Anda di halaman 1dari 23

1.

3 Antitukak
Tukak peptik dapat terjadi di lambung, duodenum, esofagus bagian bawah, dan
stoma gastroenterostomi (setelah bedah lambung).

Penyembuhan dapat dibantu dengan berbagai cara seperti penghentian kebiasaan


merokok dan minum antasida dan minum obat penghambat sekresi asam, namun
sering terjadi kambuh jika pengobatan dihentikan. Hampir semua tukak
duodenum dan sebagian besar tukak lambung yang tidak disebabkan oleh AINS,
penyebabnya adalah bakteri Helicobacter pylori. Pengobatan infeksi Helicobacter
pylori dan tukak yang disebabkan oleh AINS akan dibahas di bawah ini.

Infeksi Helicobacter pylori

Penyembuhan tukak lambung dan tukak duodenum dapat dilakukan dengan cepat
melalui eradikasi Helicobacter pylori. Direkomendasikan untuk memastikan
terlebih dahulu adanya H. pylori sebelum memulai terapi eradikasi. Penggunaan
kombinasi penghambat sekresi asam dengan antibakteri sangat efektif dalam
eradikasi H.pylori. Infeksi kambuhan jarang terjadi. Kolitis karena penggunaan
antibiotik merupakan risiko yang tidak umum terjadi.

Regimen terapi satu minggu yang terdiri dari 3 jenis obat yaitu penghambat
pompa proton, amoksisilin dan klaritromisin atau metronidazol, dapat
mengeradikasi H.pylori pada 90 % kasus. Setelah 1 minggu, obat dihentikan,
kecuali terjadi komplikasi tukak seperti hemoragi atau perforasi.

Resistensi terhadap klaritromisin atau metronidazol lebih sering terjadi


dibandingkan terhadap amoksisilin dan hal ini dapat terjadi pada saat terapi.
Karena itu, regimen yang terdiri dari amoksisilin dan klaritromisin
direkomendasikan sebagai terapi awal eradikasi dan regimen yang terdiri dari
amoksisilin dan metronidazol untuk kegagalan terapi eradikasi. Ranitidin bismut
sitrat dapat digunakan sebagai pengganti penghambat pompa proton. Regimen
lain, termasuk kombinasi klaritromisin dan metronidazol sangat baik digunakan
pada keadaan tertentu. Kegagalan terapi biasanya disebabkan oleh resistensi
bakteri atau kepatuhan pasien yang rendah.

Regimen terapi dua minggu yang terdiri dari 3 jenis obat memberikan
kemungkinan yang besar dalam kecepatan eradikasi dibandingkan regimen terapi
satu minggu, tetapi efek samping sering terjadi dan rendahnya kepatuhan pasien
akan lebih sering ditemukan.

Regimen 2 minggu terapi yang terdiri dari 2 jenis obat yaitu penghambat pompa
proton dan antibakteri tunggal tidak direkomendasikan.
Regimen 2 minggu menggunakan trikalium disitratobismutat dengan penghambat
pompa proton dan dua antibakteri mungkin memiliki peran pada penanganan
kasus yang resisten setelah dilakukan konfirmasi adanya H. pylori.

Tinidazol atau tetrasiklin dapat pula digunakan untuk eradikasi H. pylori; obat-
obat ini sebaiknya dikombinasi dengan obat penghambat sekresi asam dan
antibakteri lain.

Tidak ada bukti yang memadai untuk mendukung terapi eradikasi pada pasien
anak-anak, yang terinfeksi H. pylori namun tetap menggunakan AINS.

Tukak yang disebabkan oleh AINS

Perdarahan saluran cerna dan tukak dapat terjadi pada penggunaan AINS (bagian
12.1.1). Jika memungkinkan, penggunaan AINS sebaiknya dihentikan pada
keadaan ini. Pada individu yang berisiko mengalami tukak, penghambat pompa
proton atau antagonis reseptor-H2 seperti ranitidin diberikan dua kali dosis lazim,
atau misoprostol dapat dipertimbangkan untuk mencegah tukak lambung dan
tukak duodenum yang disebabkan oleh AINS; reaksi kolik dan diare dapat
membatasi dosis misoprostol.

Pada pasien yang sedang dalam terapi AINS, eradikasi H. pylori tidak
direkomendasikan karena tidak akan mengurangi risiko perdarahan atau tukak
akibat AINS. Akan tetapi, pasien yang baru memulai terapi AINS jangka panjang
dengan H. pylori positif atau memiliki riwayat tukak lambung atau tukak
duodenum, eradikasi H. pylori dapat mengurangi risiko tukak.

Jika pemberian AINS dapat dihentikan pada pasien yang mengalami tukak,
penghambat pompa proton biasanya menghasilkan penyembuhan yang lebih
cepat, tetapi tukaknya dapat diterapi dengan antagonis reseptor-H 2 atau
misoprostol.

Jika terapi AINS perlu diteruskan, hal-hal berikut dapat dilakukan:

 Atasi tukak dengan penghambat pompa proton dan selama penyembuhan


tetap dilanjutkan dengan pemberian penghambat pom proton (dosis tidak
perlu dikurangi karena dapat terjadi tukak yang bertambah parah tanpa
disertai gejala)
 Atasi tukak dengan penghambat pompa proton dan dilanjutkan dengan
misoprostol selama penyembuhan sebagai terapi pemeliharaan (kolik dan
diare dapat terjadi, yang memerlukan pengurangan dosis)
 Atasi tukak dengan penghambat pompa proton dan kemudian ganti AINS
dengan AINS yang selektif yaitu COX-2.
Tabel 1.1 Rekomendasi Regimen untuk eradikasi Helicobacter pylori
Antibakteri
Penekan Asam
Amoksisilin Klaritromisin Metronidazol
500 mg, 2
Esomeprazol 1 g, 2 kali sehari -
kali sehari
500 mg, 2
20 mg, 2 kali sehari - 400 mg, 2 kali sehari
kali sehari
500 mg, 2
1 g, 2 kali sehari -
Lansoprazol kali sehari
1 g, 2 kali sehari - 400 mg, 2 kali sehari
30 mg, 2 kali sehari 500 mg, 2
- 400 mg, 2 kali sehari
kali sehari
500 mg, 2
1 g, 2 kali sehari -
Omeprazol kali sehari
500 mg, 3 kali sehari - 400 mg, 2 kali sehari
20 mg, 2 kali sehari 500 mg, 2
- 400 mg, 2 kali sehari
kali sehari
500 mg, 2
Pantoprazol 1 g, 2 kali sehari -
kali sehari
500 mg, 2
40 mg, 2 kali sehari - 500 mg, 2 kali sehari
kali sehari
500 mg, 2
Rekomendasi Regimen1untuk
Tabel 1.2Rabeprazol g, 2 kali sehari
eradikasi Helicobacter -
pylori pada
kali sehari anak
Dosis Oral 500 mg, 2
20 mg, 2Usia
Terapi Eradikasi kali sehari - 400 mg, 2 kali sehari
kali sehari
(untuk digunakan dalam kombinasi
500 mg, 2 omeprazol)
Ranitidin bismuth 1 g, 2 kali sehari
250 mg, 2 kali sehari (dengan -
klaritromisin)
1 - 6 tahun kali sehari
sitrat 125
1 g,mg, 3 kali
2 kali sehari (dengan
sehari - metronidazol)
500 mg, 2 kali sehari
500 mg, 2 kali sehari (dengan klaritromisin)
500 mg, 2
Amoksisilin
400 mg, 62 -kali
12 sehari
tahun - 500 mg, 2 kali sehari
250 mg, 3 kali sehari (dengan metronidazol)
kali sehari
1 g, 2 kali sehari (dengan klaritromisin)
12 - 18 tahun
500 mg, 3 kali sehari (dengan metronidazol)  
62,5 mg, 2 kali sehari (dengan metronidazol atau
1 - 2 tahun  
amoksisilin)
125 mg, 2 kali sehari (dengan metronidazol atau
2 - 6 tahun  
amoksisilin)
187,5 mg, 2 kali sehari (dengan metronidazol
Klaritromisin 6 - 9 tahun
atau amoksisilin)
250 mg, 2 kali sehari (dengan metronidazol atau
9 - 12 tahun
amoksisilin)
500 mg, 2 kali sehari (dengan metronidazol atau
12 - 18 tahun
amoksisilin)
100 mg, 2 kali sehari (dengan klaritromisin)
1 - 6 tahun
100 mg, 3 kali sehari (dengan amoksisilin)
200 mg, 2 kali sehari (dengan klaritromisin)
Metronidazol 6 - 12 tahun
200 mg, 3 kali sehari (dengan amoksisilin)
400 mg, 2 kali sehari (dengan klaritromisin)
12 - 18 tahun
400 mg, 3 kali sehari (dengan amoksisilin)
Antitukak dibagi dalam 4 sub-sub kelas terapi sebagai berikut:
1.3.1 Antagonis reseptor-H2
1.3.2 Kelator dan senyawa kompleks
1.3.3 Analog prostaglandin
1.3.4 Penghambat pompa proton

1.3.1 Antagonis Reseptor-H2


Semua antagonis reseptor-H2 mengatasi tukak lambung dan duodenum dengan
cara mengurangi sekresi asam lambung sebagai akibat penghambatan reseptor
histamin-H2. Obat ini dapat juga digunakan untuk mengatasi gejala refluks
gastroesofagus (GERD). Meskipun antagonis reseptor-H2 dosis tinggi dapat
digunakan untuk mengatasi sindroma Zollinger-Ellison, namun penggunaan
penghambat pompa proton lebih dipilih.

Terapi pemeliharaan dengan dosis rendah pada pasien yang mengalami infeksi H.
pylori, termasuk untuk anak telah digantikan oleh regimen eradikasi (lihat 1.3).
Terapi pemeliharaan kadang digunakan pada pasien yang sering mengalami
kekambuhan yang berat dan untuk pasien lansia yang menderita komplikasi tukak.

Pada pasien dengan usia yang lebih muda pengobatan dispepsia dengan antagonis
reseptor-H2 dapat diterima, namun perhatian khusus perlu diberikan kepada orang
dewasa yang lebih tua karena adanya kemungkinan kanker lambung.

Terapi antagonis reseptor-H2 dapat membantu proses penyembuhan tukak yang


disebabkan oleh AINS (terutama duodenum) (bagian 1.3).

Penggunaan antagonis reseptor-H2 pada hematemesis dan melena tidak


menunjukkan kemanfaatan, namun penggunaan profilaksis dapat mengurangi
frekuensi pendarahan dari erosi gastroduodenum pada kasus koma hepatik, dan
mungkin pada kasus-kasus lain yang memerlukan perawatan intensif. Penggunaan
antagonis reseptor-H2 juga mengurangi risiko aspirasi asam pada pasien obstetrik
pada saat melahirkan (sindroma Mendelson).

Peringatan: Antagonis reseptor-H2 sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada


pasien dengan gangguan ginjal (Lampiran 3), kehamilan (Lampiran 4), dan pasien
menyusui (Lampiran 5). Antagonis reseptor-H2 dapat menutupi gejala kanker
lambung; perhatian khusus perlu diberikan pada pasien yang mengalami
perubahan gejala dan pada pasien setengah baya atau yang lebih tua.

Efek samping: Efek samping antagonis reseptor-H2 adalah diare dan gangguan
saluran cerna lainnya, pengaruh terhadap pemeriksaan fungsi hati (jarang,
kerusakan hati), sakit kepala, pusing, ruam dan rasa letih. Efek samping yang
jarang adalah pankreatitis akut, bradikardi, AV block, rasa bingung, depresi dan
halusinasi, terutama pada orang tua atau orang yang sakit parah, reaksi
hipersensitifitas (termasuk demam, artralgia, mialgia, anafilaksis), gangguan darah
(termasuk agranulositosis, leukopenia, pansitopenia, trombositopenia) dan reaksi
kulit (termasuk eritema ultiform, dan nekrolisis epidermal yang toksik).
Dilaporkan juga kasus ginekomastia dan impotensi, namun jarang terjadi.

Interaksi: Simetidin menghambat metabolisme obat secara oksidatif di hati


dengan cara mengikat sitokrom P450 di mikrosom. Penggunaannya sebaiknya
dihindari pada pasien yang sedang mendapat terapi warfarin, fenitoin dan teofilin
(atau aminofilin), sedangkan interaksi lain (lihat lampiran 1), mungkin kurang
bermakna secara klinis. Famotidin, nizatidin, dan ranitidin tidak memiliki sifat
menghambat metabolisme obat seperti halnya simetidin.

Monografi: 

FAMOTIDIN
Indikasi: 

tukak lambung dan tukak duodenum, refluks esofagitis, sindrom Zollinger-Ellison


(lihat keterangan di atas)

Peringatan: 

lihat keterangan di atas

Interaksi: 

Lampiran 1 (antagonis reseptor-H2) dan keterangan di atas.

Efek Samping: 

lihat keterangan di atas; juga ansietas, anoreksia, mulut kering, cholestatic


jaundice yang sangat jarang.

Dosis: 

pengobatan tukak lambung dan duodenum 40 mg sebelum tidur malam; selama 4-


8 minggu; pemeliharaan (tukak duodenum) 20 mg sebelum tidur malam; Anak.
Tidak dianjurkan.
Refluks esofagitis, 20-40 mg 2 kali sehari selama 6-12 minggu; pemeliharaan, 20
mg 2 kali sehari. Sindroma Zollinger-Ellison (lihat keterangan di atas), 20 mg
setiap 6 jam (dosis lebih tinggi pada pasien yang sebelumnya telah menggunakan
antagonis reseptor-H2 lain); dosis sampai 800 mg sehari dalam dosis terbagi.

FAMOTIDIN-ANTASIDA
Keterangan: 

Lihat 1.1

NIZATIDIN
Indikasi: 

tukak lambung dan tukak duodenum, refluks esofagitis

Peringatan: 

lihat keterangan di atas; juga hindari injeksi intravena secara cepat (risiko aritmia
dan hipotensi postural), gangguan fungsi hati.

Interaksi: 

lihat lampiran 1 (antagonis reseptor-H2) dan keterangan di atas

Efek Samping: 

lihat keterangan di atas; juga berkeringat; hiperurisemia (jarang)

Dosis: 

Oral: tukak lambung dan tukak duodenum atau tukak karena AINS, pengobatan
300 mg sebelum tidur malam atau 150 mg 2 kali sehari selama 4-8 minggu:
pemeliharaan 150 mg sebelum tidur malam; Anak: tidak dianjurkan.

Refluks esofagitis, 150-300 mg 2 kali sehari selama sampai 12 minggu.

Infus intravena: untuk penggunaan jangka pendek pada tukak lambung pasien
rawat inap sebagai alternatif terhadap penggunaan oral, dengan cara infus
intravena berselang (intermittent) selama 15 menit, 100 mg 3 kali sehari, atau
dengan cara infus intravena berkesinambungan, 10 mg/jam, maksimal 480 mg
sehari; Anak: tidak dianjurkan.

RANITIDIN
Indikasi: 

tukak lambung dan tukak duodenum, refluks esofagitis, dispepsia episodik kronis,
tukak akibat AINS, tukak duodenum karena H.pylori, sindrom Zollinger-Ellison,
kondisi lain dimana pengurangan asam lambung akan bermanfaat.

Peringatan: 

lihat keterangan di atas; hindarkan pada porfiria

Interaksi: 

Lampiran 1 (Antagonis reseptor - H2) dan keterangan di atas

Kontraindikasi: 

penderita yang diketahui hipersensitif terhadap ranitidin

Efek Samping: 

lihat keterangan di atas; takikardi (jarang), agitasi, gangguan penglihatan,


alopesia, nefritis interstisial (jarang sekali)

Dosis: 

oral, untuk tukak peptik ringan dan tukak duodenum 150 mg 2 kali sehari atau
300 mg pada malam hari selama 4-8 minggu, sampai 6 minggu pada dispepsia
episodik kronis, dan sampai 8 minggu pada tukak akibat AINS (pada tukak
duodenum 300 mg dapat diberikan dua kali sehari selama 4 minggu untuk
mencapai laju penyembuhan yang lebih tinggi); ANAK: (tukak lambung) 2-4
mg/kg bb 2 kali sehari, maksimal 300 mg sehari. Tukak duodenum karena H.
pylori, lihat regimen dosis eradikasi. Untuk Gastroesophageal Reflux Disease
(GERD), 150 mg 2 kali sehari atau 300 mg sebelum tidur malam selama sampai 8
minggu, atau bila perlu sampai 12 minggu (sedang sampai berat, 600 mg sehari
dalam 2-4 dosis terbagi selama 12 minggu); pengobatan jangka panjang GERD,
150 mg 2 kali sehari. Sindrom Zollinger-Ellison (lihat juga keterangan di atas),
150 mg 3 kali sehari; dosis sampai 6 g sehari dalam dosis terbagi.

Pengurangan asam lambung (profilaksis aspirasi asam lambung) pada obstetrik,


oral, 150 mg pada awal melahirkan, kemudian setiap 6 jam; prosedur bedah,
dengan cara injeksi intramuskuler atau injeksi intravena lambat, 50 mg 45-60
menit sebelum induksi anestesi (injeksi intravena diencerkan sampai 20 mL dan
diberikan selama tidak kurang dari 2 menit), atau oral: 150 mg 2 jam sebelum
induksi anestesi, dan juga bila mungkin pada petang sebelumnya.
Anak: Neonatus 2 mg/kg bb 3 kali sehari namun absorpsi tidak terjamin;
maksimal 3 mg/kg bb 3 kali sehari; Usia 1-6 bulan: 1 mg/kg bb 3 kali sehari
(maks. 3 mg/kg bb 3 kali sehari); Usia 6 bulan-12 tahun: 2-4 mg/kg bb (maks. 150
mg) 2 kali sehari; Usia 12-18 tahun: 150 mg 2 kali sehari.

Injeksi intramuskuler: 50 mg setiap 6-8 jam.

Injeksi intravena lambat: 50 mg diencerkan sampai 20 mL dan diberikan selama


tidak kurang dari 2 menit; dapat diulang setiap 6-8 jam.

Anak. Neonatus: 0,5-1 mg/kg bb setiap 6-8 jam; Usia 1 bulan-18 tahun: 1 mg/kg
bb (maks. 50 mg) setiap 6-8 jam (dapat diberikan sebagai infus intermiten pada
kecepatan 25 mg/jam).

Infus intravena: 25 mg/jam selama 2 jam; dapat diulang setiap 6-8 jam.

Anak. Neonatus: 30-60 mg microgram/kg bb/jam (maks. 3 mg/kg bb sehari); Usia


1 bulan-18 tahun: 125-250 mikrogram/kg bb/jam.

Pemberian pada anak untuk injeksi intravena lambat dengan cara diencerkan
hingga kadar 2,5 mg/mL menggunakan glukosa 5%, natrium klorida 0,9% atau
campuran natrium laktat. Diberikan selama sekurang-kurangnya 3 menit. Untuk
infus intravena, diperlukan pengenceran lebih lanjut.

RANITIDIN BISMUTH SITRAT


Indikasi: 

mengatasi tukak duodenum dan tukak lambung ringan; eradikasi H. pylori dan
mencegah tukak duodenum kambuhan, dalam kombinasi dengan klaritromisin
atau amoksisilin.

Peringatan: 

lihat keterangan di atas; lihat juga pada Trikalium disitratobismuthat; gangguan


fungsi ginjal (lihat Lampiran 3)

Interaksi: 

lihat lampiran 1 (Antagonis H2 Histamin) dan keterangan di atas

Kontraindikasi: 

Kehamilan (lihat Lampiran 4); menyusui (lihat Lampiran 5); porfiria


Efek Samping: 

lihat keterangan di atas; dapat membuat warna lidah lebih gelap atau
menghitamkan feses; takikardi (jarang), agitasi, gangguan penglihatan, alopesia,
eritema multiforme, vaskulitis (sangat jarang)

Dosis: 

Tukak duodenum atau tukak lambung ringan, 400 mg dua kali sehari, lebih
disarankan diminum bersama dengan makanan, selama 8 minggu pada tukak
lambung ringan atau 4-8 minggu pada tukak duodenum; Anak: tidak
direkomendasikan.

Eradikasi H. pylori, lihat regimen dosis eradikasi (1.3) atau 400 mg dua kali sehari
dengan amoksisilin 500 mg, empat kali sehari (dua gram sehari) atau klaritromisin
250 mg, empat kali sehari atau 500 mg tiga kali sehari (total dosis sehari, 1-1,5 g)
selama dua minggu pertama dan diikuti dengan ranitidin bismuth sitrat 400 mg,
dua kali sehari; pengobatan dengan ranitidin bismuth sitrat sebaiknya dilanjutkan
selama total 4 minggu; pengobatan jangka panjang (pemeliharaan) tidak
direkomendasikan. (maksimum total lama pengobatan adalah 16 minggu dalam
tiap 1 tahun); Anak: tidak direkomendasikan.

Konseling: Mungkin membuat warna lidah lebih gelap dan menghitamkan feses.
Pemberian dua kali sehari dilakukan pada pagi dan sore hari.

SIMETIDIN
Indikasi: 

tukak lambung dan tukak duodenum jinak, tukak stomal, refluks esofagitis,
sindrom Zollinger-Ellison, kondisi lain di mana pengurangan asam lambung akan
bermanfaat.

Peringatan: 

lihat keterangan di atas; injeksi intravena lebih baik dihindari (infus lebih baik)
terutama pada dosis tinggi dan pada gangguan kardiovaskuler (risiko aritmia);

Interaksi: 

lihat Lampiran 1 (antagonis-H2) dan keterangan di atas.

Efek Samping: 
lihat keterangan di atas; juga alopesia; takikardia (sangat jarang), nefritis
interstitial

Dosis: 

oral, 400 mg 2 kali sehari (setelah makan pagi dan sebelum tidur malam) atau 800
mg sebelum tidur malam (tukak lambung dan tukak duodenum) paling sedikit
selama 4 minggu (6 minggu pada tukak lambung, 8 minggu pada tukak akibat
AINS); bila perlu dosis dapat ditingkatkan sampai 4 x 400 mg sehari atau sampai
maksimal 2,4 g sehari dalam dosis terbagi (misal: stress ulcer); anak lebih 1
tahun, 25-30 mg/kg bb/hari dalam dosis terbagi.

Pemeliharaan, 400 mg sebelum tidur malam atau 400 mg setelah makan pagi dan
sebelum tidur malam. Refluks esofagitis, 400 mg 4 kali sehari selama 4-8 minggu.

Sindrom Zollinger Ellison (tapi lihat keterangan di atas), 400 mg 4 kali sehari atau
bisa lebih.

Profilaksis tukak karena stres, 200-400 mg setiap 4-6 jam.

Pengurangan asam lambung (profilaksis aspirasi asam; jangan menggunakan


sirup), obstetrik 400 mg pada awal melahirkan, kemudian bila perlu sampai 400
mg setiap 4 jam (maksimal 2,4 g sehari); prosedur bedah 400 mg 90-120 menit
sebelum induksi anestesi umum.

Short bowel syndrome: 400 mg dua kali sehari (bersama sarapan dan menjelang
tidur), disesuaikan menurut respons.Untuk mengurangi degradasi suplemen enzim
pankreatik, 0,8-1,6 g sehari dalam 4 dosis terbagi menurut respons 1-1,5 jam
sebelum makan.

Anak. Neonatus: 5 mg/kg bb 4 kali sehari; Usia 1 bulan-12 tahun: 5-10 mg/kg bb
(maks. 400 mg) 4 kali sehari; Usia 12-18 tahun 400 mg 2-4 kali sehari.

Injeksi intramuskuler: 200 mg setiap 4-6 jam.

Injeksi intravena lambat (tetapi lihat peringatan di atas): 200 mg diberikan


selama tidak kurang dari 5 menit; dapat diulang setiap 4-6 jam; bila diperlukan
dosis besar atau terdapat gangguan kardiovaskuler, dosis bersangkutan harus
diencerkan dan diberikan selama 10 menit (infus lebih baik); maksimal 2,4 g
sehari.

Infus Intravena: 400 mg dalam 100 mL natrium klorida 0,9 % infus intravena
diberikan selama 0,5-1 jam (dapat diulang setiap 4-6 jam) atau dengan cara infus
berkesinambungan pada laju rata-rata 50-100 mg/jam selama 24 jam, maksimal
2,4 g sehari; Bayi di bawah satu tahun melalui injeksi intravena lambat atau infus
intravena, 20 mg/kg bb bobot badan sehari dalam dosis terbagi pernah dilakukan:
Anak lebih dari satu tahun, 25-30 mg/kg bb bobot badan sehari dalam dosis
terbagi.

Anak. (injeksi lambat atau infus intravena): Neonatus 5 mg/kg bb setiap 6 jam;


Usia 1 bulan-12 tahun: 5-10 mg/kg bb (maks. 400 mg) setiap 6 jam; Usia 12-18
tahun: 200-400 mg setiap 6 jam.

Pemberian untuk injeksi intravena pada anak tidak melebihi kadar 10 mg/mL
dengan natrium klorida 0,9%, diberikan selama 10 menit; untuk infus intravena
intermiten, diencerkan dengan glukosa 5% atau natrium klorida 0,9%.

1.3.2 Kelator dan Senyawa Kompleks


Trikalium disitratobismutat adalah suatu kelat bismut yang efektif dalam
mengatasi tukak lambung dan duodenum. Peran trikalium disitratobismutat pada
regimen eradikasi Helicobacter pylori pada pasien yang tidak respons terhadap
regimen lini pertama dapat dilihat pada bagian 1.3

Ranitidin bismut sitrat digunakan dalam pengobatan tukak lambung dan


duodenum, dan dalam kombinasi dengan dua antibakteri untuk eradikasi H. pylori
(bagian 1.3).

Sukralfat melindungi mukosa dari asam-pepsin pada tukak lambung dan


duodenum. Sukralfat merupakan kompleks aluminium hidroksida dan sukrosa
sulfat yang efeknya sebagai antasida minimal. Obat ini sebaiknya digunakan
secara hati-hati pada pasien yang dirawat secara intensif (Penting: dilaporkan
adanya pembentukan bezoar). Sukralfat tidak dianjurkan digunakan pada anak di
bawah usia 15 tahun.

Monografi: 

SUKRALFAT
Indikasi: 

tukak lambung dan tukak duodenum

Peringatan: 

gangguan ginjal (hindari bila berat); kehamilan dan menyusui; pemberian


sukralfat dan nutrisi enteral harus berjarak 1 jam
Interaksi: 

lihat Lampiran 1 (sukralfat)


PEMBENTUKAN BEZOAR. Adanya laporan mengenai pembentukan bezoar
pada penggunaan sukralfat. Oleh sebab itu penggunaan sukralfat harus berhati-
hati pada pasien dengan penyakit yang serius, terutama jika secara bersamaan juga
mendapat nutrisi enteral atau pasien mengalami gangguan pengosongan lambung.

Efek Samping: 

konstipasi, diare, mual, gangguan pencernaan, gangguan lambung, mulut kering,


ruam, reaksi hipersensitifitas, nyeri punggung, pusing, sakit kepala, vertigo, dan
mengantuk, pembentukan bezoar (lihat keterangan di atas).

Dosis: 

tukak lambung dan duodenum serta gastritis kronis, 2 g 2 kali sehari (pagi dan
sebelum tidur malam) atau 1 g 4 kali sehari 1 jam sebelum makan dan sebelum
tidur malam, diberikan selama 4-6 minggu atau pada kasus yang resisten, bisa
hingga 12 minggu; maksimal 8 g sehari; Profilaksis tukak akibat stres (suspensi),
1 g 6 kali sehari (maksimal 8 g sehari). Anak di bawah 15 tahun, tidak dianjurkan.

Saran: tablet dapat dilarutkan dalam 10-15 mL air, antasida tidak boleh diberikan
setengah jam sebelum atau sesudah pemberian sukralfat.

TRIKALIUM DISITRATOBISMUTAT
(KHELAT BISMUT)
Indikasi: 

tukak lambung dan tukak duodenum ringan; lihat juga infeksi Helicobacter pylori
(bagian 1.3)

Peringatan: 

lihat keterangan di atas;

Interaksi: 

Lampiran 1 (trikalium disitratobismutat)

Kontraindikasi: 

gangguan ginjal parah, kehamilan


Efek Samping: 

dapat membuat lidah berwarna gelap dan feses kehitaman; mual dan muntah.

Dosis: 

2 tablet 2 kali sehari atau 1 tablet 4 kali sehari; diminum selama 28 hari
selanjutnya 28 hari lagi jika diperlukan. Anak tidak direkomendasikan.

Konseling. Ditelan dengan setengah gelas air; dua kali sehari diminum 30 menit
sebelum makan pagi dan 30 menit sebelum makan malam; empat kali sehari harus
diminum sebagai berikut; dosis pertama diminum 30 menit sebelum sarapan,
dosis berikutnya pada makan siang dan makan malam, dan dosis terakhir
diberikan 2 jam setelah makan malam: Jangan diberikan bersamaan dengan susu;
jangan minum antasid setengah jam sebelum dan sesudah minum obat ini; dapat
membuat lidah berwarna gelap dan feses kehitaman.

1.3.3 Analog Prostaglandin


Misoprostol, suatu analog prostaglandin sintetik, memiliki sifat antisekresi dan
proteksi, mempercepat penyembuhan tukak lambung dan duodenum. Senyawa ini
dapat mencegah terjadinya tukak karena AINS. Penggunaannya paling cocok bagi
pasien yang lemah atau sangat lansia di mana penggunaan AINS tidak mungkin
dihentikan.

Monografi: 

MISOPROSTOL
Indikasi: 

tukak lambung dan tukak duodenum, tukak karena AINS terutama pada pasien
yang memiliki risiko tinggi mendapat komplikasi tukak lambung, seperti lansia
dan penyakit yang melemahkan (debilitating). Diberikan selama terapi AINS.
Namun, misoprostol tidak dapat mencegah tukak duodenum pada pasien yang
minum AINS.

Peringatan: 

keadaan dimana hipotensi dapat mencetuskan komplikasi yang berat (misal


penyakit serebrovaskuler, penyakit kardiovaskuler)
Kontraindikasi: 

kehamilan atau merencanakan hamil (meningkatkan tonus uterin) (lampiran 4),

Penting: wanita usia subur. Lihat juga keterangan di bawah, dan wanita yang
sedang menyusui (Lampiran 5). Wanita usia subur. Misoprostol tidak boleh
diberikan pada wanita usia subur, kecuali bila pasien memerlukan terapi AINS
dan berisiko tinggi terhadap terjadinya komplikasi tukak karena AINS. Pada
pasien seperti ini, misoprostol hanya digunakan bila pasien menggunakan
kontrasepsi yang efektif dan telah diberitahu risiko penggunaan misoprostol pada
kehamilan.

Efek Samping: 

diare (kadang-kadang dapat parah dan obat perlu dihentikan, dikurangi dengan
memberikan dosis tunggal tidak melebihi 200 mikrogram dan dengan
menghindari antasida yang mengandung magnesium); juga dilaporkan nyeri
abdomen, dispepsia, kembung, mual dan muntah, perdarahan vagina yang
abnormal (termasuk perdarahaan intermenstrual, menorhagia, dan perdarahaan
pascamenopouse), ruam, pusing.

Dosis: 

tukak lambung dan duodenum serta tukak karena AINS, 800 mcg sehari (dalam 2-
4 dosis terbagi) dengan sarapan pagi dan sebelum tidur malam; pengobatan harus
dilanjutkan selama tidak kurang dari 4 minggu dan bila perlu dapat dilanjutkan
sampai 8 minggu. Profilaksis tukak lambung karena AINS dan tukak duodenum,
200 mcg 2-4 kali sehari bersama AINS. Anak tidak dianjurkan.

REBAMIPID
Indikasi: 

Tukak lambung dalam kombinasi dengan faktor inhibitor ofensif (penghambat


pompa proton, antikolinergik dan antagonis H2), gastritis.

Peringatan: 

Lansia, kehamilan, menyusui, anak.

Kontraindikasi: 

Hipersensitivitas.

Efek Samping: 
Sangat jarang: leukopenia, granulositopenia, gangguan fungsi hati, peningkatan
AST (SGOT), ALT (SGPT), γ-GTP dan alkalin fosfatase, ruam, pruritus, eksem,
konstipasi, rasa tidak nyaman pada abdomen, diare, mual, muntah, mulas, nyeri
ulu hati, nyeri abdomen, sendawa, gangguan pengecapan, gangguan menstruasi,
peningkatan BUN, udem, merasa benda asing pada faring. Frekuensi tidak
diketahui: syok, reaksi anafilaksis, trombositopenia, ikterus, urtikaria, kebas,
pusing, mengantuk, mulut kering, pembengkakan dan nyeri payudara,
ginekomastia, induksi laktasi, palpitasi, demam, muka memerah, lidah kebas,
batuk, kesulitan bernapas, alopesia.

Dosis: 

Oral: Tukak lambung. Kombinasi dengan faktor inhibitor ofensif. Dewasa, 100
mg 3 kali sehari. Gastritis. Dewasa, 100 mg 3 kali sehari.

1.3.4 Penghambat Pompa Proton


Penghambat pompa proton, yaitu omeprazol, esomeprazol, lansoprazol,
pantoprazol, dan rabeprazol menghambat sekresi asam lambung dengan cara
menghambat sistem enzim adenosin trifosfatase hidrogen-kalium (pompa proton)
dari sel parietal lambung. Penghambat pompa proton efektif untuk pengobatan
jangka pendek tukak lambung dan duodenum. Selain itu, juga digunakan secara
kombinasi dengan antibiotika untuk eradikasi H. pylori.

Terapi awal jangka pendek dengan penghambat pompa proton merupakan terapi
pilihan pada penyakit refluks gastroesofagal dengan gejala yang berat; pasien
dengan esofagitis erosif, ulseratif atau striktur yang ditegakkan melalui
pemeriksaan endoskopi juga biasanya memerlukan terapi pemeliharaan dengan
penghambat pompa proton.

Penghambat pompa proton juga digunakan untuk mencegah dan mengobati tukak
yang menyertai penggunaan AINS. Pada pasien yang perlu melanjutkan
pengobatan dengan AINS setelah tukaknya sembuh, dosis penghambat pompa
proton tidak boleh dikurangi karena dapat memperburuk tukak yang tanpa disertai
gejala.

Omeprazol efektif untuk pengobatan sindrom Zollinger-Ellison (termasuk untuk


kasus yang resisten terhadap pengobatan lainnya). Lansoprazol, pantoprazol dan
rabeprazol juga diindikasikan untuk kondisi ini.

Peringatan: Penghambat pompa proton sebaiknya digunakan dengan hati-hati


pada pasien dengan penyakit hati, kehamilan dan menyusui. Penghambat pompa
proton dapat menutupi gejala kanker lambung ; perhatian khusus perlu diberikan
pada orang-orang yang menunjukkan gejala-gejala yang membahayakan
(turunnya berat badan yang signifikan, muntah yang berulang, disfagia,
hematemesis atau melena), pada kasus-kasus seperti ini penyakit kanker
lambungnya sebaiknya dipastikan terlebih dahulu sebelum dimulai pengobatan
dengan penghambat pompa proton.

Efek samping: Efek samping penghambat pompa proton meliputi gangguan


saluran cerna (seperti mual, muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan
konstipasi), sakit kepala dan pusing. Efek samping yang kurang sering terjadi
diantaranya adalah mulut kering, insomnia, mengantuk, malaise, penglihatan
kabur, ruam kulit dan pruritus. Efek samping lain yang dilaporkan jarang atau
sangat jarang terjadi adalah gangguan pengecapan, disfungsi hati, udem perifer,
reaksi hipersensitivitas (termasuk urtikaria, angioedema, bronko-spasmus,
anafilaksis), fotosensitivitas, demam, berkeringat, depresi, nefritis interstitial,
gangguan darah (seperti leukopenia, leukositosis, pansitopenia, trombositopenia),
artralgia, mialgia dan reaksi pada kulit (termasuk sindroma Stevens- Johnson,
nekrolisis epidermal toksik, bullous eruption). Penghambat pompa proton, dengan
mengurangi keasaman lambung, dapat meningkatkan risiko infeksi saluran cerna.

Penggunaan pada anak. Hanya omeprazol yang dapat digunakan pada anak
untuk pengobatan GERD dengan gejala yang parah. Lansoprazol tidak dianjurkan
digunakan pada anak.

Panduan untuk penggunaan penghambat pompa proton pada anak untuk indikasi
berikut:

 Refluks gastroesofagal digunakan hanya pada gejala yang berat (kurangi dosis
bila gejala berkurang) dan pada komplikasi penyakit dengan striktur, tukak,
atau pendarahan (dosis penuh harus dipertahankan).
 Tukak akibat AINS pada pasien yang memerlukan terapi AINS lebih lanjut–
untuk mengobati tukak, dapat digunakan penghambat pompa proton dosis
rendah.

Monografi: 

ESOMEPRAZOL
Indikasi: 

refluks gastroesofagal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD): terapi refluks


esofagal erosif, pengobatan jangka panjang pada pasien yang telah sembuh dari
esofagitis untuk mencegah kekambuhan, terapi simtomatis GERD; Regimen
terapi kombinasi dengan antibakteri yang sesuai untuk eradikasi Helicobacter
pylori dan mengobati H. pylori terkait dengan tukak duodenum; Pasien yang
memerlukan terapi AINS yang berkesinambungan: mengobati tukak lambung
terkait dengan terapi AINS, pencegahan tukak lambung dan duodenum terkait
dengan terapi AINS pada pasien dengan risiko, pasien dinyatakan dengan risiko
disebabkan oleh usianya (>60 tahun) dan riwayat tukak peptik dan terapi
konkomitan dengan anti koagulan dan/atau kortikosteroid.

Peringatan: 

lihat catatan di atas, gagal ginjal (lampiran 3). Data keamanan pada kehamilan
masih sangat terbatas, pemberian pada wanita hamil hanya apabila pertimbangan
manfaat melebihi risiko. Hindarkan pemberian kepada wanita menyusui.

Interaksi: 

Lampiran 1 (Penghambat pompa proton).

Kontraindikasi: 

riwayat hipersensitifitas pada esomeprazol.

Efek Samping: 

lihat catatan di atas, juga dilaporkan dermatitis.

Dosis: 

Oral, GERD: terapi refluks esofagal erosif: 40 mg sekali sehari selama 4 minggu.
Terapi tambahan selama 4 minggu dianjurkan untuk pasien yang esofagitisnya
belum sembuh atau memiliki gejala yang menetap. Esomeprazol 40 mg hanya
diberikan untuk pasien dengan mukosa C dan D rusak (berdasarkan sistem
klasifikasi LA), derajatnya harus dipastikan melalui endoskopi atau diagnosa
radiologi. Pasien GERD dengan derajat esofagitis erosif derajat A dan B
direkomendasikan untuk diobati esomeprazol 20 mg; Pengobatan jangka panjang
pada pasien yang telah sembuh dari esofagitis untuk mencegah kekambuhan: 20
mg sekali sehari; Terapi simtomatis GERD: 20 mg sekali sehari pada pasien tanpa
esofagitis. Jika kontrol gejala tidak tercapai setelah 4 minggu, pasien harus
diperiksa lebih jauh. Sekali gejala hilang, kontrol gejala selanjutnya dapat dicapai
dengan menggunakan regimen 20 mg sekali bila diperlukan; Regimen terapi
kombinasi dengan antibakteri yang sesuai untuk eradikasi H. pylori dan
mengobati H.pylori terkait dengan tukak duodenum: 20 mg dikombinasikan
dengan klaritromisin 500 mg, keduanya diberikan 2 kali sehari selama 7 hari.
Pasien yang memerlukan terapi AINS yang berkesinambungan: mengobati tukak
lambung terkait dengan terapi AINS: dosis lazim 20 mg sekali sehari dengan
durasi terapi 4-8 minggu; Pencegahan tukak lambung dan duodenum terkait
dengan terapi AINS pada pasien dengan risiko: 20 mg sekali sehari.
Anak-anak: esomeprazol tidak dianjurkan diberikan pada anak.
Gangguan fungsi ginjal: tidak perlu penyesuaian dosis pada gangguan fungsi
ginjal. Karena terbatasnya penggunaan esomeprazol pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal berat, pemberian pada pasien ini harus hati-hati.
Gangguan fungsi hati: tidak perlu penyesuaian dosis pada pasien dengan
gangguan fungsi hati ringan hingga sedang. Untuk pasien dengan gangguan fungsi
hati berat, tidak boleh melampaui dosis maksimum 20 mg.

Keterangan: 

Konseling:
Oral: Telan seluruh tablet atau dilarutkan dalam air.
Injeksi: Injeksi intravena disuntikkan sekurang-kurangnya selama 3 menit atau
melalui infus intravena, penyakit refluks gastroesofagal, 40 mg satu kali sehari;
gejala penyakit refluks tanpa esofagitis, 20 mg sehari, dilanjutkan dengan
pemberian oral jika mungkin.

LANSOPRAZOL
Indikasi: 

tukak duodenum dan tukak lambung ringan, refluks esofagitis.

Peringatan: 

lihat keterangan di atas.

Interaksi: 

lihat Lampiran 1 (penghambat pompa proton)

Efek Samping: 

lihat keterangan di atas; juga dilaporkan alopesia, paraestesia, bruising, purpura,


petechiae, lelah, vertigo, halusinasi, bingung; jarang terjadi: ginekomastia,
impotensi.

Dosis: 

tukak lambung, 30 mg sehari pada pagi hari selama 8 minggu. Tukak duodenum,
30 mg sehari pada pagi hari selama 4 minggu; pemeliharaan 15 mg sehari. Tukak
lambung atau tukak duodenum karena AINS, 15-30 mg sekali sehari selama 4
minggu, dilanjutkan lagi selama 4 minggu jika tidak sepenuhnya sembuh;
profilaksis, 15-30 mg sekali sehari.
Tukak duodenum atau gastritis karena H. pylori menggunakan regimen eradikasi
(lihat 1.1).

Sindroma Zollinger-Ellison (dan kondisi hipersekresi lainnya), dosis awal 60 mg


sekali sehari, selanjutnya disesuaikan dengan respons; dosis harian sebesar 120
mg atau lebih dibagi menjadi 2 dosis.

Refluks gastroesofagal, 30 mg sehari pada pagi hari selama 4 minggu, diikuti 4


minggu berikutnya bila tidak sepenuhnya sembuh; pemeliharaan 15-30 mg sehari.

Dispepsia karena asam lambung, 15-30 mg sehari pada pagi hari selama 2-4
minggu. Anak. Belum ada data yang cukup mengenai penggunaan lansoprazol
pada anak.

NATRIUM RABEPRAZOL
Indikasi: 

lihat pada dosis tukak duodenum yang aktif, tukak lambung jinak yang aktif,
simtomatis GERD dengan erosif dan tukak.

Peringatan: 

lihat keterangan di atas

Interaksi: 

lihat Lampiran 1 (penghambat pompa proton)

Efek Samping: 

lihat keterangan di atas; dilaporkan juga, batuk, faringitis, rinitis, asthenia,


sindrom seperti influenza; nyeri dada (kurang umum terjadi), sinusitis, bingung,
infeksi saluran urin; stomatitis (jarang), ensefalopati pada penyakit hati parah,
anoreksia, peningkatan berat badan

Dosis: 

tukak peptik, 20 mg sehari pada pagi hari selama 6 minggu, diikuti 6 minggu
berikutnya jika tidak sembuh sepenuhnya. Tukak duodenum, 20 mg sehari pada
pagi hari selama 4 minggu, dilanjutkan 4 minggu berikutnya bila tidak sembuh
sepenuhnya.
Refluks gastroesofagal, 20 mg sekali sehari selama 4-8 minggu; pemeliharaan 10-
20 mg sehari; pengobatan simptomatik tanpa esofagitis, 10 mg sehari sampai 4
minggu, kemudian 10 mg sehari bila diperlukan.

Tukak peptik dan tukak duodenum akibat Helicobacter pylori, lihat pada regimen
eradikasi. Sindrom Zollinger-Ellison, dosis awal 60 mg sekali sehari disesuaikan
menurut respon (maksimal 120 mg sehari); dosis di atas 100 mg sehari diberikan
dalam 2 dosis terbagi. Anak. Tidak dianjurkan.

OMEPRAZOL
Indikasi: 

tukak lambung dan tukak duodenum, tukak lambung dan duodenum yang terkait
dengan AINS, lesi lambung dan duodenum, regimen eradikasi H. pylori pada
tukak peptik, refluks esofagitis, Sindrom Zollinger Ellison.

Peringatan: 

lihat keterangan di atas

Interaksi: 

lihat Lampiran 1 (penghambat pompa proton)

Efek Samping: 

lihat keterangan di atas; juga dilaporkan paraesthesia, vertigo, alopesia,


ginekomastia, impotensi, stomatitis, ensefalopati pada penyakit hati yang parah,
hiponatremia, bingung (sementara), agitasi dan halusinasi pada sakit yang berat,
gangguan penglihatan dilaporkan pada pemberian injeksi dosis tinggi.

Dosis: 

tukak lambung dan tukak duodenum (termasuk yang komplikasi terapi AINS), 20
mg satu kali sehari selama 4 minggu pada tukak duodenum atau 8 minggu pada
tukak lambung; pada kasus yang berat atau kambuh tingkatkan menjadi 40 mg
sehari; pemeliharaan untuk tukak duodenum yang kambuh, 20 mg sehari;
pencegahan kambuh tukak duodenum, 10 mg sehari dan tingkatkan sampai 20 mg
sehari bila gejala muncul kembali.

Tukak lambung atau tukak duodenum karena AINS dan erosi gastroduodenum, 20
mg sehari selama 4 minggu, diikuti 4 minggu berikutnya bila tidak sepenuhnya
sembuh; profilaksis pada pasien dengan riwayat tukak lambung atau tukak
duodenum, lesi gastroduodenum, atau gejala dispepsia karena AINS yang
memerlukan pengobatan AINS yang berkesinambungan, 20 mg sehari.

Tukak duodenum karena H. pylori menggunakan regimen eradikasi (lihat 1.3).

Sindrom Zollinger Ellison, dosis awal 60 mg sekali sehari; kisaran lazim 20-120
mg sehari (di atas 80 mg dalam 2 dosis terbagi).

Pengurangan asam lambung selama anestesi umum (profilaksis aspirasi asam), 40


mg pada sore hari, satu hari sebelum operasi kemudian 40 mg 2-6 jam sebelum
operasi.

Penyakit refluks gastroesofagal, 20 mg sehari selama 4 minggu diikuti 4-8 minggu


berikutnya jika tidak sepenuhnya sembuh; 40 mg sekali sehari telah diberikan
selama 8 minggu pada penyakit refluks gastroesofagal yang tidak dapat
disembuhkan dengan terapi lain; dosis pemeliharaan 20 mg sekalis sehari.

Penyakit refluks asam (Penatalaksanaan jangka panjang), 10 mg sehari meningkat


sampai 20 mg sehari jika gejala muncul kembali. Dispepsia karena asam lambung,
10-20 mg sehari selama 2-4 minggu sesuai respons. Esofagitis refluks yang
menyebabkan kondisi tukak yang parah (obati selama 4-12 minggu). ANAK di
atas 1 tahun, berat badan 10-20 kg, 10 mg sekali sehari, jika perlu ditingkatkan
menjadi 20 mg sekali sehari; Berat badan di atas 20 kg, 20 mg sekali sehari jika
perlu ditingkatkan menjadi 40 mg sehari; Pemberian harus diawali oleh dokter
anak di rumah sakit.

Anak. Neonatus 700 mcg/kg bb satu kali sehari, ditingkatkan jika perlu setelah 7-
14 hari menjadi 1,4 mg/kg bb, beberapa neonatus memerlukan hingga 2,8 mg/kg
bb satu kali sehari; Usia 1 bulan-2 tahun: 700 mcg/kg bb satu kali sehari,
ditingkatkan jika perlu menjadi 3 mg/kg bb (maks. 20 mg) satu kali sehari; Berat
badan 10-20 kg, 10 mg satu kali sehari ditingkatkan jika perlu menjadi 20 mg satu
kali sehari (pada kasus refluks esofagitis ulseratif yang parah, maks. 12 minggu
dengan dosis lebih tinggi); Berat badan > 20 kg, 20 mg satu kali sehari
ditingkatkan jika perlu menjadi 40 mg satu kali sehari (pada kasus refluks
esofagitis ulseratif, maks. 12 minggu dengan dosis lebih tinggi).

Eradikasi H. pylori pada anak (dalam kombinasi dengan antibakteri, lihat 1.3):
Usia 1-12 tahun, 1-2 mg/kg bb (maks. 40 mg) satu kali sehari; Usia 12-18 tahun:
40 mg satu kali sehari.

Injeksi intravena diberikan selama 5 menit atau melalui infus intravena;


profilaksis aspirasi asam, 40 mg harus telah diberikan seluruhnya, 1 jam sebelum
operasi. Refluks gastroesofagal, tukak duodenum dan tukak lambung, 40 mg
sekali sehari hingga pemberian oral dimungkinkan.
Anak. Injeksi intravena selama 5 menit atau dengan infus intravena: Usia 1 bulan-
12 tahun: dosis awal 500 mikrogram/kg bb (maks. 20 mg) satu kali sehari,
ditingkatkan menjadi 2 mg/kg bb (maks. 40 mg) jika diperlukan.; Usia 12-18
tahun, 40 mg satu kali sehari.

Saran: Telan seluruh kapsul, larutkan tablet dalam air atau campur isi kapsul
dengan sari buah atau yoghurt.

Pemberian pada anak: Oral, sama dengan dewasa.

Enteral: Buka kapsul omeprazol, larutkan omeprazol dalam sejumlah air


secukupnya atau dalam 10 mL Natrium Bikarbonat 8,4% (1mmol Na +/mL).
Biarkan selama 10 menit sebelum diberikan.

Infus intermiten intravena, encerkan larutan rekonstitusi pada kadar 400


mikrogram/mL dengan glukosa 5% atau Natrium Klorida 0,9%, berikan selama
20-30 menit.

PANTOPRAZOL
Indikasi: 

Oral 20 mg: pengobatan jangka panjang penyakit refluks sedang dan berat,
simtomatis Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD) atau penyakit refluks yang
non erosif.

Oral 40 mg: terapi peningkatan gejala dan periode gangguan lambung dan usus
halus yang memerlukan penurunan sekresi asam lambung, tukak duodenum dan
tukak lambung, refluks esofagitis sedang dan berat, dalam kombinasi dengan 2
antibiotik yang sesuai untuk eradikasi pada pasien H. pylori dengan tukak peptik
bertujuan untuk menurunkan kekambuhan tukak lambung dan duodenum yang
disebabkan oleh mikroorganisme, sindrom Zollinger-Ellison dan kondisi
hipersekresi patologis lainnya.

Injeksi: tukak duodenum dan lambung; kasus inflamasi esophagus sedang dan
berat; serta untuk terap kondisi hipersekresi patologis yang terkait dengan sindrom
Zollinger-Ellison atau kondisi neoplastik lainnya.

Peringatan: 

lihat keterangan di atas; gangguan ginjal (lihat Lampiran 3)

Interaksi: 

lihat Lampiran 1 (penghambat pompa proton)


Kontraindikasi: 

seharusnya tidak diberikan pada pasien yang hipersensitif pantoprazol

Efek Samping: 

lihat keterangan di atas; dilaporkan juga peningkatan trigliserida.

Dosis: 

oral, tukak peptik, 40 mg sehari pada pagi hari selama 4 minggu, diikuti 4 minggu
berikutnya bila tidak sembuh sepenuhnya. Refluks gastroesofagal, 20-40 mg pada
pagi hari selama 4 minggu, diikuti 4 minggu berikutnya bila tidak sepenuhnya
sembuh; pemeliharaan 20 mg sehari, ditingkatkan sampai 40 mg jika gejala
muncul kembali. Tukak duodenum, 40 mg sehari pada pagi hari selama 2 minggu,
diikuti 2 minggu berikutnya bila tidak sepenuhnya sembuh. Tukak duodenum
yang disebabkan Helicobacter pylori, lihat regimen eradikasi. Pencegahan tukak
peptik dan tukak duodenum yang disebabkan AINS dengan peningkatan resiko
komplikasi gastroduodenum yang membutuhkan pemberian AINS
berkesinambungan, 20 mg sehari. Untuk sindrom Zollinger-Ellison (dan kondisi
hipersekresi lainnya), dosis awal 80 mg sekali sehari dan disesuaikan dengan
respons (LANSIA: maksimal 40 mg sehari); dosis harian di atas 80 mg diberikan
dalam 2 dosis terbagi.

Injeksi intravena tidak lebih dari 2 menit atau dengan infus intravena, tukak
duodenum, tukak lambung dan refluks gastroesofagal sedang hingga berat, 40 mg
sehari sampai pemberian oral dapat dilanjutkan lagi. Terapi jangka panjang
sindrom Zollinger-Ellison (dan kondisi hipersekresi lainnya), dosis awal 80 mg,
selanjutnya dosis dititrasi (naik atau turun) sesuai kebutuhan dengan panduan
pengukuran asam lambung. Untuk dosis di atas 80 mg, harus diberikan dalam
dosis terbagi dan diberikan 2 kali sehari. Peningkatan dosis di atas 160 mg untuk
sementara waktu diperbolehkan, namun tidak boleh digunakan lebih lama dari
yang dibutuhkan untuk mengontrol asam lambung.

Dalam kasus yang memerlukan kontrol asam yang cepat, dosis awal 2 x 80 mg
pantoprazol intravena cukup untuk mengendalikan penurunan asam lambung
hingga target kisaran (< 10 mEq/h) dalam 1 jam pada kebanyakan pasien.

Anak: penggunaan pantoprazol oral maupun parenteral pada anak tidak


dianjurkan.

Anda mungkin juga menyukai