Di Susun Oleh:
2021
ETIKA SIBER DAN SIGNIFIKANSI MORAL DUNIA MAYA
CYBER ETHICS AND MORAL SIGNIFICATION IN CYBERSPACE
Abstract
Internet usage has been necessity and helpfull in daily modern activities.
However, the benefits of using internet is equal to the risk of it own. The world of
cyber created by internet, is borderless. This, allow the citizen of cyber (netizen)
to do eithergoodthings or badthings that can not or impossible to achieve in the
real world. Many cases in these terms across countries make this type of crime
become more complex to anticipates. The differences of law and attention between
countries about this phenomena, make it even worse. At this point, the moral
become significant to control “life” in cyberspace. The unique characteristic of
cyberworld doesn’t change the view of values, ethics, and etiquette of life within.
Cyberethics as a part of ethic studies, proposes guidelines of values so the
opportunity and advantages that provided by internet can be use for good purpose
on human being.
I. PENDAHULUAN
Peradaban masyarakat modern seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
telah menimbulkan persoalan baru tentang nilai. Jika melihat kondisi etis masyarakat
modern, menurut Bertens (2011) ada tiga ciri yang menonjol. Pertama, adanya pluralisme
moral. Hal ini dirasakan karena perkembangan teknologi komunikasi dan informasi
menjadikan dunia ini seperti tidak mengenal lagi batas-batas yang konkret, baik dalam
geografis maupun kebudayaan. Campur-aduknya manusia (yang secara geografis dan budaya
terpisah jauh) ke dalam satu wadah yang bernama internet telah membuat kita berhadap-
hadapan langsung dengan kemajemukan. Kemajemukan ini membawa pula nilai-nilai dan
norma-norma yang menyangkut praktik bisnis, seksualitas, gaya hidup, atau perkawinan.
Ciri kedua yang menandai situasi etis di zaman modern adalah munculnya persoalan
etis baru yang disebabkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Persoalan tentang
hal ini misalnya tentang biomedis, terkait dengan manipulasi genetik; reproduksi artifisial,
donor rahim, kloning, dan sebagainya. Persoalan lain misalnya tentang privasi atau hacking
virus komputer. Ciri ketiga adalah munculnya kepedulian etis di seluruh dunia. Globalisasi
juga berarti adanya gejala di bidang moral dimana gerakan kesadaran moral universal, baik
yang terorganisasi maupun tidak, mulai bermunculan. Salah satunya adalah Deklarasi
Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia oleh PBB pada tahun 1948. (Bertens, 2011: 32-
36).
1
Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Lampung;ahmad.rudy@unila.ac.id
II. PEMBAHASAN
Kata “moral” memiliki etimologi yang sama dengan “etika”, hanya asal katanya yang
berbeda. Oleh karena itu, berbicara tentang etika sama halnya berbicara tentang moral.
Sedangkan kata “etis” merupakan bentuk kata sifat dari “etika”. Selain itu, persoalan yang
menyangkut etika seringkali dicampur maknanya dengan persoalan tentang “etiket”. Padahal
keduanya punya perbedaan yang mendasar. Perbedaan tersebut bisa dijelaskan sebagai
berikut: 1) etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan, sedangkan etika
memberi norma tentang perbuatan tersebut. Misalnya, untuk memberi sesuatu kepada orang
lain, kita sebaiknya menggunakan tangan kanan. Namun, menyangkut etika, apakah mencuri
itu sebaiknya menggunakan tangan kanan atau kiri? Etiket adalah cara suatu perbuatan
2
“Hackers Alter Romanian Money Rate”, New York Times on the web/ Breaking News from Associated Press,
November 3, 1999, reported at_http://www.nytimes.com/aponline/i/AP-Romania-Hackers.html_.
3
Kejahatan Telematika Sebagai Kejahatan Transnasiona, jurnal dari http://www.academia.edu
III. PENUTUP
Etika internet atau etika siber (cyberethics) merupakan adopsi dari konsep etika
tradisional yang di terapkan pada konteks penggunaan dan pengembangan teknologi
komputer dan jaringan internet. Penggunaan komputer tidak akan menimbulkan pelanggaran
etika internet tanpa adanya teknologi siber. Teknologi siber ini menciptakan sebuah “dunia”
baru yang di dalamnya manusia bisa berinteraksi, berserikat, berbisnis, dan banyak lagi
aktivitas lainnya. Simulasi kehidupan dunia siber yang mirip dengan kehidupan riil, di
tambah dengan karakteristik yang khas dari dunia siber itu sendiri, membuka peluang yang
sangat besar untuk terjadinya tindak kejahatan siber. Kejahatan siber ini merupakan hal yang
baru, dimana bentuk kejahatannya sangat beragam dan bisa terus bertambah mengingat
teknologi komputer, komunikasi, dan informasi masih terus berkembang.
Di sinilah etika memegang peranan penting untuk menjaga supaya aktivitas di dunia
siber dapat berjalan dengan tertib, aman, dan nyaman. Aturan dan undang-undang telah
4
“Melissa Virus Exposes Computer Users‟ Vulnerability,”Japan Computer Industry Scan, April 12, 1999,
available at 1999 WL 9642279;dalam http://media.hoover.org/documents/0817999825
REFERENSI
Spinello, R.A. & Tavani, H.T. 2004. Reading In Cyberethics 2nd Edition. USA: Jone &
Barlett Publisher, Inc.
Sumber Internet :
Associated Press. 1999, Hackers Alter Romanian Money Rate, dilihat pada Februari 2014.
http://nytimes.com/aponline/i/AP-Romania-Hackers
Japan Computer Industry Scan. 1999. Melissa Vyrus Exposes Computer Users Vulnerability.
12 April, dilihat Februari 2014 dalam http://media.hoover.org/documents/0817999825
Abstrak
Media sosial adalah sebuah media online, dengan cara penggunanya bisa dengan
mudah berpartisipasi, berbagi dan menciptakan isi. Perkembangan media sosial
akhir-akhir ini sangat pesat. Sehingga menjadi topik hangat untuk dibahas karena
banyaknya masyarakat yang menggunakan media sosial namun kurang memahami
makna medianya itu sendiri. Adapun media sosial yang digunakan adalah
Instagram. Instagram adalah aplikasi media jejaring sosial yang mampu
menghasilkan dan mepublikasikan foto secara instan. Perkembangan media sosial
secara langsung berdampak terhadap tatanan dari perilaku manusia, baik sebagai
sarana informasi maupun sebagai sarana sosialisasi dan interaksi antar manusia.
Media sosial seakan menjadi tempat menumpahkan segala aktivitas yang tidak
jarang mengesampingkan beragam etika yang ada. Hal ini dilihat dari penggunaan
bahasa non baku dan tidak resmi dalam berkomunikasi. Komunikasi adalah suatu
proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak
lainnya. Komunikasi akan lebih efektif apabila pesan yang disampaikan dapat
ditafsirkan sama oleh penerima pesan. Adapun Etika komunikasi yang baik dalam
media sosial adalah jangan menggunakan kata kasar, provokatif, porno ataupun
SARA; jangan memposting artikel atau status yang bohong; jangan mencopy paste
artikel atau gambar yang mempunyai hak cipta, serta memberikan komentar yang
relevan.
Zaman saat ini serba teknologi, sosial media menjadi kebutuhan penting
bagi banyak orang. Tak jarang kita selalu terhubung dengan dunia luar melalui
media sosial. Hubungan beragam yang dibangun dengan orang yang sudah
dikenal, kerabat, relasi, ataupun pihak-pihak yang belum kita kenal dan baru
diketahui lewat dunia maya.
Menurut C. Widyo Hermawan, adanya penggunaan internet melalui media
sosial, telah menghadirkan sebuah web forum yang dapat membentuk suatu
komunitas online.1 Layaknya forum diskusi, sebuah web forum dapat juga
menampung ide, pendapat, dan segala informasi dari para anggotanya sehingga
dapat saling berkomunikasi atau bertukar pikiran antara satu sama lainnya. Sebuah
forum online biasanya hanya memiliki suatu pokok bahasan tertentu, tetapi tidak
menutup kemungkinan dapat meluas hingga ke berbagai bidang.
Pada dasarnya, forum online merupakan sebuah papan pengumuman yang
tersedia dalam bentuk online. Namun seiring berjalannya waktu sebuah forum
online mengalami perluasan fungsi, yaitu tidak hanya sekedar berbagi informasi
melainkan sebagai sarana akomodasi antar sesama pengguna dan pihak yang
memiliki forum tersebut.
Tahun 2009 media sosial menjelma menjadi alat informasi yang sangat
potensial di Indonesia.2 Tingginya pengguna media sosial di Indonesia
merupakan aplikasi jejaring situs pertemana dan informasi. Atau dengan kata lain,
hampir semua masyarakat di Indonesia memiliki dan mengakses media sosial
yang ada
Media sosial beragam mulai bermunculan dan menjadi pilihan masyarakat,
seperti facebook, twitter, instagram, path dan masih banyak lainnya. 3 Interaksi
yang dilakukan dalam media sosial, haruslah memperhatikan etika dalam
berinteraksi. Hal ini sangat penting agar segala aktivitas kita di media sosial tidak
berdampak buruk dalam kehidupan kita, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
1
Hermawan, C. W. (2009). Cara Mudah Membuat Komunitas Online dengan PHPBB.
Yogyakarta: ANDI.
2
Abu Bakar Fahmi. 2011. Mencerna Situs Jejaring Sosial. Jakarta : Elex Media Komputindo.
3
Nurudin. 2012. Media Sosial Baru. Yogyakarta : DPPM DIKTI.
Instagram merupakan sebuah aplikasi berbagi foto yang memungkinkan
pengguna mengambil foto, mereapkan filter digital, dan membagikannya ke
berbagai layanan jejaring sosial, termasuk milik Instagram sendiri. Salah satu hal
unik dari Instagram adalah memotong foto menjadi bentuk persegi, sehingga
terlihat seperti kamera Kodak Instamatic dan Polaroid. 4
Interaksi yang dilakukan dalam media sosial haruslah komunikatif dan
sopan. Sebagai manusia dalam kehidupan sehari-hari kita tidak akan pernah
terlepas dari komunikasi.5 Komunikasi selalu menjadi kegiatan utama kita, mulai
dari bangun tidur hingga tidur kembali, entah itu komunikasi formal maupun non
formal.
Hal tersebut memang telah menjadi kebiasaan dan menjadi kodrat kita
sebagai manusia yang merupakan makhluk sosial yang tak dapat hidup sendiri.
Kita selalu membutuhkan bantuan orang lain atau ingin selalu hidup dengan orang
lain. Walaupun hanya sekedar berinteraksi atau obrolan basa-basi. Dalam interaksi
itulah manusia lambat laun menciptakan nilai-nilai bersama yang kemudian
disebut sebagai kebudayaan.
Media sosial sangat mempengaruhi kehidupan seseorang, oleh karena itu
kita harus mampu menyikapi dengan pandai sehingga kelak tidak melupakan
kewajiban pada kehidupan nyata. Selain itu, kita harus memenuhi etika dalam
penggunaan media sosial sehingga mendapat hal baik dan positif, minimal sebagai
hiburan dan sumber informasi faktual.
Kemajuan teknologi yang menyebabkan memudarnya kebudayaan timur
dan lunturnya norma-norma kesantunan dalam segala hal, sehingga memberikan
pengaruh buruk bagi masyarakat, khususnya kamu pelajar. Selain itu, kemajuan
teknologi juga menyebabkan rendahnya etika dan moral masyarakat, sehingga
bukan kesantunan berbahasa yang terjalin melainkan kekerasan fisik, yaitu
tawuran.6
Dalam nilai-nilai yang terbentuk tersebut terdapat beberapa kaidah yang
bertujuan mengatur tata cara kita bekomunikasi antar sesama tanpa menyakiti hati
4
Mursito. (2006). Memahami Institusi Media (Sebuah Pengantar).Surakarta: Lindu Pustaka.
5
Rulli Nasrullah. 2015. Teori Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Kultur, dan Sosiso-
Teknologi) Jogjakarta : Simbiosa Rekatama Media.
6
Franz magnis Suseno. 1993. Etika dasar. Jakarta : Pustaka Filsafat.
dan mejunjung tinggi etika sebagai sebuah tanda penghargaan pada lawan bicara
kita. Namun terkadang cara berkomunikasi atau pemakaian suatu kata atau
kalimat yang kita anggap sebuah etika, dapat pula berakibat pada sesuatu yang
tidak menyenangkan dan menimbulkan suatu kesalahpahaman antar sesama.7
Sistem komunikasi, verbal maupun nonverbal, membedakan suatu
kelompok dari kelompok lainnya. Terdapat banyak sekali bahasa verbal diseluruh
dunia ini demikian pula bahasa nonverbal, meskipun bahasa tubuh (nonverbal)
sering dianggap bersifat universal namun perwujudannya sering berbeda secara
lokal.
Memilih kata dalam berkomunikasi juga perlu di perhatikan agar sebuah
kegiatan atau tindakan membentuk dan menyelaraskan kata dalam kalimat dengan
tujuan untuk mendapatkan kata yang paling tepat dan sanggup mengungkapkan
konsep atau gagasan yang dimaksudkan oleh pembicara ataupun penulis. Akibat
kesalahan dalam memilih kata, informasi yang ingin disampaikan pembicara bisa
kurang efektif, bahkan bisa tidak jelas.
PEMBAHASAN
A. Sistematika Etika
Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat suatu sistem yang mengatur tata
cara manusia bergaul. Tata cara pergaulan untuk saling menghormati biasa kita
kenal dengan sebutan sopan santun. Tata cara pergaulan bertujuan untuk menjaga
kepentingan komunikator dengan komunikan agar merasa senang, tentram,
terlindungi tanpa ada pihak lain yang dirugikan kepentingannya dan perbuatan
yang dilakukan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku serta tidak
bertentangan dengan hak asasi.
Secara umum tata cara pergaulan, aturan perilaku, adat kebiasaan manusia
dalam bermasyarakat dan menentukan nilai baik dan nilai tidak baik disebut
sebagai etika.8
7
Kismiyati. 2010. Filsafat dan Etika. Bandung : Widya Padjajaran.
8
Haryatmoko. 2007. Etika Komunikasi. Indonesia : Kanisius.
Sistematika Etika
Secara umum, menurut A. Sonny Kreaf (1993: 41)9, etika dapat dibagi menjadi
dua bagian:
1. Etika Umum yang membahas kondisi dasar bagaimana manusia bertindak etis,
dalam mengambil keputusan etis, dan teori etika serta mengacu pada prinsip
moral dasar yang menjadi pegangan dalam bertindak dan tolok ukur atau
pedoman untuk menilai baik atau buruknya suatu tindakan yang dilakukan oleh
seseorang atau kelompok orang.
2. Etika Khusus yaitu penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang khusus,
yaitu bagaimana mengambil keputusan dan bertindak dalam kehidupan sehari-
hari pada proses dan fungsional dari suatu organisasi. Etika khusus dibagi
menjadi dua bagian yaitu, Etika individual menyangkut kewajiban dan perilaku
manusia terhadap dirinya sendiri. Etika sosial berbicara mengenai kewajiban,
sikap, dan perilaku sebagai anggota masyarakat yang berkaitan dengan nilai-
nilai sopan santun, tata krama dan saling menghormati.
Etika berasal dari kata ethikus dan dalam bahasa Yunani disebut ethicos yang
berarti kebiasaan norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran baik
dan buruk tingkah laku manusia.10 Jadi, etika komunikasi adalah norma, nilai, atau
ukuran tingkah laku baik dalam kegiatan komunikasi di suatu masyarakat. 11
Dari definisi etika diatas, dapat diketahui bahwa “etika” berhubungan dengan
empat hal sebagai berikut:
1. Dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan
yang dilakukan oleh manusia.
2. Dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat.
Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat mutlak, absolute dan tidak
pula universal. Ia terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan, kelebihan dan
sebagainya. Selain itu, etika juga memanfaatkan berbagai ilmu yang
memebahas perilaku manusia seperti ilmu antropologi, psikologi, sosiologi,
ilmu politik, ilmu ekonomi dan sebagainya.
3. Dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap
terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah
9
Haryatmoko. 2007. Etika Komunikasi. Indonesia : Kanisius.
10
DIKNAS. 2005. KBBI edisi ketiga Jakarta : balai Pustaka.
11 Haryatmoko. 2007. Etika Komunikasi. Indonesia : Kanisius.
perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan
sebagainya. Dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap
sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh manusia. Etika lebih mengacu
kepada pengkajian sistem nilai-nilai yang ada.
4. Dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relative yakni dapat berubah-ubah
sesuai dengan tuntutan zaman.12
B. Sistem Komunikasi
Sistem komunikasi, verbal maupun nonverbal, membedakan suatu kelompok
dari kelompok lainnya. Terdapat banyak sekali bahasa verbal diseluruh dunia ini
demikian pula bahasa nonverbal, meskipun bahasa tubuh (nonverbal) sering
dianggap bersifat universal namun perwujudannya sering berbeda secara lokal. 15
12
Franz magnis Suseno. 1993. Etika dasar. Jakarta : Pustaka Filsafat.
13
Nugroho, Y. (2008). Adopting Technology, Transforming Society: The Internet and the
Reshaping of Civil Society Activism in Indonesia. International Journal of Emerging Technologies
and Society Vol.6 No.22.
14
Ibid.
15
Nurani Soyomukti. 2010. Pengantar Ilmu Komunikasi. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
Komunikasi merupakan keterampilan paling penting dalam hidup kita.
Seperti halnya bernafas, banyak orang beranggapan bahwa Komunikasi sebagai
sesuatu yang otomatis terjadi, sehingga orang tidak tertantang untuk belajar
berkomunikasi secara efektif dan beretika. Hal yang paling penting dalam
komunikasi, bukan sekadar pada apa yang dikatakan, tetapi pada karakter kita dan
bagaimana kita mentransfer pesan serta menerima pesan. Komunikasi harus
dibangun dari diri kita yang paling dalam sebagai fondasi integritas yang kuat.
Komunikasi merupakan suatu hal yang amat penting dalam kehidupan
manusia. Kita tidak bisa, tidak berkomunikasi. Kita belajar menjadi manusia
melalui komunikasi. Komunikasi sudah merupakan kebutuhan manusia, bahkan
kesuksesan seseorang sekarang ini, lebih banyak ditentukan pada kemampuan dia
berkomunikasi.
Media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa
dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi, meliputi blog, jejaring
16
Kismiyati. 2010. Filsafat dan Etika. Bandung : Widya Padjajaran.
sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan
media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. 17
Anderas Kaplan dan Michael Haen lein mendefinisikan media sosial sebagai
kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan
teknologi Web 2.0, dan yang memungkinkan penciptaan dan penukaran “user-
generated content.18
Kaplan dan Haenlein membagi media sosial menjadi enam bagian, yaitu
Proyek Kolaborasi (wiki, bookmark), Blog dan Mikroblog (twitter), Konten
(youtube), Situs jejaring sosial (facebook dan instagram), dan Virtual Game
Works (3D). 19
Berbagai media sosial yang populer di masyarakat Indonesia antara lain: path,
facebook, Instagram dan twitter. Media sosial telah menjadi trend tersendiri
dengan pengguna di Indonesia mencapai lebih dari 82 juta akun Facebook, 22 jt
pengguna aktif Instagram, dan lebih dari 6,2 juta akun Twitter. Data tersebut
merupakan survey JakPat September 2015. Berdasar perkembangannya,
Indonesia berada di urutan ke dua dunia setelah Amerika Serikat sebagai negara
dengan penduduknya sebagai pengguna media sosial.
Instagram adalah sebuh desain yang memiliki fungsi komunikasi praktis dan
menjadi sebuah media komunikasi praktis dan menjadi sebuah media komunikasi
17 17
Dedy Mulyana. 2014. Perkembangan Teknologi Informasi:New Media, Jurnal Umum Unpas:
Terbitan Mei 2014
18
Kaplan, Andreas M; Michael Haenlein.2010. “Users of the world, unite! The challenges and
opportunities of social media” . Business Horizons 53 : 59:68.
19
Ibid
melalu ini signifikasi foto. Instagram merupakan situs yang digunakan untuk
menampilan berupa teks dan foto, yang seiring zaman digunakan ssebagai
penyampai pesan oleh para pembaca.20
20
Abu Bakar Fahmi. 2011. Mencerna Situs Jejaring Sosial. Jakarta : Elex Media Komputindo.
2121
Linaschke, J. 2011. Getting teh most from Instagram. Berkeley: Peachpit Press.
Gambar di atas memberikan informasi barang yang dijual di Thama Shop.
Adapun Etika komunikasi yang baik dalam media sosial adalah jangan
menggunakan kata kasar, provokatif, porno ataupun SARA; jangan memposting
artikel atau status yang bohong; jangan mencopy paste artikel atau gambar yang
mempunyai hak cipta, serta memberikan komentar yang relevan.22
22
Mursito. (2006). Memahami Institusi Media (Sebuah Pengantar).Surakarta: Lindu Pustaka.
Gambar Instagram yang diupload di atas memberikan hal negatif bagi para
pembaca. Gambar yang kurang sopan dikirim ke publik, menimbulkan komentar
negatif terhadap acara yang seharusnya sakral dan berakhir kebahagian.
Sebaiknya gambar tersebut tidak dijadikan konsumsi publik dan tetap menjadi
koleksi pribadi sebagai kenang-kenangan.
Selain itu, adapun etika komunikasi dalam Instagram adalah jangan membanjiri
Photo Feed, Jangan sering narsis, dan Make conversation (Memberi komentar dan
membalas komentar dengan baik). 23
23
Ibid
Gambar komentar positif pembaca
SIMPULAN
Abu Bakar Fahmi. 2011. Mencerna Situs Jejaring Sosial. Jakarta : Elex Media
Komputindo.
Dedy Mulyana. 2014. Perkembangan Teknologi Informasi:New Media, Jurnal
Umum Unpas: Terbitan Mei 2014.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2005. KBBI edisi ketiga Jakarta : Balai
Pustaka.
Effendi, M. (2010). Peranan Internet Sebagai Media Komunikasi. Jurnal Dakwah
dan Komunikasi Vol. 4 No. 1.
Franz magnis Suseno. 1993. Etika dasar. Jakarta : Pustaka Filsafat.
Haryatmoko. 2007. Etika Komunikasi. Indonesia : Kanisius.
Heni, A. (2008). Langkah Mudah Mengembangkan dan Memanfaatkan Weblog.
Yogyakarta: ANDI.
Hermawan, C. W. (2009). Cara Mudah Membuat Komunitas Online dengan
PHPBB. Yogyakarta: ANDI.
Kaplan, Andreas M; Michael Haenlein.2010. “Users of the world, unite! The
challenges and opportunities of social media” . Business Horizons 53 : 59:68.
Abstract
Information technology in the era of Industrial Revolution 4.0 will become more sophisticated and
increasingly influence the relationship between law and society. Law, in interaction with artificial
intelligence and algorithms, will be expected in the future to provide quick and just answers to human
problems. It is also predicted that in settling disputes, artificial intelligence and algorithm will replace
the role and function of lawyers and judges. This prediction of how artificial intelligence and algorithm
will replace law’s societal function will be analyzed using the progressive law theory which perceived
law to be subordinate to human interest.
Keywords:
Artificial intelligence, algorithm, law’s function, progressive law theory
Abstrak
Teknologi informasi di era revolusi industri 4.0 akan semakin canggih dan mengubah pola interaksi
hukum dengan masyarakat. Hukum, dalam interaksi dengan kecerdasan buatan (artificial intelligence)
dan penggunaan algoritma, diharapkan mampu memberika jawaban lebih baik pada beragam situasi
dan permasalahan manusia yang muncul dari waktu ke waktu. Bahkan teknologi ini diprediksi akan
menggantikan peran pengacara serta hakim dalam memutus perkara di masa depan. Prediksi di atas
akan dianalisis dari sudut pandang teori hukum progresif yang memandang hukum pada prinsipnya
harus dikembangkan untuk manusia.
Kata kunci:
Kecerdasan buatan, algoritma, peran hukum, teori hukum progresif
Pendahuluan
Richard Susskind menyebutkan terdapat 3 (tiga) faktor pendorong perubahan
dalam profesi hukum yaitu tantangan, liberalisasi, dan teknologi informasi. Pendorong
pertama adalah tantangan yaitu kemauan klien untuk mendapatkan lebih banyak
layanan dengan harga yang lebih ekonomis, serta peluang dari firma hukum dan
pengacara untuk dapat menyediakan layanan tersebut.
Pendorong kedua adalah liberalisasi yang berarti bahwa meskipun dalam
sejarah panjang diketahui bahwa hanya pengacara berkualifikasi yang dapat
1 Susskind, R.E, Tomorrow’s lawyers: An introduction to your future, Oxford University Press, United
Kingdom, 2013.
2 Susskind, R. and Susskind, D, the future of the professions: How technology will transform the work
of human experts, Oxford University Press, 2015, hlm. 1-3.
3 NilsJohn Nilsson, The Quest for Artificial Intelligence: A History of Ideas and Achievements , Cambridge
University Press, 2010, tanpa halaman.
4 Lincoln Tsang, Daniel A. Kracov, Jacqueline Mulryne, Louise Strom, Nancy Perkins, Richard Dickinson,
Victoria M. Wallace, and Bethan Jones. The Impact of Artificial Intelligence on Medical Innovation in
the European Union and United States. August 2017 issue of the Intellectual Property & Technology
Law Journal
5 Michael Mills, Artificial Intelligence in Law: The State of Play 2016, Legal Executive Institute,
http://legalexecutiveinstitute.com/artificial-intelligence-in-law-the-state-of-play2016-part-1.
VeJ Volume 5 • Nomor 1 • 168
buatan”, telah mulai dikembangkan pula pengacara robot (robolawyer) dan robot
yang mampu menghasilkan putusan hukum (robojudge).6
Robot disebut mampu memberikan dampak positif dalam beberapa aspek
yang berkaitan dengan proses sistem peradilan, karena otomatisasi dianggap mampu
mengungguli manusia dan meningkatkan produktivitas. Disisi lain, robot pun mampu
memberikan penilaian secara diam-diam.7 Serangkaian ide dasar terkait kecerdasan
buatan adalah titik awal yang diperlukan untuk melihat dampak teknologi tersebut di
arena hukum.8
Kecerdasan buatan tidak hanya akan berpengaruh pada adanya revolusi,
namun juga memiliki efek disrupsi hampir di setiap industri. Hal ini tentunya selain
berdampak pada produk dan layanan, juga akan berpengaruh pada kehidupan sehari-
hari warga di seluruh dunia. Di satu sisi, kecerdasan buatan akan membawa peluang
dan tantangan social ekonomi yang perlu diamati sejak dini. Sementara itu, disisi lain
yurisdiksi global di seluruh dunia saat ini masih memiliki perbedaan yang signifikan
dalam melakukan pendekatan regulasi terhadap teknologi kecerdasan buatan ini.9
Aplikasi komputer untuk penyelesaian masalah hukum telah berkembang dari
aplikasi editor teks biasa ke penelitian kasus hukum secara otomatis. 10
6 Adam Wyner, Artificial Intelligence and the Law, IJCAI-ECAI 2018 Tutorial, Swansea University School of
Law and Department of Computer Science, http://www.ijcai-18.org/wp-
content/uploads/2018/05/T04-AI-and-the-Law-IJCAI-ECAI-18.pdf.
7 Manyika, J, Chui, M, Miremadi, M, Bughin, J, George, K, Willmott, P. and Dewhurst, M, A future that
Job Market, Princeton University Press, 2005, tanpa halaman. Dapat dilihat pada Tommi Jaakkola
and Regina Barzilay, Introduction to Machine Learning, MIT, 2015, tanpa halaman.
9 Graham Greenleaf, Legal Expert Systems: Robot Lawyers? an Introduction to Knowledge-Based
http://aide.austlii.edu.au/documentation/inferencing.introduction.
11 Stuart Russell and Peter Norvig, Artificial Intelligence: A Modern Approach, Prentice Hall, 1995, tanpa
halaman.
12 Muhammed A.R. Pasha and Paul Soper, Combining the Strengths of Information Management
Technologies to Meet the Needs of Legal Professionals, Journal Information, Law & Technology,
http://elj.warwick.ac.uk/jilt/itpract/2pasha.
13 Sandip Debnath et al., Law BOT: A Multiagent Assistant for Legal Research, 4 IEEE Journal Internet
http://www.ipma-wa.com/news/1977/197707.htm.
VeJ Volume 5 • Nomor 1 • 170
yang bersifat buruk dan ofensif, sehingga sistem Tay terpaksa dimatikan hanya
beberapa jam setelah peluncurannya untuk menghindari dampak negatif.15
Perkembangan teknologi kecerdasan buatan yang semakin canggih membuat
timbulnya kegelisahan-kegelisahan pada ranah hukum di seluruh dunia sehingga
diperlukan kajian hukum terkait dengan teknologi ini. Salah satu pemikiran yang
penulis anggap menarik dan penulis ingin gunakan sebagai pisau analisis untuk
mengkaji perkembangan teknologi kecerdasan buatan adalah gagasan hukum
progresif atau teori hukum progresif dari Satjipto Rahardjo.
Teori ini dapat dijadikan pisau analisis karena fokus utama dari perspektif
hukum ini adalah pada manusia (antroposentris), bukan undang-undang, benda
ataupun institusi. Fenomenologi dari hukum progresif yaitu sebuah pola pikir yang tak
semata-mata bertumpu pada objektivitas semata atau tidak hanya memandang dari
suatu gejala yang tampak, akan tetapi berusaha menggali makna di belakangnya. Oleh
karena itu penulis ingin melihat bagaimana pandangan hukum progresif terhadap
perkembangan teknologi kecerdasan buatan?
Pembahasan
Teknologi Kecerdasan Buatan
Pada tahun 1936, matematikawan Inggris Alan Turing mengusulkan konsep
mesin Turing yaitu sebuah model perhitungan yang memicu pengembangan
informatika dan komputer. Pada tahun 1950, Turing menerbitkan sebuah tulisan yaitu
berjudul mesin komputer dan kecerdasan. Hal ini pun disebut sebagai asal muasal dari
pemikiran kecerdasan buatan modern yaitu kapasitas mesin yang dapat menampilkan
kapasitas seperti manusia seperti pola pikir berisi penalaran, pembelajaran,
perencanaan dan kreativitas. Adapun yang mencetuskan nama kecerdasan buatan
pertama kali adalah John McCarthy, kemudian ia memulai penelitian tentang
kecerdasan buatan pada tahun 1955, ia pun mengasumsikan bahwa setiap aspek
pembelajaran dan domain intelejen dapat
15 Elle Hunt, ‘Tay, Microsoft’s AI chatbot, Get a Crash Course in Racism from Twitter’,
https://www.theguardian.com/technology/2016/mar/24/tay-microsoftsai-chatbot-gets-a- crash-
course-in-racism-from-twitter.
VeJ Volume 5 • Nomor 1 • 171
dideskripsikan dengan sangat tepat, kemudian dapat disimulasikan oleh sebuah
mesin.16
Ada beberapa tingkat evolusi dari teknologi kecerdasan buatan, yaitu pertama,
yang disebut dengan Artificial Narrow Intelligence (ANI) atau AI Lemah, sebagai
contoh AI Lemah ini dapat dilihat pada kecerdasan buatan permainan catur atau pada
AI Lemah pengendara mobil. Kedua, Artificial General Intelligence (AGI) atau AI Kuat
bisa disebut juga dengan AI setingkat manusia yaitu mahluk hidup yang memiliki
kemampuan setara dengan yang dimiliki manusia; karena itu mesin tersebut dapat
belajar dan tampil sesuai dengan tata cara manusia sehingga tidak dapat dibedakan
dari manusia. Ketiga, Artificial Super Intelligence (ASI) yaitu teknologi kecerdasan
buatan yang sengaja dibuat untuk melampaui kemampuan manusia. ASI dapat
didefinisikan sebagai kecerdasan apa pun yang melebihi kinerja kognitif manusia dan
terjadi pada hampir semua bidang minat.17
Teknologi ANI sudah memperlihatkan secara jelas, misalnya pada mobil self-
driving atau pada teknologi interaksi suara contohnya adalah Aplikasi Siri atau
Cortana, Amazon dan Facebook, pada sisi terjemahan otomatis maka ANI terdapat
pada google translate, Watson, IBM dll. Pada saat ini, kecerdasan buatan masih dalam
tahapan ANI, sedangkan AGI dan ASI masih dikategorikan sebagai teknologi masa
depan. Namun masa depan ini dapat dikategorikan bukanlah proses yang
membutuhkan waktu lama untuk kecerdasan buatan itu hadir. Kurzweil 18
memperkirakan bahwa AGI dapat dicapai pada tahun 2029, sedangkan ASI pada tahun
2045 yang kemudian akan diikuti oleh transformasi radikal pemikiran pada masyarakat
dan sektor ekonomi, meskipun tentunya ada pula yang masih berpikir skeptis tentang
hal ini19.
20 Price Water Coopers, Global Artificial Intelligence Study, Sizing the Prize: Exploiting the AI
Revolution (What the real value of AI for your business and how can you capitalize?)
https://www.pwc.com/gx/en/issues/analytics/assets/pwc-ai-analysis-sizing-the-prize- report.pdf
21 Mc Kinsey Global Institute, Artificial Intelligence and Southeast Asia Future,
https://www.mckinsey.com/~/media/McKinsey/Featured%20Insights/Artificial%20Intelligence
/AI%20and%20 SE%20ASIA%20future/Artificial-intelligence-and-Southeast-Asias-future.ashx.
22 Richard Kemp, Legal Aspects of Artificial Intelligence, http://www.kempitlaw.com/wp-
content/uploads/2016/11/Legal-Aspects-of-AI-Kemp-IT-Law-v1.0-Nov-2016-2.pdf
23 Dentons, Nextlaw Labs and IBM Cloud fuel legal tech startups,
http://www.dentons.com/en/whats-different-about-dentons/connecting-you-to-talented-
lawyers-around-theglobe/news/2015/august/dentons-nextlaw-labs-and-ibm-cloud-fuel-legal- tech-
startups
24 Cision, RAVN Systems' Artificial Intelligence Platform is Deployed Successfully at Berwin Leighton
Paisner, https://www.ravn.co.uk/ravn-systems-artificial-intelligence-platform-deployed-
successfully-berwin-leightonpaisner/
25 Thomson Reuters, Thomson Reuters and IBM Collaborate to Deliver Watson Cognitive Computing
Technology, http://thomsonreuters.com/en/press-releases/2015/october/thomson-reuters-ibm-
collaborate-to-deliverwatson-cognitive-computing-technology.html
26 Brian Cave Leighton Paisner, BLP wins first contested application to use Predictive Coding technology
https://www.thelawyer.com/issues/online-may-2016/linklaters-becomes-first-magic-circle-firm- to-sign-
deal-with-ai-provider-ravn/
28 Allen and Overy, Allen & Overy and Deloitte tackle OTC derivatives market challenge,
http://www.allenovery.com/news/en-gb/articles/Pages/AllenOvery-and-Deloitte-tackle-OTC-
derivativesmarket-challenge.aspx
29 DLA Piper, DLA Piper partners with Kira Systems to leverage artificial intelligence tool for M&A due
32 Khudzalifah Dimyati, Teorisasi Hukum: Studi Perkembangan Pemikiran Hukum di Indonesia 1945-
1990, Muhammadiyah University Press, Surakarta, tanpa tahun, hlm. 221-223.
33 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm. 53.
34 Yudi Kristiana, Rekonstruksi Birokrasi Kejaksaan dengan Pendekatan Hukum Progresif, Studi
Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan Tindak Pidana Korupsi, Disertasi di PDIH Universitas
Diponegoro, Semarang, 2007.
35 Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif, Sebuah sintesa hukum Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta,
2009, hlm.5.
VeJ Volume 5 • Nomor 1 • 175
pada suatu permasalahan maka hukumlah yang harus ditinjau dan diperbaiki dan
bukan manusianya yang dipaksakan untuk masuk dalam skema hukum yang ada.
Hukum progresif merupakan konsep cara berhukum. Cara berhukum secara
progresif tidak sekedar menerapkan hukum positif legalistis, kemudian menerapkan
undang-undang, lalu membaca dan mengeja undang-undang serta menerapkannya
seperti mesin, melainkan suatu aksi atau usaha (effort). Konstruksi berpikir filsafat
berdasar pada 3 (tiga) landasan berpikir yang meliputi landasan berpikir ontologis,
epstemologis dan teleologis. Landasan ontologis berkaitan dengan realitas atau
kenyataan yang menjadi objek kajian. Landasan epistemologis berkaitan dengan
metode yang dapat dan tepat diterapkan dalam rangka pengembangan pemikiran
terkait objek kajian ke masa depan. Adapun landasan aksiologis dan teleologis
berkaitan dengan masalah nilai yang terkandung di dalam pemikiran, kosep, teori
serta tujuan yang hendak diwujudkan melalui pemanfaatan pemikiran dan konsep.36
Jika melihat pada sisi landasan ontologis diatas, maka hukum progresif
dicetuskan dengan latar belakang keprihatinan terhadap realitas penegakan hukum
yang carut marut, penegakan hukum yang tersandera oleh tuntutan terpenuhinya
keadilan formal. Mindset aparat penegak hukum terpenjara oleh pemikiran yang
berparadigma positivisme hukum sehingga mengalami kelumpuhan dalam
menghadapi perkara hukum kontemporer. Dari sisi epistemologis, pengembangan
ilmu hukum di tanah air seyogyanya menggunakan metode induktif sebagaimana
banyak dilakukan dalam bingkai realisme hukum, sebagai suatu ilmu yang berbasis
empiris dan ilmu dalam arti genuine legal science.37 Sementara itu, dalam segi
aksiologis atau teleologis, hukum progresif dimaksudkan sebagai acuan berpikir dalam
pengembangan keilmuan, pendidikan hukum, pembentukan dan penegakan hukum
yang bertujuan mewujudkan keadilan bagi masyarakat.38
http://uk.businessinsider.com/house-of-lords-to-carry-outpublic-inquiry-into-ai-advances-2017- 7
47 Tsvetkova, I, AI in Court, lawyer bot in court, and legal disputes crowdfunding – LegalTech – revolution
begins, https://rb.ru/opinion/legaltech/
Victoria M. Wallace, and Bethan Jones, the Impact of Artificial Intelligence on Medical Innovation in
the European Union and United States, Issue of the Intellectual Property & Technology Law Journal,
2017.
hukum yang dianut harus berdasar pada pancasila yang lebih menekankan
52 Satjipto, Hukum itu manusia bukan mesin dan Biarkan Hukum Mengalir, Kompas, Jakarta, 2007,
tanpa halaman.
53 Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif: penjelajahan suatu gagasan, Kajian hukum ekonomi dan bisnis.
No. 59, Desember 2004, hlm. 1-14.
54 Satjipto Rahardjo, Arsenal Hukum Progresif, Jurnal Hukum Progresif, Volume 3 Nomor 1 April
(2007), Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, hlm. 1.
55 Satjipto Rahardjo, Suatu versi Indonesia tentang Rule of Law, sisi-sisi lain dari hukum Indonesia,
Kompas, Jakarta, 2003, hlm. 10
56 Satjipto Rahardjo, Hukum dalam Jagat Ketertiban, UKI Press, Jakarta, 2006, hlm. 172.
57 Id
58 Stamatis Karnouskos, The Interplay of Law, Robots and Society, an Artificial Intelligence Era, Master’s
Thesis in Law, Master’s Programme in Law, Gender and Society, Umeå University Forum for Studies
on Law and Society.
59 Spyros Makridakis, The forthcoming artificial intelligence (AI) revolution: Its impact on society
andfirms’ , Futures, 2017, tanpa halaman.
VeJ Volume 5 • Nomor 1 • 182
meningkatkan kesejahteraan manusia dengan mempermudah segala aktivitas untuk
mencapai kehidupan yang lebih baik.
Pemikiran Satjipto Rahardjo dengan hukum progresifnya menempatkan
manusia sebagai titik tolaknya. Hal ini seharusnya diikuti oleh para pemikir, pencipta
dan pengembang teknologi informasi agar teknologi yang diciptakan dapat membawa
kebahagiaan bagi manusia.60Secara sosiologis, pembuatan hukum atau undang-
undang tidak dapat dilihat sebagai suatu kegiatan yang steril dan mutlak otonom.
Dalam perspektif ini pembuatan undang-undang memiliki asal-usul sosial, tujuan
sosial, mengalami intervensi sosial dan juga mempunyai dampak sosial. Adapun untuk
mengurangi ketegangan dalam konflik kepentingan diperlukan pendekatan
partisipatoris masyarakat agar apa yang dirasakan sebagai kepentingannya dapat
terakomodasi dalam perundang-undangan yang akan dibentuk sebagaimana
pemikiran dalam teori hukum responsif oleh Nonet dan Selznick dan teori hukum
progresif.61
Hukum yang harus dikembangkan di sini tidak hanya hukum untuk manusia
sebagaimana tesis hukum progresif, akan tetapi berubah dan bertambah menjadi
hukum untuk manusia dan teknologi. Tesis ini dikemukakan untuk menampung tidak
hanya kepentingan manusia, akan tetapi juga kepentingan teknologi agar berkembang
demi kesejahteraan manusia serta ilmu pengetahuan. Perkembangan teknologi pada
umumnya dan teknologi informasi pada khususnya membawa dampak pada
kehidupan manusia dan lingkungan hidup di sekitar manusia. Menempatkan persoalan
kemanusiaan sebagai titik tolak dari teknologi kecerdasan buatan sesungguhnya
merupakan upaya untuk menempatkan manusia dalam posisi sentral sebagaimana
diamanatkan oleh Pancasila pada Sila Kedua. Berdasar hukum progresif, penempatan
manusia dalam posisi yang utama seharusnya diikuti oleh para pemikir, pencipta dan
pengembang teknologi
60 Agus Raharjo, Model Hibrida Hukum Cyberspace (Studi Tentang Model Pengaturan Aktivitas Manusia
Di Cyberspace dan Pilihan Terhadap Model Pengaturan Di Indonesia), Ringkasan Disertasi. Program
Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang,
http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/fileku/Disertasi_Agus_Raharjo_-_Bhs_Indonesia.pdf.
61 Satjipto Rahardjo dan Khudzaifah Dimyati, Sosiologi Hukum, Perkembangan, Metode dan Pilihan
Penutup
Teknologi kecerdasan buatan adalah bagian sentral dari transformasi digital
pada Revolusi Industri 4.0 yaitu ketika teknologi big data memicu pembelajaran mesin
(machine learning) maka teknologi kecerdasan buatan akan semakin maju dan
memiliki dampak pada segala bidang kehidupan. Para pembuat kebijakan dan
regulator di negara maju seperti Uni Eropa, Jepang, Inggris dan Amerika Serikat pun
saat ini tengah bergulat dengan teknologi kecerdasan buatan dalam sektor hukum.
Analitik hukum pada tingkat global telah banyak yang mengadopsi teknologi
big data, algoritma, dan kecerdasan buatan untuk membuat prediksi hukum atau
mendeteksi tren dalam sebuah kumpulan data yang besar. Sebagai contoh, Lex
Machina, yang dimiliki oleh LexisNexis, menggunakan analitik hukum untuk
memprediksi tren dan hasil dalam litigasi kekayaan intelektual, bahkan saat ini sedang
dikembangkan ke jenis litigasi kompleks lainnya. Wolters Kluwer memanfaatkan basis
data dari catatan penagihan firma hukum untuk memberikan baseline, analisis
komparatif, dan meningkatkan efisiensi bagi penasihat hukum perusahaan untuk
keperluan penagihan dan jawaban bagi berbagai masalah
62 Agus Raharjo, Ringkasan Disertasi Model Hibrida Hukum Cyberspace (Studi tentang Model
Pengaturan Aktivitas Manusia di Cyberspace dan Pilihan terhadap Model Pengaturan di Indonesia),
Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, 2008,
http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/fileku/Disertasi_Agus_Raharjo_-_Bhs_Indonesia.pdf.
63 Daniel Martin Katz et al., A General Approach for Predicting the Behavior of the Supreme Court of
the United States, https://doi.org/10.1371/journal. pone.0174698.
Daftar Pustaka
Buku:
Frank Levy and Richard J. Murnane, The New Division of Labor, How Computers Are
Creating the New Job Market, Princeton University Press, New Jersey, 2005.
Kaelan, Filsafat Pancasila, Paradigma, Yogyakarta, 1998.
Khudzalifah Dimyati, Teorisasi Hukum: Studi Perkembangan Pemikiran Hukum di
Indonesia 1945-1990, Muhammadiyah University Press, Surakarta, 2004.
Natangsa Surbakti, Filsafat Hukum Perkembangan Pemikiran dan Relevansinya dengan
Reformasi Hukum Nasional, BP FKIP UMS, Surakarta, 2012.
Nick Bostrom, Superintelligence: Paths, Dangers and Strategies, 1st edition, Oxford
University Press, United Kingdom, 2014.
Nils John Nilsson, the Quest for Artificial Intelligence: A History of Ideas and
Achievements, Cambridge University Press, 2010.
Raymond Kurzweil, the Singularity is Near: When Humans Transcend Biology, Penguin,
United States, 2006.
Richard Susskind and Daniel Susskind, the Future of the Professions: How Technology
will Transform the Work of Human Experts, Oxford University Press, United
Kingdom, 2015.
Richard Susskind, Tomorrow’s lawyers: An introduction to your future, Oxford
University Press, United Kingdom, 2013.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.
VeJ Volume 5 • Nomor 1 • 186
dan Khudzaifah Dimyati, Sosiologi Hukum, Perkembangan, Metode
dan Pilihan Masalahnya, Muhammadiyah University Press, Surakarta, 2002.
, Suatu versi Indonesia tentang Rule of Law, Sisi-Sisi lain dari Hukum
Indonesia, Kompas, Jakarta, 2003.
, Ilmu Hukum, Pencarian, Pembebasan dan Pencerahan,
Muhammadiyah University Press, Surakarta, 2004.
, Hukum dalam Jagat Ketertiban, UKI Press, Jakarta, 2006.
, Hukum itu manusia bukan mesin dan Biarkan Hukum Mengalir,
Kompas, Jakarta, 2007.
, Hukum Progresif: Sebuah Sintesa Hukum Indonesia, Genta
Publishing, Yogyakarta, 2009.
Stuart Russell and Peter Norvig, Artificial Intelligence: A Modern Approach, Prentice
Hall, New Jersey, 1995.
Internet:
Adam Liptak, Sent to Prison by a Software Program’s Secret Algorithms,
https://www.nytimes.com/2017/05/01/us/politics/sent-to-prison-by-a-
softwareprograms-secret algorithms.html?smid=tw-share&_r=0.
CITATION READS
1 18,783
3 authors:
Sawaluddin Nasution
University of Sumatera Utara
28 PUBLICATIONS 112 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Mahyuddin K. M. Nasution on 30 November 2019.
Kepada Yth. :
1. Or.Mahyudin, M.IT
2. Prof.Dr.Opim Salim Sitompul, M.Sc
3. Drs. Sawaluddin, M.IT
Di-
Tempat
Dengan hormat, dengan ini Panitia Dies Natalis Ke-60 Fakultas Hukum USU mengucapkan
terima kasih atas pengiriman Karye Ilmiah yang berjudul: “Perspektif Hukum Teknologi
Informasi”, Penulis:
1. Dr.Mahyudin, M.IT
2. Prof.Dr.Opim Salim Sitompul, lvLSc
3. Dis. Sawaluddin, M.IT
PANTTIA PELAKSANA
DIES iATAL£S FAKULTAS HUKUM USU
ku USU
PERSPEKTIF HUKUM TEKNOLOGI INFORMASI
Abstrak
Teknologi informasi dan hukum adalah dua bidang keilmuan yang sangat berbeda, tapi kedua-
duanya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Hukum seiring dengan
tumbuhnya kehidupan sosial, sedangkan teknologi informasi ada ketika kebutuhan manusia
akan kehidupan lebih baik begitu penting. Dengan demikian, hukum diperlukan untuk
mengendalikan penggunaan teknologi informasi dalam setiap sisi kehidupan manusia.
Sebaliknya, teknologi informasi diperlukan untuk membantu pencapaian penerapan hukum
secara baik, disebabkan keterbatasan manusia itu sendiri dalam mengumpulkan dan mengolah
informasi yang begitu banyak. Teknologi informasi terus tumbuh begitu pesat, merambah ke
bidang-bidang lain, tetapi pertumbuhan ini tidak diiringi oleh aturan pengendalian dalam
penerapannya. Secara umum, di Indonesia perundang-undangan tentang penerapan dan
penggunaan teknologi informasi begitu lambat, dan ketika suatu undang-undang diluncurkan
tantangan keterbelakangan hukum sudah terlihat. Perspektif hukum teknologi informasi
mencoba melihat hal-hal yang mungkin dijadikan bahan pertimbangan dalam memahami
kemungkinan-kemungkinan penyelesaian ketertinggalan perundang-undangan dibandingkan
pertumbuhan teknologi informasi.
1. Pendahuluan
Kesejahteraan adalah hakikat dari kehidupan manusia dan ini memerlukan sains dan
teknologi (Nasution, 2001). Sains dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing setiap
orang, komunitas atau bangsa, sedangkan teknologi digunakan untuk memudahkan
kehidupan manusia. Namun demikian, agar kesejahteraan itu terus terpelihara dengan
baik, diperlukan suatu tatanan, tatanan membutuhkan aturan-aturan yang menjadi
kerangka usaha manusia untuk mencapai dan meningkatkan kesejahteraan itu (Lloyd,
2000). Jadi, sebagai anggota sosial masyarakat setiap orang berkaitan secara langsung
antara satu dengan yang lain melalui ketentuan-ketentuan, adat-istiadat, dan
kelembagaan yang telah diatur dan disepakati bersama, yang dikenali sebagai sistem
sosial (Zhan et al., 2009).
Sains, pada satu sisi, adalah bebas nilai, namun demikian sains mempengaruhi
setiap sisi kehidupan manusia melalui peningkatan nilai-nilai kehidupan manusia
(Denicolò & Mariotti, 2000). Sains menjadi tolak ukur tinggi rendahnya kebudayaan,
1
sains menjadi landasan pembangunan suatu masyarakat yang berbudaya, tetapi tidak
banyak orang mengusainya baik sebagai ilmu maupun secara filosofis (Nasution et al.,
2010; Halilem et al., 2011). Oleh karena itu, sains kadangkala hanya bermukim di
kampus-kampus, sains sebagai pengetahuan tetaplah sebagai menara gading, indah
dilihat ketika jauh, dan ini memerlukan aturan dan ketentuan untuk mengendalikan
perilaku sosial, dengan kata lain agar retak gading tidak menjadi cacatnya gading
diperlukanlah polesan seni (Etzkowitz et al., 2000). Pada sisi lain, sains tidaklah sekedar
tinggal dalam dokumen, sains digunakan untuk menciptakan dan mengembangkan
teknologi yang bertujuan untuk meningkatkan tarap dan mutu hidup manusia (Nasution
et al., 2010). Namun demikian, setiap teknologi akan seperti pisau bermata dua
(Cummings 2003/2004; Mbatha, 2009), teknologi dapat digunakan untuk berbuat
kebaikan tetapi teknologi juga dapat menjadi sarana untuk berbuat jahat. Ketika
kejahatan semakin canggih karena teknologi, sosial masyarakat menjadi semakin
terdestruksi (Nasution, 2013). Penggunaan teknologi terkait dengan penguasaan
keterampilan, dan orang yang tidak memahami filosofis sains tentang teknologi dapat
dilatih untuk menguasai teknologi dan menggunakannya untuk sebarang keperluan
dalam kehidupannya. Namun begitu, orang yang demikian akan cenderung tidak
memikirkan sebab akibat penggunaan teknologi itu. Oleh karena itu, hanya aturan-
aturan yang dapat mengendalikan jalannya penggunaan teknologi, dan setiap
kemunculan teknologi semestinya harus diiringi oleh hukum yang mengatur
penggunaan teknologi itu, tetapi sayangnya kemunculan teknologi baru selalu lebih
cepat daripada penerbitan undang-undang.
Jika diambil teknologi informasi atau komputer sebagai satu kasus tentang
teknologi, maka akan dapat dikatakan bahwa setiap hari akan muncul minimal satu
teknologi yang berkaitan dengan teknologi informasi (Dai et al., 2007; Alonso et al.,
2010). Ini sejalan dengan lebih banyaknya kertas kerja ilmiah di bidang teknologi
informasi yang diterbitkan setiap tahun dibandingkan dengan bidang-bidang lain.
Dengan demikian, undang-undang tentang teknologi informasi atau komputer perlu
mampu beradaptasi terhadap perubahan-perubahan dan tantangan yang segera hadir
tidak lama setelah undang-undang itu diluncurkan. Lagi pula, teknologi informasi dan
hukum, sekilas pandang bukanlah kombinasi alami yang seseorang dapat pikirkan
dengan baik: Teknologi informasi cepat, memiliki renrengan dan masa depan,
sedangkan hukum yang berhati-hati, kuno dan verbose. Namun begitu, pengaruh
teknologi informasi dan khususnya Internet, menyebabkan hukum telah menjadi
semakin besar areanya dan gagasannya (Turner, 2009; Kennedy, 2013). Peningkatan
berarti terus dapat dilihat tentang hubungan keduanya. Teknologi informasi memainkan
peran terpusat dalam hukum, praktek hukum, dan penelitian hukum. Ketergantungan
pada teknologi informasi telah menjadi begitu besar sehingga orang bisa mengatakan
bahwa teknologi informasi dan hukum dapat digabungkan. Alasannya, meskipun
kemajuan teknologi informasi begitu mengesankan, tetapi masih tetap rentan terhadap
kesalahan dan kurang mudah digunakan secara benar.
2
menggunakan informasi dalam bentuk suara, grafis gambar atau citra, teks, angka,
audio, video dan sebagainya yang secara umum disebut multimedia dengan melibatkan
komputer dan/atau telekomunikasi (Shangmeng et al., 2010). Jadi, perubahan penting
dihasilkan dari dan oleh teknologi informasi, telah menjadi sumber perubahan mendasar
dalam banyak komunitas sosial. Perubahan yang paling penting memiliki akar melalui
fakta ini bahwa teknologi telah memungkinkan setiap orang sebagai anggota
masyarakat untuk mendapatkan manfaatnya dan ini menyebabkan masyarakat
termotivasi untuk meningkatkan penggunaan teknologi informasi (Steimann, 2001;
Lucas, 2011).
Tantangan yang berasal dari penggunaan dan penerapan teknologi informasi adalah
akan terjadinya perubahan perilaku baik secara peribadi maupun sosial (Clarke, 2006).
Kemampuan manusia terbatas, tidak peduli berapa banyak informasi yang
disebarluaskan, setiap orang hanya punya pilihan selain untuk mengandalkan orang lain
untuk memilah informasi yang relevan, pastilah memerlukan teknologi informasi
sebagai andalan. Dalam hal ini, arah tuju gerak sosial akan ditentukan oleh
perkembangan teknologi informasi. Pada dua dekade terakhir misalnya, teknologi
informasi telah memungkinkan terjadinya transformasi organisasi atau perusahaan, yang
memperbolehkan sebarang organisasi untuk menurunkan biaya dan meningkatkan
efisiensi (Brynjolfsson & Hitt, 1995), atau meraih keuntungan lebih. Miliu ini kemudian
tidak lagi menjadi bagian dari organisasi/perusahaan, tetapi juga menjadi
kecenderungan peribadi-peribadi. Fokus telah berkembang dari apakah teknologi
informasi mempengaruhi kinerja perusahaan dengan bagaimana teknologi itu mengubah
perusahaan dalam industri yang berbeda, menjadi apakah teknologi informasi
3
mempengaruhi tingkat prestasi anggota-anggota masyarakat termasuk anggota
organisasi itu dengan berbagai macam isu yang berbeda (Melville et al., 2004).
Pertanyaan demikian akan secara bergantian muncul untuk menjawab berbagai tuntutan.
Berbagai tuntutan yang datang baik dari anggota masyarakat secara pribadi
maupun secara berkelompok terhadap berbagai fasilitas kehidupan, yang menyebabkan
perlunya perkembangan teknologi informasi menjadi lebih baik dan lebih baik lagi
(Celentani & Ganuza, 2002). Percepatan pertumbuhan teknologi informasi
menyebabkan kecenderungan secara psikologi kemandulan pemikiran untuk hal-hal lain
yang bermanfaat, mengakibatkan tingginya tingkat kejenuhan sosial, rendahnya usaha
untuk berada dalam tatanan sosial berkompetensi dan berkompetitif dengan bermarwah.
Kesenangan sesaat lebih diutamakan, walaupun dengan kehancuran masa depan,
termasuk menjual harga diri. Kehidupan di kota lebih menarik daripada kehidupan di
desa, keterbukaan menjadi senjata salah kaprah terhadap perubahan sosial, dan
kehidupan sosial dengan demikian menjadi rentan terhadap informasi yang mungkin
ditafsirkan secara salah. Sebagaimana menjadi terkenal merupakan bagian dari
perubahan perilaku anggota masyarakat dalam era informasi, maka sebagai akibat
kemudahan yang diberikan oleh teknologi informasi, anggota-anggota masyarakat
menjadi terkotak-kotak dalam komunitas tertentu berdasarkan kepentingan.
Sejak dahulu tingkah laku jahat anggota masyarakat muncul secara alamiah di dalam
masyarakat yang sakit atau tidak terkelola dengan baik. Kadangkala, kejahatan
demikian dipandang sebagai bagian dari masyarakat dinamis, akan tetapi jelas menjadi
realita dan fakta yang merugikan bagi masyarakat (Chmura et al., 2007). Secara
ekonomis, kerugian dapat berupa material: Sebarang kejahatan akan berkaitan dengan
kehilangan atau rusaknya harta benda, serta biaya yang harus dikeluarkan untuk
menanggulanginya. Tetapi kerugian nonmateril selalu lebih mahal lagi: Kerugian
nonmateril berkaitan dengan hilangnya kepercayaan terhadap penegakan hukum.
Pemulihan tidak saja memerlukan dana, tetapi waktu yang cukup lama. Lagi pula,
4
kerugian nonmateril selalu menyebabkan kerugian lain atau beruntun, dan akibatnya
tidak kunjung selesai.
Kejahatan tidak saja menyentuh golongan bawah, rakyat dan kemiskinan, tetapi
golongan atas, pemimpin, agen hukum, dan orang kaya. Kejahatan dengan melibatkan
teknologi informasi melebihi kejahatan yang ada dalam hal kerugian masyarakat dan
sosial. Kejahatan melalui teknologi informasi melintasi warna kulit, tingkat sosial,
perbedaan pandangan, golongan dan kelompok atau komunitas tertentu, dan ini akan
melukai hati nurani masyarakat. Ketiga peristiwa kejahatan disampaikan dengan mudah
oleh teknologi informasi, dan pelaku kejahatan adalah penegak hukum, serta melibatkan
teknologi informasi, walaupun secara hukum hanya oknum yang salah, tetapi serta-
merta secara sosial instansi hukum dan orang-orangnya dipandang sebagai penjahat, dan
ini adalah ciri pemerintahan atau negara yang akan hancur selalu didahului kekacauan
sosial (chaos) sebagai akibat awal.
Isu dasar tentang kejahatan dan pelanggaran hukum adalah apabila ada kerugian, dan
ada pihak yang dirugikan. Kerugian dapat berkaitan dengan peribadi, komunitas, sosial
masyarakat tertentu atau lingkungan alam, atau bahkan melibatkan negara, kadangkala
menyentuh isu mayoritas dan minoritas dalam struktur sosial. Kerugian bersifat materil
dan non-materil, ada hal yang bersifat privasi tetapi juga ada hal yang bersifat publik,
ada yang terkait dengan warga negara tetapi juga ada yang berkaitan dengan
pemerintahan, jadi meliputi semua aspek kehidupan manusia. Kejahatan atau
pelanggaran dapat disebabkan oleh tindakan (melakukan), penggunaan alat atau
teknologi, atau berkaitan dengan sebarang objek yang dapat menimbulkan kejahatan
(Barton et al., 2003). Oleh karena itu, dalam teknologi informasi, isu yang berkaitan
langsung atau tidak langsung dengan teknologi informasi adalah
5
c. Semua peristiwa yang berlangsung dengan menggunakan teknologi
informasi yang mengakibatkan kerugian terhadap peribadi, sosial, atau
Negara.
d. Sifat, sikap dan perilaku yang didasarkan atau sebagai akibat penggunaan
teknologi informasi yang menyebabkan kerugian terhadap peribadi lain,
sosial, atau Negara.
e. Semua yang bersifat fisik (riil) atau bukan yang menyebabkan kerugian
secara peribadi, secara sosial, atau atas nama Negara.
Telekomunikasi
1839 Telegraph Sir Charles Wheatstone Telegraph elektrik pertama beroperasi
& Sir William dengan jangkauan 21 kilometer di Great
Forthergill Cooke Western railway.
1876 Telepon Alexander Graham Telepon ditemukan, tapi menurut
Bell (Amerika Serikat) kongres AS bahwa Antonio Meucci
yang menemukan telepon.
1900 Reginald Fessenden Pengiriman suara manusia tanpa melalui
kabel.
1901 Guglielmo Marconi Pembangunan komunikasi tanpa kabel
antara Inggris dan Amerika Serikat.
1925 John Logie Baird Pengiriman pesan berupa gambar siluet
bergerak. Pada tahun yang sama dapat
dikirimkan gambar bergerak atau
televisi menggunakan Nipkow disk.
1973 Telepon Generasi I
Genggam Martin Cooper Telepon genggam ditemukan.
1983 Seluler Amos E. Joel Jr. Sistem penyambungan ponsel dari satu
wilayah ke sel ke wilayah sel yang lain.
1990 Telepon Generasi II
Telepon dengan teknologi 2G, Penggunaan sinyal digital melengkapi
CDMA dan GSM. telepon genggam dengan pesan suara,
panggilan tunggu, dan pesan singkat
(SMS).
2000 Telepon Generasi III
Telepon dengan teknologi 3G. Penggunaan sinyal digital untuk Internat
dan video call.
? Telepon Generasi IV
Pendekatan dengan teknologi CDMA, wireless LAN, Bluetooth dan
nirkabel dengan melibatkan sebagainya. Telah mengakomodasi
internet protocol (IP). berbagai aplikasi seperti video, dll.
? Telepon Generasi V.
…
Gambar 1. Garis waktu perkembangan teknologi telekomunikasi
Sejarah informasi dan teknologi informasi sejajar dengan peradaban manusia. Manusia
purba melakukan komunikasi dan menyampaikan informasi kepada yang lain untuk
6
tetap dapat bertahan hidup dalam lingkungan yang keras termasuk untuk berburu
binatang yang lebih besar. Penyampaian informasi melalui tanda-tanda atau simbol-
simbol, seperti yang terukir pada gua-gua peninggalan jaman pra-sejarah, menjadi inti
dari pertahanan dalam kehidupan: Penafsiran berasal dari contoh pendahulu atau ikutan
agar terhindar dari konsep fitnah atau marabahaya lain. Kini, kehidupan nomaden yang
berpindah-pindah, telah digantikan oleh kehidupan modern. Informasi tidak sekedar
ditafsirkan, tetapi memerlukan pemaknaan lebih mendalam, sehingga memerlukan
teknik lebih canggih untuk mengungkapkan informasi apa disebalik informasi yang ada.
Oleh karena itu, teknologi informasi terus dipacu, dan sejak era industri tergantikan
dengan era informasi, dunia seperti kebanjiran teknologi informasi (Nasution, 2005a).
7
Gambar 1 adalah gambaran singkat yang menjelaskan perkembangan teknologi
informasi menurut garis waktu (timeline). Teknologi ini merupakan teknologi
pendukung dalam pertukaran informasi (teknologi informasi), melalui berbagai macam
media perantara. Secara teknologi, terdapat berbagai media komunikasi yang secara
umum berasal dari alam, apakah itu bersifat konduktor (penghantar arus listrik), atau
semi-konduktor, atau melibatkan sumber-sumber daya alam yang penggunaannya di
Indonesia telah di atur dalam dan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Namun
demikian perkembangan teknologi informasi dan penggunaannya telah memaksa
pemerintah Indonesia untuk menerbitkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
Seperti yang telah diuraikan di atas, apa yang menjadi ruang lingkup teknologi
informasi tidak dapat dibatasi sampai kepada perilaku, waktu, tempat dan apa yang ada
saat ini sebagai teknologi informasi, tetapi juga bergantung kepada manfaat yang
diperoleh dan perkembangan selanjutnya dari teknologi informasi. Demikian juga,
kejahatan dan undang-undang terkait. Kejahatan dengan melibatkan teknologi
informasi, tidak saja berkaitan dengan bukti fisik, tetapi juga bukti nir-fisik, atau dengan
sesuatu yang jelas (terdeskripsi) ataupun berkaitan sesuatu yang niskala (abstrak).
Secara filosofis pengetahuan dapat dikatakan bahwa, penggunaan teknologi informasi
dengan mutu rendah (kasar) selalu disertai dengan bukti fisik, tetapi penggunaan
teknologi informasi secara canggih (halus) kadangkala tidak mudah untuk dibuktikan
secara fisik dan selalu dijumpai tidak ada bukti fisik kecuali pada sesuatu yang dapat
dimaknai seperti yang diungkapkan dalam kalimat: “Keberadaan jaringan teroris
sebagai kejahatan sosial yang dibuktikan melalui teknologi informasi (Nasution &
Elfida, 2013), akan menyebabkan kejahatan lain yang setara seperti adanya sabotase
politik dalam pemerintahan atau pengkhianatan terhadap negara jika terdapat banyak
pelaku korupsi dalam pemerintahan, sebab secara statistik maupun jaringan (Nasution &
Noah, 2010), sekumpulan koruptor akan sama seperti kumpulan teroris”.
9
Bersama kemajuan teknologi informasi saat ini, undang-undang yang berkaitan
dengannya: canggihnya kejahatan dan hukum harus berada dalam tempat yang setara.
Dengan kata lain, undang-undang harus mampu mengendalikan penggunaan teknologi
informasi di luar jalur kebenaran dan melindungi pihak-pihak yang dirugikan. Dengan
demikian, undang-undang tidak saja harus sesuai dengan kebutuhan penggunaan
teknologi informasi, tetapi juga adanya teknologi informasi yang mampu digunakan
untuk menggali kemungkinan-kemungkinan penerapan undang-undang untuk tujuan
yang lebih baik.
Teknologi informasi untuk hukum terdiri dari dua komponen: teknologi informasi dan
hukum. Pada bagian ini teknologi informasi berorientasi hukum dan kajian berkaitan
dengan bagaimana menggunakan teknologi informasi di bidang hukum. Teknologi
informasi untuk hukum adalah denominator umum yang diterima dan dapat disebut
demikian, yang merupakan istilah yang sangat luas digunakan dalam bidang kajian
teknologi informasi. Beberapa istilah lain yang digunakan adalah “kecerdasan buatan
dan hukum” atau “kecerdasan buatan hukum” (Gray, 1997), “teknologi informasi
aplikasi hukum” (Yannopoulos, 1998), “perhitungan legislasi” (Seipel, 1977), dan
“hukum informatika”. Topik meliputi pengembangan sistem pengetahuan yang sah,
manajemen pengetahuan, model argumentasi yang sah, dan ontologi yang legal. Semua
topik ini, melibatkan multi disiplin dalam kajian teknologi informasi, yang
memperlajari apa peluang teknologi informasi untuk ditawarkan kepada pembuatan,
penerapan, dan pelaksanaan undang-undang atau hukum. Dengan kata lain, bagaimana
menerapkan teknologi informasi dalam penentukan hukum sesuatu kejahatan dan
kesalahan? Bagaimana merumuskan persyaratan untuk memastikan bahwa sistem dapat
dikembangkan memenuhi spesifik hukum? Beberapa tuntutan yang saling berkaitan
akan berhubungan erat dengan sikap yang diambil dalam menggunakan teknologi baru,
di mana beberapa penerapan harus mempertimbangkan potensi yang mungkin dapat
diambil.
Dengan adanya pangkalan data yang menyimpan istilah, sistem penaralan istilah
dapat dibangun, dan menunjukkan bahwa sistem ini dapat melakukan lebih dari sedekar
menyimpan dan memproses informasi. Sistem ini mampu menghubungkan informasi
yang telah disimpan dengan fakta-fakta yang diperkenalkan oleh pengguna dan untuk
alasana-alasan lain yang berkaitan dengan hukum. Dengan cara itu sistem ini dapat
menghasilkan luaran tertentu yang dapat memiliki bentuk keputusan. Oleh karena itu,
10
sistem ini dikenali juga dengan nama sistem pengelolaan pengetahuan yang berkaitan
dengan hukum. Dalam rangka untuk mencapai hal ini, informasi harus disimpan dalam
bentuk tertentu yang memudahkan penalaran, dan ini terbagi ke dalam tiga kategori:
11
b. Pangkalan data: Penggunaan pangkalan data bersama berkaitan dengan
hukum kasus dan perundang-undangan, sangat diperlukan untuk tujuan
praktis, dan menimbulkan berbagai persoalan yang perlu dikaji, meskipun
sebagian besar tidak berkaitan langsung dengan hukum.
c. Sistem-sistem berbasis pengetahuan atau sistem pengetahuan, seperti mesin
cari: Sistem ini dalam prakteknya tidak digunakan secara luas, kecuali
sampai saat ini hanya menarik perhatian dari sudut penelitian.
Hubungan antara teknologi informasi dan hukum dipelajari dan dikaji di dua area yang
berbeda baik dalam dunia pendidikan maupun dalam penelitian. Pada bagian ini hukum
berorientasi teknologi informasi. Secara silogisme analisis dan implikasi hukum
teknologi informasi dapat dilakukan, yaitu penyelesaian masalah hukum yang datang
dari penerapan dan penggunaan teknologi informasi dalam masyarakat. Topik bahasan
berkaitan dengan tanda tangan elektronik, kontrak-kontrak komputer, hak cipta di
internet, perlindungan data, dan kejahatan komputer. Kajian tentang hal ini akan
melibatkan multi disiplin ilmu yang ada dalam kedua bidang ini, yang membentang di
atas semua damain hukum klasik, yaitu hukum perdata, hukum pidana, hukum tata
negara, dan hukum administrasi.
12
penggunaan teknologi informasi terutama dunia maya (Internet dan Web), yang secara
umum juga dikenali sebagai cyberlaw atau cybercrime (Koops & Brenner, 2006).
Dalam prakteknya, terdapat hambatan terbesar dari sudut sumber daya manusia,
penegakan hukum akan tergantung kepada para penegak hukum, selain kejujuran-
ketegasan-dan-tranparansi, diperlukan penguasaan teknologi informasi. Pada sisi
hukum, para penegak hukum akan merasa aman karena memiliki pengetahuan yang
mendalam tentang tradisi mereka di bidang hukum, tetapi pada sisi teknologi informasi,
penegak hukum membutuhkan kerja keras untuk memiliki pemahaman tentang
teknologi informasi, dan selalu tidak merasa aman, karena hukum dipengaruhi oleh
teknologi informasi itu. Bagaimana membangun hukum dengan cara paling cocok
terhadap teknologi informasi, apalagi teknologi yang terkait baru saja diperkenalkan,
adalah memerlukan latar belakang pengetahuan tentang undang-undang kriminal dalam
kasus kejahatan komputer, latar belakang hukum sipil dalam kasus hukum e-commerce,
dan latar belakang hukum umum dalam kasus pemungutan suara elektronik. Secara
umum, penerapan hukum teknologi informasi memerlukan keahlian para penegak
hukum, dan ini menjadi kendala utama dalam hukum teknologi informasi
13
Ketentuan umum mengandungi definisi semua subjek dan objek yang berkaitan
dengan teknologi informasi. Objek dijadikan sebagai alat dalam melakukan perbuatan
hukum. Alat ini terdiri dari dua jenis: yang ada secara fisik atau yang tidak wujud dalam
bentuk fisik (nir-fisik). Sedangkan subjek adalah pelaksana/pelaku atau yang berbuat:
peribadi, komunitas, ataupun pemerintah. Bab II berkaitan dengan asas dan tujuan,
adalah untuk menjelaskan manfaat dan kegunaan teknologi informasi secara umum. Bab
III membahas tentang legalitas penggunaan data dan/atau informasi elektronik secara
hukum, yang dapat berkaitan dengan perundang-undangan lain seperti hukum pidana,
perdata dan lainnya. Bab selanjutnya mengatur masalah penyelenggaraan, berupa
penyelenggara dan apa yang diselenggarakan berkaitan dengan teknologi informasi.
Bab ini dibagi atas dua bagian, pasal-pasal yang bertumpu kepada sertifikasi dan pasal-
pasal yang bertumpu kepada sistem. Pasal-pasal yang berkaitan dengan kegiatan
memindahkan data atau informasi atau apa yang berhubungan dengan itu
dikelompokkan pula pada Bab V. Bab VI berkaitan dengan penentuan hak dan
kewajiban tentang penggunaan data atau kekayaan intelektual. Semua aktivitas atau
kegiatan yang dilarang diuraikan pasal per pasal pada Bab VII, sedangkan penyelesaian
persengketaan dinyatakan dalam dua pasal pada Bab VIII.
14
terakhir digunakan untuk menyatakan deklarasi hubungan dengan ketentuan atau
peraturan lain jika diperlukan.
Secara umum, arus informasi antara satu pasal dengan pasal lain dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2011 mengalir dari satu bagian ke bagian lain. Artinya,
terdapat hubungan yang jelas tentang pendeklarasian mengenai subjek, objek dan
kegiatan yang berkaitan dengan hukum teknologi informasi. Dengan kata lain, pasal per
pasal akan saling menjelaskan sesuai dengan urutan dan pendefinisian atau ontologinya.
15
3 Teknologi Teknik Mengumpulkan Elektronik
informasi Menyiapkan
Menyimpan
Memproses
Mengumumkan
Menganalisis
Menyebarkan
4 Dokumen Informasi Dibuat Orang Elektronik
elektronik Komputer Diteruskan Analog
Sistem Dikirim Digital
Makna Diterima Elektromagnetik
Arti Disimpan Optikal
Dilihat
Ditampilkan
Didengar
5 Sistem elektronik Perangkat Mempersiapkan Elektronik
Prosedur Mengumpulkan
Mengolah
Menganalisis
Menyimpan
Menampilkan
Mengumumkan
Mengirimkan
Menyebarkan
6 Penyelenggaraan Sistem Pemanfaatan Orang Elektronik
sistem elektronik Badan
Masyarakat
Negara
Penyelenggara
7 Jaringan sistem Sistem Terhubung Elektronik
elektronik Tertutup
Terbuka
8 Agen elektronik Sistem Dibuat Orang Elektronik
Tindakan Melakukan Otomatis
Informasi Diselenggarakan
9 Sertifikat Sertifikat Memuat Pihak Elektronik
elektronik Tanda tangan Menunjukkan Penyelenggara Status
Identitas Dikeluarkan
Subjek
10 Penyelenggara Sertifikat Berfungsi Badan Elektronik
sertifikasi Dipercaya Pihak
elektronik Memberikan
Mengaudit
11 Lembaga Sertifikat Dibentuk Pemerintah Elektronik
sertifikasi Diakui Lembaga Independen
keandalan Disahkan Andal
Diawasi Professional
Mengaudit
Mengeluarkan
12 Tanda tangan Tanda tangan Dilekatkan Verifikasi
elektronik Informasi Terasosiasi Autentikasi
Alat Terkait
Digunakan
16
Aritmetika
Penyimpanan
15 Akses Kegiatan Melakukan Elektronik
Interaksi Berdiri sendiri
Sistem
Jaringan
16 Kode Akses Angka Mengakses Elektronik
Huruf
Simbol
Karakter
Kombinasi
Kunci
Komputer
Sistem
17 Kontrak Perjanjian Dibuat Pihak Elektronik
elektronik Sistem Melalui
18 Pengirim Subjek Mengirimkan Elekronik
Informasi
Dokumen
19 Penerima Subjek Menerima Elektronik
Informasi
Dokumen
20 Nama domain Alamat Digunakan Negara Unik
Internet Berkomunikasi Orang
Kode Melalui Badan
Karakter Penyelenggara
Lokasi
21 Orang Orang
Perseorangan
Warga Negara
Warga asing
Badan
22 Badan usaha Perusahaan Berbadan
Perseorangan Hukum
Persekutuan Bebas
23 Pemerintah Ditunjuk Menteri
Pejabat
Presiden
Ruang lingkup yang dicakupi oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 untuk
subjek atau objek meliputi komponon: Alamat, alat, angka, aritmatika, arti, data,
dokumen, EDI (electronic data interchange), email (electronic mail), foto, gambar,
huruf, identitas, informasi, interaksi, internet, jaringan, karakter, kegiatan, kode, kode
akses, kombinasi, komputer, kunci, logika, lokasi, makna, media, penyelenggara,
penyimpanan, perangkat, perforasi, perjanjian, peta, prosedur, rancangan, sertifikat,
simbol, sistem, suara, subjek, tanda, tanda tangan, teknik, telecopy, telegram, teleks,
tindakan, tulisan. Sedangkan kata kerja (predikat) untuk melakukan atau tindakan
hukum berkaitan dengan perkataan: Menganalisis, mengaudit, mengakses, memberikan,
menggunakan, mengirimkan, mengeluarkan, melaksanakan, melakukan, melalui,
memiliki, mengumpulkan, memuat, mengolah, memahami, memproses, menerima,
menyebarkan, menyiapkan, mempersiapkan, menyimpan, menampilkan, menunjukkan,
mengumumkan, dibuat, dipercaya, digunakan, diteruskan, dikirim, diolah, diterima,
disimpan, dilihat, didengar, pemanfaatan, terhubung, diselenggarakan, dikeluarkan,
dibentuk, diakui, disahkan, diawasi, dilekatkan, ditunjuk, berfungsi, berkomunikasi,
17
terasosiasi, dan terkait. Ruang lingkup aktor terlibat dalam penggunaan teknologi
informasi adalah orang peribadi (perorangan), perusahaan, persekutuan, warga negara
atau bukan warga negara, badan atau lembaga, pemerintah, pejabat, menteri, atau
presiden, atau pihak lain yang terkait, seperti ditunjukkan pada Tabel 2.
Hukum pasar umum telah mempengaruhi kekayaan intelektual dan media massa
(Kemp, 2008). Kasus OCW telah meminta perhatian banyak kajian berkaitan dengan
hak intelektual dalam sistem OCW: berbagai karya ilmiah pengajaran dan bahan ajar
akan bebas diakses secara terbuka tanpa kendali dari berbagai lokasi, sebaliknya OCW
begitu penting ditinjau dari sudut perlunya melakukan klaim awal terhadap penemuan
atau penciptaan teori, metode ataupun teknologi baru yang terkait. Selain itu, kasus
plagiat akan dimungkinkan untuk dihindari, sebagai akibat dari publikasi dilakukan
melewati jarak, waktu dan banyak tempat tanpa memerlukan biaya yang mahal. Namun,
secara perundang-undangan hal-hal demikian perlu pengaturan yang jelas, yang tidak
menyebabkan pertentangan kepentingan disebabkan oleh teknologi informasi.
18
Undang-undang tentang teknologi informasi perlu mengatur hukum dan
lembaga yang mempengaruhi dan mengendalikan iklan nasional dan manca negara
(Chaudri & Bristows, 2004), termasuk penerbitan hukum telekomunikasi internasional
dan nasional. Pada era globalisasi, informasi terus mengalir memasuki setiap lorong
kehidupan dan rumah-rumah masyarakat tanpa ada batas, setiap bagian kehidupan akan
bercampur baur tanpa ada penghalang, termasuk kemungkinan kontaminasi pemikiran
dan pola hidup yang dianut oleh sesuatu bangsa. Lagi pula, hukum ruang angkasa
dengan bagian-bagian relevan akan berkaitan langsung dengan teknologi informasi.
Sarana komunikasi seperti satelit menjadi pendukung utama distribusi informasi,
demikian juga pengetahuan yang mungkin terdapat pada satu sumber. Oleh karena itu,
penertiban ruang angkasa suatu negara perlu diatur penggunaannya demi untuk
kepentingan negara dan bangsa sebagaimana telah diamanatkan oleh UUD 1945.
Saat ini, komputasi awan (cloud computing) telah menjadi proses operasi baku
dibanyak tempat (Gray, 2013): Sistem komunikasi dan infrastruktur dasar Internet
secara tidak langsung telah menggeser paradima makna hukum yang ada tentang
teknologi informasi. Teknologi yang berkaitan (teknologi awan) menawarkan potensi
luar biasa bagi pengguna dalam hal kenyamanan, kemudahan untuk memperoleh hal-hal
terbarukan dan sebagainya. Namun begitu, isu ini menyajikan tantangan hukum yang
signifikan. Undang-undang dibuat didasarkan pada gagasan teritorial, akibatnya hukum
akan berjuang untuk menanggapi perilaku penggunaan teknologi informasi di mana
garis-garis pada peta tidak relevan lagi. Misalnya, hukum kontrak, kesalahan dan
regulasi nasional semua mungkin berlaku untuk klaim pelanggaran privasi dalam
kaitannya dengan bahan-bahan yang diunggah ke awan, namun secara yuridiksi didekati
dengan cara yang berbeda (Hooper et al., 2013). Perusahaan multinasional seperti
Google, Amazon, Apple, Facebook, dan Microsoft memiliki dan mengoperasikan
infrastruktur komputasi awan di Internet serta mempengaruhi budaya, tetapi pada
umumnya melibatkan data privasi (Pagallo, 2013).
Saat ini, semua transaksi dapat dilakukan secepat pikiran orang yang
melakukannya. Negara-negara berdaulat tidak lagi secara efektif mengatur sistem
telekomunikasi dalam batas kenegaraan tanpa kepatuan diam-diam dari semua
perusahaan atau orang yang terlibat dalam komputasi awan (Adrian, 2013). Lagi pula,
sistem sharing telah menyebabkan mesin cari di Internet dengan kewajibannya
19
mendistribusikan informasi menangkap tanpa batas data atau informasi dari berbagai
tempat yang mungkin terhubung, dan kemudian dengan mudah dapat diakses oleh
banyak orang. Sebagai contoh, skandal yang melibatkan penjualan dan pembuatan
peralatan medis implan payudara dengan informasi yang menyesatkan dapat
meyakinkan banyak orang dengan teknologi informasi, tetapi jaminan terhadap peribadi
yang termakan korban tidak dilakukan oleh negara-negara yang terlibat. Oleh karena
itu, akan selalu yuridiksi didekati dengan cara yang berbeda, dan ini berpotensi
menciptakan kebingungan yang signifikan. Berdasarkan itu, perlu kerjasama dan
perjanjian internasional tentang hukum yang diberlakukan.
6. Penutup
Referensi
20
Connolly, C., dan Ravindra, P. 2006. Firs UN Convention on eCommerce finalized.
Coputer Law & Security Report 22: 31-38.
Cummings, M. K. 2003/2004. The double-edged sword of secrecy in military weapon
development. IEEE Technology and society Magazine, Winter: 4-12.
Dai, Q., Kauffman, R. J. dan March. S. T. 2007. Valuing information technology
infrastructures: A growth options approach. Inf. Technol. Manage 8: 1-17.
Denicolò & Mariotti, 2000. Nash bargaining theory, nonconvex problems and social
welfare orderings. Theory and Decision 48: 351-358.
Etzkowitz, H., Webster, A., Gebhardt, C., Terra, B. R. C. 2000. The future of the
university and the university of the future: evolution of ivory tower to
entrepreneurial paradigm. Research Policy 29: 313-330.
Gray, A. 2013. Conflict of laws and the cloud. Computer Law & Security Review 29:
58-65.
Gray P. N. 1997. Artificial Legal Intelligence. Darmouth: Aldershot.
Halilem, N., Amara, N., dan Landry, R. 2011. Is the academic Ivory Tower becoming a
managed structure? A nested analysis of the variance in activities of researchers
from natural sciences and engineering in Canada. Scientometrics 86: 431-448.
Hooper, C., Martini, B., Choo, K.-K. R. 2013. Cloud computing and its implications for
cybercrime investigations in Australia. Computer Law & Security Review 29: 152-
163.
Karami pour, R. 2003. Suitable training with information age. The Growth of
Educational Technology 20: 45.
Kemp, R. 2008. MIFID (the markets in financial instruments directive) and technology.
Computer Law & Security Report 24: 151-162.
Kennedy, G., dan Doyle, S. 2008. A snapshot of legal developments and industry issues
relevant to information technology, media and telecommunications law in key
jurisdictions across the Asia Pasific – Co-ordinated by Lovells and contributed to
by other leading law firms in the region. Computer Law & Security Report 24:
401-406.
Kennedy, G. 2013. Asia-Pasific news. Computer Law & Security Review 29: 729-735.
King, N. J., Jessen, P. W. 2010a. Profiling the mobile customer – Is industry self-
regulation adequate to protect consumer privacy when behavioural advertisers
target mobila phones Part I. Computer Law & Security Review 26: 455-478.
King, N. J., Jessen, P. W. 2010b. Profiling the mobile customer – Is industry self-
regulation adequate to protect consumer privacy when behavioural advertisers
target mobila phones? Part II. Computer Law & Security Review 26: 595-612.
Kleve, P., Mulder, R. D., dan Noortwijk, K. van. 2011. The definition of ICT crime.
Computer Law & Security Review 27: 162-167.
Koops, B.-J., dan Brenner, S. W. (eds.). 2006. Cybercrime and Jurisdiction – A global
survey. TMC Asser Press.
Kuznar, L. A. dan Frederick, W. 2007. Simulating the effect of nepotism on political
risk taking and social unrest. Comput. Math. Organiz. Theor. 13: 29-37.
Lloyd, J. I. 2000. Information Technology Law. Soft-Cover: Butterworths.
Lucas, P. 2011. Usefulness of simulating social phenomena: Evidence. AI & Soc, 26:
355-362.
Mbatha, B. 2009. Web-based technologies as a double-edged sword in improving work
productivity and creativity in government department in South Africa: The case of
Zululand District Municipality. IEEE Proceeding of International Conference on
Computers & Industrial Engineering: 1914-1921.
21
Melville, N., Kraemer, K., dan Gurbaxani, V. 2004. Information technology and
organiational performance: An integrative model of IT business value. MIS
Quarterly 28(2): 283-322.
Nasution, M. K. M. (Mahyuddin). 2001. Basis sains dan teknologi sebagai basis
perekonomian. Suara USU, edisi 24 – April.
Nasution, M. K. M. (Mahyuddin). 2005a. Pandangan terhadap rancangan undang-
undang hukum pidana tentang informasi elektronika dan domain. Al-Khawarizmi:
Journal of Computer Science, Vol. 1(2): 63-70.
Nasution, M. K. M. (Mahyuddin). 2005b. Hak dan kewajiban berkarya dalam bidang
informatika dan telematika. Indonesia Media Law & Policy Centre (IMPLC),
Doc. No. 0015/IMPLC/Mdn/IX/05.
Nasution, M. K. M. (Mahyuddin). 2005c. Hak akses komputer dan sistem elektronik
dalam rancangan Undang-Undang Hukum Pidana. Al-Khawarizmi: Journal of
Computer Science, Vol. 1(3): 77-83.
Nasution, M. K. M. (Mahyuddin). 2006a. Kriptosistem menggunakan grup anyaman.
Al-Khawarizmi: Journal of Computer Science, Vol. 2(1): 13-18.
Nasution, M. K. M. (Mahyuddin). 2006b. Data dan pengetahuan: suatu tinjauan. Al-
Khawarizmi: Journal of Computer Science, Vol. 2(2): 1-11.
Nasution, M. K. M. (Mahyuddin). 2006c. Tinjauan terhadap kriptosistem menggunakan
grup anyaman. SEMIRATA, Universitas Andalas: Padang.
Nasution, M. K. M., Elfida, M., dan Mahfudz, S. 2010. Diskoveri pengetahuan: suatu
kritik. Prosiding Seminar Nasional Ilmu Komputer: 309-318.
Nasution, M. K. M. dan Noah, S. A. M. 2010. Superficial method for extracting social
network for academics using web snippets. Rough Set and Knowledge
Technology, LNCS-LNAI Vol. 6401: 483-490.
Nasution, M. K. M. 2011. Kolmogorov complexity: Clustering and similarity. Bulletin
of Mathematics 3(1): 1-16.
Nasution, M. K. M. dan Noah, S. A. M. 2012. Information retrieval model: A social
network extraction perspective. IEEE Proceedings of International on
Information Retrieval & Knowledge Management (CAMP’12).
Nasution, M. K. M. dan Elfida, M. 2013. Terrorist network: Towards an analysis.
Cornell University Library.
Nasution, M. K. M. (Mahyuddin). 2013. Superficial Method for Ekstracting Academic
Social Network from the Web. Ph.D Thesis, Universiti Kebangsaan Malaysia
(UKM): Bangi, Malaysia.
Nasution, M. K. M. 2013. Teknologi pengetahuan. Dies Fasilkom-TI USU: Medan.
Pagallo, U. 2013. Robots in the cloud with privacy: A new threat to data protection?
Computer Law & Security Review 29: 501-508.
Roberge, L., Long, S., Hassett, P., dan Burnham, D. 2002. Technology and the changing
practice of law: An entrée to previously inaccessible information via TRAC.
Artificial Intelligence and Law 10: 261-282.
Sandström, U dan Hällsten, M. 2008. Persistent nepotism in peer-review.
Scientometrics, 74(2): 175-189.
Saraf, B., dan Kazi, A. U. S. 2013. An analysis of traditional rules applied by Australian
courts to establish personal juridiction and their application in e-commerce.
Computer Law & Security Review 29: 403-412.
Seipel, P. 1997. Computing law. Perspectives on a new legal discipline. Stockholm:
Liber Förlag.
Shangmeng, L., Yanlei, S., Jingjing, H., Junliang, C. 2010. The design and
implementation of multimedia conference terminal system on 3G mobile phone.
22
IEEE Proceedings of International Conference on E-Business and E-Government:
141-144.
Steimann, F. 2001. On the use and usefulness of fuzzy sets in medical AI. Artificial
Intelligence in Medicine 21: 131-137.
Turner, M. 2009. The regular article tracking developments at the national level in key
European countries in the area of IT and communications – co-ordinated by
Helbert Smith LLP and contributed to by firms across Europe. Computer Law &
Security Review 25: 101-105.
Valcke, P., & Dumortier, J. 2012. Computer, law & security review – special issue trust
in the information society – ICRI 20th anniversary conference – “Trust in the
information society – in search of trust generating mechanisms for the network
society. Computer Law & Security Review 28: 504-512.
Yannopoulos G. N. 1998. Modelling the Legal Decision Process for Information
Technology Applications in Law. The Hague: Kluwer Law International.
Zarlis, M. dan Nasution, M. K. M. 2006. Sekolah dan teknologi informasi. Harian
Waspada: 20 Desember.
Zhan, J., Oommen, B. J., dan Crisostomo, J. 2009. Anomaly detection in dynamic social
systems using weak estimators. IEEE International Conference on Computational
Science and Engineering: 19-25.
23
Judul ETIKA SIBER DAN SIGNIFIKANSI MORAL DUNIA MAYA
CYBER ETHICS AND MORAL SIGNIFICATION IN
CYBERSPACE
Tahun 1999
Penulis Ahmad Rudy Fardiyan