Anda di halaman 1dari 3

BIRO PERS MAHSISWA FILSAFAT

(BPMF) PIJAR
Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada
Jln. Olahraga Nomor 1 Bulak Sumur, Yogyakarta

Sehubungan dengan hasil rapat tema yang dilaksanakan pada Selasa, 21 Oktober 2014 silam,
BPMF Pijar telah memilih tema seputar ‘Kontribusi Filsafat terhadap Perkembangan Sains
Kontemporer’ untuk diangkat pada edisi November 2014.

Form Pertanyaan untuk Bapak Joko Siswanto

1. Bagaimana Bapak menyikapi adagium filsafat sebagai mother of science, ditengah


pandangan yang menyatakan bahwa filsafat sudah usang? Ya secara historis memang
begitu filsafat adalah “ibu kandung ilmu pengetahuan”. Apakah ada bukti baru yang
memfalsifikasi pernyataan itu? Lalu apa yang anda maksudkan filsafat yang usang? Itu
kan tergantung perspektif yang digunakan. Bagi kelompok Marxian, filsafat Hegel itu ya
usang. Bagi Strukturslisme, eksistensialisme itu ya filsataf usang; begitu seterusnyakan.
Filsafat saya pikir terus menerus mengikuti perkembangan jaman, malah menurut saya
filsafat tidak hanya mengikuti jaman, justru malah yang mengembangkan dan
membentuk jaman Saya beri contoh yang paling konkret ya.misalany asekarang lahir apa
yang kita sebut sebagai “arsitektur dekonstruksi”, jangan lupa yang melahirkan jenis
arsitektur itu ialah filsafat Derrida. Ya memang harus diakui bahwa sebagai ’mother of
science” filsafat, kini telah ditinggalkan dan diacuhkan anak dan cucunya (Ilmu) tetapi
ibarat pohon filsafat itu adalah “akar”, tanpa akar yang kuat dan kokoh pohon ilmu
pengetahuan akan rapuh dan akhirnya roboh.

2. Menengok kembali klaim Stephen Hawking tentang kematian filsafat, bagaimana


tanggapan Bapak? Dalam diskursus kefilsafatan, klaim-klaim begitu sudah biasa.
Misalnya klaim metafisika sudah mati, epistemologi sudah mati, manusia sudah mati,
bahkan Tuhan juga diklaim sudah mati. Mereka yang mengklaim itu tidak sadar bahwa
sesungguhnya ia melahirkan filsafat baru yang tentu perspektifnya berbeda dengan yang
dikalim telah mati itu. Contoh, ketika Rorty mengkaliam bahwa epistemologi telah mati,
tentu yang dimaksud Rorty kan adalah epistemologi fondasianalisme; dan Rorty sedang
membangun epistemologi baru. Saya setuju dengan Frederich Sontag, bahwa filsafat itu
ibarat kucing memiliki nyawa rangkap.

3. Apa ada kontribusi nyata filsafat untuk sains kontemporer?

a. Jika ada, kapan dan dalam bentuk apa, serta kesulitan apa yang dialami filsafat untuk
berkontribusi? Kontribusi filsafat jelas penting dan strategis. Anda harus paham
bahwa pekembangan sains kontemporer bersama dengan anak kandungnya yaitu
teknologi, memang telah menciptakan kenyamanan dan kemudiahan bagi umat
manusia; tetapi iptek telah pula melahirkan sejumlah persoalan kemanusiaan yang
mengerikan. Perkembangan iptek yang otonominya tidak lagi dapat dikontrol oleh
manusia telah membawa kita ke abad krisis, yang diakibatkan karena
kecenderungan perkembangan iptek sekarang yang materialistik, mengekspoitasi
lingkungan, erosi genetis, robotisasi dll. Kalau mau dicari apa penyebabnya, salah
satunya karena telah terjadinya “Invaliditas etik”, (ilmu lepas moral). Di sinilah
filsafat memiliki peran penting dan strategis.

b. Jika tidak ada, mengapa?

4. Bagaimana ‘nasib’ metode non positivistik jika dilihat dari hegemoni metode positivistik
yang ada pada sains kontemporer? Kalau ditanya nasib metode non positivistik ya
baik-baik saja. Lho anda jangan salah membaca sejarah sains, justru sekarang telah
timbul kesadaran baru, bahwa metode positivstik yang dianggap valing valid, paling
adekaut sebagai “klaim kognitif” adalah menjerumuskan. Kesadaran baru itu telah
memposisikan metode-metode non positivistik dalam tempat yang terhormat. Lihatlah
misalnya bagaimana metode hermeneutika sekarang dianggap penting dalam
perkembangan ilmu, khususnya dalam klaster ilmu sosial dan humaniora. Anda mungkin
pernah membaca tulisanThomas Kuhn: Tenssion of Science, semula Kuhn meragukan
metode hermeneutika karea dianggap terlalu subjektif; tetapi kemudian Kuhn
menyadari bahwa di dalam melahirkan paradigma ternyata makna-makna
intersubjektivitas itu diperlukan, dan itu membuttuhkan hermeneutika.

5. Jika dilihat dari pardigma keilmuan, dimanakah posisi filsafat saat ini? Kalau ditanyakan
di mana posisi filsafat menurut saya posisi filsafat adalahi “yang awal dan yang akhir”.
Maksud saya, pada posisi “yang- awal” artinya filsafat memberikan dasar dan azas bagi
ilmu, ingat filsafat memberi landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis ilmu.
Sedang pada posis “yang akhir”, filsafat merangkaum dan mengintegrasikan ilmu dalam
pandangan yang holistik dan komprehensif.

6. Sebagai guru besar filsafat, apa upaya yang bapak lakukan untuk memajukan filsafat?
Tentu upaya yang saya lakukan adalah kegiatan akademik yang cocok dengan visi dan
misi fakultas Filsafat yang sudah dirumuskan. Di samping mengembangkan dan
pendalaman filsafat umum, sesuai dengan visi dan misi fakultas adalah kajian dan
pengembangan filsafat Nusantara. Upaya-upaya untuk mendalami dan
mensistemtaisasikan filsaafat Nusantara adalah tugas yang strategis dan mulia. Anda
harus tahu, bahwa Nusantara ini memiliki kekayaan pikir yang luar biasa,yang tidak kalah
dengan nalar Barat, dan perlu digali terus menerus. Usaha itu telah saya lakukan,
dengan menulis beberapa buku yang terkait dengan Nusantara; misalya saya telah
menulis Metafisika Nusantara, Kearifan Lokal Nusantara, Metafisika Wayang Purwo,
dan sekarang saya sedang menggarap Epistemologi Nusantara. E jangan lupa untuk
kekedar membantu pengembangan filsafat saya telah membuka perpusttakaan filsafat
untuk umum, ya walaupun koleksinya belum lengkap, tetapi ya lumayan. Silahkan
dimanfaatkan.

7. Kesulitan-kesulitan apa yang Bapak temukan ketika sudah dihadapkan dengan birokrasi?
Dengan birokrasi tidak ada masalah, ini kan institusi pendidikan jadi soal urusan
birokrasi saya tidak mau ribet, saya kira oke. Nah soal dana, ya ini kesulitan klasik untuk
fakultas filsafat dengan jumlah mahasiswa yang sedikit, anda pernah dengar to
ungkapan yang menyatakan: ”Filsafat itu kaya logika, tapi miskin logistik” yang saya
maksudkan bukan fihak Dekanat itu pelit, tetapi dana yang tersedia untuk kegiatan-
kegiatan ilmiah di sini terlalu kecil, sehingga acara-acara akademik misal seminar,
lokakarya atau hal sejenis sangat jarang digelar di sini. Tetapi ya menurut saya itu
jangan jadi alasan, asal semua fihak saling percaya, kompak, tidak bekerja untuk
kepentingan pribadi; kesulitan itu bisa diatasi kok; anda tentu tahu apa yang saya
maksud!

Anda mungkin juga menyukai