Anda di halaman 1dari 25

Departemen Keperawatan Medikal Bedah

LAPORAN PENDAHULUAN
ACUTE CORONARY SYNDROME (ACS) ATAU SINDROM KORONER AKUT
DI RUANG CVCU RSUD LABUANG BAJI

OLEH :
UMRAH
70900120038

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS 18


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2021
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Sindrom Koroner Akut merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia, World Health

Organization (WHO) pada tahun 2015 melaporkan penyakit kardiovaskuler menyebabkan 17,5

juta kematian atau sekitar 31% dari keseluruhan kematian secara global dan yang diakibatkan

sindrom koroner akut sebesar 7,4 juta. Penyakit ini diperkirakan akan mencapai 23,3 juta

kematian pada tahun 2030. (muhibbah, dkk. 2019)

Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan salah satu penyakit tidak menular

dimana terjadi perubahan patologis atau kelainan dalam dinding arteri koroner yang

dapat menyebabkan terjadinya iskemik miokardium dan UAP (Unstable Angina Pectoris) serta

Infark Miokard Akut (IMA) seperti Non-ST Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI) dan ST

Elevation Myocardial Infarct (STEMI)(Tumade et al., 2014).

sindrom koroner akutadalah suatu keadaan infark atau nekrosis otot jantung karena

kurangnya suplai darah dan oksigen pada miokard (ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen miokard) (Udjianti, 2011).

Sindrom koroner akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung

terganggu yang disebabkan oleh karena sumbatan pada arteri koroner, sumbatan akut

terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada dinding arteri koroner sehingga menyumbat

aliran darah ke otot jantung ( Joyce, 2014).

dapat disimpulkan bahwa ACS (Acute Coronari Sindrome) atau sindrom koroner akut

merupakan suatu masalah kegawat daruratan yang terjadi akibat kurangnya aliran darah

kejantung yang terjadi secara tiba-tiba karena adanya penyempitan pada pembuluh dara arteri
koroner. kondisi ini di tandai dengan adanya nyeri yang khas, yang dirasakan seperti tertindih

benda berat.

B. ETOLOGI

Penyebab SKA paling sering adalah oklusi lengkap atau hampir lengkap dari arteri

coroner, biasanya dipicu oleh ruptur plak arterosklerosis yang rentan dan diikuti oleh

pembentukan trombus. Ruptur plak dapat dipicu oleh faktor-faktor internal maupun eksternal.

(Joyce, 2014).

Faktor internal terjadinya sindrom koroner akut yaitu Salah satu dasar terjadinya

atherosklerosis adalah terbentuknya cedera endotel akibat faktor-faktor resiko klasik seperti

hiperlipidemia, hipertensi, merokok, kenaikan homosistein plasma, diabetes militus yang akan

menyebabkan disfungsi endotel dan berlanjut ke inflamasi kronis pada dinding endotel. (Arfian

Dkk. 2018)

1. Terjadinya inflamasi berpengaruh pada peningkatan permeabilitas vaskuler. Ketika

terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler, maka terjadi migrasi, adhesi leukosit, dan

terjadi influks Ox-LDL ke dalam tunika intima. Beberapa monosit pun mulai masuk ke

dalam tunika intima dan berubah menjadi makrofag jaringan. Makrofag jaringan karena

suatu respon akan memakan Ox-LDL dan berubah menjadi foam cell.

2. Foam cells akan berubah menjadi fatty streaks

3. fibrous cup terdiri dari otot polos dan jaringan fibrosa sangat berperan dalam stabilitas

plak atheroma.

4. apabila terjadi peningkatan degradasi matriks oleh MMP, penurunan sekresi matriks akan

sangat berpengaruh pada stabilitas dari plak atheroma. apabila plak atheroma mengalami

rupture, akan menimbulkan thrombosis dan memicu terjadinya okulasi


5. hal ini apa biala terjadi darah jantung akan mengakibatkan menurunnya fungsi miokard

sehingga terjadi manifestasi klinis berupa sindrom coroner akut. terjadinya inflamasi

dalam proses aterosklerosis di tandai dengan kenaikan kadar leukosit atau leukositosis.

leukositosis sendiri selain di pengaruhi oleh reaksi dari sumsum tulang terhadap

inflamasi, juga di pengaruh oleh infeksi, penggunaan kortikosteroid, dan anemia

hemolitik. (Arfian Dkk. 2018)

Faktor eksternal berasal dari aktivitas klien atau kondisi eksternal yang memengaruhi

klien. Aktivitas fisik berat dan stress emosional berat, seperti kemarahan, serta peningkatan

respon system saraf simpatis dapat menyebabkan rupture plak. Pada waktu yang sama, respon

system saraf simpatis akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. (Joyce, 2014).

Faktor-faktor risiko penyebab terjadinya sindrom coroner akut yaitu : Diabetes, Riwayat

adanya penyakit jantung dalam keluarga, Makanan berlemak tinggi dan berkabohidrat tinggi,

Hiperlipoproteinemia, Hipertensi, Obesitas, Status postmenopausal, Banyak duduk dan tidak

bergerak, Rokok dan Stres.

C. KLASIFIKASI (Pedoman Tata Laksana SKA, EDISI 4. 2018)

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), dan

biomarka jantung, sindrom koroner akut dibagi menjadi yaitu :

1. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation

myocardial infarction)

2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment

elevation myocardial infarction)

3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)


infark miokard akut dengan elevasi segmen ST akut (IMA-EST) merupakan indikator

kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. keadaan ini memerlukan tindakan

revaskularisasi atau memperbaiki aliran darah arteri koroner yang tersumbat atau menyempit,

sehingga darah bisa mengalir lancar kembali secara medikamentosa dengan menggunakan agen

fibrinolitik atau secara mekanis melalui intervensi koroner perkuatan primer. diagnosis IMA-

EST di tegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut di sertai elevasi segmen ST yang

persisten di 2 sadapan yang berseblahan. inisiasi tata laksana revaskularisasi tidak perlu

menunggu hasil peningkatan biomarka jantung. (P

sedangakan diagnosis IMA-NEST dan APTS di tegakkan jika terdapat keluhan angina

pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang menetap di 2 sadapan yang bersebelahan. rekaman

EKG saat presentase dapat berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang

datar, gelombang T pseudo-normalisasi, atau bahkan tanpa perubahan. Angina pektoris tidak

stabil dan IMA-NEST di bedakan berdasarkan hasil pemeriksaan biokarma jantung. biokarma

jantung yang lazim digunakan adalah high sensitivty troponin, troponin, atau CK-MB. bila hasil

pemeriksaan biokimia biomarka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosisnya

infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (IMA-NEST), jika biomarka jantung tidak

meningkat secara bermakna maka diagnosisnya APTS. pada sindrom koroner akut, nilai ambang

untung peningkatan biomarka jantung yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal

atas (upper limits of normal/ULN).

jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau menunjukkan

kelainan yang non-diagnostik sementara angna masih berlangsung, maka pemeriksaan diulang

10-20 menit kemudian. jika EKG ulangan tetap menunjukkan gambaran non-diagnostik
sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien di pantau selama 12-24 jam. EKG

di ulang setiap terjadi angina berulang atau setidaknya 1 kali 24 jam.

D. PATOFISIOLOGI (Pedoman Tata Laksana SKA, EDISI 4. 2018)

Sindrom koroner akut disebabkan oleh aterosklerosis atau penyempitan dan

pengerasan pembuluh darah arteri akibat penumpukan plak pada dinding pembuluh darah yang

mengakibatkan terbentuknya trombus atau Gumpalan darah di dalam pembuluh darah arteri dan

vena sehingga membuat lumen atau saluran pembuluh darah menyempit, baik secara total

maupun parsial yang menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah sehigga kekuatan

kontraksi otot jantung menurun. selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan

vasokontriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. berkurangnya aliran darah

koroner menyebabkan iskemia miokardium. sedangkan suplai oksigen yang berhenti selama

kurang lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard/IM).

infark miokard tidak selalu disebabkan oleh okulasi total pembuluh darah koroner.

sumbatan subtotal yang disertai vasokontriksi yang dinamis juga dapat menyebabkan terjadinya

iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). selain nekrosis, iskemia juga

menyebabkan gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning

(setelah iskemi hilang), serta distritmia dan perubahan bentuk, ukuran, dan fungsi ventrikel. pada

sebagian pasien, SKA terjadi karena sumbatan dinamis akibat spasme lokal arteri koronaria

epikardial. penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh

progresi pembentukan plak atau restenossi setelah intervensi koroner perkuatan (IKP). beberapa

faktor akstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dan dapat menjadi

pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah menjadi plak aterosklerosis.

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Angina

Tanda dan gejalanya meliputi :

o Rasa terbakar, teremas dan sesak yang menyakitkan di dada substernalatauprekordial

yang bias menjalar ke lengan kiri, leher dan rahang.

o Rasa nyeri saat beraktivitas, meluapkan kegembiraan emosional, terpapar dingin atau

makan dalam jumlah besar.

2. MI (myocardial infarction)

Tanda dan gejalanya meliputi :

o Rasa tertekan, teremas, terbakar yang tidak nyaman, nyeri atau rasa penuh yang

sangat terasa dan menetap di tengah dada dan berlangsung selama beberapa menit

(biasanya lebih dari 15 menit)

o Nyeri yang menjalar sampai ke bahu, leher, lengan atau rahang atau nyeri di

punggung

o Berkeringat

o Mual

o Sesak napas

F. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan medis adalah memperkecil kerusakan jantung sehingga

mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi. Kerusakan jantung diperkecil dengan cara,

segara mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen jnatung. Terapai

obat – obatan, pemberian oksigen dan tirah baring dilakuakan secara bersamaan untuk tetap

mempertahankan jantung. Obat – obatan dan oksigen digunakan untuk meningkatkan suplai
oksigen, sementara tirah baring dilakukan untuk mengurangi kebutuhan oksigen. Hilangnya

nyeri merupakan indikator utama bahwa kebutuhan dan suplai telah mencapai keseimbangan.

1. Terapi farmakologi

Menurut Brunner (2013) farmakoterapi ada tiga kelas obat- obatan yang biasa digunakan

untuk meningkatkan suplai oksigen yaitu:

1) Vasodilator pilihan untuk mengurangi nyeri jantung adalah nitrogliserin (NTG)

intravena. Dosis NTG yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri dada bervariasi

antara satu pasien dengan yang lainnya.

2) antikoagulan, Heparin adalah antikoagulan pilihan untuk membantu mempertahankan

integritas jantung. Heparin memperpanjang waktu pembekuan darah, sehingga dapat

menurunkan kemungkinan pembentukan trombus dan selanjutnya menurunkan aliran

darah.

3) trombolitik Tujuan trombolitik adalah untuk melarutkan setiap trombus yang telah

terbentuk di arteri koroner, memperkecil penyumbatan dan juga luasnya infark. Agar

efektif, obat ini harus diberikan pada awal awitan nyeri dada.

4) pemberian oksigen, Terapi oksigen dimulai saat awitan nyeri. Oksigen yang dihirup

akan langsung meningkatkan saturasi darah. Efektifitas terapeutik oksigen ditentukan

dengan observasi kecepatan dan irama pertukaran pernapasan, dan pasien mampu

bernafas dengan mudah. Saturasi oksigen dalam darah secara bersamaan diukur

dengan pulsa-oksimetri.

5) Analgetik, Pemberian analgetik dibatasi hanya untuk pasien yang tidak efektif diobati

dengan nitrat dan anti koagulan. Analgetik pilihan masih tetap morfin sulfat yang

diberikan secara intra vena dengan dosis meningkat 1 sampai 2 mg. Respons
kardiovaskuler terhadap morfin dipantau dengan cermat, khususnya tekanan darah

yang sewaktu – waktu dapat turun. Tetapi karena morfin dapat menurunkan preload

dan afterload dan merelaksasi bronkus sehingga oksigenasi meningkat, maka tetap

ada keuntungan terapeutik selain menghilangkan nyeri pada pemberian obat ini.

2. Terapi non farmakologi

Menurut Idrus (2014) terapi non farmakologi yang dapat dilakukan oleh pasien Sindrom

koroner akut yaitu sebagai berikut :

1) Aktivitas pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama

2) Diet karena resiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard, pasien harus

puasa atau hanya minum air dalam, 4 – 12 jam pertama. Diet mencangkup lemak <

30% kalori total dan kandungan kolesterol < 300% mg/hari. Menu harus diperkaya

dengan makanan yang kaya serat, kalium, magnesium, dan rendah natrium.

3) Bowels istirahat ditempat tidur dan efek penggunaan narkotik untuk menghilangkan

nyeri mengakibatkan konstipasi. Dianjurkan penggunaan kursi roda di samping

tempat tidur, diet tinggi serat dan penggunaan pencahar ringan secara rutin.

4) Sedasi pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan periode

inaktivasi dengan penenang. Dapat menggunakan diazepam 5 mg, oksazepam 15 – 30

mg atau lorazepam 0,5 – 2 mg diberikan 3 atau 4 kali sehari biasanya efektif.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Muhadi (2014) pemeriksaan penunjangsindrom koroner akut dibagi

menjadi 5 yaitu :

1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan troponin T atau l dan pemeriksaan CK-MB telah diterima sebagai petanda

paling penting dalam diagnosis SKA. Menurut European Society Of Cardiology (ESC)

dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau l positif dalam 24 jam. Troponin tetap

positif sampai 2 minggu. Resiko kematian bertambah dengan tingkat kenaikan troponin.

CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga diketemukan di otot skeletal, tapi

berguna untuk diagnosis infark akut dan akan meningkat dalam beberapa jam dan

kembali normal 48 jam.

2. Ekokardiografi

Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak stabil

secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya

insufisiensi mitral dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan

prognosis kurang baik. Ekokardiografi stres juga dapat membantu menegakkan adanya

iskemia miokard.

3. Elektrokardiografi (EKG)

Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan

simetris.Setelah ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi kemudian ialah

adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis. Nekrosis miokard dilihat

dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami

oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG

berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil

berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total,

maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi

segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI. Diagnosis STEMI
ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST. Nilai elevasi segmen

ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi miokard yang terkena.

Bagi pria usia≥40tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di V1-V3 ≥

2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun. ST elevasi terjadi dalam beberapa

menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu. Diagnosis Non STEMI

ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai dengan elevasi segmen ST yang

persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa depresi segmen ST,

inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-normalization, atau tanpa

perubahan EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu

dijumpai depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan lainnya. Selain

itu dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan amplitude

lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang simestris ≥

2 mm semakin memperkuat dugaan Non STEMI

4. Uji Latih

Pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukkan tanda resiko

tinggi perlu pemeriksaan Exercise test dengan alat treadmill. Bila hasilnya negatif maka

prognosis baik. Sedangkan bila hasilnya positif, lebih-lebih bila didapatkan depresi

segmen ST yang dalam, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan angiografi koroner,

untuk menilai keadaan pembuluh koronernya apakah perlu tindakan revaskularisasi (PCI

atau CABG) karena risiko terjadinya komplikasi kardiovaskuler dalam waktu mendatang

cukup besar.

5. Rontgen toraks
Rontgen dada sangat berperan untuk mengidentifikasi adanya kongesti pulmonatkan

ventrkel kiri atau oedem, yang biasanya terjadi pada pasiem UA/NSTEMI luas yang

melibatkan ventrikel kiri sehingga terjadi disfungsi ventrikel kiri

H. KOMPLIKASI

Komplikasi pada sindrom koroner Akut

1. Aritmia

Aritmia jantung yang mengancam nyawa yaitu ventricular tachycardia (VT),

ventricular fibrillation (VF), dan AV blok total dapat menjadi manifestasi awal terjadinya

SKA. Insidens aritmia ventrikel biasanya terjadi 48 jam pertama setelah onset SKA.

2. Gagal jantung

Gagal jantung pada SKA biasanya disebabkan oleh kerusakan miokard tapi dapat

pula terjadi karena aritmia atau komplikasi mekanik seperti ruptur septum ventrikel atau

regurgitasi mitral iskemik. Gagal jantung pada SKA menandakan prognosis yang lebih

buruk.

Tatalaksana umum meliputi monitor kemungkinan terjadinya aritmia, gangguan

elektrolit dan adanya kelainan katup atau paru. Pemeriksaan foto toraks dan ekokardiografi

direkomendasikan untuk evaluasi luas kerusakan miokard dan komplikasi yang mungkin

terjadi seperti ruptur septum dan regurgitasi mitral akut.

Syok kardiogenik pada SKA menandakan kegagalan pompa jantung berat dan

hipoperfusi dengan manifestasi klinis TD sistolik < 90 mmHg, pulmonary wedge pressure >

20 mmHg atau cardiac index < 1,8 L/m2. Hal ini akibat nekrosis miokard yang luas.

Inotropik atau IABP sering diperlukan untuk mempertahankan TD sistolik > 90 mmHg.

Diagnosis syok kardiogenik ditegakkan setelah menyingkirkan penyebab lain hipotensi


seperti hipovolemik, reaksi vagal, tamponade, aritmia dan gangguan elektrolit. Terapi

suportif IABP direkomendasi sebagai jembatan untuk terapi definitive yaitu terapi intervensi

(emergency PCI).

Komplikasi mekanik dapat terjadi diantaranya :

1. Ruptur dinding ventrikel

Pada ruptur dinding ventrikel akut terjadi disosiasi aktivitas listrik jantung yang

menyebabkan henti jantung dalam waktu singkat. Biasanya hal ini fatal dan tidak respon

dengan resusitasi kardiopulmoner standar karena tidak ada cukup waktu untuk dilakukan

tindakan bedah segera. Ruptur dinding ventrikel subakut pada 25% kasus masih

memberikan harapan untuk dilakukan tindakan bedah secepatnya. Manifestasi klinisnya

yaitu gambaran reinfark dan didapatkan kembali gambaran elevasi segmen ST pada

EKG. Biasanya terdapat gangguan hemodinamik mendadak, tamponade dan efusi

perikard yang dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan ekokardiografi.

2. Regurgitasi Mitral Akut

Regurgitasi mitral akut biasanya terjadi dalam 2-7 hari SKA. Ada 3 mekanisme

terjadinya yaitu; dilatasi annulus mitral akibat dilatasi ventrikel kiri, disfungsi muskulus

papilaris akibat infark miokard inferior, ruptur dari badan atau ujung muskularis

papilaris. Evaluasi regurgitasi dilakukan dengan ekokardiografi. Atrium kiri biasanya

normal atau hanya sedikit membesar. Pasien harus dikirim segera untuk intervensi bedah

karena dapat menyebabkan syok kardiogenik.


BAB II

TINJAUAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari

tiga kegiatan yaitu pengumpulan data, pengelompokan data dan perumusan diagnosa

keperawatan (Muttakin, 2018).

1. Pengumpulan data

a. Identitas klien

Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan,

alamat, tanggal MRS dan diagnosa medis.

b. Keluhan utama

Pada klien dengan sindrom coroner akut biasanya klien mengeluh nyeri khas angina

yaitu dada, terasa berat, tertekan.

c. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan lalu

Dalam hal ini yang perlu dikaji atau di tanyakan pada klien antara lain apakah

klien pernah menderita hipewrtensi atau diabetes millitus, infark miokard atau

penyakit jantung koroner sebelumnya. Serta ditanyakan apakah pernah MRS

sebelumnya.
2) Riwayat kesehatan keluarga

Mengkaji pada keluarga, apakah didalam keluarga ada yang menderita penyakit

yang diderita oleh klien atau tidak.

a) Riwayat kesehatan sekarang

Dalam mengkaji hal ini menggunakan analisa systom PQRST.

3) Pola-pola fungsi kesehatan

a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Dalam hal ini yang perlu dikaji adalah apakah klien mengerti tentang penyakit

dan dibawa kemana bila sedang sakit,

b) Pola nutrisi dan metabolisme

Pada klien dengan SKA biasanya kehilangan nafsu makan ,mual dan muntah

sehingga mengalami penurunan berat badan .

c) Pola eliminasi

Perlu dikaji berapa kali BAB nya perhari bagaimana konsistensi warna dan

baunya juga berapa kali BAK berapa jumlahnya baik sebelum atau pada saat

MRS.

d) Pola istirahat dan tidur

Biasanya pada klien SKA mengalami gangguan sulit tidur karena nyeri dada

yang timbul dengan tiba-tiba.

e) Pola aktifitas dan latihan

Pada klien SKA biasanya mengalami gangguan dalam melaksanakan aktivitas

karena nyeri,dispnea dan takikardi.

f) Pola persepsi dan konsep diri


Pada klien SKA mempunyai perasaan tidak berdaya ,tidak punya harapan

tidak punya kekuatan dan dapat memperlihatkan penolakan, cemas, takut,

marah, sensitif dan perubahan kepribadian

g) Pola sensori dan kognitif.

Dalam hal ini klien dengan SKA pola sensori normal meliputi panca indera

tetapi terdapat perasaan nyeri yang hebat dengan tiba-tiba.

h) Pola reproduksi sexual

Pada klien SKA pola reproduksinya tidak mengalami gangguan.

i) Pola hubungan peran

Pada klien SKA biasanya hubungan peran dengan orang lain baik dan bisa

berinteraksi dengan orang lain.

j) Pola penanggulangan setres

Pada klien SKA biasanya akan mengalami stres karena cemas takut dan

marah. Cara penanggulangannya dengan cara mengungkapkannya pada orang

terdekat atau perawat atau juga dengan cara marah.

k) Pola tata nilai dan kepercayaan

Klien akan selalu berdoa demi keselamatan dirinya sehingga pelu bantuan

moral dari orang-orang yang disekelilingnya

2. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum
Keadaan umum klien mulai pada saat pertama kali bertemu dengan klien dilanjutkan

mengukur tanda-tanda vital. Kesadaran klien juga diamati, Keadaan sakit juga

diamati apakah sedang, berat, ringan atau tampak tidak sakit.

b. Kulit, rambut, kuku

Pada klien SKA mengeluh nyeri pada kulit, rambut tipis dan kuku tipis serta rapuh.

c. Kepala dan leher

Pada klien SKA mengeluh nyeri pada kepala , muka kadang-kadang pucat dan tidak

adanya pembesaran pada kelenjar tiroid.

d. Mata

Pada klien SKA mata mengalami pandangan kabur.

e. Telinga , hidung , mulut dan tenggorokan

Pada klien SKA telinga , hidung dan tenggorokan tidak mengalami gangguan

sedangkan pada mulut ditemukan adanya mukosa pada mulut dan bibir.

f. Thoraks dan abdomen

Pada klien dengan SKA pada pemeriksaanpada pemeriksaan abdomen dan thoraks

ditemuka nyeri pada dada. Pada abdomen ditemukan nyeri juga mual muntah

sehingga menurunkan nafsu makan pada klien.

g. Sistem respirasi

Pada klien SKA ditemukan dispnea dengan atau tanpa aktivitas , batuk produktif,

riwayat perokok dengan penyakit pernafasan kronis. Pada pemeriksaan mungkin

didapatkan peningkatan respirasi, pucat atau cianosis, suara nafas wheezing cracekes

atau juga vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda/ pink tinged.

h. Sistem kardio vaskuler


Mempunyai riwayat IMA, SKA , CHF, tekanan darah tinggi dan diabetes militus.

Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau

terlambatnya capilary refill time, disritmia.Suara jantung tambahan S3 atau S4

mungkin mencerminkan terjadinya kegagalan jantung/ventrikel kehilangan

kontraktilitasnya. Murmur jika ada merupakan insufisiensi katup atau muskulus

papilaris yang tidak berfungsi. Heart rate mungkin meningkat atau mengalami

penurunan.Irama jantung mungkin ireguler atau juga normal, edema pada jubular

vena distension, odema anarsarka, crackles mungkin juga timbul dengan gagal

jantung.

i. Sistem genito urinaria

Pada klien ini mengalami penurunan jumlah produksi urine dan frekuensi urine.

j. Sistem gastrointestinal

Pada saluran pencernaan terjadi gangguan. Gejalanya nafsu makan menurun, mual

dan munta, nyeri perut, serta turgor kulit menurun, penurunan atau tidak adanya

bising usus.

k. Sistem muskulusskeletal

Pada klien SKA adanya kelemahan dan kelelahan otot sehinggah timbul ketidak

mampuan melakukan aktifitas yang diharapkan atau aktifitas yang biasanya

dilakukan.

l. Sistem endokrin

Biasanya terdapat peningkatan kadar gula darah.

m. Sistem persyarafan
Biasanya timbul gejala rasa berdenyut, vertigo disertai tanda-tanda dengan

perubahan orientasi atau respon terhadap rangsang, gelisa, respon emosi meningkat

dan apatis.

3. Pemeriksaan diagnostic

a. Pemeriksaan Laboratorium, Pemeriksaan troponin T atau l dan pemeriksaan CK-MB

telah diterima sebagai petanda paling penting dalam diagnosis SKA.

b. Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan

simetris.Setelah ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi kemudian

ialah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis. Nekrosis miokard

dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien yang

mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian

gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q.

Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus tidak

menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan

gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina atau

Non STEMIKolesterol atau trigliserid

c. Pemeriksaan ekokardiografi

d. Uji Latih

e. rontgen toraks

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosis keperawatan yang biasa muncul pada pasien PJK (PPNI, 2016) :

1. Penurunan curah jantung berhubungan perubahan irama jantung

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pecedera fisiologis


3. Perubahan perfusi perifer b/d penurunan aliran darah ke jaringan

4. risiko gangguan sirkulasi spontan berhubungan dengan hipoksia

5. Gangguan pertukaran gas b/d penurunan suplai darah paru

6. Kelebihan volume cairan b/d peningkatan natrium/ retensi air

7. Gangguan pola tidur b/d nyeri dada

8. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan

9. Defisit perawatan diri b/d kelemahan sekunder akibat iskemia miokard

10. Anxietas b/d perubahan status kesehatan

11. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, kebutuhan pengobatan b/d kurang informasi

tentang penyakit jantung dan status kesehatan

C. INTERVENSI

Intervensi keperawatan (PPNI, 2018)

1. Diagnosa : Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan penurunan kardiak output klien

teratasi dengan kriteria hasil TTV normal, dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada

kelelahan, tidak ada edema paru.

Intervensi :

1) Evaluasi nyeri dada

Rasional : melihat karakteristik nyeri yang dialami klien

2) Dokumentasikan adanya distrimia jantung

Rasional : dokumentasi ditujukan sebagai bukti tertulis dalam tindakan keperawatan

tentang kondisi dan tindakan yang telah diberikan

3) Catat tanda dan gejala yang mengarah pada penurunan kardiak output
Rasional : penurunan kardiak output sangat berpengaruh terhadapa sistemik tubuh

4) Monitor status respirasi untuk gejala gagal jantung

Rasional : status rspirasi yang buruk bisa saja disebabkan oleh edema paru dan ini

erat kaitannya dengan terjadina gagal jantung

5) Pertahankan posisi tirah baring pada posisi yang nyaman selama episode akut

Rasional : dengan posisi tirah baring diharapkan ekspansi dada klien lebih optimal

6) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/ masker dan obat sesuai indikasi

(kolaborasi)

Rasional : meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan

efek hipoksia/iskemia.

2. Diagnosa : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung

atau sumbatan pada arteri koronaria.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan

adanya penurunan rasa nyeri dada, menunjukan adanya penuruna tekanan dan cara

berelaksasi.

Intervensi :

1) Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.

Rasional : Membantu membedakan nyeri dada dini dan alat evaluasi kemungkinan

kemajuan menjadi angina tak stabil(angina stabil biasanya terjadi 3-5 menit

sementara angina tidak stabil dapat berakhir lebih dari 45 menit)

2) Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).

Rasional : TD dapat meningkat secara sehubungan dengan rangsangan simpatis,

kemudian turun bila curah jantung dipenuhi. Takikardi juga terjadi pada respons
terhadap rangsangan simpatis dan dapat berlanjut sebagai kompensasi bila curah

jantung turun.

3) Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada.

Rasional : Nyeri dan penurunan curah jantung dapat merangasang system saraf

simaptis untuk mengeluarkan sebaggian besar norepinefrin yang meningkatkan

agregasi trombosit dan mengeluarkan tromboxane A2. Ini vasokonstriksi poten yang

meyebabkan spasme arteri korroner yang dapat mencetus, dan mengkomplikasi dan

memperlama nyeri. Nyeri tak bisa ditahan yang menyebabkan vasogal, menurunkan

TD dan tekanan jantung.

4) Ciptakan suasana lingkungan yangtenang dan nyaman

Rasional : Stress mental/emosi meningkatkan kinerja miokard

5) Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi

Rasional : Teknik relaksasi dengan nafas dalam dapat mengurangi rasa nyeri

3. Diagnosa : Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan

tekanan darah, hipovolemia.

Tujuan : selama dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan perfusi

jaringan.

Intervensi :

1) Kaji adanya perubahan kesadaran

Rasional : Untuk mengevaluasi kondisi pasien

2) Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan penurunan kualitas nadi

perifer.

Rasional : Untuk mengetahui kondisi tugor pasien


3) Kaji adanya tanda Homans (pain in calf on dorsoflextion), erythema, edema.

Rasional : Untuk mendeteksi adanya komplikasi

4) Kaji respirasi (irama, kedalam dan usaha pernafasan).

Rasional : Untuk mengevaluasi irama nafas pasien

5) Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal distensi, constipasi).

Rasional : Untuk mendeteksi terjadinya konstipasi

6) Monitor intake dan output.

Rasional : Untuk mengetahui balance cairan dalam tubuh

7) Kolaborasi dalam: Pemeriksaan ABG, BUN, Serum ceratinin dan elektrolit.

Rasional : Untuk mendeteksi adanya kerusakan di gnjal


DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Idrus.2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI Jilid II. Jakarta : Interna Publishing

Brunner dan Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi VIII Volume 2.

Jakarta : EGC

Joyce,M. Black.(2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.

Muhibbah dkk. (2019). Karakteristik Pasien Sindrom Koroner Akut Pada Pasien Rawat Inap

Ruang Tulipdi Rsud Ulin banjarmasin. Indonesian Journal for Health Sciences. Vol.3, No.1.

Hal. 6-12.

Muttakin, A. (2018). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Salemba Medika.

Muhadi, Trisnohadi Hanafi B. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI Jilid II. Jakarta :
Interna Publishing

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. (2018). Pedoman Tata laksana


Sindrom Koroner Akut. Edisi 4. Jakarta : www.inaheart.org

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Defisini dan indikator diagnostik
(Edisi 1). Jakarta :DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan tindakan keperawatan
(Edisi 1). Jakarta :DPP PPNI

Udjianti, Wajan Juni. (2011). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai