Anda di halaman 1dari 11

PANDUAN

PELAYANAN PADA PASIEN KOMA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOREANG


JL. ALUN-ALUN UTARA NO. 1
KABUPATEN BANDUNG
TAHUN 2017
I. Latar Belakang
Koma didefinisikan sebagai kondisi tidak sadar dalam yang tidak berespon terhadap
rangsang eksternal. Kejadian pasien koma dapat terjadi akibat intrakranial dan
ekstrakranial.
Penilaian pasien koma dilakukan oleh dokter atau perawat dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS), dimana skor kurang dari sama dengan 3 dinyatakan
sebagai kondisi koma.
Pasien yang dating ke IGD dalam kondisi koma, pasien mendapatkan perawatan di
instalasi rawat inap yang menjadi koma, maupun pasien yang memang disengaja
untuk dibuat koma di instalasi ruang intensif, memerlukan penanganan khusus.

II. Maksud dan Tujuan


a. Maksud
Panduan Pelayanan Pasien Koma ini digunakan sebagai acuan bagi tenaga medis
lingkungan RSUD Soreang, sehingga terjadi keseragaman dalam
penatalaksanaan pasien koma.
b. Tujuan
Tujuan Panduan Pelayanan Pasien Koma adalah penatalaksanaan pasien koma
yang seragam di seluruh lingkungan RSUD Soreang, dan memberikan pelayanan
yang komprehensif terhadap seluruh pasien di RSUD Soreang.

III. Ruang Lingkup


Prinsip-prinsip manajemen pasien koma:
a. Pastikan oksigenasi adekuat
b. Pertahankan sirkulasi
c. Kontrol gula darah
d. Turunkan tekanan intracranial
e. Hentikan kejang
f. Atasi infeksi
g. Perbaiki ketidakseimbangan asam basa dan ketidakseimbangan elektrolit
h. Selaraskan suhu tubuh
i. Pertimbangkan antidotum spesifik

1
A. Oksigenasi yang Adekuat
Pasien dalam kondisi koma tidak dapat mempertahankan jalan nafas yang adekuat
akibat dari lidah jatuh yang menutupi jalan nafas. Jalan nafas yang tertutup
mengakibatkan otak tidak dapat mendapatkan suplai oksigen yang dibutuhkan. Oleh
sebab itu kepastian jalan nafas menjadi hal yang sangat penting pada pasien dalam
kondisi koma.
a. Periksa airway:
1) Jika didapatkan sumbatan, lakukan suctioning
2) Lakukan pemasangan oropharyngeal airway (OPA) atau nasopharyngeal airway
(NPA)
3) Lakukan pemasangan endotracheal tube (ETT)
Pemasangan ETT dapat dilakukan oleh petugas medis yang memiliki sertifikasi
Bantuan Hidup Lanjut (BHL)
b. Ventilasi yang adekuat:
Setelah jalan nafas dipastikan aman:
1) Berikan assisted ventilation dengan menggunakan Bag Mask Vakve (BMV) atau
Jackson reese
2) Hubungan dengan mesin bantu nafas (ventilator)
Tujuan dari pemberian ventilasi adalah mempertahankan oksigenisasi tubuh.

B. Sirkulasi
Setelah jalan nafas dipastikan aman dan pernafasan sudah dikuasai, hal ini berikutnya
yang harus dilakukan adalah asesmen status sirkulas. Akses intravena pada pasien
dengan koma harus didapatkan dengan segera. Gunakan akses intravena dari
ektremitas terlebih dahulu, jika diperlukan gunakan akses vena sentral. Untuk akses
vena sentral hanya dapat dilakukan oleh dokter yang berpengalaman.
Resusitasi dengan menggunakan cairan kristaloid, sambil melihat respon tanda vital
terhadap pemberian cairan. Akses intravena juga digunakan untuk pengambilan sampel
darah untuk memeriksa kemungkinan penyebab penurunan kesadaran pada pasien
tersebut.
Hipotensi yang disertai dengan penurunan kesadaran harus diterapi secara agresif.
Hipotensi yang berlangsung lama menyebabkan pasien akan berada dalam kondisi
syok (gangguan perfusi jaringan yang menyebabkan kegagalan sistem organ) oleh
sebab itu penyebab hipotensi harus segera diketahui dan diterapi, abik dengan
menggunakan resusitasi cairan maupun pemberian obat-obat vasokonstriktor
(norepinefrin, vassopresin) dan inotropic.

2
Sedangkan, pada pasien dengan hipertensi yang disertai penurunan kesadaran, tetapi
untuk menurunkan tekanan darah harus dilakukan secara perlahan dengan target
tekanan darah turun 20% dari MAP. Penyebab penurunan kesadaran pada pasien
dengan hipertensi umumnya karena pendarahan intraknial. Terapi menggunakan obat-
obatan anti hipertensi intravena:
a. Calcium Channel Blocker (Nicardipine, Nitroglycerin)
b. Beta blocker (labetolol)

C. Asesmen Pasien Koma


Segera setelah Airway, Breathing, dan Circulation teratasi, lakukan asesmen ulang
untuk mencari penyebab kejadian pasien koma. Penyebab penurunan kesadaran pada
pasien dapat dikategorikan menjadi:
a. Intrakranial
1) Proses trauma atau kecelakaan
2) Perdarahan intrakranial (perdarahan epidural, perdarahan subarachnoid,
perdarahan intracerebral)
3) Penyumbatan pembuluh darah otak yang luas atau di batang otak (stroke non
perdarahan)
4) Infeksi intrakranial
5) Massa intrakranial (tumor otak)
b. Ekstrakranial
1) Gangguan metabolic (diabetes, gangguan asam basa, hipertensi)
Gangguan endokrin:
- Gangguan tiroid: hipotiroid (myxedema), hipertiroid (throid storm),
encephalopaty pada Hashimoto’s thyroiditis
- Hipoglikemia
- Hiperglikemia
- Krisis adrenal
- Apopleksi hipofisa
Gangguan metabolik herediter:
- Porphyria
- Mitochondrial encephalopathy
- Mitochondrial, myopathy, encephalopathy, lactic asidosis dan episode
stroke-like
Necrotizing encephalopathy Disease
Pancreatic encephalopathy
2) Penyakit paru

3
3) Penyakit jantung
4) Penyakit ginjal
- Uremia: Acute Uremic encephalopathy
- Chronic renal failure
- Dialysis disequilibrium
5) Penyakit liver
Encephalopathy hepatikum
6) Infeksi luas
7) Pengguna obat-obatan narkotika
8) Gangguan mineral, elektrolit dan gangguan karbondioksida
- Hiponatremi (Kadar natrium <135 mmol/L)
- Central Pontine myelinolisis: pada pasien alkoholis, malnutrisi, dehidrasi,
penyakit-penyakit sistemik yang berat, antara lain: penyakit liver, sepsis, luka
bakar atau keganasan yang mendasari.
Dilaporkan penyebab terbanyak adalah koreksi cepat hiponatremi lebih dari
20-30 mmol/L selama 3 hari atau lebih dari 12 mmol/L/hari.
- Hipernatremia akut, jika peningkatan kadar sodium > 145 mmol/L
- Hipokalsemia: jika kadar kalium < 8,15 mg/dl (2,12 mmol/L)
- Hiperkalsemia: peningkatan kadar kalsium serum yang berat, terbanyak
disebabkan oleh: keganasan atau hiperparatiroidism, penyebab lain
sarkoidosis, milk alkali syndrome dan insufisiensi adrenal.
- Hipomagnesemia: jika kadar magnesium serum > 2,1 mEq/L, gejala klinis
muncul mulai kadar 4 mEq/L
- Hipofosfatemia: jika kadar fosfat serum < 2,5 mg/dl (<0,83 mmol/L)
- Hipokapnia: jika kadar CO2 arteri <35 mmHg (akibat hiperventilasi)
menyebabkan CBF turun. Hiperventilasi yang menimbulkan PaCO2 22 mmHg
akan menurunkan CBF 40%
- Hiperkania: jika PaCO2 > 60 mmHg

D. Pemeriksaan Penunjang
Lakukan pemeriksaan penunjang:
a. Hematologi lengkap
b. Fungsi ginjal, fungsi liver, gula darah
c. Elektrolit lengkap
d. Urine lengkap
e. Elektrokardiografi
f. Foto thoraks

4
g. Analisa gas darah: bisa menyingkirkan beberapa kemungkinan:
1) Hiperventilasi dengan pola asidosis metabolic (pH<7,30; PaCO2 > 30 mmHg;
HCO3<15 mmol/L) dapat terjadi pada gagal ginjal, asidosis laktat, ketoasidosis
diabetik, keracunan salisilat, methanol atau etilen glikol.
2) Hiperventilasi dengan pola alkalosis respiratorik (pH>7,45; PaCO2 < 30 mmHg;
HCO3>15 mmol/L) menyertai hepatic failure, early sepsis, intoksikasi salisilat
dini, penyakit kardiopulmonal.

IV. Tatalaksana Pasien Dengan Koma


a. Pastikan airway, breathing dan circulation aman
b. Rawat pasien di ruang intensif
c. Cari penyebab:
1) Intracranial
Pada pasien koma dengan lesi intracranial, umumnya penurunan kesadaran
disebabkan dari peningkatan tekanan tinggi intracranial. Prinsip penanganan
adalah menurunkan tekanan intracranial secepatnya agar tidak terjadi
secondary brain injury atau bahkan herniasi.
Oksigenasi yang adekuat dengan pemasangan ETT dan pemberian ventilasi
menggunakan ventilator dengan target PaCO2 35-45 mmHg, serta
mempertahankan perfusi ke otak dengan mempertahankan MAP > 65 harus
segera dilakukan. Pemberian obat anti hipertensif, osmotic diuretic dapat
dipertimbangkan untuk menurunkan tekanan tinggi intracranial.
2) Ekstrakranial
a) Kondisi Hipoglikemia
Hipoglikemia dikatakan sebagai kondisi dimana kadar gula darah < 69 g/dl
atau kadar gula darah dibawah normal yang sudah menimbulkan gejala.
Pada pasien koma, lakukan pemeriksaan gula darah segera setelah airway
dan breathing teratasi.
Pada kondisi pasien koma dengan hipoglikemia dapat diberikan koreksi
hipoglikemi cepat dengan Dextrose 40% sebanyak 50 ml (2fls). Evaluasi
ulang gula darah setelah pemberian atau adanya perubahan tingkat
kesadaran dan hemodinamik pasien.
Terapi ini dapat diulang sampai kondisi gula darah kembali normal atau
terdapat tanda perbaikan kesadaran maupun hemodinamik pasien.

5
b) Kondisi hiperglikemia
Hiperglikemia dikatakan sebagai kondisi dimana didapatkan kadar gula
darah yang sangat tinggi menyebabkan kejadian Ketoasidosis Diabetikum
(KAD) atau Hiperosmolar Non Ketotik Diabetikum (HONK).
KAD merupakan kondisi mengancam jiwa yang merupakan komplikasi dari
pasien dengan diabetes mellitus terutama tipe 1. Pasien datang umumnya
dengan penurunan kesadaran. Setelah airway dan breathing teratasi,
akses intravena didapat. Lakukan pemeriksaan penunjang laboratorium
hematologi lengkap, urine lengkap, analisa gas darah, elektrolit lengkap
dan gula darah.
Tatalaksana KAD bertujuan untuk:
 Resusitasi cairan
Pasien KAD mengalami kehilangan cairan bebas kurang lebih 6 liter
atau sekitar 100 ml/kgbb. Resusitasi cairan menggunakan cairan NaCl
0,9% 1000ml/jam.
 Reversal dari asidosis dan ketosis
Jika sesuai indikasi, lakukan hemodialisa
 Mengembalikan gula darah plasma menjadi normal
Berikan terapi insulin 0,02 – 0,05 IU/Kgbb/jam intravena atau berikan
short acting insulin 0,1 IU/Kgbb subkutan setiap 2 jam sampai target
gula darah 150-200 g/dl untuk pasien KAD dan gula darah 200-300
g/dl pada pasien HONK. Lakukan pemeriksaan gula darah setiap jam.
 Koreksi elektrolit dan koreksi kehilangan cairan
Gangguan elektrolit yang umum didapat pada pasien KAD adalah
hiponatremi dan hyperkalemia akibat pergeseran elektrolit intraselular
dan ekstraselular.
c) Kejang
Kejang dapat diakibatkan dari intracranial maupun ekstracranial. Prinsip
dasar penanganan kejang tetap dengan menjaga airway dan breathing
yang adekuat ditambah untuk mengatasi kejang dengan menggunakan
obat-obat golongan benzodiazepine, barbiturate atau propofol.
Pada pasien yang kejang dapat diberikan diazepam 0,2 mg/kgbb iv/im
setiap 5-10 menit sampai kejang berhenti dan tidak melebihi 30mg.
Midazolam 0,2 mg/kgbb iv dapat dilanjutkan dengan infus kontinu 0,05 – 2
mg/kgbb/jam sampai kejang berhenti. Obat pilihan lain adalah phenytoin
dengan loading dose 18 mg/kgbb iv dilanjutkan maintenance maximal

6
50mg/menit iv. Kejang masih berlangsung dapat diberikan propofol 1
mg/kgbb iv dilanjutkan maintenance 2-4 mg/kgbb/jam ditingkatkan sampai
15 mg/kgbb/jam.
Segera lakukan pemeriksaan penunjang untuk melihat penyebab kejang
pada pasien.
d) Infeksi
Salah satu penyebab terjadinya pasien koma adalah infeksi yang luas yang
disebut dengan sepsis. Sepsis didefinisikan sebagai disfungsi organ yang
mengancam jiwa yang disebabkan oleh disregulasi respon tubuh terhadap
infeksi. Sedangkan syok sepsis adalah kondisi sepsis dimana terjadi
abnormalitas dari system sirkulasi, selular, dan metabolik yang
berhubungan dengan peningkatan resiko mortalitas yang lebih besar.
Pasien koma diduga karena syok sepsis memerlukan penanganan segera.
Perhatian utama tetap pada pengamanan airway, breathing dan circulation.
Penanganan yang harus dilakukan dalam 3 jam pertama adalah:
- Pengukuran kadar laktat
- Ambil sampel kultur darah sebelum memberikan antibiotic
- Pemberian antibiotic spectrum luas
- Berikan cairan kristaloid 30 ml/kgbb untuk pasien dengan hipotensi atau
laktat > 4 mmol/L
Penanganan untuk 6 jam berikutnya:
- Beri vasopressor (untuk hipotensi yang tidak respon terhadap resusitasi
cair inisial) untuk mempertahankan MAP ≥ 65 mmHg
- Pada kasus persisten hipotensi (MAP ≤ 65 mmHg) atau laktat inisial ≥ 4
mmol/L, nilai ulang status volume dan perfusi jaringan dengan cara:
 Ulangi pemeriksaan awal (setelah resusitasi inisial) oleh dokter
berpengalaman termasuk tanda vital, fungsi kardiopulmonal,
capillary refill, nadi dan motled skin.
 Atau dua dari:
o Ukur Catheter Venous Pressure (CVP)
o Ukur ScvO2
o Bedside Cardiovascular ultrasound
o Pengukuran ulang dinamis untuk respon cairan dengan
menggunakan passieve leg rising atau fluid challenge
- Cek ulang laktat jika pada awal pengukuran terjadi peningkatan laktat

7
e) Pemberian antidotum spesifik
Kondisi koma dapat juga disebabkan oleh overdosis opioid. Gejala yang
ditunjukan mulai dari hipopneu atau apneu, miosis dan stupor serta riwayat
konsumsi obat-obatan. Langkah pertama yang dilakukan menjaga airway
dan breathing tetap adekuat untuk mencapai oksigenisasi. Selanjutnya
pasien dapat diberikan antidotum naloxone dengan dosis inisial 0,04 mg iv
dan dapat dititrasi naik setiap 2-3 menit sampai respon pernafasan atau
kesadaran membaik dengan batas maximal pemberian adalah 15 mg iv.
f) Pasien koma di ruang intensif
Pasien ya g dirawat di ruang intesif dibuat dalam kondisi koma untuk
menurunkan kebutuhan oksigen dikarenakan kondisi pasien yang sakit
berat. Kondisi koma yang disengaja ini juga dapat digunakan untuk
memproteksi otak akibat trauma yang berat dan mencegah terjadinya
secondary brain injury.
Penggunaan obat sedasi seperti propofol dengan dosis 0,5-6mg/kgbb/jam,
midazolam 0,04-0,2 mg/kgbb/jam atau dexmedetormidine dengan dosis
inisal 1 mcg/kgbb diberikan dalam 20 menit dilanjutkan dengan 0,2-0,7
g/kgbb/jam.
Beberapa analgetik yang bisa digunakan sebagi sedasi di ruang intensif
seperti fentanyl dengan dosis 0,7-10 mcg/kgbb/jam atau morfin 2-30
mg/jam.
Untuk pasien yang diinduksi koma di ruang intensif, kedalaman sedasi
harus diukur secara berkala dengan menggunakan Richmand Agitation-
Sedation Scale (RASS) dengan target -4 yaitu tidak berespon terhadap
stimulus suara namun berespon terhadap stimulus kontak fisik dan
pergerakan.
Pada pasien yang diinduksi untuk koma di ruang intensif, kebutuhan
penggunaan obat sedasinya memerlukan evaluasi secara berkala. Setiap
24 jam, obat sedasi dihentikan dan pasien dinilai ulang kesadarannya.

8
ALGORITMA ASESMEN DAN MANAJEMEN KOMA

Unresponsive Patient

Airway, breathing, circulating

Lab darah: glucose, AGD, Ca, Mg,


toxicology, BUN, ammonia, AST

Psychogenic unresponsiveness,
locked in, peripheral
Start IV, consider glucose, neuromuscular paralysis, rigidity
unconscious
naloxone, administration, (e.g.neuroleptic malignant
secure airway & give O2 syndrome)  supportive &
specific investigation

Brain stem
signs or Metabolic CSB studies CT EEG In selected cases
other focal
features

Mass effect/herniation, hyperventilation,


Emergency CT head mannitol, neurosurgical consult

9
V. Penutup
Koma merupakan kondisi dimana pasien tidak sadar dinilai dengan GCS ≤ 3.
Penyebab pasien menjadi koma harus dicari dan diterapi secepatnya. Proses
intracranial dan ekstracranial menjadi 2 penyebab terjadinya koma pada pasien.
Terapi yang agresif dalam penanganan psien akan menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas pasien di RSUD Soreang.
Pasien yang sengaja dibuat koma di ruang intensif memeiliki tujuan tersendiri, yaitu
menurunkan kebutuhan oksigen pada pasien yang sakit berat, sebagai brain
protection pada pasien dengan tekanan tinggi intracranial, dan mencegah gelisah
pada pasien yang dihubungkan dengan ventilasi mekanik. Kesdaran pasien yang
sengaja dibuat koma di ruang intensif harus dinilai harian untuk melihat prognosis dan
kondisi pasien.
Demikian panduan pelayanan pasien koma ini disusun untuk memfasilitasi standar
pelayanan terbaik dan menjadi panduan petugas kesehatan dakam memberikan
pelayanan pasien koma.

10

Anda mungkin juga menyukai