Anda di halaman 1dari 4

ULANGAN SEJARAH

Nama : Saviera Fidela Arawinda


Kelas : XII MIPA 1
No. Absen : 28

1.

Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Dekrit Presiden 22 Juli 2001, Oleh


Pembeda
Oleh Soekarno Abdurrahman Wahid

Isi 1. Pemberlakuan kembali UUD 1. Membekukan MPR dan DPR


1945 (dari UUDS 1950) 2. Mengembalikan Kedaulatan
2. Pembubaran konstituante ketangan rakyat
3. Menyelamatkan reformasi dari
halangan unsur-unsur Orde Baru

Realisasi Dekrit pertama berhasil Dekrit yang kedua gagal, karena


direalisasikan presiden abdurrahman wahid
setelah itu dilengserkan dari jabatan
presiden.
Persetujuan Lobinya di parlemen Kegagalan dekrit kedua itu
parlemen berlangsung baik dilatarbelakangi hubungan buruk
presiden dengan parleman (para
anggota MPR)
2. Pada periode 1950-1959, pemerintahan Indonesia menganut system demokrasi parlementer atau
lebih dikenal dengan nama demokrasi liberal. Pada rentan waktu tersebut, pemerintahan sangat
tidak stabil, salah satu indikatornya adalah terlalu sering berganti perdana menteri. Kondisi
tersebut diperparah dengan munculnya gangguan keamanan pada masa Demokrasi Liberal. Latar
belakang munculnya gangguan keamanan:
 adanya ketidakpuasan daerah terhadap pemerintah pusat
 adanya kekecewaan anggota KNIL dan KL terhadap APRIS contohnya pemberontakan
APRA dan Andi Azis
 adanya kecemburuan daerah luar Jawa terhadap kemajuan Jawa contohnya
pemberontakan PRRI-Permesta
 adanya keinginan untuk melepaskan diri dari NKRI contohnya pemberontakan RMS.
 Ingin merubah dasar Negara contohnya pemberontakan DI/TII
Periode 1959-1966 diwarnai dengan sistem Demokrasi Terpimpin oleh Soekarno. Pada
pelaksanaan Demokrasi Terpimpin, justru terjadi pelanggaran terhadap UUD 1945 dan
pemerintah cenderung menjadi sentralistik. Hal ini dikarenakan terpusat hanya kepada presiden
yang membuat kedudukan presiden sangat kuat dan berkuasa, terlebih setelah mundurnya Hatta
dari posisi wakil presiden sejak 1956. Kedudukan Pancasila pada masa Orde Lama kembali
terancam dengan terjadinya peristiwa G30S 1965 yang melibatkan orang-orang PKI dan
sebagian militer sebagai pelakunya. Tragedi G30S 1965 sekaligus menjadi awal dari akhir rezim
Orde Lama pimpinan Soekarno yang kemudian digantikan era Orde Baru sejak 1966.

3. Perkembangan politik pada masa demokrasi parlementer khususnya dalam peristiwa jatuh
bangunnya kabinet  yaitu pada sistem demokrasi parlementer setidaknya terjadi 7 kali ganti
kabinet hal ini dikarenakan komposisi kekuatan yang berubah-ubah, baik dari oposisi maupun
pemerintah sehingga kabinet berubah-ubah.

Pada masa demokrasi parlementer, terjadi 7 kali pergantian kabinet, dengan seringnya berganti
kabinet maka dapat menyebabkan perekonomian terganggu, kabinet-kabinet pada masa
demokrasi parlementer antara lain :
- Kabinet Natsir
- Kabinet sukiman
- Kabinet wilopo
- Kabinet ali sostroamijoyo
- Kabinet Burhanuddin harahap
- Kabinet ali sostroamijoyo II
- Kabinet Djuanda
4. a. Konsep Ali Baba : suatu kebijakan ekonomi pada masa pemerintahan kabinet Ali
Sastroamidjojo I, dimana pengusaha non-lokal memiliki kewajiban untuk memberi pelatihan
kepada tenaga-tenaga Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf di perusahaan negara,
Pemerintah mendirikan perusahaan-perusahaan negara dan Pemerintah memberikan kredit dan
lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional.
b. Gunting Syafrudin : Kebijakan pemotongan nilai uang (sanering) dengan cara memotong
semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya.
c. Kabinet Kaki Empat : sebuah kabinet yang diinginkan Bung Karno dengan ditopang oleh
empat partai besar yaitu PNI, Masyumi, NU dan PKI dengan tujuan untuk menciptakan kegotong
royongan nasional, namun pada akhirnya kabinet ini tidak dapat bertahan lama, diantaranya
karena Masyumi menolaknya
d. Politik Mercusuar : politik yang dijalankan oleh presiden Soekarno pada masa demokrasi
terpimpin untuk menjadikan Indonesia sebagai mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi New
Emergeing Force di dunia.
e. Poros Jakarta-Peking : sebuah bentuk dari kerjasama yang dimana dilakukan oleh Soekarno
pada negara Indonesia dengan Ibukota Jakarta dan Tiongkok dengan Ibukota Beijing guna untuk
dapat mengantarkan bangsa Indonesia untuk menjad sebuah negara besar yang mandiri dan juga
akan diberikan hormat terhadap berbagai macam negara lainnya.
5. Di dalam buku Papua Road Map yang diterbitkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pada
2009 telah dituliskan akar masalah Papua yang meliputi:
a. peminggiran, diskriminasi, termasuk minimnya pengakuan atas kontribusi dan jasa Papua
bagi Indonesia,
b. tidak optimalnya pembangunan infrastruktur sosial di Papua, khususnya pendidikan,
kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat dan rendahnya keterlibatan pelaku ekonomi asli
Papua,
c. proses integrasi politik, ekonomi, dan sosial budaya yang belum tuntas,
d. siklus kekerasan politik yang belum tertangani, bahkan meluas,
e. pelanggaran HAM yang belum dapat diselesaikan, khususnya kasus Wasior, Wamena, dan
Paniai.
Langkah yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menjaga keamanan dan
stabilitas di Papua :
Pertama, tidak perlu bersikap berlebihan. Kasus-kasus tersebut kemungkinan besar sarat dengan
pragmatisme dari pihak-pihak yang terlibat.
Kedua, pemerintah perlu mengimbangi pendekatan keamanan negara dengan pendekatan
keamanan manusia. Keselamatan masyarakat yang tidak terlibat dalam konflik ini secara
langsung harus menjadi yang utama tanpa membeda-bedakan suku dan ras antara penduduk asli
dan pendatang.
Ketiga, dalam jangka panjang pemerintah perlu membangun dialog dan negosiasi menuju
rekonsiliasi. Secara bertahap atau simultan perlu diupayakan ruang-ruang dialog untuk mencegah
meluasnya kecurigaan dan rasa tidak percaya, khususnya antara masyarakat pendatang dan
penduduk asli Papua maupun antara pihak aparat dengan masyarakat.
Keempat, berkomitmen dan mengaplikasikan program penegakan HAM dan perlindungan hak
sosial dasar masyarakat Papua. Pemerintah wajib meninggalkan paradigma politik yang
menempatkan masyarakat papua sebagai objek eksploitasi sumber daya alam.
Kelima, menurunkan tensi kebijakan militerisme dalam penanganan Papua. Militerisme hanya
akan melahirkan perlawanan bersenjata yang lebih militan dari kelompok-kelompok yang
menolak kebijakan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang gencar dilakukan oleh
pemerintah pusat.

Pendekatan dalam penyelesaian Papua adalah mengambil hati masyarakat Papua dan
merumuskan resolusi yang win-win solution. Pemerintah pusat wajib menjaga martabat dan
kehormatan masyarakat Papua yang selama kurun 30-an tahun termarjinalisasi oleh politik
keberpihakan terhadap kepentingan modal asing.

Anda mungkin juga menyukai