Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam Mikrokapsul Ipb
Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam Mikrokapsul Ipb
Oleh :
Fahmi Nasrullah
F 24051949
2010
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PENGARUH KOMPOSISI BAHAN PENGKAPSUL TERHADAP
KUALITAS MIKROKAPSUL OLEORESIN
LADA HITAM (Piper nigrum L.)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Fahmi Nasrullah
F 24051949
2010
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Pengaruh Komposisi Bahan Pengkapsul Terhadap Kualitas
Mikrokapsul Oleoresin Lada Hitam (Piper nigrum L.)
Nama : Fahmi Nasrullah
NIM : F24051949
Menyetujui,
Mengetahui:
Ketua Departemen,
RINGKASAN
Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor lada terbesar di dunia.
Namun lada yang diperjualbelikan biasanya dalam bentuk utuh yang berisiko
mengalami penurunan mutu. Untuk menanggulangi masalah tersebut, pemasaran lada
hitam dapat dilakukan dalam bentuk oleoresin. Meskipun oleoresin lada hitam memiliki
banyak kelebihan dibanding lada utuh, oleoresin memiliki beberapa kelemahan seperti
penanganan bahan di industri lebih sulit serta rentan terjadi perubahan kimia dan
organoleptik selama penyimpanan. Mikroenkapsulasi oleoresin lada hitam dapat
menjadi salah satu solusi untuk menjawab tantangan tersebut. Mikroenkapsulasi adalah
proses pengkapsulan bahan aktif dengan bahan pengkapsul tertentu sehingga dapat
melindungi bahan aktif dari resiko penurunan mutu.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan komposisi bahan
pengkapsul yang efisien untuk mikroenkapsulasi oleoresin lada hitam. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan acuan proses pembuatan mikrokapsul oleoresin lada
hitam yang efisien dan ekonomis terutama dari segi pemakaian bahan pengkapsulnya
dengan metode spray drying.
Penelitian tahap pertama yakni penentuan bahan pengkapsul mengombinasikan
maltodekstrin dengan susu skim, tepung kedelai, dan tepung kacang hijau dengan
konsentrasi 1%, 2%, dan 3%. Susu skim dinilai sebagai bahan protein terbaik
dibandingkan dengan bahan lain dengan rendemen 73,22%, kadar air 4,75%, kadar
minyak atsiri 0,82%, dan kadar oleoresin tak terkapsulkan (kadar surface oil) sebesar
0,58% pada pemakaian susu skim 3%.
Penelitian tahap kedua yakni penentuan komposisi bahan pengkapsul
mengombinasikan maltodekstrin dengan susu skim dan dengan natrium kaseinat
sebagai pembanding. Komposisi bahan pengkapsul terbaik adalah perlakuan 2 yakni
penggunaan susu skim 10% dari bahan pengkapsul dan konsentrasi bahan pengkapsul
sebesar 10% dari total emulsi. Mikrokapsul yang dihasilkan dari perlakuan ini memiliki
rendemen 67,22%, kadar minyak atsiri 0,68%, kadar surface oil 0,1420%, pH 6,16, dan
kelarutan sebesar 98,20%. Hasil pengamatan dengan scanning electron microscope
menunjukkan bahwa mikrokapsul perlakuan 2 memiliki morfologi yang cukup baik
dengan diameter partikel antara 2-20 μm.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkat
rahmat serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul ‖Pengaruh Komposisi Bahan Pengkapsul Terhadap Kualitas Mikrokapsul
Oleoresin Lada Hitam (Piper nigrum L.)”. Penyusunan skripsi merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Budiatman Satiawihardja, M.Sc. dan Dra. Hernani, M.Sc. selaku
pembimbing atas pengarahan dan masukannya kepada penulis hingga penyelesaian
skripsi
2. Dr. Ir. H. Yadi Haryadi atas kesediaan dan masukannya sebagai dosen penguji.
3. Dra. Sri Yuliani, Apt. atas izinnya mengikuti proyek penelitian ini
4. Keluargaku: Ayah, Ibu, dan Kakak-kakakku atas kasih sayang, doa, dan segala
dukungan yang tidak ternilai harganya baik secara moril maupun materil.
5. Yang terkasih, Risma Sholeh Hattunisa atas segala perhatian, dukungan, dan kasih
sayangnya
6. Sahabat seperjuangan, Galih Nugroho. Terima kasih atas segala kebersamaan yang
telah kita lalui
7. Sahabat-sahabatku The Golden Generation ITP 42, Twi, Icha, Tiyu, Peye, Kamlit,
Harist, Beki, Hesti, Indri, Rino, Hurry, Achid, Ari TP, Aji, Venty serta adik-adikku
ITP 43 dan ITP 44.
8. Sahabat-sahabatku di Café Friends 24 dan Lumpia Van Java : Riza, Dila, Tiwi,
Widya, Widi, Tito, Zul, Rina, dan Jali atas semangat tak kenal lelah dalam
berwirausaha serta Bi Arti, Dikdik dan Mas Nur atas bantuannya
9. Sahabat sekosan, Torik, Ragil, Rofik, dan Riki atas segala bantuannya
10. Para laboran yang telah membimbing penulis melakukan penelitian: Pak Triono,
Pak Adom. Mbak Dewi, Mbak Melly, Bu Pia (BB Pascapanen), Pak Yahya, dan
Pak Wahid (Lab ITP)
11. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
diharapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Fahmi Nasrullah
RIWAYAT HIDUP
Halaman
RINGKASAN .............................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
RIWAYAT HIDUP PENULIS ................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ....................................................................... 1
B. TUJUAN ........................................................................................... 3
C. MANFAAT ....................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4
A. LADA HITAM.................................................................................. 4
B. OLEORESIN..................................................................................... 7
C. MIKROENKAPSULASI ................................................................... 8
D. BAHAN PENGKAPSUL .................................................................. 14
1. Maltodekstrin ............................................................................... 15
2. Natrium Kaseinat ......................................................................... 17
3. Susu Skim .................................................................................... 17
4. Tepung Kacang Kedelai ............................................................... 19
5. Tepung Kacang Hijau................................................................... 21
III. METODOLOGI .................................................................................. 22
A. WAKTU DAN TEMPAT ................................................................... 22
B. BAHAN DAN ALAT PENELITIAN ................................................. 22
C. TAHAPAN PENELITIAN ................................................................. 22
1. Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam .................................................. 22
2. Penelitian Pendahuluan : Penentuan Bahan Pengkapsul ............... 23
3. Penelitian Utama : Penentuan Komposisi Bahan Pengkapsul ....... 24
D. PERLAKUAN ................................................................................... 25
E. METODE ANALISIS ......................................................................... 27
1. Rendemen Oleoresin ..................................................................... 27
2. Rendemen Mikrokapsul ................................................................ 27
3. Kadar Air Metode Destilasi Azeotropik ........................................ 27
4. Kadar Minyak Atsiri ..................................................................... 27
5. Kadar Surface Oil atau Kadar Minyak di Permukaan .................... 28
6. Kelarutan Dalam Air Metode Gravimetri ...................................... 29
7. Derajat Keasaman / pH ................................................................. 29
8. Analisis dengan Scanning Electrone Microscope .......................... 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 31
A. EKSTRAKSI OLEORESIN LADA HITAM ..................................... 31
B. PENENTUAN BAHAN PENGKAPSUL .......................................... 32
C. PENENTUAN KOMPOSISI BAHAN PENGKAPSUL .................... 39
D. HUBUNGAN ANTARA MIKROSTRUKTUR DAN KUALITAS
MIKROKAPSUL .............................................................................. 51
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 54
A. KESIMPULAN ................................................................................. 54
B. SARAN ............................................................................................. 54
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 55
LAMPIRAN ................................................................................................ 61
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Produksi lada dan volume ekspor lada Indonesia ............................. 1
Tabel 2. Komposisi kimia lada hitam dan lada putih ..................................... 5
Tabel 3. Komposisi kimia lada hitam dalam 100 g lada hitam ....................... 6
Tabel 4. Persyaratan mutu oleoresin lada ...................................................... 8
Tabel 5. Mikroenkapsulasi beberapa bahan aktif dengan metode spray drying 13
Tabel 6. Jenis bahan pengkapsul yang digunakan untuk mikrokapsul ............ 15
Tabel 7. Kandungan protein pada susu skim.................................................. 18
Tabel 8. Formulasi perlakuan pada penelitian utama ..................................... 26
Tabel 9. Karakterisitik lada hitam oleoresin hasil percobaan ......................... 31
Tabel 10. Viskositas emulsi dengan berbagai konsentrasi bahan pengkapsul . 39
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Tanaman lada (Piper nigrum L.) ................................................. 4
Gambar 2. Beberapa alkaloid yang terdapat dalam lada hitam ...................... 6
Gambar 3. Morfologi dari tipe mikokapsul yang berbeda ............................. 9
Gambar 4. Diagram skematik proses spray drying ....................................... 11
Gambar 5. Diagram Alir Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam ............................ 23
Gambar 6. Diagram alir proses mikroenkapsulasi oleoresin lada hitam......... 25
Gambar 7. Rendemen mikrokapsul oleoresin lada hitam dengan variasi bahan
pengkapsul .......................................................................... 33
Gambar 8. Kadar air mikrokapsul oleoresin lada hitam dengan variasi bahan
pengkapsul .......................................................................... ......... 34
Gambar 9. Kadar minyak atsiri mikrokapsul oleoresin lada hitam dengan variasi
bahan pengkapsul .............................................................. ........... 35
Gambar 10.Kadar surface oil mikrokapsul dengan berbagai variasi bahan
pengkapsul . ................................................................................ 37
Gambar 11.Rendemen mikrokapsul dengan variasi komposisi bahan
Pengkapsul .................................................................................. 40
Gambar 12.Kadar minyak atsiri mikrokapsul dengan variasi komposisi bahan
pengkapsul ................................................................................. 42
Gambar 13.Kesalahan kandungan minyak atsiri ............................................ 45
Gambar 14.Kadar surface oil mikrokapsul dengan berbagai komposisi bahan
pengkapsul ................................................................................. 46
Gambar 15.Kelarutan mikrokapsul dengan variasi komposisi bahan pengkapsul 48
Gambar 16.Derajat keasaman mikrokapsul dengan variasi komposisi bahan
pengkapsul ................................................................................. 49
Gambar 17. Hasil SEM mikrokapsul perlakuan 2 .......................................... 51
Gambar 18. Hasil SEM mikrokapsul perlakuan 4 .......................................... 51
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perhitungan komposisi bahan mikrokapsul untuk penelitian
pendahuluan .......................................................................... 62
Lampiran 2. Hasil Penelitian Pendahuluan ................................................ 63
Lampiran 3a. Hasil Penelitian Utama .......................................................... 64
Lampiran 3b. Hasil Penelitian Utama (lanjutan) .......................................... 65
Lampiran 4. Dokumentasi hasil penelitian ................................................. 66
A. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan
1. mengetahui pengaruh kompisisi bahan pengkapsul terhadap kualitas
mikrokapsul oleoresin lada hitam (P. nigrum L.)
2. membandingkan pengaruh bahan pengkapsul dari jenis protein lokal dengan
natrium kaseinat
3. menentukan jenis dan komposisi bahan pengkapsul yang efektif.
C. MANFAAT
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan proses pembuatan
mikrokapsul oleoresin lada yang efisien dan ekonomis terutama dari segi pemakaian
bahan pengkapsulnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan nilai
tambah bagi komoditas lada sehingga meningkatkan konsumsi produk diversivikasi
lada. Peningkatan konsumsi ini dengan sendirinya meningkatkan kebutuhan bahan
baku lada sehingga berdampak pada peluang peningkatan usaha pertanaman lada,
yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan petani lada.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. LADA HITAM
Lada (Piper nigrum L.) termasuk famili Piperaceae, ordo piperales, dan
genus piper. Tanaman lada berasal dari pantai barat Ghats, India dan berkembang
pesat di Indonesia. Di Indonesia terdapat sekitar 40 spesies lada dan yang paling
banyak dibudidayakan adalah jenis lada lampung dan lada bangka (Rismunandar,
2000).
Tanaman lada dapat hidup pada daerah yang mempunyai iklim panas dengan
curah hujan merata sepanjang tahun, suhu lingkungan yang optimal 23-300C dan
ketinggian tempat tidak lebih dari 500 meter di atas permukaan laut. Pemanenan
lada dilakukan setelah tanaman lada berumur 2,5 – 3 tahun. Tanaman lada dengan
penanaman yang intensif menghasilkan 1 – 1,8 kg lada hijau per tanaman pada
tahun ketiga. Nilai produktivitas ini naik menjadi 3,6 – 9,0 kg pada umur 4 hingga 7
tahun, lalu turun menjadi 2 kg per tanaman per tahun pada umur 8 tahun hingga 12
atau 15 tahun (Purseglove et al., 1981).
Buah lada umumnya berbentuk bulat atau agak lonjong. Buah normal
berwarna hijau dan apabila sudah masak berwarna oranye sampai merah. Buah yang
tidak normal berukuran kecil, berwarna hijau tua, dan akan berubah warna menjadi
kehitam-hitaman (Nuryani, 1996).
Piperetin Piperanin
Gambar 2. Beberapa alkaloid yang terdapat dalam lada hitam (Epstein, 1993)
B. OLEORESIN
Oleoresin adalah campuran resin dan minyak atsiri, berbentuk padat atau
semi padat, dan konsisteansinya lengket. Oleoresin dapat diperoleh dari ekstraksi
bagian tanaman tertentu dengan mempergunakan pelarut organik. (Rismunandar,
2000). Selain mengandung resin dan minyak atsiri, oleoresin juga mengandung
bahan lain seperti senyawa aromatik, zat warna (pigmen), vitamin dan komponen
lain dari rempah tersebut (Whitteley et al., 1952). Menurut Pruthi (1980),
penggunaan rempah dalam oleoresin memiliki beberapa keuntungan, antara lain :
lebih bersifat sebagai anti mikroba, lebih higienis, mengandung anti oksidan alami,
bebas dari enzim, memiliki umur simpan yang lebih panjang, penyimpanan lebih
hemat, lebih ringan dalam pengangkutan, dan terhindar dari bahaya jamur seperti
yang dialami rempah pada umumnya.
Pembuatan oleoresin dimulai dengan pencampuran bahan rempah-rempah
yang berbentuk bubuk halus dengan pelarut. Larutan dipisahkan dengan
penyaringan pelarut kemudian pelarut diuapkan pada suhu dan tekanan rendah.
Rendemen ekstraksi oleoresin lada dilaporkan bervariasi antara 5-15% sementara
kadar minyak atsiri dan kadar piperinnya antara 15-27% dan 35-55% (Purseglove et
al., 1980). Sufni (2001) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa rendemen
oleoresin tertinggi dihasilkan dari lada hitam dengan lama ekstraksi 2 jam, yaitu
sebesar 17,66%. Syarat mutu oleoresin menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 4.
Menurut Raghavan (2007), minyak atsiri oleoresin lada hitam
bertanggungjawab terhadap aroma pungency, sekitar 80% mengandung monoterpen
seperti sabinen, α-pinen, β-pinen, limonen, dan 1,8-sineol sedangkan 20% lainnya
ialah sekuiterpen seperti β-kariofilen dan humulen. Menurut Rismunandar (2000),
Oleoresin biji lada mengandung zat piperin, piperanin, dan chavicin yang memberi
rasa pedas pada biji lada.
Tabel 4. Persyaratan mutu oleoresin lada (SNI 0025-1987-B)
Karakteristik Persyaratan
Warna Coklat muda, coklat kehijauan, coklat
Bentuk Pasta cair, pasta kental
Aroma Khas lada
Kadar piperin % (b/b) min 35,0
Kadar minyak atsiri % (v/v) min 10,0
Indeks bias minyak atsiri (nd 250) 1,4820 – 1,4960
Sisa pelarut dalam oleoresin maks Tergantung syarat negara pengimpor
C. MIKROENKAPSULASI
Mikroenkapsulasi adalah suatu proses pengkapsulan bahan aktif yang
berbentuk cair atau padat dengan menggunakan suatu bahan pengkapsul khusus
yang membuat partikel-partikel inti mempunyai sifat fisika dan kimia seperti yang
dikehendaki. Bahan pengkapsul yang berfungsi sebagai dinding pembungkus bahan
inti tersebut dirancang untuk melindungi bahan-bahan terbungkus dari faktor-faktor
yang dapat menurunkan kualitas bahan tersebut (Rosenberg et al., 1990).
King (1995) menyatakan bahwa apabila ukuran partikel >5000 µm disebut
makrokapsul, ukuran partikel antara 0,2 sampai 5000 µm disebut mikrokapsul, dan
bila ukurannya kurang dari 0,2 µm disebut nanokapsul. Struktur dan ukuran
mikrokapsul yang dihasilkan tergantung dari teknik pengkapsulannya, jenis polimer
yang digunakan, dan jenis bahan inti yang dikapsulkan (Jackson and Lee, 1991).
Mikroenkapsulasi memiliki beberapa bidang aplikasi, pada umumnya adalah
industri makanan. Risch (1995) menyatakan bahwa mikroenkapsulasi banyak
digunakan untuk mempertahankan flavour, asam, lipid, enzim, mikroorganisme,
pemanis buatan, vitamin, mineral, air, bahan pengembang, pewarna, dan garam.
Proses enkapsulasi flavor dapat diterapkan untuk berbagai flavor alami, seperti
minyak atsiri dan oleoresin, maupun flavor buatan. Keuntungan-keuntungan yang
dapat diperoleh dengan proses mikroenkapsulasi ini antara lain adalah flavour
terlindungi dari perubahan dekstruktif (penguapan) selama penyimpanan, mudah
dalam pengolahan lanjutan, mudah digunakan dalam pencampuran produk, bebas
dari mikroba dan serangga (higienis), berkadar air rendah, dan dapat menghasilkan
produk dengan kualitas flavour yang distandardisasi (Koswara, 1995).
Bakan (1973) mengemukakan bahwa proses mikroenkapsulasi secara umum
melalui tiga tahap yaitu:
a. Bentuk tiga fase kimia yang belum saling bercampur, yaitu fase pembawa (air),
fase material inti yang akan dilapisi dan fase pengkapsul.
b. Penempelan bahan pengkapsul pada permukaan bahan inti. Umumnya tahapan
ini terjadi karena bahan pengkapsul diadsorbsikan pada antar permukaan yang
terbentuk antara materi inti dan bahan cair.
c. Pemadatan pelapis untuk membentuk mikroenkapsul yang biasanya terjadi
akibat adanya panas.
Menurut Bakan (1973), keberhasilan suatu mikroenkapsulasi dan sifat
mikrokapsul yang dihasilkan dipengaruhi oleh parameter penting, yakni :
a. Bahan inti yang disalut, yaitu berwujud padat atau cair
b. Bahan pengkapsul yang digunakan
c. Prinsip proses mikroenkapsulasi yang digunakan (fisika atau kimia)
d. Tahapan proses mikroenkapsulasi
e. Struktur dinding mikrokapsul
Berdasarkan sifat fisik dan kimia bahan inti, komposisi bahan pengkapsul,
dan metode mikroenkapsulasi; mikrokapsul yang dihasilkan dapat dikelompokkan
menjadi beberapa tipe yakni tipe berinti tunggal (simpel/monocore), tak teratur
(irregular), berinti banyak (multi-core), multilapis (multi-wall), dan matrik (Gibbs
et al., 1999). Kelima morfologi mikrokapsul tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Morfologi dari tipe mikrokapsul yang berbeda (Gibbs et al., 1999).
Beberapa metode proses enkapsulasi yang sudah dikomersilkan untuk
penggunaan bahan makanan yaitu (1) metode spray drying, (2) pengkapsulan
dengan suspensi udara, (3) ekstruksi dan, (4) spray cooling atau spray chilling.
Proses enkapsulasi dapat pula dilakukan dengan teknik koaservasi, kokristalisasi,
dan thin layer drying.
Kokristalisasi merupakan metode yang menggunakan sukrosa sebagai bahan
pengkapsul merujuk penelitian mikroenkapsulasi oleoresin pala (Chandrayani,
2002). Enkapsulasi pada metode ini terjadi akibat kristalisasi spontan dari sukrosa
yang menghasilkan bentuk berkelompok sehingga menyalut bahan inti. Koaservasi
adalah suatu istilah yang digunakan untuk menerangkan fenomena pemisahan fase
dalam sistem koloid. Pemisahan fase erat kaitannya dengan pengendapan atau
flokulasi zat koloid (Soottitantawat et al., 2005). Metode thin layer drying dilakukan
dengan menyalut bahan inti dengan bahan pengkapsul tertentu kemudian
dikeringkan menjadi lembaran tipis. Selanjutnya lembaran ini digiling sehingga
berbentuk serbuk.
Suspensi udara berfungsi sebagai alat mikroenkapsulasi dimana partikel
padatan yang akan diselaputi ada pada suatu kolom udara panas dan kemudian
disemprot dengan bahan pengkapsul dari atas melalui nozzle yang akan
menghasilkan lapisan-lapisan tipis pada permukaan partikel. (Dziezak, 1988). Spray
cooling atau spray chilling adalah metode mikroenkapsulasi dengan lemak sebagai
bahan pengkapsulnya (Bakan dan Anderson, 1987). Lemak didinginkan pada suhu
tertentu sehingga bahan inti yang berbentuk padat seperti vitamin dan mineral
terkapsulkan didalamnya (Risch, 1995)
Metode spray drying adalah metode yang paling umum digunakan dalam
proses mikroenkapsulasi pada industri pangan karena biayanya yang rendah dan
peralatannya telah tersedia (Gouin, 2004). Mikroenkapsulasi dengan teknik ini
merupakan yang paling tua untuk proses enkapsulasi dan digunakan pertama kali
sekitar tahun 1930an untuk membuat perisa dengan gum akasia sebagai bahan
pengkapsulnya (Shahidi & Han, 1993). Diagram skematik proses spray drying dapat
dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Diagram skematik proses spray drying
1. Maltodekstrin
Maltodektrin [(C6H12O5)nH2O] didefinisikan sebagai produk hidrolisat pati
(polisakarida tidak manis) dengan panjang rantai rata-rata 5-10 unit/molekul
glukosa. Polisakarida ini secara teori diproduksi dengan hidrolisis terkontrol
menggunakan enzim α-amilase atau asam (Kennedy at al., 1995). Maltodextrin
terdiri dari unit b-D-glucose yang terhubung secara umum dengan ikatan glikosidik
1:4 dan biasanya diklasifikasikan menurut equivalensi dekstrosanya (DE). DE
maltodextrrin menentukan kapasitas mereduksinya dan menginversinya yang
berhubungan dengan berat rata-rata molekularnya. DE maltodextrin biasanya
kurang dari 20 (Chronakis, 1998).
Lebih lanjut, Kenyon dan Anderson (1988), menyebutkan bahwa
maltodekstrin adalah senyawa nonhigroskopis, dapat larut dalam air dingin dengan
sempurna sehingga dapat melepaskan flavour dengan cepat dalam penggunaannya
pada aplikasi tertentu. Flavour dan rasa manis pada maltodekstrin sendiri sangat
rendah sehingga dapat cepat hilang saat digunakan. Maltodekstrin juga mudah
diperoleh dan terjangkau dari segi biaya. Senyawa ini biasanya digunakan untuk
bahan yang sulit untuk dikeringkan seperti jus buah, perisa, dan pemanis
(Reineccius, 1991) dan untuk mengurangi masalah penggumpalan selama
penyimpanan, dengan demikian meningkatkan stabilitas produk (Bhandari et al.,
1993).
Maltodekstrin menunjukkan stabilitas yang baik terhdap oksidasi minyak,
namun memiliki kapasitas dan stabilitas emulsifikasi yang buruk serta retensi
minyak yang rendah (Kenyon, 1995). Maltodektrin tersusun dari unit glukosa dan
tidak efektif untuk menstabilkan minyak atau flavour dalam larutan berviskositas.
Untuk itu biasanya maltodekstrin dikombinasikan dengan bahan seperti gum arab
atau pati termodifikasi lainnya untuk keperluan stabilitas emulsi (Kenyon dan
Anderson, 1988). Menurut Bang dan Reinecius (1985), maltodekstrin atau pati
terkombinasi dengan DE yang rendah (kurang dari 20) efektif untuk
mikroenkapsulasi flavour. Viskositas yang rendah dari maltodextrin lebih
menguntungkan pada proses enkapsulasi dengan spray dryer (Kenyon, 1995).
Maltodextrin mampu mengurangi laju reaksi maillard ketika digunakan
sebagai mikroenkapsul pada komponen pangan. Permukaan aktifnya dan rendahnya
viskositas tidak mampu mengemulsifikasi minyak dan lemak. Maltodextrin sering
digunakan sebagai agen koenkapsulasi pada proses spray-drying (McNamee et al.,
1998). Telah diuji bahwa penggunaan maltodextrin (DE = 12.6) pada 10 hingga
30% (wt/wt dari emulsi cair)—menggunakan natrium kaseinat sebagai emulsifier—
menyumbangkan kestabilan dan membuatnya mampu dikeringkan dengan spray-
dryer, selama rasio antara maltodextrin dan natrium kaseinat serta fase
terdispersinya adalah lebih dari 1.35 (Dollo et al., 2003).
2. Natrium Kaseinat
Natrium kaseinat digunakan luas sebagai bahan pengkapsul. Keberadaan
natrium kaseinat ialah sebagai emulsifier. Dalam konteks mikroenkapsulasi, kasein
dan kaseinat kurang sensitif terhadap panas dan menunjukkan sifat sebagai
permukaan aktif. Hal ini membuat kasein digunakan sebagai agen pengemulsi pada
berbagai aplikasi termasuk pada proses spray drying (Pedersen et al., 1998).
Menurut Singh (1995), natrium kaseinat mempunyai stabilitas panas yang cukup
baik (~140 0C), bersifat tidak atau sulit larut dalam air, dan aman untuk digunakan
sebagai produk pangan.
Ruis (2007) menyatakan bahwa kemampuan fungsional natrium kaseinat
mencakup beberapa fungsi seperti emulsifikasi, water-fat binding, agen pengeras,
dan agen pengental (gelation). Sebagai penstabil emulsi, natrium kaseinat dapat
menurunkan tegangan permukaan antara dua fase disebabkan adanya karakter
ampifilik yang kuat dari komponen utama kasein yaitu αS1-kasein dan β-kasein.
Kasein tipe αS1 lebih bersifat hidrofilik sehingga dapat mengikat komponan polar,
sedangkan tipe β-kasein lebih bersifat hidrofobik sehingga dapat mengikat
komponen nonpolar.
Banyak penelitian yang telah menelaah penggunaan natrium kaseinat
sebagai bahan pengkapsul, misalnya pada penelitian minyal jeruk. Retensi flavor
yang diperoleh cukup baik dengan kadar minyak pada permukaan yang rendah
(Kim dan Morr, 1996). Hogan et al. (2001) juga menggunakannya sebagai bahan
pengkapsul untuk mikroenkapsulasi minyak kedelai.
3. Susu Skim
Susu skim adalah produk yang diperoleh dari pemisahan susu dan memiliki
kadar lemak sangat rendah. Biasanya susu skim ditemukan dalam bentuk bubuk.
Penampakannya harus putih atau krim putih, bersifat free flowing dan bebas
gumpalan. Cita rasanya pada kondisi kering harus tidak berbau. Penggunaan susu
skim dalam berbagai produk makanan memiliki keuntungan yaitu (1) mudah
dicerna dan dapat dicampur dengan makanan padat atau semipadat, (2)
mengandung nilai gizi tinggi dan asam amino esensial, dan (3) dapat disimpan
lebihlama daripada whole milk karena kandungan lemaknya sangat rendah.
Walaupun susu skim merupakan sumber protein yang baik, susu skim memiliki
kekurangan yaitu rendahnya energi yang terkandung didalamnya (Liana, 1987).
Susu skim kering dibuat dari susu skim yang telah dipanaskan pada suhu
75-95 0C, kemudian dikonsentrasikan sampai mengandung 35-54% padatan, dan
selanjutnya dikeringkan menggunakan spray dryer. Suhu pengeringan yang
digunakan adalah 2600C dengan waktu yang relatif singkat setelah susu
disemprotkan dengan tekanan tinggi sehingga tebentuk kabut dalam rauang
pengering (Warner, 1975).
Susu skim hanya mengandung 0,5-2% lemak karena telah dipisahkan dari
lemaknya (Varnam dan Sutherlan, 1994). Protein susu merupakan penyusun
terbesar pada susu skim. Komponen ini dapat diklasifikasikan menjadi dua grup
utama yaitu kasein dan whey. Kasein merupakan fraksi utama protein yang
mengendap saat susu segar diasamkan pada pH 4-6 pada suhu 200C. Protein ini
terdapat pada susu dalam bentuk partikel koloidal, misel, yang mengandung
kalsium, fosfat, sitrat, dan magnesium. Kasein menyusun 76-86% dari total protein
susu skim (Thompson et al., 1965).
Protein nonkasein yang tertinggal setelah pengendapan kasein disebut
protein whey atau serum protein. Whey menyusun 14-24% dari total protein susu
skim (Thompson et al., 1965). Protein whey bersifat labil terhadap panas dan
terdenaturasi pada suhu 800C. Hal ini berbeda dengan kasein yang stabil pada suhu
1400C. Kandungan protein susu skim dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kandungan protein pada susu skim
Protein Jenis Jumlah (% susu skim)
Kasein αs-kasein 45-55
β-kasein 25-35
Γ-kasein 3-7
Kappa-kasein 8-15
Whey β-lactoglobulin 7-12
α-lactalbumin 2-5
blood serum albumin 0,7-1,3
Sumber : Rimbawan, 1977.
Material pengkapsul selama proses pengeringan harus mampu menahan dan
melindungi bahan-bahan volatil dari kehilangan dan kerusakan kimia selama
pengolahan, penyimpanan dan penanganan (Kim dan Morr, 1996). Analisis dari
distribusi ukuran droplet campuran maltodekstrin dan susu skim pada proses
mikroenkapsulasi memunjukkan bahwa ikatan kovalennya membuat emulsifikasi
protein semakin kuat pada kondisi asam atau netral. (Akhtar dan Dickinson, 2007).
Susu skim tidak pernah digunakan secara langsung sebagai bahan
pengkapsul. Biasanya yang digunakan adalah fraksi proteinnya yakni kasein dan
whey secara terpisah. Selain kasein, protein whey juga banyak digunakan sebagai
bahan pengkapsul. Protein whey telah berhasil digunakan sebagai sistem dinding
untuk mengenkapsulasi lemak susu anhidrat dengan spray dryer dan dengan
rendemen lebih dari 90%. Efisiensi pengkapsulannya dapat ditingkatkan dengan
penggantian 50% whey dengan laktosa. Kombinasi whey dan laktosa sebagai bahan
pengkapsul dapat membatasi difusi zat nonpolar melewati dinding (Young et al.,
1993). Rosenberg & Sheu (1996) juga telah mempelajari mikroenkapsulasi etil
butirat dan etil kaprilat menggunakan campuran isolat whey dan laktosa pada
perbandingan 1:1.
4. Tepung Kedelai
Kedelai merupakan salah-satu tanaman polong-polongan terpopuler di
dunia. Hasil utamanya yakni biji kedelai mengandung 40% protein, 20% lemak,
35% karbohidrat, dan sisanya mineral (abu). Menurut Iwabuchi dan Yamauchi
(1987), Komponen utama protein kedelai adalah glycinin (11S) dan β-conglycinin
(7S). Kadar protein kedelai yang tinggi menyebabkan hasil olahan biji kedelai
seperti tepung kedelai atau isolat protein kedelai (ISP) sering digunakan sebagai
bahan pengkapsul. Selain itu, kandungan utama protein kedelai adalah heat-stable
storage protein sehingga dapat digunakan dalam proses pengolahan pangan yang
membutuhkan suhu tinggi seperti mikroenkapsulasi metode spray dryer.
Menurut Wolf (1987), produk kedelai dapat dikelompokkan berdasarkan
kadar proteinnya yaitu tepung kedelai, konsentrat protein kedelai, dan isolat protein
kedelai. Lebih jauh, beberapa jenis tepung kedelai berdasarkan kandungan dan
proses pembuatannya adalah sebagai berikut :
1. Tepung kedelai tanpa lemak (defatted soy flour) dibuat dari ekstraksi flakes dan
mengandung kurang dari 1% lemak
2. Tepung kedelai penuh lemak (full-fat soy flour) dibuat tanpa ekstraksi dan
pengupasan kulit sehingga mengandung 18% sampai 20% lemak. Karena kadar
lemaknya yang tinggi, penggiling khusus seperti Alpine Fine Impact Mill harus
digunakan
3. Tepung kedelai rendah lemak (low-fat soy flour) dibuat dengan menambahkan
kembali lemak ke tepung kedelai tanpa lemak. Kadar lemak sangat bervariasi
tergantung spesifikasi produknya, biasanya antara 4,5% sampai 9%
4. Lecithinated soy flour dibuat dengan menambahkan lesitin kedelai pada ketiga
jenis tepung yang lain untuk meningkatkan kelarutan dan sifat emulsifikasinya.
Kadar lesitin bervariasi sampa 15%.
Penggunaan tepung kedelai secara langsung sebagai bahan pengkapsul
sangat jarang. Biasanya yang digunakan adalah produk turunannya yakni isolat
protein kedelai atau lesitin kedelai. Soottitantawat et al. (2000) menyatakan bahwa
gum arab, polisakarida larut air dari kedelai (soybean water-soluble
polysaccharides / SSPS) atau pati termodifikasi dicampur dengan maltodekstrin
dapat digunakan sebagai bahan pengkapsul untuk mikroenkapsulasi flavor. Perisa
d-Limonene, etil butirat, dan etil propional digunakan sebagai model dalam
penelitiannya sedangkan SSPS yang merupakan emulsifier tipe baru diekstraksi dan
dimurnikan dari kedelai dan diproduksi oleh Fuji Oil Chemical Co., Ltd dengan
merek SOYAFIBE-S.
Baptista et al. (2003) menggunakan lesitin kedelai komersial yang
mengandung 22% phosphatidylcholine untuk menenkapsulasi pewarna Rhodamine
6G. Penggunaan lesitin kedelai sangat dipengaruhi pH di mana pada kondisi asam,
pelarutan mikrokapsul pewarna terjadi sangat cepat dibandingkan pada kondisi
basa.
C. TAHAPAN PENELITIAN
1. Ekstraksi Oleoresin dari Lada Hitam
Ekstraksi oleoresin dilakukan dengan metode maserasi. Lada hitam yang
telah dikeringkan, dihancurkan dengan pin disk mill, sampai menjadi bubuk lada
berukuran 30-40 mesh. Bubuk lada dicampur dengan larutan etanol 96% dalam
wadah stainles steel (perbandingan lada:etanol = 1:6) dan diaduk dengan mesin
pengaduk selama 2 jam, 250 rpm. Campuran didiamkan selama 24 jam
kemudian disaring dengan kain kasa dan kertas saring kasar sehingga diperoleh
ampas dan filtrat. Pelarut dalam filtrat diuapkan dengan vacum evaporator pada
suhu 40-50oC dan tekanan ±16 cmHg hingga pelarut menguap dan diperoleh
oleoresin lada yang berbentuk kental. Oleoresin ditampung dalam botol kaca
berwarna gelap kemudian disimpan dalam lemari es. Diagram alir ekstraksi
oleoresin dapat dilihat pada Gambar 5.
Etanol 96%
(1:6)
Ektraksi 2 jam, suhu ruang
Penyaringan
Ampas
Filtrat
Oleoresin
Pencampuran kering
Homogenisasi
(6000 rpm, 15 menit) Akuades
Didiamkan selama
semalam
Suspensi bahan
Oleoresin Homogenisasi
lada hitam (6000 rpm, 15 menit)
Emulsi
Spray Drying
Suhu inlet 170oC, Suhu outlet 90oC-
100oC,
laju alir bahan 15- 17 ml/menit
Bubuk mikrokapsul
Gambar 6. Diagram alir proses mikroenkapsulasi oleoresin lada hitam
D. PERLAKUAN
Perlakuan untuk penelitian pendahuluan adalah sebagai berikut :
a. Jenis bahan protein :
1. Susu skim
2. Tepung kedelai
3. Tepung kacang hijau
b. Penggunaan bahan protein pengkapsul (maltodekstrin : protein dalam bahan
protein)
1. 1% : maltodekstrin : protein dalam bahan protein = 99 : 1
2. 2% : maltodekstrin : protein dalam bahan protein = 98 : 2
3. 3% : maltodekstrin : protein dalam bahan protein = 97 : 3
Perlakuan untuk penelitian utama adalah sebagai berikut. Masing-masing
formula bahan pengkapsul memiliki proporsi maltodekstrin : protein dalam bahan
protein sebesar 95:5, 90:10, 85:15 dan 80:20 sedangkan konsentrasi bahan
pengkapsul (maltodekstrin dan protein) sebanyak 10% dan 12,5% dari total
campuran (emulsi). Oleoresin yang digunakan sebanyak 1% dari total berat emulsi.
Formulasi perlakuan tersebut dapat dilihat pada Tabel 8.
Perlu diingat bahwa penggunaan bahan protein yang digunakan sebagai bahan
pengkapsul dihitung berdasarkan berat proteinnya. Selain itu, perlu diperhatikan
bahwa perlakuan pada penelitian utama kali ini menitikberatkan pada jenis bahan
protein, proporsi maltodekstrin dengan protein, dan konsentrasi bahan pengkapsul.
Persentase maltodekstrin, bahan protein, dan total bahan pengkapsul pada Tabel 8
hanya untuk memperjelas penggunaan bahan-bahan tersebut berdasarkan total berat
emulsi.
Tabel 8. Formulasi perlakuan pada penelitian utama
Proporsi maltodekstrin : Konsentrasi
Jenis protein dalam bahan protein bahan Bahan Total bahan
Maltodektrin
Perlakuan Bahan Protein pengkapsul protein pengkapsul
Maltodekstrin (%) 2)
Protein dalam bahan (X+Y) (%)3) (%)4)
(X) (%)1)
protein (Y)
1 susu skim 95 5 10 9,5 2,2 11,7
2 susu skim 90 10 10 9,0 4,4 13,4
3 susu skim 85 15 10 8,5 6,6 15,1
4 susu skim 80 20 10 8,0 8,8 16,8
5 susu skim 95 5 12,5 11,9 2,7 14,6
6 susu skim 90 10 12,5 11,3 5,5 16,7
7 susu skim 85 15 12,5 10,6 8,2 18,8
8 susu skim 80 20 12,5 10,0 10,9 20,9
9 Na-kaseinat 95 5 10 9,5 0,5 10,0
10 Na-kaseinat 90 10 10 9,0 1,1 10,1
11 Na-kaseinat 85 15 10 8,5 1,6 10,1
12 Na-kaseinat 80 20 10 8,0 2,2 10,2
13 Na-kaseinat 95 5 12,5 11,9 0,7 12,6
14 Na-kaseinat 90 10 12,5 11,3 1,4 12,6
15 Na-kaseinat 85 15 12,5 10,6 2,1 12,7
16 Na-kaseinat 80 20 12,5 10,0 2,7 12,7
1) Konsentrasi bahan pengkapsul didapat dari penjumlahan maltodekstrin (X) dan protein (Y). Persentase
konsentrasi bahan pengkapsul berdasarkan berat total emulsi.
2) Persentase berdasarkan berat total emulsi.
3) Persentase bahan protein dihitung dengan membagi berat protein yang dibutuhkan dengan kadar
protein bahan protein, yakni 22,4% untuk susu skim dan 91,0% untuk Na-kaseinat. Persentase bahan
protein berdasarkan berat total emulsi.
4) Total bahan pengkapsul didapat dengan menjumlahkan berat maltodekstrin dan bahan protein.
Persentase berdasarkan berat total emulsi.
E. METODE ANALISIS
1. Rendemen Oleoresin
Rendemen dihitung berdasarkan bobot oleoresin yang dihasilkan oleh
alat evaporator dibandingkan dengan bobot total serbuk lada hitam yang
digunakan sebagai bahan baku pembuatan oleoresin. Rendemen oleoresin
ditentukan sebagai berikut
Rendemen =
2. Rendemen Mikrokapsul
Rendemen dihitung berdasarkan berat mikrokapsul yang dihasilkan oleh
alat spray dryer dibandingkan dengan total padatan bahan emulsi (bahan
pengkapsul dan oleoresin). Kadarnya ditentukan sebagai berikut
Rendemen =
1. Rendemen mikrokapsul
Variasi jenis bahan protein pengkapsul mempengaruhi nilai rendemen
mikrokapsul yang beragam seperti yang terlihat pada Gambar 7. Secara
keseluruhan, mikrokapsul dengan bahan protein pengkapsul susu skim memiliki
rendemen yang lebih tinggi dari pada mikrokapsul dengan bahan pengkapsul
yang lain. Rendemen mikrokapsul dengan bahan pengkapsul susu skim berkisar
diatas 70%. Mikrokapsul dengan bahan protein susu skim 2% memiliki
rendemen tertinggi di antara mikrokapsul yang lain yakni 72,33%. Rendemen
yang paling rendah dimiliki oleh mikrokapsul dengan komposisi bahan
pengkapsul tepung kacang hijau 3% yakni 55,56%.
Rendemen Mikrokapsul
80
Susu Skim
70
60
Rendemen (%)
Tepung Kedelai
50
40 Tepung Kacang
Hijau
30
20
10
0
1 2 3
Persentase Bahan Protein (% protein)
Kadar Air
6.0
1.0
0.0
1 2 3
Persentase Bahan Protein (% protein)
Gambar 8. Kadar air mikrokapsul oleoresin lada hitam dengan variasi bahan
pengkapsul
0.7
Tepung Kedelai
0.6
0.5
Tepung Kacang
0.4
Hijau
0.3
0.2
0.1
0
1 2 3
Persentase Bahan Protein (% protein)
Gambar 9. Kadar minyak atsiri mikrokapsul dengan variasi bahan pengkapsul.
Kadar minyak atsiri mikrokapsul dengan jenis bahan protein dan
komposisi yang berbeda terlihat bervariasi yakni mulai 0,61% sampai 0,82%.
Kadar minyak atsiri mikrokapsul dengan susu skim meningkat pada pemakaian
susu skim 2% dan konstan nilainya pada pemakaian susu skim 3%. Kadar
minyak atsiri mikrokapsul dengan tepung kedelai dan tepung kacang hijau
meningkat pada pemakain bahan protein 2% kemudian menurun pada
pemakaian bahan protein sebesar 3%.
Kemampuan bahan dalam mengemulsi minyak yang terkandung dalam
oleoresin diperkirakan menyebabkan kadar minyak atsiri mikrokapsul dengan
bahan pengkapsul susu skim sedikit lebih tinggi daripada mikrokapsul yang lain.
Menurut Reineccius (1988), bahan pengkapsul untuk mikroenkaspulasi dengan
spray drying harus memilki sifat emulsifikasi yang baik dan kemampuan
membentuk film (film forming). Susu skim mengandung protein whey yang
berfungsi sebagai pengemulsi dan agen pembentuk film (Sheu &
Rosenberg,1998). Selain kemampuan mengemulsi, ukuran partikel bahan juga
mempengaruhi kadar minyak atsiri produk. Tepung kedelai dan kacang hijau
secara visual memiliki ukuran partikel yang lebih besar dan kasar dibanding
susu skim. Hal ini menyababkan bahan pengkapsul tidak larut sempurna dan
komponen protein yang dikandungnya tidak dapat berfungsi maksimal.
Bahan pengkapsul tepung kedelai menghasilkan mikrokapsul yang
berkadar minyak atsiri lebih tinggi daripada tepung kacang hijau. Kandungan
lesitin dalam kedelai menyebabkan proses emulsifikasi berlangsung lebih baik.
Madene et al. (2005) melaporkan bahwa lesitin memiliki salah satu karakteristik
utama sebagai bahan pengkapsul. Lesitin komersial juga digunakan sebagai
bahan pengkapsul pewarna Rhodamin 6G (Baptista et al., 2003).
0.50
0.00
1 2 3
Persentase Bahan Protein (% protein)
Gambar 10. Kadar surface oil mikrokapsul dengan berbagai variasi bahan
pengkapsul
1. Rendemen
Secara umum, nilai rendemen mikrokapsul tidak terlalu tinggi, yakni tidak
lebih dari 80% (Gambar 11). Hal ini karena banyaknya kehilangan produk selama
proses pengolahan. Kehilangan produk telah dimulai sejak pembuatan suspensi
bahan pengkapsul dan pembuatan emulsi, yakni adanya bahan yang melekat pada
alat homogenizer. Namun kehilangan bahan terbanyak terjadi saat proses spray
drying antara lain tertinggalnya endapan di wadah, selang spray dyrer, dan
melekatnya produk di tabung pengering. Kehilangan produk juga terjadi karena
mampatnya nozzle spray dryer.
Rendemen Mikrokapsul
80.00
70.00
60.00
Rendemen (%)
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
A1C1 A1C2 PerlakuanA2C1 A2C2
1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
16 A1C1 A1C2 A2C1 A2C2
Perlakuan
Gambar 12. Kadar minyak atsiri mikrokapsul dengan variasi komposisi bahan
pengkapsul
140.0
130.0
120.0
110.0
100.0
90.0
80.0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
70.0 16
Perlakuan
Gambar 13. Kesalahan kandungan minyak atsiri
Untuk mikrokapsul dengan susu skim (perlakuan 1 – 8), nilai
Perbandingan minyak atsirinya masih dapat dikatakan normal karena hanya
sedikit melebihi angka 100%. Namun untuk mikrokapsul dengan bahan
pengkapsul natrium kaseinat, nilai perbandingan minyak atsirinya sangat jauh di
atas 100%, terutama pada mikrokapsul perlakuan 9 – 11 dan perlakuan 15.
Kesalahan kandungan minyak atsiri terutama disebabkan oleh dua hal
yakni (1) pada saat preparasi emulsi dan (2) saat analisis kadar minyak atsiri.
Preparasi emulsi yang tidak homogen menyebakan produk yang dihasilkan juga
tidak akan homogen. Hal ini menyebabkan kandungan minyak atsiri hasil analisis
bisa lebih besar atau lebih kecil dari pada yang seharusnya. Berdasarkan Gambar
13, mikrokapsul dengan bahan pengkapsul natrium kaseinat memilki kesalahan
kandungan minyak atsiri yang tinggi. Tingginya kesalahan kandungan minyak
atsiri diperkirakan karena sistem emulsinya yang kurang homogen.
Beberapa faktor pada saat analisis kadar minyak atsiri turut menyebebkan
kesalahan kandungan minyak atsiri. Faktor-faktor tersebut antara lain kesalahan
penimbangan, produk yang kurang homogen, sampling error, dan kesalahan
analis saat destilasi minyak atsiri. Faktor yang paling berpengaruh kemungkinan
adalah saat destilasi minyak atsiri. Volume minyak atsiri yang terukur dalam alat
destilasi berkisar antara 0,3 – 0,6 ml. Jumlah ini dinilai sangat sedikit mengingat
skala tabung penampung minyak atsiri cukup kecil. Selain itu, pembacaan volume
minyak atsiri terdestilasi dilakukan dengan membaca dua meniskus sehingga
meningkatkan resiko kesalahan saat analisis.
0.20
0.10
0.05
0.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
A1C1 A1C2
Perlakuan A2C1 A2C2
Gambar 14. Kadar surface oil mikrokapsul dengan berbagai komposisi bahan
pengkapsul
Berdasarkan grafik di atas, secara keseluruhan dapat diamati bahwa kadar
surface oil cenderung menurun seiring penambahan bahan protein pengkapsul.
Penyebab terjadinya penurunan kadar surface oil ini adalah semakin banyak
bahan protein maka proses emulsifikasi oleoresin dalam fase berair semaik baik.
Dengan kata lain, semakin banyak zat aktif yang dapat diperangkap dan minyak
yang ada dipermukaan dapat diminimalkan.
Kadar surface oil mikrokapsul dengan bahan protein susu skim pada setiap
perlakuan terlihat tidak jauh berbeda dengan kadar surface oil mikrokapsul
dengan bahan natrium kaseinat. Kadar surface oil mikrokapsul dengan bahan susu
skim (perlakuan 1 – 8) berkisar antara 0,212% sampai 0,094% sedangkan kadar
surface oil mikrokapsul dengan bahan natrium kaseinat (perlakuan 9 – 16)
berkisar antara 0,177% sampai 0,135%. Bahkan dibeberapa perlakuan dengan
penggunaan bahan protein yang sama jumlahnya, kadar surface oil mikrokapsul
dengan bahan susu skim lebih rendah daripada kadar surface oil mikrokapsul
dengan bahan natrium kaseinat. Hal ini menunjukkan bahwa susu skim memiliki
potensi memberikan perlindungan terhadap bahan inti.
Bila dicermati lebih jauh, mikrokapsul dengan kadar surface oil yang
paling baik (terendah) menggunakan bahan protein pengkapsul terbanyak, yakni
mikrokapsul perlakuan 8 (0,094%). Rendahnya kadar surface oil ini dapat
didekati oleh mikrokapsul perlakuan 2 (0.142%) dan mikrokapsul perlakuan 6
(0.140%). Kedua perlakuan tersebut lebih dipertimbangkan karena menggunakan
bahan protein lebih sedikit (10% dari bahan pengkapsul). Dengan penggunaan
bahan protein setengah kali lipat dari pada mikrokapsul perlakuan 8, mikrokapsul
perlakuan 2 dan 6 dinilai lebih efisien dalam memberikan perlindungan bahan inti.
95
Kelarutan (% BK)
90
85
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
16 A1C1 A1C2 A2C1 A2C2
Perlakuan
Gambar 15. Kelarutan mikrokapsul dengan variasi komposisi bahan pengkapsul
pH
6.40
6.20
6.00
5.80
pH
5.60
5.40
5.20
5.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
A1C1 A1C2Perlakuan A2C1 A2C2
0 5 10 μm
0 5 10 μm
A. KESIMPULAN
Susu skim dinilai sebagai bahan pengkapsul terpilih berdasarkan
penelitian pendahuluan. Mikrokapsul dengan bahan protein susu skim sebesar
3% dari bahan pengkapsul merupakan yang terbaik dengan rendemen 73,22%,
kadar air 4,75%, kadar minyak atsiri 0,82%, dan kadar minyak permukaan
(kadar surface oil) sebesar 0,58%.
Berdasarkan penelitian utama komposisi bahan pengkapsul terbaik
adalah perlakuan 2 yakni penggunaan susu skim 10% dari bahan pengkapsul dan
konsentrasi bahan pengkapsul sebesar 10% dari total emulsi. Mikrokapsul yang
dihasilkan dari perlakuan ini memiliki rendemen 67,22%, kadar minyak atsiri
0,68%, kadar surface oil 0,142%, pH 6,16, dan kelarutan sebesar 98,20%. Hasil
pengamatan dengan scanning electron microscope menunjukkan bahwa
mikrokapsul perlakuan 2 memiliki morfologi yang cukup baik dengan diameter
partikel antara 2-20 μm.
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka disarankan untuk dilakukan
penelitian lanjutan menentukan kapasitas penkapsulan oleoresin lada hitam dan
optimasi kondisi proses pengeringan metode spray drying. Disarankan juga
untuk dilakukan penelitian dengan pengukuran umur simpan mikrokapsul
dengan berbagai jenis kemasan.
DAFTAR PUSTAKA
Bang, W.E and G.A Reineccius. 1985. Spray Drying of Food Flavors III. Optimum
Infeed Concentration for the Retention of Artificial Flavors. J. Perfumer &
Flavorist. 9:27-29.
Bhandari, B. R., Snoussi, A., Dumoulin, E. D., & Lebert, A. 1993. Spray Drying of
Concentrated Fruit Juices. Drying Technology, 11(5), 1081–1092.
Bhandari, B.R., and T. Howes. 1999. Implications of Glass Transition for The Drying
and Stability of Dried Foods. J. Food Eng. 40 : 71-79.
Brazel, C. S. 1999. Microencapsulation: Offering solutions for the food industry. Cereal
Foods World, 44, 388–393
Desobry, S., Netto, F.M. and Labuza, T.P. 1997. Comparison of spray-drying, drum-
drying and freeze-drying for b-carotene encapsulation and preservation.
Journal of Food Science. 62. 1158–1162.
Dickinson, E., Flint, F. O., and Hunt, J. A. 1989. Bridging flocculation in binary protein
stabilized emulsions. Food Hydrocolloids. 3. 389–397.
Dickinson, E., Golding, M., and Povey, M. J. W. 1997. Creaming and flocculation of
oil-in-water emulsions containing sodium caseinate. Journal of Colloidal and
Interface Science. 185. 515–529.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2008. Luas Areal Dan Produksi Perkebunan Seluruh
Indonesia Menurut Pengusahaan.
http://ditjenbun.deptan.go.id/cigraph/index.php/viewstat/komo-ditiutama/7-
lada. [30 -12-09].
Djubaedah, E. 1986. Ekstraksi Oleoresin dari Jahe (Zingiber officinale, Roscoe). Media
Teknologi Pangan. 2(2) : 10-19.
Epstein, W. W., Netz, D. F., and Seidel, J. L. 1993. Isolation of Piperine from Black
Pepper. J. Chem. Ed 70, 598-599.
Farrrel, K. T. 1985. Spice, Condiments, and Seasoning. The AVI Book Published by
Van Nostrand Reinhold Co. New York.
Gharsallaoui, A., Gaelle R.,Odile C., Andree V., Remi S. 2007. Applications of spray-
drying in microencapsulation of food ingredients: An overview. Food Research
International. 40. 1107-1121.
Gibbs, B. F., Kermasha, S., Alli, I., and Mulligan, C. N. 1999. Encapsulation in the food
industry: A review. International Journal of Food Sciences and Nutrition. 50.
213–224.
International Pepper Community. 2005. Pepper Statistic Year Book 2002. IPC, Jakarta.
p. 21−34.
Jackson, L. S. and Lee K. 1991. Microencapsulation and The Food Industry. Lebensm-
Wis-Technol. 24 : 289-297.
Kenyon, M. M. 1995. Modified Starch, Maltodextrin, and Corn Syrup Solids as Wall
Materials for Food Encapsulation. in Encapsulation and Controlled Release of
Food Ingredients. ACS Symposium Series, Vol. 590. S. J. Risch and G. A.
Reineccius, ed. American Chemical Society, Washington, DC. 42–50
Khader, V. and Rao, S. V. 1996. Studies on protein quality of green gram (Phaseolus
aureus). Plant Foods for Human Nutrition, 49, 127–132.
King, A.H. 1995. Evaluation of The Mechanisms Associated With The Release of
Encapsulated Flavor Materials from Maltodextrin Matrices. In: Risch SJ,
Reineccius GA, editors. Encapsulation and controlled release of food
ingredients. Washington DC: Amer Chem Soc. p 143-160.
Koswara. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Liana. 1987. Pembuatan Produk Pasta Berprotein Tinggi : Campuran Susu Skim,
Yoghurt, dan Kacang Tanah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Mansjur. 1980. Budidaya Tanaman Lada dan Kopi. Bogor : Unit Penataran IPB.
Masters, K. 1979. Spray Drying Hand Book. New York : John Wilegard Sons.
Nuryani, Y. 1996. Klasifikasi dan Karakteristik Tanaman Lada (Piper nigrum L). Di
dalam Monograf Tanaman Lada. Balai Tanaman Rempah dan Obat, Balai
Penelitian dan Pengambangan Pertanian. Bogor.
Premi, B. R. 2000. Essential Oils and Oleoresins in India. Beverage and Food World
27(4), 12-19
Raghavan, S. 2007. Handbook of Spices, Seasonings, and Flavorings. CRC Press. Boca
Raton.152-157
Reineccius, G. A. 1988. The Spray Drying of Food Flavors. Drying Technology. 22 (6)
: 1289-1324.
Risch, S. J. 1995. Review of patents for encapsulation and controlled release of food
ingredients. di dalam Encapsulation and Controlled Release of Food
Ingredients, Risch, S.J. and Reineccius, G.A. (eds.). American Chemical
Society. Washington DC. Chapter 18. 197–203
Rosenberg, M. 1997. Milk Derived Whey Protein Based Miroencapsulating Agent and
Method of Use. US Patent 5,610,760.
Shaikh, J., Bhosale, R., & Singhal, R. 2006. Microencapsulation of black pepper
oleoresin. Food Chemistry, 94, 105–110.
Soottitantawat, A., Bigeard, F., Yoshii, H., Furuta, T., Ohkawara, M., & Linko, P. 2005.
Influence of emulsion and powder size on the stability of encapsulated D-
limonene by spray drying. Innovative Food Science and Emerging
Technologies, 6, 107–114.
Vega, C., Kim, E. H. J., Chen, X. D., and Roos, Y. H. 2005. Solid-state characterization
of spray-dried ice cream mixes. Colloids and Surfaces B: Biointerfaces. 45.
66–75.
Warner, J. N. 1975. Principle of Dairy Processing. Willey Easton Ltd., New Delhi.
Watanabe, Y., Fang, X., Adachi, S., Fukami, H., & Matsuno, R. 2004. Oxidation of 6-
O-arachidonoyl -ascorbate microencapsulated with a polysaccharide by spray-
drying. Lebensmittel-Wissenschaft und-Technologie, 37, 395–400.
Whitteley, M.A., Welch A. J. E., and Owen L. N. 1952. Thorpe’s Dictionary of Applied
Chemistry Vol V 4th Edition. Longman, Green and Co. London.
Bahan Pengkapsul
Oleoresin
Perlakuan Akuades
Protein (%) Maltodekstrin (%) (%)
(%)
1% 0,1 9,9 89 1
Susu skim 2% 0,2 9,8 89 1
3% 0,3 9,7 89 1
1% 0,1 9,9 89 1
Tepung
2% 0,2 9,8 89 1
kedelai
3% 0,3 9,7 89 1
Tepung 1% 0,1 9,9 89 1
kacang 2% 0,2 9,8 89 1
hijau 3% 0,3 9,7 89 1
Keterangan :
Perhitungan persentase bahan diatas berdasarkan total emulsi
Kadar protein susu skim : 22,84% kadar pati susu skim : 4,88%
Kadar protein tepung kedelai : 38,25% kadar pati tepung kedelai : 13,27%
Kadar protein tepung kacang hijau : 22,32% kadar pati tepung kacang hijau : 25,08%
Kadar protein natrium kaseinat : 91,0%
Lampiran 2. Hasil Penelitian Pendahuluan
Rendemen (%) Kadar Air (%) Kadar Minyak (%) Kadar Surface oil (%)
Jenis Konsentrasi
Kadar
Bahan Bahan Ulangan Rata- Std. Kadar Rata- Std. Kadar Rata- Std. Rata- Std.
Rendemen Surface
Protein Protein rata deviasi Air rata deviasi Minyak rata deviasi rata deviasi
oil
1 71.92 4.67 0.73 1.29
1% 71,57 0,51 4,58 0,11 0,67 0,09 1.29 0,00
2 71.21 4.50 0.60 1.28
Susu 1 73.56 4.70 0.84 1.02
2% 73,43 0,18 4,82 0,17 0,82 0,03 1,06 0,05
Skim 2 73.30 4.94 0.80 1.10
1 72.33 4.73 0.84 0.58
3% 72,33 0,00 4,75 0,02 0,82 0,03 0,58 0,01
2 72.33 4.76 0.80 0.58
1 63.56 3.76 0.83 2.50
1% 61,38 3,08 3,75 0,01 0,72 0,16 2,47 0,03
2 59.21 3.75 0.60 2.45
Tepung 1 58.13 4.30 0.84 2.02
2% 59,26 1,59 4,35 0,07 0,82 0,03 1,95 0,09
Kedelai 2 60.38 4.39 0.80 1.89
1 57.70 4.77 0.73 1.10
3% 57,79 0,13 4,76 0,02 0,77 0,05 1,05 0,02
2 57.89 4.74 0.80 1.01
1 63.26 4.70 0.42 1.33
1% 63,10 0,23 4,71 0,01 0,61 0,27 1,33 0,01
2 62.94 4.72 0.80 1.33
Tepung
1 58.59 5.38 0.74 1.32
Kacang 2% 59,52 1,32 5,40 0,02 0,77 0,04 1,31 0,01
2 60.45 5.41 0.80 1.31
Hijau
1 56.57 5.06 0.84 0.97
3% 55,56 1,44 5,19 0,18 0,72 0,17 1,06 0,13
2 54.54 5.31 0.60 1.15
Lampiran 3a. Hasil Penelitian Utama
Data Rendemen Data Kadar Minyak Perbandingan Minyak Atsiri
Kadar
Perlakuan Ulangan Rendemen Rata- Std. Rata- Std. Nilai Perbandingan Rata-
Minyak
(%) rata deviasi rata deviasi Minyak Atsiri (%) rata
(%bk)
1 75.53 0.58 86.4
1 73.70 2.59 0.58 0.00 84.3
2 71.87 0.57 82.2
1 60.15 0.65 90.4
2 67.22 10.01 0.68 0.04 105.0
2 74.30 0.70 119.6
1 69.81 0.67 116.6
3 67.74 2.93 0.62 0.07 105.3
2 65.67 0.57 94.0
1 69.07 0.56 108.8
4 70.61 2.17 0.52 0.07 101.8
2 72.14 0.47 94.7
1 73.17 0.58 83.7
5 68.90 6.03 0.58 0.00 78.8
2 64.64 0.58 73.9
1 65.92 0.67 99.0
6 69.64 5.25 0.67 0.00 104.6
2 73.35 0.67 110.2
1 47.27 0.57 67.7
7 61.46 20.07 0.57 0.00 88.0
2 75.66 0.57 108.3
1 70.71 0.47 92.8
8 70.99 0.39 0.47 0.00 93.2
2 71.26 0.47 93.6
1 75.99 1.11 136.1
9 70.94 7.15 1.11 0.00 127.1
2 65.89 1.11 118.0
1 72.49 1.14 133.1
10 71.39 1.55 1.14 0.00 131.1
2 70.30 1.14 129.1
1 70.31 1.31 148.4
11 72.30 2.81 1.31 0.00 152.6
2 74.28 1.30 156.8
1 72.21 0.89 107.3
12 73.18 1.37 0.90 0.00 108.7
2 74.15 0.90 110.2
1 75.60 0.71 86.5
13 70.91 6.63 0.71 0.00 81.2
2 66.22 0.71 75.8
1 63.82 0.93 96.1
14 67.05 4.57 0.93 0.00 101.0
2 70.28 0.93 105.8
1 69.64 1.12 126.5
15 73.45 5.38 1.12 0.00 133.4
2 77.25 1.12 140.3
1 77.62 0.76 94.2
16 78.93 1.85 0.76 0.00 95.7
2 80.24 0.76 97.3
.
Lampiran 3b. Hasil Penelitian Utama (lanjutan)
Data Kadar Surface oil Data Kelarutan Data pH
Kadar
Perlakuan Ulangan Rata- Std. Kelarutan Rata- Std. Rata- Std.
Surface pH
rata deviasi (%bk) rata deviasi rata deviasi
oil (%bk)
1 0.211 93.96 6.07
1 0.212 0.001 94.48 0.75 6.08 0.01
2 0.212 95.01 6.09
1 0.143 98.25 6.15
2 0.142 0.001 98.20 0.08 6.16 0.01
2 0.142 98.14 6.17
1 0.157 95.70 5.88
3 0.138 0.026 95.08 0.87 5.89 0.01
2 0.120 94.47 5.89
1 0.103 95.20 6.04
4 0.103 0.001 94.74 0.66 6.05 0.01
2 0.102 94.27 6.06
1 0.161 96.14 5.96
5 0.173 0.018 96.23 0.14 5.95 0.01
2 0.185 96.33 5.94
1 0.161 94.44 6.00
6 0.140 0.029 94.64 0.29 6.00 0.00
2 0.120 94.84 6.00
1 0.147 96.53 6.02
7 0.109 0.054 96.78 0.35 6.03 0.01
2 0.070 97.03 6.04
1 0.088 95.32 5.85
8 0.094 0.008 94.65 0.94 5.84 0.02
2 0.100 93.98 5.82
1 0.190 98.17 5.43
9 0.169 0.029 98.49 0.46 5.46 0.04
2 0.149 98.81 5.48
1 0.166 98.20 5.90
10 0.177 0.015 98.19 0.01 5.87 0.04
2 0.188 98.19 5.84
1 0.143 97.61 6.03
11 0.145 0.003 97.95 0.48 6.04 0.01
2 0.147 98.29 6.05
1 0.118 98.01 6.14
12 0.097 0.029 97.95 0.09 6.16 0.02
2 0.077 97.89 6.17
1 0.168 98.47 5.56
13 0.170 0.002 98.62 0.21 5.56 0.01
2 0.171 98.76 5.55
1 0.201 98.23 5.87
14 0.170 0.044 98.42 0.27 5.87 0.00
2 0.139 98.60 5.87
1 0.138 98.27 6.06
15 0.146 0.011 98.40 0.19 6.07 0.01
2 0.154 98.54 6.07
1 0.129 96.96 6.14
16 0.135 0.008 97.40 0.62 6.13 0.01
2 0.140 97.84 6.12
Lampiran 4. Dokumentasi hasil penelitian
1 2 3 4
5 6 7 8
Bubuk mikrokapsul oleoresin lada hitam dengan bahan pengkapsul susu skim
9 10 11 12
13 14 15 16
Bubuk mikrokapsul oleoresin lada hitam dengan bahan pengkapsul na- kaseinat