Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH UPAYA MEMUTUS INFEKSI DAN MENCEGAH HAZARD

OLEH :

1. A.A Istri Revaliana Pradnyandari (193213006)


2. Dewa Ayu Made Febriari (193213009)
3. I Gusti Ayu Made Indri Amanda (193213014)
4. I Pande Nyoman Widyawati (193213018)
5. Ni Komang Bunga Triska Yuniari (193213027)
6. Ni Komang Devi Arianti (193213028)
7. Rai Angga Putra Gunawan (193213051)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2021
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada
waktunya.Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk menambah wawasan
tentang “MAKALAH UPAYA MEMUTUS INFEKSI DAN MENCEGAH HAZARD”
bagi para pembaca dan juga bagi penyusun.

Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu/bapak dosen yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.Saya menyadari,
makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 09 April 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................................... i

Daftar Isi ................................................................................................................................... ii

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
1.3 Tujuan penulisan.......................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Upaya Memutus Rantai Infeksi .................................................................................. 2


2.2 Upaya Mencegah Hazard Fisik-Radiasi .................................................................... 4
2.3 Upaya Mencegah Hazard Kimia ................................................................................ 5
2.4 Upaya Mencegah Hazard Psikososial ........................................................................ 7

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 9


3.2 Saran............................................................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan yang baik tergantung sebagian pada lingkungan yang aman. Praktisi atau
teknisi yang memantau atau mencegah penularan infeksi membantu melindungi klien dan
pekerja kesehatan dari penyakit. Penularan infeksi yang sering terjadi di lingkungan pelayanan
medis, sangat beresiko terpapar ke tenaga kesehatan, pasien, pengunjung dan karyawan.
Pelayanan keschatan yang diberikan ke pasien harus didukung olch sumber daya manusia yang
berkualitas untuk mencapai pelayanan yang prima dan optimal. Proses dalam mewujudkan
Pelayanan yang prima dan optimal dapat diwujudkan dengan kemampuan kognitif dan motoric
yang cukup yang harus dimiliki oleh setiap petugas kesehatan. Seperti yang kita ketahui
pengendalian infeksi di setiap pelayanan kesehatan merupakan rangkaian aktifitas kegiatan
yang wajib dilakukan oleh Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dan merupakan tuntutan
kualitas sekaligus persyaratan administrasi menuju proses akreditasi. Kesehatan dan
keselamatan kerja merupakan salah satu bagian terpenting dari perlindungan ketenaga kerjaan
untuk mencegah terjadinya kecelakaan akibat kerja dan menjamin para pekerja dan orang lain
yang berada di sekitar tempat kerja selalu dalam keadaan aman dan sehat. Kesehatan dan
keselamatan kerja bergantung juga pada lingkungan, apabila lingkungan dalam keadaan terjaga
maka kurangnya risiko terjadinya kecelakaan akibat kerja. Hazard atau potensi bahaya
menunjukan bahwa adanya sesuatu potensial yang akan mengakibatkan cidera, kerusakan, dan
penyakit. Di tempat keja sangat memungkinkan terjadi kecelakaan kerja, apalagi di rumah
sakit. Di rumah sakit sangat rentan terjadinya kecelakaan kerja. Adapun sumber bahaya di
rumah sakit seperti sumber bahaya fisik, kimia,Psikososial dan sebagainya.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini meliputi :
1. Apa upaya memutus rantai infeksi ?
2. Apa upaya mencegah hazard fisik-radiasi ?
3. Apa upaya mencegah hazard kimia?
4. Apa upaya mencegah hazard psikososial ?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui dan memahami upaya memutus rantai infeksi
2. Mengetahui dan memahami upaya mencegah hazard fisik-radiasi
3. Mengetahui dan memahami upaya mencegah hazard kimia
4. Mengetahui dan memahami upaya mencegah hazard psikososial

1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Upaya Memutus Rantai Infeksi
Dalam memutus rantai infeksi diperlukan strategi dan pengendalian Untuk memutuskan rantai
infeksi. Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas penjamu,
agen infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi factor risiko
padda penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya
Infeksi Healthcare-associatedinfections (HAIs) dengan pengertian yang lebih luas tidak hanya
di rumah sakit tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Baik pada pasien ataupun
pada petugas kesehatan.
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :
1. Peningkatan daya tahan pejamu. Daya tahan pejamu dapat meningkat dengan
pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi Hepatitis B), atau pemberian imunisasi
pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat
akan meningkatkan daya tahan tubuh.
2. Inaktivasi agen penyebab infeksi. Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan dengan
metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (Pasteurisasi
atau Sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi
air,disinfeksi
3. Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah
penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan petugas
dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.
4. Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis”/PEP)Terhadap
petugas kesehatan. Berkaitan pencegahan agen infeksi yangDitularkan melalui darah
atau cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi Karena luka tusuk jarum bekaspakai atau
pajanan lainnya. Penyakit yang Mendapatkan perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C,
dan HIV
Dalam upaya untuk memutus rantai penularan konjungtivitis edukasi olehTenaga
mediskepada pasien, keluarga pasien maupun masyarakat penting Dilakukan, antara lain
menjaga hygiene (kebersihan) mata, rajin mencuci Tangan, menghindari untuk memegang
matadan tidak memakai bersama Barang-barang yang kontak dengan mata penderita seperti
saputangan,Sarung bantal dan handuk
Memutus mata rantai penularan merupakan hal yang paling mudahUntuk mencegah penularan
penyakit infeksi, tetapi harus didukung dengan Kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan
prosedur yang telah ditetapkan Dalam standar operasional. Adapun cara memutus rantai
penularan infeksi Tersebut adalah dengan penerapan kewaspadaan isolasi (Isolations
Precautions) dirancang untuk mengurangi risiko terinfeksi penyakit menular Pada petugas
skesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun Yang tidak diketahui. Yang terdiri
dari kewaspadaan standar (standart Precautions) dan kewaspadaan Berdasarkan Tranmisi
(Transmission Based Precautions). Kewaspadaan Standart (Standart Precautions) yang
dilakukan kepada Semua pasien tanpa memandang pasien tersebut infeksius atau tidak.

2
Kemenkes RI (2011), menuliskan bahwa ada sepuluh hal yang perlu dilakukan dalam
PPI, yaitu :
1. Kebersihan Tangan
Secara garis besar, kebersihan tangan dilakukan pada air mengalir, Menggunakan sabun
dan/atau larutan antiseptic, dan diakhiri dengan Mengeringkan tangan dengan kain
yang bersih dan kering
2. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
APD telah lama digunakan untuk melindungi klien dari Mikroorganisme yang ada pada
petugas kesehatan. Namun, dengan Munculnya AIDS, Hepatitis C dan Covid-19 , serta
meningkatnya kasus TBC, Penggunaan APD juga menjadi sangat penting dalam
melindungi Petugas.
3. Penatalaksanaan Peralatan Klien dan linen
Konsep ini meliputi cara memproses instrument yang kotor, sarung Tangan, linen, dan
alat yang akan dipakai kembali dengan menggunakan Larutan klorin 0,5%,
mengamankan alat-alat kotoryang akan tersentuh Serta memilih proses penanganan
yang akan digunakan secara tepat. Penatalaksanaan ini dapat dilakukan dengan
precleaning, pencucian dan Pembersihan, Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), serta
sterilisasi.
4. Pengolahan Limbah
Merupakan salah satu upaya kegiatan PPI berupa pengelolaan limbah Rumah sakit atau
fasilitas kesehatan lainnya, Baik limbah yang Terkontaminasi maupun yang tidak
terkontaminasi.
5. Pengendalian Lingkungan Rumah sakit
Tujuannya untuk menciptakan lingkungan yang bersih, aman, dan Nyaman. Hal ini
dapat meminimalisirr transmisi mikroorganisme dari Lingkungan kepada klien maupun
petugas kesehatan.
6. Kesehatan Karyawan/perlindungan pada petugas kesehatan
Membuat program pencegahan dan pengendalian infeksi pada petugas, Misalnya
dengan pemberian immunisasi.
7. Penempatan/isolasi klien
Diterapkan pada klien yang dicurigai menderita penyakit menular Dengan
menempatkan klien disuatu ruangan tersedir untuk Meminimalkan proses penularan
pada orang lain.
8. Hygiene respirasi/etika batuk
Semua klien, pengunjung, dan petugas kesehatan perlu memperhatikan Kebersihan
pernafasan dengan cara selalu menggunakan masker jika Berada di fasilitas pelayanan
kesehatan. Saat batuk, sebaiknya menutup Mulut dan hidung dengan tangan atau tisu
9. Praktik menyuntik yang aman
Jarum yang digunakan untuk menyuntik sebaiknya jarum yang steril Dan sekali pakai
pada setiap kali suntikan.
10. Praktik lumbal pungsi
Saat melakukan prosedur lumbal pungsi sebaiknya menggunakan Masker untuk
mencegah transmisi droplet flora orofaring.

3
Kewaspadaan transmisi (Transmissions Based Precautions) adalah Kewaspadaan
berdasarkan sumber infeksi : kontak, droplet, airbone.
Kewaspadaan transmisi antara lain :
1. Contact Precautions
• Cuci tangan dengan bahan dasar alcohol atau sabun dengan air
• Gunakan Jubah ketika melakukan perawatan langsung
• Gunakan sarung tangan ketika melakukan perawatan langsung
2. Droplet Precautions
• Cuci tangan dengan bahan dasar alcohol atau sabun dengan air
• Gunakan Masker dan jaga jarak 2 meter dari pasien
• Gunakan pelindung mata dengan jarak 2 meter dari pasien
3. Airbone Precautions
• Cuci tangan dengan bahan dasar alcohol atau sabun dengan air
• Tutup pintu, buka jendela jika memungkinkan
• Gunakan masker N95 Ketika memasuki ruangan

2.2 Upaya Mencegah Hazard fisik-radiasi


Menurut Ridley (2008), sasaran pencegahan kecelakaan dan hazard Adalah mencegah
terjadinya keecelakaan dan jika kecelakaan terjadi, maka Mencegahnya agar tidak terulang.
Adapun prosedurnya adalah :
1. Mengidentifikasi bahaya
2. Menghilangkan bahaya
3. Mengurangi bahaya hingga seminim mungkin jika penghilangan bahaya
Tidak dapat dilakukan
4. Melakukan penilaian resiko residual
5. Mengendalikan resiko residual
Bahaya fisik ialah bahaya yang berkaitan dengan peralatan seperti Bahaya listrik,
temperature ekstrem, kelembaban, kebisingan, radiasi, pencahayaan, getaran, dan lain-lain.
Radiasi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan hazard fisik.
Radiasi berasal dari sinal alfa, sinar beta, sinar gamma atau sinar-X, pekerja yang
beresiko yaitu radiographer dibagian radiologi disuatu rumah Sakit, operator pembangkit
tenaga nuklir atau lainnya. Penggunaan radiasi Untuk diagnostik, terapi, dan penggunaan
radiofarmaka untuk kedokteran Merupakan aplikasi teknik nuklir di bidang kesehatan Salah
satu penerapan Teknologi nuklir dalam bidang kesehatan atau medik adalah pelayanan
Radiologi. Unit Pelayanan Radiologi merupakan salah satu instalasi penunjang Medik,
menggunakan sumber radiasi pengion (sinar-X) untuk mendiagnosis Adanya suatu penyakit
dalam bentuk gambaran anatomi tubuh yang Ditampilkan dalam film radiografi.
Kegiatan radiologi harus memperhatikan aspek keselamatan kerja Radiasi. Sinar X
merupakan jenis radiasi pengion yang dapat memberikan Manfaat (diagnosa) dengan radiasi

4
suatu penyakit atau kelainan organ tubuh Dapat lebih awal dan lebih teliti dideteksi (Suyatno,
2008). Beberapa efek merugikan yang muncul pada tubuh manusia karena Terpapar oleh sinar-
X akan segera teramati tidak berselang lama dari penemuan Sinar-X. Efek merugikan itu
berupa kerontokan rambut dan kerusakan kulit (Ahmad & Abidin, 2013). Cedera Akibat
Radiasi adalah kerusakan jaringan Akibat radiasi (penyinaran). Radiasi adalah gelombang atau
partikel berenergi Tinggi yang berasal dari sumber alami atau sumber yang sengaja dibuat oleh
Manusia. Cedera jaringan bisa terjadi akibat pemaparan singkat radiasi tingkat Tinggi atau
pemaparan jangka panjang radiasi tingkat rendah. Beberapa efek Yang merugikan dari radiasi
hanya berlangsung singkat, sedangkan efek Lainnya bisa menyebabkan penyakit menahun.
Efek dini dari radiasi dosis Tinggi akan tampak jelas dalam waktu beberapa menit atau
beberapa hari. Efek Lanjut mungkin baru tampak beberapa minggu, bulan atau bahkan
bertahun-tahun kemudian.
Mutasi (pergeseran) bahan genetik dari sel-sel organ kelamin akan Tampak jelas hanya
jika korban pemaparan radiasi memiliki anak, dimana Anaknya mungkin terlahir dengan
kelainan genetik (Supriyono, Rahim, & Murni, 2018).
Mengingat potensi bahaya radiasi yang besar dalam pemanfaatan sinar X, faktor
keselamatan merupakan hal yang penting sehingga dapat Memperkecil risiko akibat kerja di
instalasi radiologi dan dampak radiasi Terhadap pekerja radiasi. Untuk mencegah hal tersebut
dapat dilakukan dengan Menerapkan aspek manajemen keselamatan radiasi dimana
keselamatan radiasi Merupakan tindakan yang dilakukan untuk melindungi pasien, pekerja,
dan Anggota masyarakat dari bahaya radiasi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33
Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif, setiap
orang Atau badan yang akan memanfaatkan tenaga nuklir seperti tenaga yang berasal Dari
sumber radiasi pengion wajib memiliki izin pemanfaatan tenaga nuklir dan Memenuhi
persyaratan keselamatan radiasi. Persyaratan keselamatan radiasi Meliputi :
1. persyaratan manajemen;
2. persyaratan proteksi radiasi;
3. persyaratan teknik; dan
4. verifikasi keselamatan yang bertujuan untuk mencapai keselamatan Pekerja dan
anggota masyarakat.

2.3 Upaya Mencegah Hazard Kimia


Adapun hazard bahaya yang berpotensi cukup tinggi di rumah sakit, Yaitu hazard kimia.
Hazard kimia adalah potensi bahaya kimia merupakan Paparan yang terjadi pada pekerja
dengan berbagai macam bahan yang Mengandung racun dengan paparan terjadi dalam kondisi
kerja normal yang Berdampak pada efek yang merugikan bahkan dapat menyebabkan
kecelakaan
Hazard kimia adalah kecederaan akibat sentuhan dan terhirup bahan Kimia. Contohnya
bahan-bahan kimia seperti asid, alkali, gas, pelarut, simen, Getah sintetik, pelekat antiseptic
dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut berbahaya Dan perlu diambil langkah-langkah
keselamatan apabila mengendalikannya.
Hazard kimia ini terdapat pada bahan-bahan kimia golongan berbahaya Dan beracun.
Pengendalian yang harus dilakukan adalah dengan identifikasi Bahan-bahan B3 (Bahan

5
Berbahaya dan Beracun), pelabelan standar, Penyimpanan standar, penyiapan MSDS (Material
Safety Data Sheet) atau Lembar data keselamatan bahan, penyiapan P3K, serta pelatihan teknis
bagi Petugas pengelola B3. Selain itu pembuangan limbah B3 cair harus dipastikan Melalui
saluran air kotor yang akan masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Hazard kimia, berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan yang sangat Luas dari yang
ringan seperti bersin-bersin, kulit gatal sampai yang berat seperti Kelainan organ hati dan saraf,
gagal ginjal atau cacat fungsi paru. Hal tersebut Sangat berisiko terhadap kesehatan sang
pekerja, dan orang yang berada di Sekitarya.
Berikut bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi yang meliputi :
1. Desinfektan yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk dekontaminasi Lingkungan dan
peralatan di rumah sakit seperti; mengepel lantai, Desinfeksi peralatan dan permukaan
peralatan dan ruangan, dan lain-lain.
2. Antiseptik yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk cuci tangan dan Mencuci
permukaan kulit pasien seperti alkohol, iodine povidone, dan
3. Detergen yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk mencuci linen dan Peralatan
lainnya.
4. Reagen yaitu zat atau bahan yang dipergunakan untuk melakukan Pemeriksaan
laboratorium klinik dan patologi anatomi.
5. Obat-obat sitotoksik yaitu obat-obatan yang dipergunakan untuk Pengobatan pasien.
6. Gas medis yaitu gas yang dipergunakan untuk pengobatan dan bahan Penunjang
pengobatan pasien seperti oksigen, karbon dioxide, nitrogen, Nitrit oxide, nitrous oxide,
dan lain-lain.
Adapun upaya yang dapat dilakukan agar mengurangi risiko hazard kimia di Rumah sakit
antara lain :
1. Pengendalian bahan kimia dilakukan oleh Unit K3RS berkoordinasi Dengan seluruh
satuan kerja. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah Pengadaan B3, penyimpanan,
pelabelan, pengemasan ulang /repacking, Pemanfaatan dan pembuangan limbahnya.
2. Pengadaan bahan beracun dan berbahaya harus sesuai dengan peraturan Yang berlaku
di Indonesia. Penyedia B3 wajib menyertakan Lembar Data Keselamatan Bahan
(Material Safety Data Sheet / MSDS), petugas yang Mengelola harus sudah
mendapatkan pelatihan pengelolaan B3, serta Mempunyai prosedur penanganan
tumpahan B3. Lain-lain.
3. Penyimpanan B3 harus terpisah dengan bahan bukan B3, diletakkan Diatas palet atau
didalam lemari B3, memiliki daftar B3 yang disimpan, Tersedia MSDS, safety shower,
APD sesuai resiko bahaya dan Spill Kit Untuk menangani tumpahan B3 serta tersedia
prosedur penanganan Kecelakaan Kerja akibat B3.
4. Pelabelan dan pengemasan ulang harus dilakukan oleh satruan kerja yang Kompeten
untuk memjamin kualitas B3 dan keakuratan serta standar Pelabelan. Dilarang
melakukan pelabelan tanpa kewenangan yang Diberikan oleh pimpinan rumah sakit.
5. Pemanfaatan B3 oleh satuan kerja harus dipantau kadar paparan ke Lingkungan serta
kondisi kesehatan pekerja. Pekerja pengelola B3 harus Memiliki pelatihan teknis
pengelolaan B3, jika belum harus segera Diusulkan sesuai prosedur yang berlaku.
6. Pembuangan limbah B3 cair harus dipastikan melalui saluran air kotor Yang akan
masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Limbah B3 padat harus dibuang ke

6
Tempat Pengumpulan Sementara Limbah B3 (TPS B3), untuk selanjutnya diserahkan
ke pihak pengolah limbah B3.

2.4 Upaya Mencegah Hazard Psikososial


Bahaya psikososial kerja dapat didefinisikan sebagai aspek-aspek dari Desain kerja,
organisasi kerja dan manajemen kerja, serta segala aspek yang Berhubungan dengan
lingkungan sosial kerja yang berpotensi dapat Menyebabkan gangguan pada psikologi dan
fisik-fisiologi pekerja.
Hazard psikososial masih sangat banyak dialami oleh perawat untuk itu perawat atau
institusi kesehatan yang menyediakan lapangan pekerjaan baik klinik,puskesmas,maupun
rumah sakit harus melakukan berbagai cara untuk mencegah hal tersebut. Hal yang dapat
dilakukan institusi keschatan untuk mencegah hal tersebut dapat berupa:
1. Pola gilir kerja
Sehubungan dengan shift kerja,penelitian menunjukkan bahwa kerja sift merupakan
sumber utama dari stress bagi para pekerja. Para shift lebih sering mengeluh tentang
kelelahan dan gangguan perut daripada pekerja Pagi / siang dan dampak dari kerja shift
terhadap kebiasaan makan yang Mungkin menyebabkan gangguan-gangguan perut.
Pengaruhnya adalah Emosional dan biological. Karena gangguan ritme circardian dari
tidur / Daur keadaan bangun (woke cycle). Pola suhu, dan ritme pengeluaran Adrenalin
(Ashar. 2001 383). Menurut Selve. Para pekerja yang biasa Bekerja shift lama kelamaan
akan merasa berkurang stressnya secara Fisik. Namun perlu Activate Go to Sete diingat
bahwa ada pekerjaan- Pekerjaan shift dimana tidak dapat timbul kebiasaan ini yaitu
pada para Pekerja rig lepas pantai yang bekerja selama 12 jam bergantian. Untuk itu
memperbaiki shift diharapkan dapat menghindari hazard psikologis pada perawat.
2. Asuhan keperawatan yang berkualitas
Asuhan keperawatan yang berkualitas yang diberikan oleh perawat perlu dilindungi
oleh undang-undang. Undang-Undang RI Nomor 36 tahu 2009 tentang kesehatan, pasal
164 menyebutkan bahwa upaya kesehatan Kerja ditujukan untuk melindungi pekerja
agar hidup sehat dan terbebas Dari gangguan kesehatan. Manyele, Ngonyani, dan
Eliakimu (2008) Menyatakan pemimpin termasuk pemerintah diwajibkan untuk
Memberikan informasi kepada karyawan tentang bahaya-bahaya yang Ada di tempat
kerja serta cara untuk menghindarinya. Salah satu tempat Yang memiliki bahaya adalah
rumah sakit. Bahaya di rumah sakit akan berdampak pada kesehatan, keselamatan
perawat, dan selanjutnya pada kualitas pelayanan di rumah sakit. Hal ini perlu
mendapat perhatian baik dari perawat maupun rumah sakit. Jika keselamatan dan
kesehatan perawat tidak diperhatikan akan terjadi peningkatan absensi, ketidakpuasan
bekerja, produktifitas menurun, hilangnya kepercayaan diri, kreatifitas dan konsentrasi
perawat dalam bekerja
3. Komunikasi dan hubungan tim
Komunikasi dan hubungan tim juga merupakan salah satu hal penting Dalam
meningkatkan keselamatan perawat. Komunikasi dan hubungan tim merupakan sebuah
proses yang dapat dilaksanakan melalui rapat, Pengumpulan informasi, pendapat dalam
melaksanakan program kerja, evaluasi program kerja, penyelesaian masalah bersama,
bimbingan serta arahan, serta penjelasan yang bermanfaat untuk mengurangi
kesenjangan komunikasi antar pimpinan dan sesama staf.

7
4. Pelatihan bagi perawat
Pelatihan bagi perawat merupakan salah satu kebutuhan yang penting Untuk
meningkatkan perilaku perawat dalam menjaga keselamatan diri. Pelatihan
keselamatan diri secara berkala perlu dilakukan agar pengetahuan perawat berkembang
terus-menerus sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Selain itu, dijelaskan
oleh Sutrisno (2009) bahwa pelatihan bagi staf diperlukan untuk melengkapi
keterampilan yang memadai sehingga staf dapat mengerjakan sesuatu dengan benar
dan tepat serta dapat memperkecil kesalahan.
5. Melengkapi peralatan kerja
Kecelakaan dalam suatu proses kerja sesungguhnya merupakan hasil Akhir dari suatu
aturan atau kondisi kerja yang tidak aman. Namun Demikian kecelakaan itu sendiri
dapat dicegah, karena kecelakaan itu Tidak terjadi dengan sendirinya. Kecelakaan
biasanya timbul sebagai gabungan dari beberapa faktor, 3 faktor yang paling utama
adalah faktor peralatan teknis, lingkungan kerja dan pekerja itu sendiri.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesehatan Kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat Keschatan fisik,
mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di Semua jenis pekerjaan, pencegahan
terhadap gangguan kesehatan pekerja Yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan
bagi pekerja dalam Pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan; dan
Penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang Disesuaikan
dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya.
B. Saran
Dianjurkan agar mengendalikan bahan kimia yang digunakan, Pengadaan bahan kimia sesuai
dengan aturan yang berlaku, pemisahan bahan Kimia B3 dengan yang tidak B3, melabelkan
bahan kimia, pemantauan Terhadap lingkungan, dan pemilihan pembuangan bahan kimia.
Tetap berhati- Hati dalam pemakaian bahan kimia karena hazard kimia di rumah sakit cukup
Tinggi dan berisiko.

9
DAFTAR PUSTAKA

Julianna Simanjuntak, A. C. (2013, November). Penerapan Keselamatan Radiasi Pada Instalasi


Radiologi di Rumah Sakit Khusus (RSK) Paru Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013. Juenal
Iimu Kesehatan Masyarakat
Agnes Ferusge, A. B. (2018, Desember). Faktor yang Mempengaruhi Tindakan Keselamatan
Radiasi Sinar-X di Unit Radiologi Rumah Sakit Putri Hijau Medan. Joural of Borneo Holistic
Health
Nurani, P. F., Wahyuni, I., & Jayanti, S. (2017). Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan
Stres Kerja pada Pekerja dengan Hazard Kimia di dalam Ruang Terbatas di PT Z. Jurnal
Kesehatan Masyarakat (e-Journal)
Pertiwi, P., Nurhantari, Y.. & Budihardjo, S. Hazard identification, risk assesment and risk
control serta penerapan risk mapping pada Rumah Sakit Hewan Prof. Soeparwi Universitas
Gadjah Mada. Berita Kedokteran Masyarakat
Purnama Dewi.A, M. Fais Satrianegara ,Fatmawaty Mallapiang.(2017). Gambaran Faktor
Psikososial Terhadap Kinerja Pada Petugas Kesehatan di Puskesmas Kassi-Kassi Kota
Makassar.

10

Anda mungkin juga menyukai