.

3. Pendidik/ Edukator

Perawat membantu klien dengan kasus kritis dalam meningkatkan pengetahuan


kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi
perubahan perilaku klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan

4. Koordinator

Perawat mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasikan pelayanan kesehatan


dari tim kesehatan di unit perawatan intensive, sehingga pemberian pelayanan
kesehatan dapat terarah dan sesuai dengan kebutuhan klien.

5. Kolaborator

Perawat melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan yang terdiri dari dokter,
fisioterafis, ahli giji dan lain-lain dengan berupaya mengeditifikasi pelayanan
keperawatan kritis yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam
bentuk pelayanan selanjutnya.
6. Konsutan

Perawat sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang
tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi
tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan. Peran ini dilakukan atas
permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang
diberikan.

7. Peneliti

Perawat melakukan penelitian keperawatan dengan kasus kritis akibat gangguan dari
berbagai sistem tubuh manusia sebagai upaya peningkatan dan pengembangan ilmu
keperawatan yang berkesinambungan sesuai dengan perkembangan ilmu dan
teknologi keperawatan.

B. FUNSI PERAWAT

Dalam menjalankan tugasnya, fungsi perawat kritis adalah :

1. Funsi Indevenden

a. Merupakan fungsi mandiri yang tidak tergantung pada orang lain

b. Perawat dalam mel;aksanakan tugasnya dilakukan secara mandiri dengan


keputusan sendiri

Misalnya : perawat melakukan perawatan canul Tracheotomi, melakukan


tindakan mobilisasi posisi tidur klien untuk mencegah dekubitus

2. Devenden

a. Perawat dalam melaksanakan tugasnya atas pesan atau instruksi dari perawat lain.

b. Sebagai tindakan keperawatan merupakan pelimpahan tugas yang diberikan

Misalnya : Seorang perawat di unit perawatan intensive mendapatkan tugas


mengelola sejumlah klien dari kepala ruangan langsung
3. Fungsi interdevenden

a. Perawat kritis dalam memberikan askep klien tidak dapat bekerja sendiri namun
membutuhkan kerja sama dengan tim kesehatan lain ( Dokter, Ahli Gizi,
Fisioterapis, Dll)
PRETIKUM 6

Fungsi advokasi pada masalah kasus kritis

1. Pengertian umum

Advokasi adalah usahan untuk memperbaharui kebijakan public melalui bermacam macam bentuk
komuniksai persuasive.

Advokasi tidak hanya sekedar melakukan lobby politik, ttp mencakup kegiatan persuasif
memberikan semangat dan bahkan sampai memberikan tekanan pada pemimpin institusi
keperawatan.

2. Keperawatan

Advokasi perawat adalah perawat membela kepentingan klien dan membantu memahami semua
informasi (termasuk hak-hak pasien) dan upaya kesehatan. Yang doiberikan oleh tim kesehatan
baik secara tradisional maupun professional

Advokasi perawat kritis adalah perawat membela kepentingan klien membantu memahami semua
informasi (termasuk hak-hak pasien) dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan baik
secara tradisional maupun professional.

Advokasi perawat pada klien dengan penyakit kritis


Adapun perawat membela kepentingan klien dan membantu semua informasi (termasuk hak-hak
pasien) dalam upaya mengatasi penyakit kritis klien yang diberikan oleh tim kesehatan
professional dengan mempertimbangkan etis dan legal aspek keperawatan

3. Bentuk advokasi kep kritis


1. Sebagai pelindung
Perawat melakukan segala tindakan keperawatan baik mandiri atau kolaborasi kepada klien
dengan tujuan mempertahankan dan menyelamatkan jiwa klien.

2. Sebagai mediator
Perawat menjembatangin komunikasi antara klien dengan kasus kritis akibat gangguan dari
berbagai sistem tubuh dengan tim kesehatan lain,termasuk mengkomunikasikan semua
pengobatan yang diterima pasien

3. Sebagai pelaksanaan tindakan


Perawatan kritis melakukan semua tindakan keperawatan dan tindakan delegasi sesuai dengan
kompetensi yang dimiliki perawat dengan mempertimbanhgkan etik dan legal aspek

Anda mungkin juga menyukai