Anda di halaman 1dari 58

MAKALAH

KEPERAWATAN AGREGAT KOMUNITAS


ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK KESEHATAN LANSIA

Dosen Pembimbing:
Elida Ulfiayana, S.Kep., Ns., M.Kep

Oleh:
Milenia Ramda (132111123007)
Dwi Nur Hidayati (132111123008)
Bambang Priyono (132111123016)
Agus Wiyono (132111123017)
Christin N.K. Mega (132111123018)
Aprianus Dama (132111123020)
Raden Ndawa Reha (132111123026)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021-2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bemtuk maupun isinya yang sangat
sederhana yang berjudul “Asuhan Keperawatan Kelompok Kesehatan Lansia”
Makalah ni berisikan tentang informasi Definisi Kelompok Kesehatan Lansia atau
yang lebih khususnya membahas tetang asuhan keperawatan kelompok kesehatan
lansia. Diharapkan makalah ini dapat memberika informasi kepada kita semua
tentang Asuhan Keperawatan Kelompok Kesehatan Lansia.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami ucapkan terima aksih semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa
meridhoi segala usaha kita. Amiin.
Surabaya, 20 September 2021

Kelompok 6

2
DAFTAR ISI

JUDUL.................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR............................................................................ iii
DAFTAR ISI........................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................
1.3 Tujuan....................................................................................
1.3.1 Tujuan Umum..............................................................
1.3.2 Tujuan Khusus..............................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................
2.1 Konsep Lansia.............................................................................
2.1.1 Definisi Lansia...................................................................
2.1.2 Batasan Lansia...................................................................
2.1.3 Tahapan Proses Penuaan...................................................
2.1.4 Tahapan Proses Penuaan...................................................
2.1.5 Perubahan Fisik dan Psikososial Lansia............................
BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN........................................
3.1 Kasus............................................................................................
3.2 Analisa Data..................................................................................
3.3 Diagnosa Keperawatan.................................................................
3.4 Intervensi Keperawatan ................................................................
BAB 4 PENUTUP.............................................................................
4.1 Kesimpulan.....................................................................................
4.2 Saran...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................

3
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lansia merupakan seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas.
Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi fisiologis yang berkaitan dengan
penurunan kemampuan untuk hidup (Ferry dan Makhfudli, 2009). Menurut WHO,
batasan lansia dibagi atas: usia pertengahan (middle age) yaitu antara 45-59 tahun,
lanjut usia (elderly) yaitu 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun, dan usia
sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Notoadmodjo, 2011).
Menurut WHO, di kawasan Asia Tenggara populasi Lansia sebesar 8%
atau sekitar 142 juta jiwa. Pada tahun 2050 diperkirakan populasi Lansia
meningkat 3 kali lipat dari tahun ini. Pada tahun 2000 jumlah Lansia sekitar
5,300,000 (7,4%) dari total populasi, sedangkan pada tahun 2010 jumlah Lansia
24,000,000 (9,77%) dari total populasi, dan tahun 2020 diperkirakan jumlah
Lansia mencapai 28,800,000 (11,34%) dari total populasi. Sedangkan di Indonesia
sendiri pada tahun 2020 diperkirakan jumlah Lansia sekitar 80.000.000.
Meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut (lansia) tentu menimbulkan
masalah terutama dari segi kesehatan dan kesejahteraan lansia. Masalah tersebut
jika tidak ditangani akan berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks.
Masalah yang kompleks pada lansia baik dari segi fisik, mental, dan sosial
berkaitan dengan kesehatan dan kesejahteraan mereka (Notoadmodjo, 2011).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan pada kelompok kesehatan lansia?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Membantu lansia dalam memperoleh kehidupan yang optimal baik dari
segi fisik, mental, dan spiritual
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Agar lansia dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri

4
- Peningkatan kesehatan ( Healthy promotion )
- Pencegahan penyakit
- Pemeliharaan kesehatankesehatan
2. Mempertahankan kesehatan dan kemampuan dari lansia
3. Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau
semangat hidup lansia ( life support)
4. Menolong dan merawat lansia yang menderita penyakit atau mengalami
gangguan tertentu baik akut maupun kronik
5. Merangsang petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan
diagnosa yang tepat dan dini terhadap suatu kelainan tertentu
6. Mencari upaya semaksimal mungkin agas lansia yang menderita suatu
penyakit dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu
suatu pertolongan

5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep lansia


2.1.1 Definisi Lansia
Lansia merupakan tahap akhir dalam kehidupan manusia. Menua atau
menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia.
Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu
waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan
proses alamiah. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang
berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses
menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi ransangan dari dalam dan luar
tubuh yang berakhir dengan kematian (Nugroho, 2015).
Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi fisiologis yang berkaitan dengan
penurunan kemampuan untuk hidup (Ferry dan Makhfudli, 2009). Menurut WHO,
batasan lansia dibagi atas: usia pertengahan (middle age) yaitu antara 45-59 tahun,
lanjut usia (elderly) yaitu 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun, dan usia
sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Notoadmodjo, 2011).
Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lansia yang dimaksud dengan lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia
60 tahun keatas. Lebih lanjut Maryam (2008) juga mendefinisikan lansia sebagai
seseorang yang telah berusia lanjut dan telah terjadi perubahan perubahan dalam
sistem tubuhnya.
2.1.2 Batasan Lansia
Tidak ada batasan yang pasti tentang lansia. Umur yang dijadikan batasan
lansia berbeda-beda, umumnya berkisar antara 60-65 tahun. Berikut dikemukakan
beberapa pendapat ahli mengenai batasan lansia :
1. Menurut organisasi kesehatan dunia, WHO, ada empat tahap, yakni :
a. Usia pertengahan (middle age), yaitu 45-49 tahun
b. Lanjut usia (elderly), yaitu 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old), yaitu 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old), yaitu di atas 90 tahun)

6
2. Menurut Prof. Dr. dr. Koesoemanto Setyonegoro, Sp.KJ., lansia (usia lebih
dari 70 tahun), terbagi menjadi :
a. Usia 70-75 tahun (young old)
b. Usia 75-80 tahun (old)
c. Usia lebih dari 80 tahun (very old)
3. Menurut Hurlock (1979), perbedaan lansia terbagi dalam dua tahap, yakni:
a. Early old age(usia 60-70 tahun)
b. Advanced old age(usia 70 tahun ke atas)
4. Menurut Burnside (1979), ada empat tahap lansia, yakni :
a. Young old(usia 60-69 tahun)
b. Middle ageold(usia 70-79 tahun)
c. Old-old (usia 80-89 tahun)
d. Very old-old (usia 90 tahun ke atas)
5. Menurut para ahli, batasan lansia di Indonesia adalah 60 tahun ke atas. Hal
ini dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
kesejahteraan lansia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2, bahwa yang disebut
dengan lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas,
baik pria maupun wanita (Nugroho, 2015).
2.1.3 Tahapan Proses Penuaan
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori
biologis, teori sosial, teori spiritual, dan teori psikologis.
1. Teori Biologis
Teori Biologis mencakup teori genetik, teori somatik, teori sistem imun,
teori metabolism, serta teori radikal bebas.
a. Teori Genetic clock
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-
spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai jam genetik di dalam inti sel
yang telah berputar menurut replikasi tertentu. Jam ini akan
menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak diputar,
jadi menurut konsep ini bila jam kita itu berhenti akan meninggal
dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit
akhir (Darmojo dan Martono, 2004).

7
b. Teori Somatik (Teori Error Catastrophe)
Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis
faktor-faktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor
lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Diketahui
bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur. Menurut teori
ini terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik, akan
menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel
tersebut (Darmojo dan Martono, 2004).
c. Rusaknya Sistem Imun Tubuh
Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca translasi, dapat
menyebabkan kemampuan berkurangnya kemampuan sistem imun
tubuh mengenali dirinya sendiri. Perubahan inilah yang menjadi dasar
terjadinya peristiwa autoimun. Selain itu, sistem imun tubuh sendiri
daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya
serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker
leluasa membelah-belah. Inilah yang menyebabkan terjadinya kanker
meningkat sesuai meningkatnya umur (Darmojo dan Martono, 2004).
d. Teori Menua Akibat Metabolisme
Pentingnya metabolisme sebagai faktor penghambat umur panjang,
dimana terdapat hubungan antara tingkat metabolisme dengan panjang
umur. Mamalia yang dirangsang untuk hibernasi, selama musim dingin
ditempatkan pada temperatur yang rendah tanpa dirangsang
berhibernasi, metabolismenya meningkat dan berumur lebih pendek.
Walaupun umurnya berbeda, namun jumlah kalori yang dikeluarkan
untuk metabolisme selama hidup adalah sama (Darmojo dan Martono,
2004).
e. Kerusakan akibat Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, dan di dalam tubuh jika
fagosit dipecah, dan sebagai produk sampingan di dalam rantai
pernafasan di dalam mitokondria. Radikal bebas yang terbentuk
tersebut adalah: (1) Superoksida (O2), (2) Hidroksil (OH), dan juga (3)
Perioksida hidrogen (H2O2). Radikal bebas bersifat merusak, karena

8
sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, asam
lemak tak jenuh, seperti membran sel, dan dengan gugus SH (Darmojo
dan Martono, 2004).
2. Teori Sosial
Pada lansia, kekuasaan dan prestise yang berkurang menyebabkan
berkurangnya interaksi sosial, yang tersisa hanyalah harga diri dan
kemampuan mereka untuk mengikuti perintah. Kemiskinan yang dialami
lansia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang lansia
secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan sekitar. Proses penuaan
mengakibatkan interaksi sosial mulai menurun, baik secara kualitas
maupun kuantitas (Maryam dan Ekasari, 2008).
3. Teori Spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian
hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti
kehidupan. Kepercayaan merupakan suatu pengetahuan dan cara
berhubungan dengan kehidupan akhir. Kepercayaan adalah suatu
fenomena timbal balik, yaitu suatu hubungan aktif antara seseorang
dengan orang lain dalam menanamkan suatu keyakinan, cintakasih, dan
harapan. Perkembangan spiritual pada lansia berada pada tahap
penjelmaan dari prinsip cinta dan keadilan (Maryam dan Ekasari, 2008).
4. Teori Psikologis
Pada lansia, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring dengan
penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan
pula dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif.
Kepribadian individu yang terdiri atas motivasi dan intelegensi dapat
menjadi karakteristik konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri yang
positif dapat menjadikan seorang lansia mampu berinteraksi dengan
mudah terhadap nilai-nilai yang ada, ditunjang dengan status sosialnya
(Maryam dan Ekasari, 2008).
Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan
kognitif, memori, dan belajar pada lansia menyebabkan mereka sulit untuk
berinteraksi dan dipahami. Dengan adanya penurunan fungsi sistem

9
sensorik, maka akan terjadi pula penurunan kemampuan untuk menerima,
memproses, dan merespon stimulus sehingga terkadang akan muncul aksi
atau reaksi yang berbeda dari stimulus yang ada. Selain itu, kurangnya
motivasi pada lansia juga berperan. Motivasi akan semakin menurun
dengan menganggap bahwa lansia sendiri merupakan beban bagi orang
lain dan keluarga (Maryam dan Ekasari, 2008).
2.1.4 Perubahan Fisik dan Psikososial Lansia
1. Perubahan Fisik pada Lansia
a. Sel
Perubahan sel pada lanjut usia meliputi: terjadinya penurunan jumlah
sel, terjadi perubahan ukuran sel, berkurangnya jumlah cairan dalam
tubuh dan berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi
protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, penurunan jumlah sel pada
otak, terganggunya mekanisme perbaikan sel, serta otak menjadi
atrofis beratnya berkurang 5- 10%.
b. Sistem Persyarafan
Perubahan persyarafan meliputi: beratotak yang menurun 10-20%
(setiap orang berkurang sel syaraf otak nya dalam setiap harinya, cepat
menurunnya hubungan persyarafan, lambat dalam respon dan waktu
untuk bereaksi khususnya dengan stress, mengecilnya syaraf panca
indra, berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya
syaraf penciuman dan perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu
dengan ketahanan terhadap sentuhan, serta kurang sensitif terhadap
sentuhan.
c. Sistem Pendengaran
Perubahan pada sistem pendengaran meliputi: terjadinya presbiakusis
(gangguan dalam pendengaran) yaitu gangguan dalam pendengaran
pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara, nada-nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi
pada umur diatas 65 tahun. Terjadinya otosklerosis akibat atropi
membran timpani. Terjadinya pengumpulan seru mendapat mengeras

10
karena meningkatnya keratinin. Terjadinya perubahan penurunan
pendengaran pada lansia yang mengalami ketegangan jiwa atau stress.
d. Sistem Penglihatan
Perubahan pada sistem penglihatan meliputi: timbulnya sklerosis dan
hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola),
terjadi kekeruhan pada lensa yang menyebabkan katarak,
meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat dan susah melihat pada cahaya gelap,
hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, serta
menurunnya daya untuk membedakan warna biru atau hijau. Pada
mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil
menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap
akomodasi, lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih
buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi kemampuan
untuk menerima dan membedakan warna-warna.
Kadang warna gelap seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama.
Pandangan dalam area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan
berkurang (sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia
pada risiko cedera. Sementara cahaya menyilaukan dapat
menyebabkan nyeri dan membatasi kemampuan untuk membedakan
objek-objek dengan jelas, semua hal itu dapat mempengaruhi
kemampuan fungsional para lansia sehingga dapat menyebabkan lansia
terjatuh.
e. Sistem Kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskule rmeliputi: terjadinya penurunan
elastisitas dinding aorta, katup jantung menebal dan menjadi kaku,
menurunnya kemampuan jantung untuk memompa darah yang
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan
elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi yang dapat mengakibatkan
tekanan darah menurun (dari tidur ke duduk dan dari duduk ke berdiri)
yang mengakibatkan resistensi pembuluh darah perifer.

11
f. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Perubahan pada sistem pengaturan tempertur tubuh meliputi: pada
pengaturan sistem tubuh, hipotalamus dianggap bekerja sebagait
hermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi
berbagai faktor yang mempengaruhinya, perubahan yang sering
ditemui antara lain temperatur suhu tubuh menurun (hipotermia)
secara fisiologi kurang lebih 35°C, ini akan mengakibatkan
metabolisme yang menurun. Keterbatasan refleks mengigil dan tidak
dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya
aktivitas otot.
g. Sistem Respirasi
Perubahan sistem respirasi meliputi: otot pernapasan mengalami
kelemahan akibat atropi, aktivitas silia menurun, paru kehilangan
elastisitas, berkurangnya elastisitas bronkus, oksigen pada arteri
menurun, karbondioksida pada arteri tidak berganti, reflek dan
kemampuan batuk berkurang, sensitivitas terhadap hipoksia dan
hiperkarbia menurun, sering terjadi emfisema senilis, kemampuan
pegas dinding dada dan kekuatan otot pernapasan menurun seiring
pertambahan usia.
h. Sistem Pencernaan
Perubahan pada sistem pecernaan, meliputi: kehilangan gigi, penyebab
utama periodontal disease yang bisa terjadi setelah umur 30 tahun,
indra pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecap
terhadap rasa asin, asam dan pahit, esofagus melebar, rasa lapar
nenurun, asam lambung menurun, motilitas dan waktu pengosongan
lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi,
fungsi absorpsi melemah, hati semakin mengecil dan tempat
penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.
i. Sistem Perkemihan
Perubahan pada sistem perkemihan antara lain ginjal yang merupakan
alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urine, darah
masuk keginjal disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang

12
disebut nefron (tempatnya di glomerulus), kemudian mengecil dan
nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%
sehingga fungsi tubulus berkurang, akibatnya, kemampuan
mengkonsentrasi urine menurun, berat jenis urine menurun. Otot-otot
vesika urinaria menjadi lemah, sehingga kapasitasnya menurun sampai
200 ml atau menyebabkan buang air seni meningkat. Vesika urinaria
sulit dikosongkan sehingga terkadang menyebabkan retensi urine.
j. Sistem Endokrin
Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin meliputi: produksi semua
hormon turun, aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate), dan daya
pertukaran zat menurun. Produksi aldosteron menurun, Sekresi
hormone kelamin, misalnya progesterone, estrogen, dan testoteron
menurun.
k. Sistem Integumen
Perubahan pada sistem integumen, meliputi: kulit mengerut atau
keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit cenderung
kusam, kasar, dan bersisi. Timbul bercak pigmentasi, kulit kepala dan
rambut menipis dan berwarna kelabu, berkurangnya elestisitas akibat
menurunnya cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan
rapuh, jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang.
l. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan pada sistem muskuloskeletal meliputi: tulang kehilangan
densitas (cairan) dan semakin rapuh, kekuatan dan stabilitas tulang
menurun, terjadi kifosis, gangguan gaya berjalan, tendon mengerut dan
mengalami sklerosis, atrofi serabut otot, serabut otot mengecil
sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram, dan menjadi tremor,
aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua. Semua
perubahan tersebut dapat mengakibatkan kelambanan dalam gerak,
langkah kaki yang pendek, penurunan irama. Kaki yang tidak dapat
menapak dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah,
perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah atau

13
terlambatmengantisipasi bila terjadi gangguan terpeleset, tersandung,
kejadian tiba-tiba sehingga memudahkan jatuh.
2. Perubahan Psikososial pada Lansia
a. Kesepian
Kesepian yang dialami dapat berupa kesepian emosional, situasional,
kesepian sosial atau gabungan ketiga-tiganya. Berdasarkan penelitian
tersebut beberapa hal yang dapat memengaruhi perasaan kesepian pada
lansia diantaranya:
a) merasa tidak adanya figur kasih sayang yang diterima seperti dari
suami atau istri, dan atau anaknya
b) kehilangan integrasi secara sosial atau tidak terintegrasi dalam
suatu komunikasi seperti yang dapat diberikan oleh sekumpulan
teman, atau masyarakat di lingkungan sekitar. Hal itu disebabkan
karena tidak mengikuti pertemuan-pertemuan yang dilakukan di
kompleks hidupnya;
c) mengalami perubahan situasi, yaitu ditinggal wafat pasangan hidup
(suami dan atau istri), dan hidup sendirian karena anaknya tidak
tinggal satu rumah.
b. Kecemasan Menghadapi Kematian
Tipe pertama lansia yang cemas ringan hingga sedang dalam
menghadapi kematian ternyata memiliki tingkat religiusitas yang
cukup tinggi. Sementara tipe yang kedua adalah lansia yang cemas
berat menghadapi kematian dikarenakan takut akan kematian itu
sendiri, takut mati karena banyak tujuan hidup yang belum tercapai,
juga merasa cemas karena sendirian dan tidak akan ada yang
menolong saat sekarat nantinya.
c. Depresi
Lansia merupakan agregat yang cenderung depresi. Menurut Jayanti,
Sedyowinarso, dan Madyaningrum (2008) beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya depresi lansia adalah:
a) jenis kelamin, dimana angka lansia perempuan lebih tinggi terjadi

14
depresi dibandingkan lansia laki-laki, hal tersebut dikarenakan
adanya perbedaan hormonal, perbedaan stressor psikososial bagi
wanita dan laki-laki, serta model perilaku tentang keputusasaan
yang dipelajari;
b) status perkawinan, dimana lansia yang tidak menikah/tidak pernah
menikah lebih tinggi berisiko mengalami depresi, hal tersebut
dikarenakan orang lanjut usia yang berstatus tidak kawin sering
kehilangan dukungan yang cukup besar (dalam hal ini dari orang
terdekat yaitu pasangan) yang menyebabkan suatu keadaan yang
tidak menyenangkan dan kesendirian
c) rendahnya dukungan sosial. Berdasarkan konsep lansia dan proses
penuaan yang telah dijabarkan, maka lansia rentan sekali
menghadapi berbagai permasalahan baik secara fisik maupun
psikologis.

3. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:
a. Perubahan fisik.
b. Kesehatan umum.
c. Tingkat pendidikan.
d. Hereditas.
e. Lingkungan.
f. Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya
kekakuan sikap.
g. Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.
h. Kenangan lama tidak berubah.
i. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal,
berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan psikomotor
terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari
faktor waktu

15
16
1.1 Beberapa Penyakit dan Sifat Penyakit pada Lansia
Penyakit atau gangguan umum pada lansia ada 7 macam, yaitu:

a. Depresi Mental
b. Gangguan Pendengaran
c. Hipertensi
d. Bronkitis Kronis
e. Gangguan pada tungkai atau sikap berjalan
f. Gangguan pada koksa/sendi panggul
g. Anemia
h. Demensia

Beberapa sifat penyakit pada lansia yang membedakannya dengan


penyakit pada orang dewasa seperti yang dijelaskan berikut ini:
1. Penyebab Penyakit
Penyebab penyakit pada lansia umumnya berasal dari dalam tubuh
(endogen), sedangkan pada orang dewasa berasal dari luar tubuh
(eksogen). Hal ini disebabkan karena pada lansia telah terjadi
penurunan fungsi dari berbagai organ-organ tubuh akibat kerusakan sel-
sel karena proses menua, sehingga produksi hormone, enzim, dan zat-
zat yang diperlukan untuk kekebalan tubuh menjadi berkurang. Dengan
demikian, lansia akan lebih mudah terkena infeksi. Sering pula,
penyakit lebih dari satu jenis (multipatologi), dimana satu sama lain
dapat berdiri sendiri maupun saling berkaitan dan memperberat.
2. Gejala penyakit sering tidak khas/tidak jelas
Misalnya, penyakit infeksi paru (pneumonia) sering kali tidak
didapati demam tinggi dan batuk darah, gejala terlihat ringan padahal
penyakit sebenarnya cukup serius, sehingga penderita menganggap
penyakitnya tidak berat dan tidak perlu berobat.
3. Memerlukan lebih banyak obat (polifarmasi)
Akibat banyaknya penyakit pada lansia, maka dalam
pengobatannya memerlukan obat yang beraneka ragam dibandingkan
dengan orang dewasa. Selain itu, perlu diketahui bahwa fungsi organ-

17
organ vital tubuh seperti hati dan ginjal yang berperan dalam mengolah
obat-obat yang masuk ke dalam tubuh telah berkurang. Hal ini
menyebabkan kemungkinan besar obat tersebut akan menumpuk dalam
tubuh dan terjadi keracunan obat dengan segala komplikasinya bila
diberikan dengan dosis yang sama dengan orang dewasa. Oleh karena
itu, dosis obat perlu dikurangi pada lansia. Efek samping obat sering
pula terjadi pada lansia yang menyebabkan timbulnya penyakit-
penyakit baru akibat pemberian obat tadi (iatrogenik), misalnya
poliuri/sering BAK akibat pemakaian obat diuretik (obat untuk
meningkatkan pengeluaran air seni), dapat terjatuh akibat penggunaan
obat-obat penurun tekanan darah, penenang, antidepresi, dan lain-lain.
Efek samping obat pada lansia biasanya terjadi karena diagnosis yang
tidak tepat, ketidakpatuhan meminum obat, serta penggunaan obat yang
berlebihan dan berulang-ulang dalam waktu yang lama.
4. Sering mengalami gangguan jiwa
Pada lansia yang telah lama menderita sakit sering mengalami
tekanan jiwa (depresi). Oleh karena itu, dalam pengobatannya tidak
hanya gangguan fisiknya saja yang diobati, tetapi juga gangguan
jiwanya yang justru seing tersembunyi gejalanya. Jika yang
mengobatinya tidak teliti akan mempersulit penyembuhan penyakitnya.

1.2 Promosi kesehatan, Program Kesehatan yang tepat dan metode yang
tepat untuk lansia
1. Sasaran
a. Sasaran Umum
1) Pengelola dan petugas penghuni panti
2) Keluarga lansia
3) Masyarakat luas
4) Instansi dan organisasi terkait
b. Sasaran Khusus
Lansia penghuni panti
2. Kegiatan

18
Pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan lansia dilakukan
melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
a. Upaya Promotif
Adalah upaya untuk menggairahkan semangat hidup dan
meningkatkan derajat kesehatan lansia agar tetap berguna, baik bagi
dirinya, keluarga, maupun masyarakat. Kegiatan tersebut dapat berupa
penyuluhan/demonstrasi dan/atau pelatihan bagi petugas panti
mengenai hal-hal berikut ini:
1) Masalah gizi dan diet
a) Cara mengukur keadaan gizi lansia.
b) Cara memilih bahan makanan yang bergizi bagi lansia.
c) Cara menyusun menu sehat dan diet khusus.
d) Cara menghitung kebutuhan makanan di panti.
e) Cara menyelenggarakan penyediaan di panti.
f) Cara mengawasi keadaan gizi lansia.
2) Perawatan dasar kesehatan
Melakukan pengkajian komprehensif pada lansia
a) Perawatan kesehatan dasar lansia yang masih aktif.
b) Perawatan kesehatan dasar bagi lansia yang pasif.
c) Perawatan khusus lansia yang mengalami gangguan.
d) Perawatan dasar lingkungan panti, baik di dalam maupun di
luar panti.
3) Keperawatan kasus darurat
a) Mengenal kasus darurat.
b) Tindakan pertolongan pertama kasus darurat.
4) Mengenal kasus gangguan jiwa
a) Tanda dan gejala gangguan jiwa pada lansia.
b) Cara mencegah dan mengatasi gangguan jiwa pada lansia.
5) Olah raga
a) Maksud dan tujuan olah raga bagi lansia.
b) Macam-macam olah raga yang tepat bagi lansia.
c) Cara-cara melakukan olah raga yang benar.

19
6) Teknik-teknik berkomunikasi
a) Bimbingan rohani.
b) Sarasehan, pembinaan mental, dan ceramah keagamaan.
c) Pembinaan dan pengembangan kegemaran pada lansia di panti.
d) Rekreasi.
e) Kegiatan lomba antar lansia di dalam panti atau antar panti.
f) Penyebarluasan informasi tentang kesehatan lansia di panti
maupun masyarakat luas melalui berbagai macam media.
b. Upaya Preventif
Adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadi
penyakit-penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan dan
komplikasinya. Kegiatannya dapat berupa kegiatan berikut ini:
1) Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan di panti oleh
petugas kesehatan yang datang ke panti secara periodic atau di
puskesmas dengan menggunakan KMS lansia.
2) Penjaringan penyakit pada lansia, baik oleh petugas kesehatan
di puskesmas maupun petugas panti yang telah dilatih dalam
pemeliharaan kesehatan lansia.
3) Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan bantuan
petugas panti yang menggunakan buku catatan pribadi.
4) Melakukan olah raga secara teratur sesuai dengan kemampuan
dan kondisi masing-masing.
5) Mengelola diet dan makanan lansia penghuni panti sesuai
dengan kondisi kesehatannya masing-masing.
6) Meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
7) Mengembangkan kegemarannya agar dapat mengisi waktu dan
tetap produktif.
8) Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalan terhadap
lingkungan sekelilingnya agar lansia dapat lebih mampu
mengadakan hubungan dan pembatasan terhadap waktu,
tempat, dan orang secara optimal.
c. Upaya Kuratif

20
Upaya kuratif adalah upaya pengobatan bagi lansia oleh
petugas kesehatan atau petugas panti terlatih sesuai kebutuhan.
Kegiatan ini dapat berupa hal-hal berikut ini:
1) Pelayanan kesehatan dasar di panti oleh petugas kesehatan atau
petugas panti yang telah dilatih melalui bimbingan dan
pengawasan petugas kesehatan/puskesmas.
2) Pengobatan jalan di puskesmas.
3) Perawatan dietetik.
4) Perawatan kesehatan jiwa.
5) Perawatan kesehatan gigi dan mulut.
6) Perawatan kesehatan mata.
7) Perawatan kesehatan melalui kegiatan puskesmas.
8) Rujukan ke rumah sakit, dokter spesialis, atau ahli kesehatan
yang diperlukan.
d. Upaya Rehabilitatif
Adalah upaya untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal
mungkin. Kegiatan ini dapat berupa rehabilitasi mental, vokasional
(ketrampilan/kejuruan), dan kegiatan fisik. Kegiatan ini dilakukan oleh
petugas kesehatan, petugas panti yang telah dilatih dan berada dalam
pengawasan dokter, atau ahlinya (perawat).
Pakar psikologi Dr. Parwati Soepangat, M.A. menjelaskan
bahwa para lansia yang dititipkan di panti pada dasarnya memiliki sisi
negatif dan positif. Diamati dari sisi positif, lingkungan panti dapat
memberikan kesenangan bagi lansia. Sosialisasi di lingkungan yang
memiliki tingkat usia sebaya akan menjadi hiburan tersendiri, sehingga
kebersamaan ini dapat mengubur kesepian yang biasanya mereka
alami.
Akan tetapi, jauh di lubuk hati mereka merasa jauh lebih
nyaman berada di dekat keluarganya. Negara Indonesia yang masih
menjunjung tinggi kekeluargaan, tinggal di panti merupakan sesuatu
hal yang tidak natural lagi, apa pun alasannya. Tinggal di rumah masih
jauh lebih baik dari pada di panti.

21
Pada saat orang tua terpisah dari anak serta cucunya, maka
muncul perasaan tidak berguna (useless) dan kesepian. Padahal mereka
yang sudah tua masih mampu mengaktualisasikan potensinya secara
optimal. Jika lansia dapat mempertahankan pola hidup serta cara dia
memandang suatu makna kehidupan, maka sampai ajal menjemput
mereka masih dapat berbuat banyak bagi kepentingan semua orang.

1.3 10 kebutuhan lansia (10 needs of the erderly) menurut Darmojo (2001)
adalah sebagai berikut:
1) Makanan cukup dan sehat (healthy food).
2) Pakaian dan kelengkapannya (cloth and common accessories).
3) Perumahan/tempat tinggal/tempat berteduh (home, place to stay).
4) Perawatan dan pengawasan kesehatan (health care and facilities).
5) Bantuan teknis praktis sehari-hari/bantuan hokum (technical,
judicial assistance).
6) Transportasi umum (facilities for public transportations).
7) Kunjungan/teman bicara/informasi (visits, companies,
informations).
8) Rekreasi dan hiburan sehat lainnya (recreational activities, picnic).
9) Rasa aman dan tentram (safety feeling).
10) Bantuan alat-alat panca indra (other assistance/aids).
Kesinambungan bantuan dana dan fasilitas (continuation of
subsidies and facilities).

1.4 Terapi Modalitas


Terapi modalitas merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mengisi waktu luang bagi lansia.
a. Tujuan
1) Mengisi waktu luang bagi lansia.
2) Meningkatkan kesehatan lansia.
3) Meningkatkan produktivitas lansia.
4) Meningkatkan interaksi sosial antar lansia.

22
b. Jenis Kegiatan
1) Psikodrama
Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia.
Tema dapat dipilih sesuai dengan masalah lansia.
2) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terdiri atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan
kebersamaan, bersosialisasi, bertukar pengalaman, dan
mengubah perilaku. Untuk terlaksananya terapi ini dibutuhkan
leader, co-leader, dan fasilitator. Misalnya cerdas cermat, tebak
gambar, dan lain-lain.
3) Terapi musik
Bertujuan untuk menghibur para lansia sehingga
meningkatkan gairah hidup dan dapat mengenang masa lalu.
4) Terapi berkebun
Bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan
memanfaatkan waktu luang.
5) Terapi dengan binatang
Bertujuan untuk meningkatkan rasa kasih saying dan
mengisi hari-hari sepinya dengan bermain bersama binatang.
6) Terapi okupasi
Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan
meningkatkan produktivitas dengan membuat atau
menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan.
7) Terapi kognitif
Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti
mengadakan cerdas cermat, mengisi TTS, dan lain-lain.
8) Life review terapi
Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga
diri dengan menceritakan pengalaman hidupnya.
9) Rekreasi
Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup,
menurunkan rasa bosan, dan melihat pemandangan.

23
10) Terapi keagamaan
Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang
kematian, dan meningkatkan rasa nyaman. Seperti mengadakan
pengajian, kebaktian, dan lain-lain.

24
BAB II

KEPERAWATAN KOMUNITAS LANSIA

2.1 Keperawatan Komunitas Lansia


1. Definisi
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional sebagai
bagian integral pelayanan kesehatan berbentuk pelayanan biologi,
psikologi, social dan spiritual secara komprehensif, ditujukan kepada
individu keluarga dan masyarakat baik sehat maupun sakit mencakup
siklus hidup manusia (Riyadi, 2007).
Menurut WHO, lansia adalah orang yang memiliki usia diatas 60
tahun (Nugroho, 2006).
Keperawatan Kesehatan Komunitas lansia adalah pelayanan
keperawatan profesional yang ditujukan kepada masyarakat khususnya
lansia dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi, dalam upaya
pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit
dan peningkatan kesehatan, dengan menjamin agar pelayanan kesehatan
yang dibutuhkan dapat terjangkau, dan melibatkan klien sebagai mitra
dalam perencanaan pelaksanaan dan evaluasi pelayanan kesehatan/
keperawatan (Efendi, 2010).
Komunitas adalah kelompok sosial yang tinggal dalam suatu tempat,
saling berinteraksi satu sama lain, saling mengenal serta mempunyai minat
dan interest yang sama (WHO). Komunitas adalah kelompok dari
masyarakat yang tinggal di suatu lokasi yang sama dengan dibawah
pemerintahan yang sama, area atau lokasi yang sama dimana mereka
tinggal, kelompok sosial yang mempunyai interest yang sama (Riyadi,
2007).
Strategi pelaksanaan keperawatan komunitas yang dapat digunakan
dalam perawatan kesehatan masyarakat adalah :
a. Pendidikan Kesehatan (Health Promotion)

25
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang
dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan,
sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga
mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan
kesehatan.
Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan
kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai
suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat
secara keseluruhan ingin hidup sehat. Menurut Notoatmodjo
pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan di
dalam bidang kesehatan (Mubarak, 2005).
b. Proses Kelompok (Group Process)
Bidang tugas perawat komunitas tidak bisa terlepas dari
kelompok masyarakat sebagai klien termasuk sub-sub sistem yang
terdapat di dalamnya, yaitu: individu, keluarga, dan kelompok
khusus. Perawat spesialis komunitas dalam melakukan upaya
peningkatan, perlindungan dan pemulihan status kesehatan
masyarakat dapat menggunakan alternatif model pengorganisasian
masyarakat, yaitu: perencanaan sosial, aksi sosial atau pengembangan
masyarakat. Berkaitan dengan pengembangan kesehatan masyarakat
yang relevan, maka penulis mencoba menggunakan pendekatan
pengorganisasian masyarakat dengan model pengembangan
masyarakat (community development) (Palestin, 2007).
c. Kerjasama atau Kemitraan (Partnership)
Kemitraan adalah hubungan atau kerjasama antara dua pihak
atau lebih, berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling
menguntungkan atau memberikan manfaat. Partisipasi
klien/masyarakat dikonseptualisasikan sebagai peningkatan inisiatif
diri terhadap segala kegiatan yang memiliki kontribusi pada
peningkatan kesehatan dan kesejahteraan.
Kemitraan antara perawat komunitas dan pihak-pihak terkait
dengan masyarakat digambarkan dalam bentuk garis hubung antara

26
komponen-komponen yang ada. Hal ini memberikan pengertian
perlunya upaya kolaborasi dalam mengkombinasikan keahlian
masing-masing yang dibutuhkan untuk mengembangkan strategi
peningkatan kesehatan masyarakat.
d. Pemberdayaan (Empowerment)
Konsep pemberdayaan dapat dimaknai secara sederhana
sebagai proses pemberian kekuatan atau dorongan sehingga
membentuk interaksi transformatif kepada masyarakat, antara lain:
adanya dukungan, pemberdayaan, kekuatan ide baru, dan kekuatan
mandiri untuk membentuk pengetahuan baru.

2. Tujuan
Sebagian akhir tujuan pelayanan kesehatan utama diharapkan
masyarakat mampu secara mandiri menjaga dan meningkatkan status
kesehatan masyarakat (Mubarak, 2005). Namun, secara terperinici berikut
adalah tujuan keperawatan komunitas lansia dengan hipertensi:
a. pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan
penyakit dan peningkatan kesehatan,
b. menjamin agar pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dapat terjangkau
c. melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan pelaksanaan dan
evaluasi pelayanan kesehatan/ keperawatan
d. optimalisasi kualitas hidup lansia dengan hipertensi di suatu
komunitas dengan menekan angka kesakitan dan mengurangi
gejalanya.

3. Ruang lingkup
Ruang lingkup pelayanan kesehatan komunitas pada lansia adalah
individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat baik yang sehat
maupun yang sakit dengan ruang lingkup kegiatan adalah upaya promotif,
preventif, kuratif, rehabilitatif dan resosialitatif dengan penekanan pada
upaya preventif dan promotif.

27
2.2 Hipertensi Lansia
1. Definisi
Tekanan darah adalah tekanan yang terjadi di dalam pembuluh
darah arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh (ridwan,
2009). Tekanan darah biasanya dicatat sebagai tekanan sistol dan diastol.
Tekanan darah maksimum dalam arteri disebut tekanan sistolik yang
disebabkan sistol ventrikular. Tekanan minimum dalam arteri disebut
tekanan diastolik yang disebabkan oleh diastol ventrikular ( Jain, 2011).
Hipertensi merupakan penyakit yang berhubungan dengan tekanan darah
(Ridwan, 2009). Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah
persisten dengan tekanan sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan
diastolik di atas 90 mmHg (Smeltzer, 2002). Apabila seseorang memiliki
tekanan darah sistol 140 mmHg dan tekanan darah diastol 90 mmHg atau
lebih yang diukur ketika ia sedang duduk dapat dikategorikan memiliki
tekanan darah tinggi (Ridwan, 2009).

2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, Ridwan (2009) menggolongkan
hipertensi ke dalam tiga golongan yaitu hipertensi esensial, sekunder, dan
maligna.
1) Hipertensi esensial (hipertensi primer atau idiopatik)
Hipertensi esensial biasanya dimulai sebagai proses labil
(intermiten) pada individu pada akhir 30-an dan awal 50-an yang
secara bertahap akan menetap. Hipertensi esensial secara pasti
belum diketahui penyebabnya. Gangguan emosi, obesitas,
konsumsi alkohol yang berlebih, rangsang kopi yang berlebih,
rangsang konsumsi tembakau, obat-obatan, dan keturunan
berpengaruh pada proses terjadinya hipertensi esensial. Penyakit
hipertensi esensial lebih banyak terjadi pada wanita dari pada pria (
C. smeltzer, 2002).

28
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan
karena gangguan pembuluh darah atau organ tertentu (gray et al,
2009) mengelompokkan penyebab hipertensi menjadi tiga
golongan, yaitu:
a) Penyakit parenkim ginjal
Permasalahan pada ginjal yang menyebabkan kerusakan
parenkim akan menyebabkan hipertensi dan kondisi hipertensi
yang ditimbulkan tersebut akan semakin memperparah kondisi
kerusakan ginjal.
b) Penyakit Renovaskular
Merupakan penyakit yang menyebabkan gangguan
dalam vaskularisasi darah ke ginjal seperti arterosklerosis.
Penurunan pasokan ginjal akan menyebabkan produksi renin
ipsilateral dan meningkatkan tekanan darah, sering diatasi
secara farmakologis dengan ACE Inhibitor.
c) Endokrin
Gangguan aldosteronisme primer akan berpengaruh
terhadap hipertensi. Tingginya kadar aldosteron dan rendahnya
kadar renin mengakibatkan kelebihan natrium dan air sehingga
berdampak pada meningkatnya tekanan darah.

3. Faktor Risiko
Menurut Harrison (2000), kegemukan (obesitas), gaya hidup
yang tidak aktif (malas berolahraga), stress, alkohol, atau garam yang
lebih dalam makanan, bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-
orang yang memiliki kepekaan untuk diturunkan. Faktor yang
mempengaruhi timbulnya hipertensi :
1) Stres

29
Hubungan antara stres dengan hipertensi, diduga terjadi
melalui aktivasi saraf simpatis (saraf yang bekerja saat
beraktivitas). Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat
meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu).
Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah
menetap tinggi (Shadine, 2010).
2) Rokok
Meskipun efek jangka panjang merokok terhadap tekanan
darah masih belum jelas, namun efek sinergis merokok dengan
tekanan darah yang tinggi terhadap risiko kardiovaskuler telah
didokumentasikan secara nyata.
3) Alkohol
Penggunaan alkohol secara berlebihan juga dapat
meningkatkan tekanan darah, mungkin dengan cara meningkatkan
katekolamin plasma.
4) Konsumsi Garam Dapur
Hubungan antara asupan natrium dan hipertensi masih
kontroversial, tetapi jelas bahwa pada beberapa pasien hipertensi,
asupan garam yang banyak menyebabkan peningkatan tekanan
darah secara nyata. Pasien hipertensi hendaknya mengkonsumsi
garam tidak lebih dari 100 mmol/hari (2,4 gram natrium, 6 gram
natrium klorida).
5) Aktivitas atau Olahraga
Olahraga teratur adalah suatu kebiasaan dan cara yang baik
untuk mengurangi berat badan. Hal itu juga tampak berguna untuk
menurunkan tekanan darah dengan sendirinya (Shadine, 2010).
6) Obesitas
Faktor yang diketahui dengan baik adalah obesitas, dimana
berhubungan dengan peningkatan volume intravaskuler dan curah
jantung. Pengurangan berat badan sedikit saja sudah menurunkan
tekanan darah.
7) Jenis Kelamin

30
Laki-laki cenderung mengalami tekanan darah yang tinggi
dibandingkan dengan perempuan. Tekanan darah pria mulai
meningkat ketika usianya berada pada rentang 35-50 tahun.
Kecenderungan seorang perempuan terkena hipertensi pada saat
menopause karena penurunan hormone seks (Ridwan, 2009).

4. Manifestasi Klinis
Hipertensi merupakan penyakit yang banyak tidak
menimbulkan gejala khas sehingga sering tidak terdiagnosis dalam
waktu yang lama. Gejala akan terasa secara tiba-tiba saat ada kenaikan
tekanan darah (Jain, 2011).
Manifestasi klinis yang ditimbulkan hipertensi bersifat tidak
spesifik. Sakit kepala merupakan gejala umum yang sering dialami
pada pasien hipertensi. Namun, sakit kepala juga disebabkan oleh
beberapa hal sepeti camas, stres, sulit tidur malam, atau infeksi virus
minor sehingga sakit kepala bukan merupakan manifestasi klinis khas
hipertensi. Sesak nafas juga terjadi pada pasien hipertensi. Sesak nafas
pada seseorang yang menderita hipertensi biasanya terjadi karena
kegemukan. Perdarahan di beberapa bagian tubuh juga merupakan efek
hipertensi. Risiko perdarahan dari arteri ke otak atau retina mata
meningkat karena adanya hipertensi terutama pada pasien dengan usia
di atas 50 tahun. Menstruasi yang berat dan munculnya gejala
menopause sering dialami wanita dengan hipertensi. Manifestasi
hipertensi yang lebih serus adalah perdarahan ke otak yang dapat
membunuh seseorang dalam waktu yang singkat atau menyebabkan
kelumpuhan (Jain, 2011).
Hipertensi akan menjadi masalah kesehatan yang serius jika
tidak terkendali karena akan megakibatkan komplikasi yang berbahaya
dan berakibat fatal seperti stroke, penyakit jantung koroner, dan gagal
ginjal (Anies, 2006).

31
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah menurut WHO
Klasifikasi Sistolik(mmHg) Diastolik(mmHg)
Pilihan < 120 < 80
Normal <130 < 85
Normal tinggi 130-139 85-90
Hipertensi derajat I 140-159 90-99
( ringan) 160-179 100-109
Hipertensi derajat II >180 >110
(sedang)
Hipertensi derajat III
(berat)
Sumber: Tierney, 2002

5. Patofisiologi
Tekanan darah dapat meningkat melalui beberapa mekanisme.
Pertama, jantung memompa lebih kuat sehingga darah mengalir
dengan kecepatan tinggi setiap detiknya. Kedua, arteri besar
mengalami kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga
ketika jantung berdenyut darah harus melewati pembuluh darah yang
sempit sehingga menaikkan tekanan darah. Ketiga, kelainan fungsi
ginjal untuk membuang sejumlah garam dan cairan sehingga
meningkatkan volume darah yang berdampak pada peningkatan
tekanan darah (Ridwan, 2009).
Menurut Anies (2006) peningkatan tekanan darah melalui
mekanisme:
1) Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan darah lebih
banyak cairan setiap detiknya.
2) Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga
tidak dapat mengembang saat jantung memompa darah melalui
arteri tersebut. Karena itu, darah dipaksa untuk melalui pembuluh

32
darah yang sempit dan menyebabkan naiknya tekanan darah.
Penebalan dan kakunya dinding arteri terjadi karena adanya
arterosklerosis. Tekanan darah juga meningkat saat terjadi
vasokonstriksi yang diseabkan rangsangan saraf atau hormon.
3) Bertambahnya cairan dalam sirkulasi dapat meningkatkan tekanan
darah. Hal ini dapat terjadi karena kelainan fungsi ginjal sehingga
tidak mampu membuang natrium dan air dalam tubuh sehingga
volume darah dalam tubuh meningkat yang menyebabkan tekanan
darah juga meningkat.

6. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan hipertensi adalah untuk mencegah
komplikasi penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas
yang berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan
tekanan sistolik di bawah 140 mmHg dan tekanan diastolik di bawah
90 mmHg dan mengontrol faktor risiko. Hal ini dapat dicapai melalui
modifikasi gaya hidup atau dengan obat anti hipertensi (Mansjoer,
2001).
Pengobatan utama hipertensi dengan diuretika, penyekat
reseptor beta-adrenergik, penyakit saluran kalsium, inhibitor ACE
(angiotensin-converting enzyme), atau penyekat reseptor alfa-
adernergik bergantung pada keadaan pasien termasuk mengenai biaya,
karakteristik demografi, penyakit yang terjadi bersamaan, dan kualitas
hidup (Pierce dan Wilson, 2005).

33
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
PADA KELOMPOK LANSIA
3.1 Pengkajian

1. Riwayat atau sejarah perkembangan komunitas


Data dikaji melalui wawancara kepada tokoh formal dan informal
dikomunitas dan studi dokumentasi sejarah komunitas tersebut. Uraikan
termasuk data umum mengenai lokasi daerah binaan (yang dijadikan
praktek keperawatan komunitas), luas wilayah, iklim, type komunitas
(masyarakat rural atau urban) keadaan demografi, struktur politik, distribusi
kekuatan komunitas dan pola perubahan komunitas.
2. Data demografi
Kajilah jumlah komunitas berdasarkan : usia lansia, jumlah lansia,
jenis kelamin, status perkawinan, ras atau suku , bahasa , tingkat
pendapatan, pendidikan , produktivitas, masih bekerja atau tidak, agama
dan komposisi keluarga.
3. Vital statistik
Jabarkan atau uraikan data tentang angka kematian kasar atau CDR
penyebab kematian, angka pertambahan anggota, angka kelahiran.
4. Status kesehatan komunitas
Angka mortalitas, morbiditas akibat hipertensi. Kondisi kesehatan
lansia dikaji dengan menganalisis:
a. Keluhan yang dirasakan saat ini oleh komunitas:
1) Sakit kepala
2) Epistaksis
3) Pusing / migrain
4) Rasa berat ditengkuk
5) Sukar tidur
6) Mata berkunang kunang

34
7) Lemah dan lelah
8) Muka pucat
b. Pemeriksaan fisik
Menurut Jain (2011), pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan
pada pasien hipertensi adalah:
1) Tinggi badan dan berat badan
Tinggi dan berat badan diperlukan karena kondisi obesitas
dapat berpengaruh pada tekanan darah.
2) Pemeriksaan nadi
Semakin parah kondisi hipertensi, maka jarak denyut nadi
(amplitudo) akan semakin kecil. Amplitudo yang besar yaitu denyut
nadi yang penuh dan teratur menunjukkan tekanan darah sistolik
yang tinggi (arterosklerosis).
3) Suara jantung dan dada
Pemeriksaan jantung dan dada dapat mengindikasikan
hipertensi telah mempengaruhi jantung. Gagal jantung yang
disebabkan penumpukan cairan di paru dapat diketahui melalui
pemeriksaan suara dada melalui stetoskop.
4) Suara perut dan leher
Suara arteri perut dan leher dengan nada tinggi dapat
menunjukkan penyempitan arteri yang menuju ginjal, kaki, dan otak.
c. Pemeriksaan diagnostik
Diagnosis hipertensi biasanya berdasar pada terjadinya
peningkatan tekanan darah setelah dilakukan pengukuran secara
berulang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:
1) Diagnosis tekanan darah
Mengukur tekanan darah merupakan tes rutin paling
penting untuk mendiagnosis hipertensi (Jain, 2011). Pengukuran
tekanan darah dilakukan dengan tujuan untuk memantau tekanan
darah apakah masih dalam kondisi normal atau abnormal. Tekanan
sistolik yang melebihi 130 mmHg dan tekanan diastolik yang
melebihi 80 mmHg merupakan tekanan darah yang abnormal.

35
Selain itu yang diperhatikan adalah selisih tekanan sistole dan
diastole atau pulse pressure (Ridwan, 2009).
2) Diagnosis dengan Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan menggunakan EKG dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui aktivitas jantung.
3) Dual Energy X-Ray Absorptionmetry (DEXA Scan)
Dexa scan digunakan untuk menetukan densitas tulang
serta komposisi tubuh seperti masa lemak terhadap masa otot.
Untuk keperluan hipertensi, alat ini digunakan untuk mengukur
kadar lemak dalam organ tubuh tertentu. Dengan diketahuinya
penumpukan lemak dalam tuubuh dapat membantu pasien dalam
mengontrol berat badan yang dapat mempengaruhi tekanan darah.
4) Tes Doppler
Tes doppler digunakan untuk menentukan kondisi sirkulasi
darah yang terdistribusi ke seluruh sistem kardiovaskular.
5) Tes Kolesterol
Penimbunan kolesterol dalam tubuh akan mengganggu
sistem kardiovaskular sehingga akan mempengaruhi tekanan darah
seseorang.
6) Tes Darah
Tes darah dilakukan untuk mengetahui kadar kolesterol
darah, gula darah, urea darah, kreatinin dalam darah, tingkat
natrium dan kalium dalam darah.
d. Kejadian penyakit hipertensi pada lansia (dalam satu tahun terakhir).
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keturunan hipertensi
f. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
1) Pola pemenuhan nutrisi
Konsumsi garam berlebih, lemak, merokok, dan konsumsi kopi.
2) Pola pemenuhan cairan elektrolit
3) Pola istirahat tidur
Kurang tidur, tidur malam, dan kualitas tidur

36
4) Pola eliminasi
5) Pola aktifitas gerak, olahraga
6) Pola pemenuhan kebersihan diri
7) Status psikososial :
a) Komunikasi dengan sumber-sumber kesehatan
b) Hubungan dengan orang lain
c) Peran di masyarakat
d) Kesedihan yang dirasakan
e) Stabilitas emosi : stress
8) Perlakuan yang salah dalam kelompok dalam hal ini perilaku
tindakan kekerasan.
9) Status pertumbuhan dan perkembanganan lansia, tahapan
perkembangan yang sudah dipenuhi dan belum terpenuhi.
10) Pola pemanfaatan fasilitas kesehatan
11) Pola pencegahan terhadap penyakit dan perawatan kesehatan
12) Pola perilaku tidak sehat seperti : kebiasaan merokok, minum kopi
yang berlebihan, mengkonsusmsi alkohol, penggunaan obat tanpa
resep, penyalahgunaan obat terlarang, pola konsumsi tinggi
garam, lemak dan purin.

Data lingkungan fisik


1. Pemukiman
a. Luas bangunan
b. Bentuk bangunan        : Rumah, petak, asrama, pavilyun
c. Jenis bangunan            : Permanen, semi permanen, non permanen
d. Atap rumah                  : Genting, seng, welit, ijuk, kayu, asbes
e. Dinding                       : Tembok, kayu, bambu, atau lainnya sebutkan
f. Lantai  : Semen, tegel, keramik, tanah, kayu, atau lainnya  sebutkan.
g. Ventilasi                      : Kurang atau lebih dari 15-20 % dari luas lantai
h. Pencahayaan                : Kurang, baik
i. Penerangan                  : Kurang, baik
j. Kebersihan                  : Kurang, baik

37
k. Pengaturan ruangan dan perabot  : Kurang, baik
l. Kelengkapan alat Rumah tangga. : Kurang, baik
2. Sanitasi
a. Penyediaan air bersih (MCK).
b. Penyediaan air minum
c. Pengelolaan jamban bagaimana jenisnya, berapa jumlahnya dan
bagaimana jarak dengan sumber air.
d. Sarana pembuangan air limbah (SPAL)
e. Pengelolaan sampah : apakah ada sarana pembuangan sampah,
bagaimana cara pengelolaannya : dibakar, ditimbun, atau cara lainnya
sebutkan.
f. Polusi udara, air, tanah, atau suara/kebisingan.
g. Sumber polusi : pabrik, rumah tangga, industri lainnya sebutkan.
3. Fasilitas
a. Peternakan, pertanian, perikanan dan lain-lain.
b. Pekarangan
c. Sarana olah raga
d. Taman, lapangan
e. Ruang pertemuan
f. Sarana hiburan
g. Sarana ibadah
4. Batas-batas wilayah
Sebelah utara, barat, timur dan selatan.
5. Kondisi geografis
Ketinggian, cuaca, suhu, sector pertenin, perikanan, jenis tanah, perairan.

Pelayanan kesehatan dan social


1. Pelayanan kesehatan
a. Lokasi sarana kesehatan
b. Sumber daya yang dimiliki (tenaga kesehatan dan kader).
c. Jumlah kunjungan
d. Sistem rujukan

38
2. Fasilitas sosial (pasar, toko, swalayan).
a. Lokasi
b. Kepemilikan
c. Kecukupan
3. Ekonomi
a. Jenis pekerjaan
b. Jumlah penghasilan rata-rata tiap bulan
c. Jumlah pengeluaran rata-rata tiap bulan
d. Jumlah pekerja dibawah umur, ibu rumah tangga dan lanjut usia.
4. Kemanan dan transportasi
a. Keamanan
1) Sistem keamanan lingkungan
2) Penanggulangan kebakaran
3) Penanggulangan bencana
4) Penanggulangan polusi, udara, air dan tanah.
b. Transportasi
1) Kondisi jalan
2) Jenis tranportasi yang dimiliki
3) Sarana transportasi yang ada
5. Politik dan pemerintahan
a. Sistem pengorganisasian
b. Struktur organisasi
c. Kelompok organisasi dalam komunitas
d. Peran serta kelompok organisasi dalam kesehatan
6. Sistem komunikasi
a. Sarana umum komunikasi
b. Jenis alat komunikasi yang digunakan dalam komunitas.
c. Cara penyebaran informasi
7. Pendidikan
a. Tingkat pendidikan komunitas
b. Fasilitas pendidikan yang tersedia (formal atau non formal).
1) Jenis pendidikan yang diadakan di komunitas

39
2) Sumber daya manusia, tenaga yang tersedia
c. Jenis bahasa yang digunakan
8. Rekreasi
a. Kebiasaan rekreasi
b. Fasilitas tempat rekreasi

3.2 Analisis Masalah


Analisa data merupakan suatu studi dan pengujian data yang dapat
berbentuk kuantitatif maupun kualitatif. Dalam analisa data, semua aspek harus
dipertimbangkan karena analisa data perlu menentukan kebutuhan kesehatan
dan dukungan masyarakat serta trend dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Dalam melakukan analisa data terdapat beberapa langkah antara lain :
pengelompokan data, meringkas, membandingkan dan membuat kesimpulan.
Melakukan analisa data tersebut diatas membutuhkan pengetahuan dan
keterampilan tentang menganalisa dan pengambilan keputusan melalui berpikir
kritis. Oleh karena itu perawat komunitas harus mempelajari dan menguasai
pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan tersebut, sehingga perawat
mampu memberikan asuhan keperawatan komunitas.
Analisa data berarti perawat komunitas mempelajari data – data yang
telah terkumpul melalui metode pengumpulan data. Data yang telah terkumpul
dapat berupa data kualitatif dan kuantitatif. Analisa data dilakukan untuk
melihat masalah kesehatan yang dialami masyarakat  dan untuk
mengidentifikasi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan. Analisa
data juga memberikan informasi tentang kekuatan yang dimiliki oleh
masyarakat, system pendukung dan sumber – sumber yang dapat dimanfaatkan
untuk peningkatan kesehatan.
1. Tahap – tahap analisa data
Analisa seperti beberapa prosedur lain yang kita lakukan, dapat
dipandang sebagai suatu proses yang mempunyai beberapa langkah atau
tahapan. Tahapan – tahapan yang digunakan untuk membantu melakukan
analisa tersebut adalah sebagai berikut :
a. Mengelompokan data atau mengkategorikan data

40
Mengelompokan atau mengkategorikan data sangat membantu
kita dalam melakukan analisa data yang telah dikumpulkan dalam
komuntas. Kategori atau pengelompokan yang biasa digunakan yaitu
berdasarkan :
1) Karakteristik demografi ( jumlah anggota keluarga, usia, jenis
kelamin, kelompok rasial dan etnik  dan lain – lain )
2) Karakteristik geografi ( batas wilayah, jumlah dan tipe tetangga,
lingkungan tempat tinggal dan jalan
3) Karakteristik sosial ekonomi ( pekerajaan, pendapatan, pendidikan,
rumah sewaan, rumah pribadi )
4) Karakteristik sistem pendukung dan pelayanan kesehatan ( rumah
sakit, klinik, pusat kesehatan mental dan sebagainya.
b. Meringkas
Setelah metode pengkategorian dilakukan, langkah selanjutnya
adalah meringkas atau menyimpulkan data pada masing – masing
kategori yang telah dikelompokan dapat dalam bentuk penghitungan,
table, atau grafik.
c. Membandingkan
Langkah berikutnya setelah data diringkas yaitu langkah
membandingkan data, apakah ada yang menyimpang atau abnormal,
apakah ada data – data yang tidak pantas atau keselahan – kesalahan
saat mengelompokan data sehingga perlu adanya revalidasi data.. data –
data yang diperoleh dari masyarakat dari wilayah binaan, dibandingkan
dengan data data yang sama seperti data yang bersifat kecamatan,
kabupaten , atau nasional.
d. Pengambilan Kesimpulan
Setelah data yang dikumpulkan dikelompokan, diringkas dan
dibandingkan. Tahapan paling ahir adalah penarikan kesimpulan yang
logis dari bukti – bukti yang diperoleh yaitu pengambilan kesimpulan
yang mengarah pada pernyataan diagnosa keperawatan. Pada tahap ini
dilakukan sintesa apa yang diketahui perawat tentang komunitas, yaitu ;
apa maksud / arti dari data tesebut.

41
Analisa data adalah kemampuan untuk mengkaitkan data dan
menghubungkan data dengan kemampuan kognitif yang dimiliki sehingga
dapat diketahui tentang kesenjangan atau masalah yang dihadapi oleh
masyarakat apakah itu masalah kesehatan atau masalah keperawatan.
Tujuan analisis data :
a. Menetapkan kebutuhan komunity
b. Menetapkan kekuatan
c. Mengidentifikasi pola respon komunity
d. Mengidentifikasi kecenderungan penggunaan pelayanan kesehatan

3.3 Diagnosis
Diagnosis terhadap hipertensi perlu dilakukan dalam interval waktu
tertentu untuk menentukan gejala hipertensi yang dialami seseorang. Diagnosis
ini dilakukan dalam keadaan tanpa pembiusan, tidak sedang mengkonsumsi
kopi, alkohol, serta tidak merokok. Terkadang terdapat kesalahan saat
melakukan diagnosa hipertensi terutama pada wanita lanjut usia karena
penurunan sensitivitas refleks baroreseptor sehingga menimbulkan fluktuasi
dalam tekanan darah (Ridwan, 2009).
Diagnosis yang muncul pada asuhan keperawatan komunitas lansia
dengan hipertensi adalah:
1. Gangguan hipertensi pada komunitas lansia di desa X berhubungan dengan
pola hidup yang buruk.
2. Nyeri pada komunitas lansia di desa X berhubungan dengan tekanan
vasekuler serebral
3. Risiko intoleransi aktivitas pada komunitas lansia di desa X berhubungan
dengan kelemahan umum.

3.4 Skoring
Skoring bertujuan untuk menentukan diagnose prioritas dalam proses
keperawatan. Scoring dilakukan dengan mempertimbangkan 12 aspek.
No Kriteria Penapisan Skoring

1 Risiko Terjadi 1-5

42
2 Risiko Parah 1-5

3 Potensial untuk pendidikan kesehatan 1-5

4 Minat masyarakat 1-5

5 Kemungkinan Diatasi 1-5

6 Sesuai program 1-5

7 Tempat 1-5

8 Waktu 1-5

9 Dana 1-5

10 Fasilitas kesehatan 1-5

11 Sumber dana 1-5

12 Sesuai dengan peran perawat CHN 1-5

Jumlah

3.533.5 Prioritas Masalah


Dilakukan berdasarkan hasil scoring, didapatkan diagnosa keperawatan
yang menjadi prioritas masalah.

3.6 Intervensi Keperawatan


a. Health Promotion :
- Jelaskan cara mengubah Pendidikan kesehatan mengenai hipertensi
prilaku pada klien yang
- Jelaskan definisi hipertensi
dapat mencegah hipertensi
- Jelaskan penanganan dini - Jelaskan factor risiko hipertensi
untuk hipertensi - Jelaskan upaya preventif hipertensi
- Ajarkan terapi relaksasi otot progresif untuk mengatasi hipertensi

43
b. Group Porcess

Bentuk komunitas peduli hipertensi


- Adakan sosialisasi pembentukan komunitas peduli hipertensi
- Lakukan pengkaderan untuk menjadi perintis komunitas peduli hipertensi
- Rintis komunitas peduli hipertensi dengan merumuskan tujuan berdirinya
komunitas dan kegiatan-kegiatan yang akan dijalankan oleh komunitas
peduli hipertensi
- Pantau dan berikan masukan positif pada komunitas peduli hipertensi

c. Partnership

Lakukan inisiasi dengan pihak puskesmas untuk melakukan kerjasama


pemeriksaan tekanan darah lansia secara rutin dan kegiatan preventif untuk
penyakit hipertensi

3.7 Evaluasi

Mengevaluasi hasil intervesnsi yang telah dilakukan pada kelompok lansia berupa
respon verbal, psikomotor dan afektif.

44
CONTOH KASUS
Pengkajian

Asuhan keperawatan kesehatan komunitas pada kelompok lansia yang


dilakukan di RW 12 Desa X dilakukan dengan beberapa upaya kesehatan
yakni upaya promosi kesehatan, upaya preventif, upaya kuratif dan upaya
rehabilitatif.
1. Riwayat atau sejarah perkembangan komunitas
2. Data demografi
3. Vital statistik
4. Status kesehatan komunitas
a. Keluhan yang dirasakan saat ini oleh komunitas:
Keluhan saat ini : sakit kepala, rasa berat ditengkuk, susah tidur dan mudah
lelah, pusing/ migrain.
b. Pemeriksaan Fisik :
BB : kg, TB : cm
TTV
TD : mmHg
N: x/mnt RR : x/mnt S: c

c. Riwayat penyakit keluarga : mempunyai riwayat hipertensi


d. Pola pemenuhan nutrisi : mengkonsumsi makanan kurang/tidak sehat
e. Pola istirahat tidur : kurang tidur, susah tidur
f. Pola eliminasi : tidak ada keluhan/ada keluhan
g. Pola aktifitas gerak : tidak berolah raga

45
h. Pola pemenuhan kebersihan diri : mandi 1-2x sehari
i. Status psikososial : memiliki hubungan baik dengan
masyarakat sekitar
j. Pola perilaku tidak sehat seperti : kebiasaan merokok dan minum kopi

Data lingkungan fisik


1. Pemukiman
a. Luas wilayah : 1500m2
b. Bentuk bangunan        : Rumah
c. Jenis bangunan            : Permanen
d. Atap rumah                  : Seng
e. Dinding                       : Tembok
f. Lantai  : semen
g. Ventilasi                      : cukup
h. Pencahayaan                : baik
i. Penerangan                  : baik
j. Kebersihan                  : baik
k. Pengaturan ruangan dan perabot  : baik
l. Kelengkapan alat Rumah tangga. : baik

2. Sanitasi :
a. Kepemilikan MCK : tersedia
b. Penyediaan SAB : tersedia
c. Jenis jamban : LA (leher angsa)
d. Sarana pembuangan air limbah (SPAL) : tersedia
e. Pengelolaan sampah : dikumpulkan ditempat yang sudah disediakan
lalu dibakar

Skoring

46
1. Gangguan curah jantung pada komunitas lansia di desa X berhubungan
dengan pola hidup yang buruk.
No Kriteria Penapisan Skoring

1 Risiko Terjadi 5

2 Risiko Parah 3

3 Potensial untuk pendidikan kesehatan 5

4 Minat masyarakat 4

5 Kemungkinan Diatasi 5

6 Sesuai program 4

7 Tempat 4

8 Waktu 3

9 Dana 1

10 Fasilitas Kesehatan 4

11 Sumber dana 2

12 Sesuai dengan peran perawat CHN 5

Jumlah 45

2. Nyeri pada komunitas lansia di desa X berhubungan dengan tekanan


vasekuler serebral
No Kriteria Penapisan Skoring

1 Risiko Terjadi 5

2 Risiko Parah 4

3 Potensial untuk pendidikan kesehatan 5

4 Minat masyarakat 2

5 Kemungkinan Diatasi 4

6 Sesuai program 5

7 Tempat 4

47
8 Waktu 2

9 Dana 1

10 Fasilitas kesehatan 4

11 Sumber dana 1

12 Sesuai dengan peran perawat CHN 5

Jumlah 42

3. Risiko intoleransi aktivitas pada komunitas lansia berhubungan dengan


kelemahan umum.
No Kriteria Penapisan Skoring

1 Risiko Terjadi 5

2 Risiko Parah 4

3 Potensial untuk pendidikan kesehatan 5

4 Minat masyarakat 2

5 Kemungkinan Diatasi 4

6 Sesuai program 5

7 Tempat 4

8 Waktu 2

9 Dana 1

10 Fasilitas kesehatan 4

11 Sumber dana 1

12 Sesuai dengan peran perawat CHN 5

Jumlah 42

3.4 Prioritas Masalah


1. Gangguan hipertensi pada komunitas lansia di desa X berhubungan dengan
pola hidup yang buruk.

48
2. Nyeri pada komunitas lansia di desa X berhubungan dengan tekanan
vasekuler serebral
3. Risiko intoleransi aktivitas pada komunitas lansia berhubungan dengan
kelemahan umum

49
3.5 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Sasaran Tujuan Strategi Rencana Sumber kriteria hasil Standar

kegiatan evaluasi
1 Gangguan Komunitas Setelah Health 1. Pendidikan Mahasiswa, - Klien mampu - Respon
hipertensi kesehatan menjelaskan verbal
lansia dilakukan Promotion mengenai petugas definisi hipertensi dan
pada
hipertensi - Klien mampu psikomot
dengan proses puskesmas,
komunitas - Jelaskan menjelaskan or
lansia di hipertensi keperawatan definisi kader secara singkat
hipertensi factor risiko
desa X
dan selama 2 x 60 - Jelaskan factor posyandu hipertensi
berhubungan risiko - Klien mampu
keluarganya menit klien lansia,
dengan pola hipertensi menyebutkan
hidup yang mampu - Jelaskan keluarga minimal 3 upaya
upaya pencegahan
buruk.
memahami preventif hipertensi dan
hipertensi cara mengubah
konsep - Jelaskan cara prilaku sehat
mengubah - Klien mampu
hipertensi dan
prilaku pada menjelaskan
upaya klien yang secara singkat
dapat penanganan dini

50
pencegahannya mencegah untuk hipertensi
hipertensi - Klien mampu
- Jelaskan mendemonstrasika
penanganan n terapi relaksasi
dini untuk otot progresif
hipertensi
- Ajarkan terapi
relaksasi otot
progresif
untuk
mengatasi
hipertensi

2. Bentuk Respon
- Terbentuk
komunitas
Group komunitas peduli psikomotor
peduli
hipertensi
hipertensi
Komunitas Process dengan kader dan afektif
- Adakan
minimal 5 orang
lansia sosialisasi Komunitas dan anggota
pembentukan
minimal 15
komunitas lansia
orang
peduli
Setelah dengan - Tersusunnya
hipertensi
suatu tujuan
- Lakukan

51
dilakukan pengkaderan hipertensi, yang sama dalam
untuk menjadi komunitas peduli
pembinaan perintis kader hipertensi
komunitas - Minimal sudah
selama 2x120 posyandu
peduli berjalannya 1
menit, klien hipertensi lansia, kegiatan rutin
- Rintis
mampu komunitas petugas
peduli
membentuk hipertensi puskesmas
dengan
komunitas
merumuskan
peduli tujuan
berdirinya
hipertensi komunitas dan
kegiatan-
kegiatan yang
akan
dijalankan
oleh
komunitas
peduli
hipertensi
- Pantau dan

52
berikan
masukan
positif pada
komunitas
peduli
hipertensi

3. Lakukan
inisiasi dengan - Terlaksananya
pihak pemerikanan
puskesmas tekanan darah
untuk secara rutin
Partnership Respon
melakukan minimal 1 bulan
Komunitas kerjasama oleh petugas psikomotor
pemeriksaan puskesmas
lansia tekanan darah - Terlaksananya dan afektif
lansia secara minimal 2 upaya
dengan rutin dan program
kegiatan pencegahan
hipertensi,
preventif untuk hipertensi pada
petugas penyakit Komunitas komunitas lansia.
hipertensi

53
puskesmas lansia,

Setelah petugas

dilakukan puskesmas

pertemuan

selama 1x 60

menit dapat Komunitas saling

terjalin 4. Jelaskan pada bekerjasama


komunitas
kerjasama lansia dengan denganpembagian
hipertensi dan
pemeriksaan Empowermen peran untuk
keluarga
tekanan darah t masing- mencegah Respon
masing
dan upaya peranannya hipertensi afektif dan
untuk saling
Komunitas preventif bekerjasama psikomotor
mencagah
lansia penyakit
hipertensi
dengan hipertensi

54
hipertensi secara rutin Komunitas

kepada lansia

komunitas dengan

lansia dengan hipertensi

hipertensi dan

keluarga

Setelah

dilakukan

pembinaan

selama 1x60

menit

diharapkan

55
komunitas

mampu

menjalankan

perannya

masing-masing

dalam upaya

pencegahan

hipertensi

56
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Diagnosa keperawatan komunitas yang bias ditegakkan pada
asuhan keperawatan komunitas lansia dengan hipertensi adalah:
a. Gangguan hipertensi pada komunitas lansia di desa X berhubungan
dengan pola hidup yang buruk.
b. Nyeri pada komunitas lansia di desa X berhubungan dengan tekanan
vasekuler serebral
c. Risiko intoleransi aktivitas pada komunitas lansia di desa X
berhubungan dengan kelemahan umum.

57
DAFTAR PUSTAKA

Dapat diakses di :

https://www.scribd.com/doc/94502229/Asuhan-Keperawatan-Komunitas-Lansia

https://www.academia.edu/8875072/Asuhan_Keperawatan_Pada_Kelompok_Khusus_L

ansia

https://www.academia.edu/37247069/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_LANSIA_

DENGAN_HIPERTENSI_Nursing_Care_with_Hypertension_in_The_Elderly

https://www.academia.edu/8875072/Asuhan_Keperawatan_Pada_Kelompok_Khusus_L

ansia

DAFTAR PUSTAKA

Ferry & Makhfudli. 2009. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta:
Salemba Medika
Nugroho. (2015). Keperawatan Gerontik & Geriatrik Edisi 3. jakarta : EGC.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Dianostik . jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan . jakarta : DPP PPNI .
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisidan Kriteria Hasil
Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
RI, K. K. (2017). Rencana Strategi Kementrian . Jakarta : Kementrian Kesehatan.

58

Anda mungkin juga menyukai