Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan
Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Komunikasi dalam
keperawatan. Makalah ini berisikan tentang informasi mengenai Komunikasi dalam konteks social
dan keanekaragaman budaya serta keyakinan, diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi
kepada kita semua.

Dalam menyelesaikan makalah ini, banyak kesulitan yang saya hadapi. Namun berkat bimbingan dari
Dosen, sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Saya menyadari, sebagai seorang mahasiswa yang pengetahuannya belum seberapa dan masih
banyak belajar dalam membuat makalah. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan adanya kritik
dan saran yang positif agar makalah ini menjadi lebih baik dan berdaya guna. Harapan saya, mudah-
mudahan makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR ISI

Halaman Judul…………………………………………………………………...…………… i

Halaman Pengesahan …………………………………………………………………………ii

Kata Pengantar…………………………………………………………………...…….… ….iii

Daftar Isi…………………………………………………………………………...…………iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………………….. 5

B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………. 6

C. Tujuan Penulisan……………………………………………………….………..… 6

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Komunikasi dalam Konteks Social…………………………………….7

B. Fungsi Komunikasi Social………………………………………………………….9

C. Komunikasi Budaya …………………………………………………………..…..10

D. Fungsi-fungsi Komunikasi antar Budaya…………………………………………11

E. Komunikasi Keyakinan…………………………………………………….. …….12

F. Peran Pemerintah dan Mahasiswa dalam Menjaga Keanekaragaman Budaya……12

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan...………………………………………………………………...…… 16

B. Saran…….………………………………………………………………………… 16

Daftar Pustaka………………………………………………………………………………... 17
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keanekaragaman masyarakat dan sosial budaya Indonesia merupakan sebuah potensi kekayaan
yang harus dioptimalkan sehingga terasa manfaatnya. Oleh karena itu, potensi tersebut perlu
diwujudkan menjadi kekuatan riil sehingga mampu menjawab berbagai tantangan kekinian yang
ditunjukkan dengan melemahnya ketahanan budaya yang berimplikasi pada menurunnya
kebanggaan nasional. Untuk itu, sinergi segenap komponen bangsa dalam melanjutkan
pembangunan karakter bangsa (national and character building) yang sudah dimulai sejak awal
kemerdekaan perlu terus diperkuat sehingga memperkuat jati diri bangsa dan mampu membentuk
bangsa yang berkarakter, maju, dan berdaya saing. Seiring dengan menguatnya persaingan arus lokal
dan global dalam internalisasi nilai-nilai baru, ketahanan budaya juga perlu semakin diperkuat
sehingga memiliki kemampuan untuk menumbuhsuburkan internalisasi berbagai nilai lokal dan
global yang positif dan produktif. Oleh sebab itu, upaya pengembangan kebudayaan diarahkan pada
tujuan universal peradaban.

Bahasa merupakan salah satu ciri yang paling khas manusiawi yang membedakannya dari makhluk-
makhluk yang lain. Dari dulu di sadari bahwa bahasa adalah kunci utama pengetahuan, memegang
kunci utama berarti memegang kunci jendela dunia. Sebab sejuta pengetahuan, seribu peradaban
semuanya tercipta dan terbahasakan, bahkan sejarah tidak akan terwujud jika tidak ada bahasa
didunia . begitu juga dengan sosiolingistik yang merupakan studi atau pembahasan dari bahasa
sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat, maka kami merasa sangat
penting membahas bahasa dalam konteks sosial. Karena kita ketahui bahwa, ada dua aspek yang
mendasar dalam pengertian masyarakat. Yang pertama ialah bahwa anggota-anggota suatu
masyarakat hidup dan berusaha bersama secara berkelompok-kelompok. Aspek yang kedua ialah
bahwa anggota-anggota dan kelompok-kelompok masyarakat dapat hidup bersama karena ada
suatu perangkat hukum dan adat kebiasaan yang mengatur kegiatan dan tindak laku mereka,
termasuk tindak laku berbahasa.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian komunikasi dalam konteks social ?


2. Apa pengertian komunikasi budaya ?

3. Apa fungsi komunikasi social dan komunikasi budaya ?

4. Bagaimana cara menjaga keanekaragaman budaya ?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui pengertian komunikasi dalam koneks social.

2. Mengetahui pengertian komunikasi budaya.

3. Mengetahui fungsi komunikasi social dan komunikasi budaya.

4. Mengetahui cara menjaga keanekaragaman budaya.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian komunikasi dalam konteks social

Dalam kehidupannya, manusia senantiasa terlibat dalam aktivitas komunikasi. Manusia mungkin
akan mati, atau setidaknya sengsara manakala dikucilkan sama sekali sehingga ia tidak bisa
melakukan komunikasi dengan dunia sekelilingnya. Oleh sebab itu komunikasi merupakan tindakan
manusia yang lahir dengan penuh kesadaran, bahkan secara aktif manusia sengaja melahirkannya
karena ada maksud atau tujuan tertentu.

Memang apabila manusia dibandingkan dengan mahluk hidup lainnya seperti hewan, ia tidak akan
hidup sendiri. Seekor anak ayam, walaupun tanpa induk, mampu mencari makan sendiri. Manusia
tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Manusia tidak dikaruniai Tuhan dengan alat-alat fisik yang
cukup untuk hidup sendiri.

Dapat dikatakan bahwa didalam kehidupan komunikasi adalah persyaratan yang utama dalam
kehidupan manusia. Tidak ada manusia yang melepaskan hidupnya untuk berkomuikasi antar
sesama. Dengan seperti itu, komunikasi sosial sangat penting dalam kehidupan manusia pada
umumnya untuk membantunya berinteraksi dengan sesama, karena manusia tercipta sebagai
mahluk sosial.

Karena sifat manusia yang selalu berubah-ubah hingga kini belum dapat diselidiki dan dianalisis
secara tuntas hubungan antara unsur-unsur didalam masyarakat secara lebih mendalam dan
terorganisir

Bahasa Dalam Konteks Sosial (Peristiwa Tutur Dan Tindak Tutur )

Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan selalu berinteraksi dengan
sesamanya. Untuk keperluan tersebut, manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi
sekaligus sebagai identitas kelompok. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan terbentuknya bagaian
bahasa di dunia yang memiliki ciri-ciri yang unik yang menyebabkan berbeda dengan bahasa lainnya.

Hubungan antara bahasa dengan konteks sosial tersebut dipelajari dalam bidang Sosiolinguistik,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Trudgill bahwa “Sosiolinguistik adalah bagian linguistik yang
berhubung kaitan dengan bahasa, fenomena bahasa dan budaya. Bidang ini juga mengkaji fenomena
masyarakat dan berhubung kaitan dengan bidang sain sosial seperti Antropologi seperti sistem
kerabat. Antropologi bisa juga melibatkan geografi dan sosiologi serta psikologi sosial”.

Manakala, Fishman menyatakan bahwa Sosiolinguistik memiliki komponen utama yaitu ciri-ciri
bahasa dan fungsi bahasa. Fungsi bahasa dimaksud adalah fungsi sosial (regulatory) yaitu untuk
membentuk arahan dan fungsi interpersonal yaitu menjaga hubungan baik serta fungsi imajinatif
yaitu untuk menirukan alam fantasi serta fungsi emosi seperti untuk mengungkapkan suasana hati
seperti marah, sedih, gembira dan apresiasi.

Konteks sosial bahasa mempunyai kelas sosial (sosial class) yang mengacu kepada golongan
masyarakat yang mempunyai kesamaan tertentu dalam bidang kemasyarakatan seperti ekonomi,
pekerjaan, pendidikan, kedudukan, kasta, dan sebagainya. Misalnya si A adalah seorang bapak di
keluarganya, yang juga berstatus sosial sebagai guru. Jika dia guru di sekolah negeri , dia juga masuk
ke dalam kelas pegawai negeri. Jika dia seorang sarjana, dia bisa masuk kelas sosial golongan
“terdidik”.

Kita melihat di Indonesia kelas sekelompok pejabat yang mempunyai kedudukan tinggi. Tetapi ragam
bahasanya justru nonbaku. Ragam bahasa mereka dapat dikenali dari segi lafal mereka, yaitu akhiran
– kan yang dilafalkan – ken. Jadi perbedaan atau penggolongan kelompok masyarakat manusia
tercermin dalam ragam bahasa golongan masyarakat itu.

Tahun 1966, William Labov menerbitkan hasil penelitiannya yang luas tentang tutur kota New York,
berjudul The Social Stratification of English in New York City (lapisan sosial Bahasa Inggris di Kota
New York). Ia mengadakan wawancara yang direkam, tidak dengan sejumlah kecil informan, hanya
terdiri dari 340 orang. Dengan ini Lobov memasukkan metode sosiologi ke dalam penelitiannya.
Sosiologi menggunakan metode pngukuran kuantitatif dengan jumlah besar, dan dengan metode
sampling.

Ada kaidah yang baku dalam bahasa Inggris. Jika subjek adalah kata ganti orang ke tiga tunggal (she,
he, it), predikat kata kerjanya harus menggunakan sifiks-s. Kemudian diadakan penelitian apakah ada
hubungan antara kelompok sosial dengan gejala bahasa ini. Penelitian diadakan di dua tempat, yaitu
di Detroit (AS) dan di Norwich (Inggris). Informannya meliputi berbagai tingkat kelas sosial, yaitu:

V Kelas Menengah Tinggi (KMT)

V Kelas Menengah Atas (KMA)

Tidak diikuti Tanya jawab. Dalam komunikasi dua arah, secara berganti-ganti si pengirim bisa
menjadi penerima, dan penerima menjadi pangirim. Komunikasi dua arah ini terjadi dalam rapat,
perundingan, diskusi dan sebagainya. Sebagai alat komunikasi, bahasa itu terdiri dari dua aspek
yaitu:

a) Aspek linguistic.

b) Aspek nonlinguistik atau paralinguistik.

Kedua aspek itu bekerjasama dalam membangun komunikasi bahasa. Aspek linguistik mencakup
tataran fonologis, morfologis, dan sintaksis. Ketiga tataran ini mendukung terbentuknya yang akan
disampaikan, yaitu semantik (yang di dalamnya terdapat makna, gagasan, idea atau konsep). Aspek
paralinguistik mencakup: Kualitas ujaran, yaitu pola ujaran seseorang seperti falsetto (suara tinggi),
staccato (suara terputus-putus), dan sebagainya.

Aspek linguistic dan paralinguistik berfungsi sebagai alat komunikasi, bersama-sama dengan konteks
situasi membentuk atau membangun situasi tertentu dalam proses komunikasi.

Bahasa dalam konteks sosial mempunyai unsur supra segimental, yaitu tekanan (stress), nada
(pitch), dan intonasi, Jarak dan gerak-gerik tubuh, seperti gerakan tangan, anggukan kepala, rabaan
dan sebagainya. Rabaan, yakni yang berkenaan dengan indera perasa (pada kulit).

B. Fungsi komunikasi social

Orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia bisa dipastikan akan tersesat, karena ia
tidak sempat menata dirinya dalam suatu lingkungan sosial. Komunikasi yang memungkin individu
membangun suatu kerangka rujukan dan menggunakannya sebagai pantuan untuk menafsirkan,
situasi apapun yang ia hadapi. Komunikasi pula yang memungkinkannya mempelajari dan
menerapkan strategi-strategi adaptif untuk mengatasi situasi-situasi problematik yang ia masuki.
Tanpa melibatkan diri dalam komunikasi, seseorang tidak akan tahu bagaimana makan, minum,
berbicar sebagai manusia dan memperlakukan manusi lain secara beradap, karena cara-cara
berprilaku tersebut harus dipelajari lewat pengasuhan kluarga dan pergaulan dengan orang lain yang
intinya adalah komunikasi. Implasif adalah fungsi komunikasi sosial ini adalah fungsi komunikasi
kultural. Para ilmuan sosial mengakui bahwa budaya dan komunikasi itu mempunyai hubungan
timbal balik, seperti dua sisi dari satu mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi,
dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau
mewariskan budaya.

Fungsi komunikasi sosial bisa terbentuk dengan adanya pembentukan dari dalam: pembentukan
konsep diri, pernyataan eksistenssi diri dan untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan &
memperoleh kebahagiaan
C. Komunikasi budaya

Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki
kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua
perbedaan ini. Menurut Stewart L. Tubbs,komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-
orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio
ekonomi).Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta
berlangsung dari generasi ke generasi. Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya
sebagai human flow across national boundaries. Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi
internasional dimana bangsa-bangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama
lain. Sedangkan Fred E. Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka di
antara orang-orang yang berbeda budayanya.

Intercultural communication generally refers to face-to-face interaction among people of diverse


culture.

Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses
negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi
mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu
dilakukan:

Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu
tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya
mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna-makna itu
dinegosiasikan atau diperjuangkan;

Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan antarsubjek yang terlibat dalam
komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang
sama;

Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai
pengaruh terhadap perilaku kita;

Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan
mengidentifikasinya dengan berbagai cara.

D. Fungsi-Fungsi Komunikasi Antarbudaya


a. Fungsi Pribadi

Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang
bersumber dari seorang individu.

Pendeta Budha Jepang menyatakan identitas melalui baju yang dikenakan

Menyatakan Identitas Sosial

Dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku komunikasi individu yang
digunakan untuk menyatakan identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan berbahasa
baik secara verbal dan nonverbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri
maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal-usul suku bangsa, agama, maupun tingkat pendidikan
seseorang.

Menyatakan Integrasi Sosial

Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi, antarkelompok
namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur. Perlu dipahami bahwa
salah satu tujuan komunikasi adalah memberikan makna yang sama atas pesan yang dibagi antara
komunikator dan komunikan. Dalam kasus komunikasi antarbudaya yang melibatkan perbedaan
budaya antar komunikator dengan komunikan, maka integrasi sosial merupakan tujuan utama
komunikasi. Dan prinsip utama dalam proses pertukaran pesan komunikasi antarbudaya adalah:
saya memperlakukan anda sebagaimana kebudayaan anda memperlakukan anda dan bukan
sebagaimana yang saya kehendaki. Dengan demikian komunikator dan komunikan dapat
meningkatkan integrasi sosial atas relasi mereka.

Menambah Pengetahuan

Seringkali komunikasi antarpribadi maupun antarbudaya menambah pengetahuan bersama, saling


mempelajari kebudayaan masing-masing.

Melepaskan Diri atau Jalan Keluar

Kadang-kadang kita berkomunikasi dengan orang lain untuk melepaskan diri atau mencri jalan keluar
atas masalah yang sedang kita hadapi. Pilihan komunikasi seperti itu kita namakan komunikasi yang
berfungsi menciptakan hubungan yang komplementer dan hubungan yang simetris.

Hubungan komplementer selalu dilakukan oleh dua pihak mempunyai perlaku yang berbeda.

Perilaku seseorang berfungsi sebagai stimulus perilaku komplementer dari yang lain. Dalam
hubungan komplementer, perbedaan di antara dua pihak dimaksimumkan. Sebaliknya hubungan
yang simetris dilakukan oleh dua orang yang saling bercermin pada perilaku lainnya. Perilaku satu
orang tercermin pada perilaku yang lainnya.

b. Fungsi Sosial
Pengawasan

Funsi sosial yang pertama adalah pengawasan. Praktek komunikasi antarbudaya di antara
komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap
proses komunikasi antarbudaya fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan “perkembangan”
tentang lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa yang menyebarlusakan
secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi disekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam
sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.

Menjembatani

Dalam proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang
yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan di antara mereka. Fungsi
menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya saling
menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama. Fungsi
ini dijalankan pula oleh pelbagai konteks komunikasi termasuk komunikasi massa.

Sosialisasi Nilai

Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan
suatu masyarakat kepada masyarakat lain.

Menghibur

Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antarbudaya. Misalnya menonton
tarian hula-hula dan “Hawaian” di taman kota yang terletak di depan Honolulu Zaw, Honolulu,
Hawai. Hiburan tersebut termasuk dalam kategori hiburan antarbudaya.

E. Komunikasi Keyakinan

Keyakinan agama dan Keyakinan Spiritual adalah bagian integral dari keyakinan budaya seseorang
dan dapat memperngaruhi keyakinan klien mengenai penyebab penyakit, praktek penyembuhan,
dan pilihan tabib atau pemberi perawatan kesehatan.

Keyakian spiritual dan agama dapat menjadi sumber kekuatan dan kenyamanan bagi klien.
Perawat yang memiliki keyakinan yang sama dengan kliennya cenderung lebih mudah memahami
dan mengambil tindakan untuk menangani kliennya.

Perawat professional harus bisa memahami,mengantisipasi dan mengambil tindakan yangtepat


terhadap klien yang berbeda keyakinanterhadap perawat tersebut.Contoh : Klien yang menolak
memakan dagingdikarenakan oleh keyakinan yang dimiliki olehagamanya.Perawat harus mengambil
tindakan yang tepatbagaimana cara membujuk pasien tersebut untukmemakan daging
tersebut.Misalnya diberikan penjelasan yang kuatmengenai alasan kenapa pasien tersebut
harusmakan daging.

F. Peran pemerintah dan mahasiswa dalam menjaga keanekaragaman budaya

· Peran pemerintah menjaga keanekaragaman budaya

Sesungguhnya peran pemerintah dalam konteks menjaga keanekaragaman kebudayaan adalah


sangat penting. Dalam konteks ini pemerintah berfungsi sebagai pengayom dan pelindung bagi
warganya, sekaligus sebagai penjaga tata hubungan interaksi antar kelompok-kelompok kebudayaan
yang ada di Indonesia. Namun sayangnya pemerintah yang kita anggap sebagai pengayom dan
pelindung, dilain sisi ternyata tidak mampu untuk memberikan ruang yang cukup bagi semua
kelompok-kelompok yang hidup di Indonesia. Misalnya bagaimana pemerintah dulunya tidak
memberikan ruang bagi kelompok-kelompok sukubangsa asli minoritas untuk berkembang sesuai
dengan kebudayaannya. Kebudayaan-kebudayaan yang berkembang sesuai dengan sukubangsa
ternyata tidak dianggap serius oleh pemerintah. Kebudayaan-kebudayaan kelompok sukubangsa
minoritas tersebut telah tergantikan oleh kebudayaan daerah dominant setempat, sehingga
membuat kebudayaan kelompok sukubangsa asli minoritas menjadi tersingkir. Contoh lain yang
cukup menonjol adalah bagaimana misalnya karya-karya seni hasil kebudayaan dulunya dipandang
dalam prespektif kepentingan pemerintah. Pemerintah menentukan baik buruknya suatu produk
kebudayaan berdasarkan kepentingannya. Implikasi yang kuat dari politik kebudayaan yang
dilakukan pada masa lalu (masa Orde Baru) adalah penyeragaman kebudayaan untuk menjadi
“Indonesia”. Dalam artian bukan menghargai perbedaan yang tumbuh dan berkembang secara
natural, namun dimatikan sedemikian rupa untuk menjadi sama dengan identitas kebudayaan yang
disebut sebagai ”kebudayaan nasional Indonesia”. Dalam konteks ini proses penyeragaman
kebudayaan kemudian menyebabkan kebudayaan yang berkembang di masyarakat, termasuk
didalamnya kebudayaan kelompok sukubangsa asli dan kelompok marginal, menjadi terbelakang
dan tersudut. Seperti misalnya dengan penyeragaman bentuk birokrasi yang ada ditingkat desa
untuk semua daerah di Indonesia sesuai dengan bentuk desa yang ada di Jawa sehingga
menyebabkan hilangnya otoritas adat yang ada dalam kebudayaan daerah.

Tidak dipungkiri proses peminggiran kebudayaan kelompok yang terjadi diatas tidak lepas dengan
konsep yang disebut sebagai kebudayaan nasional, dimana ini juga berkaitan dengan arah politik
kebudayaan nasional ketika itu. Keberadaan kebudayaan nasional sesungguhnya adalah suatu
konsep yang sifatnya umum dan biasa ada dalam konteks sejarah negara modern dimana ia
digunakan oleh negara untuk memperkuat rasa kebersamaan masyarakatnya yang beragam dan
berasal dari latar belakang kebudayaan yang berbeda. Akan tetapi dalam perjalanannya, pemerintah
kemudian memperkuat batas-batas kebudayaan nasionalnya dengan menggunakan kekuatan-
kekuatan politik, ekonomi, dan militer yang dimilikinya. Keadaan ini terjadi berkaitan dengan
gagasan yang melihat bahwa usaha-usaha untuk membentuk suatu kebudayaan nasional adalah juga
suatu upaya untuk mencari letigimasi ideologi demi memantapkan peran pemerintah dihadapan
warganya. Tidak mengherankan kemudian, jika yang nampak dipermukaan adalah gejala bagaimana
pemerintah menggunakan segala daya upaya kekuatan politik dan pendekatan kekuasaannya untuk
”mematikan” kebudayaan-kebudayaan local yang ada didaerah atau kelompok-kelompok pinggiran,
dimana kebudayaan-kebudayaan tersebut dianggap tidak sesuai dengan kebudayaan nasional.

Setelah reformasi 1998, muncul kesadaran baru tentang bagaimana menyikapi perbedaan dan
keanekaragaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Yaitu kesadaran untuk membangun
masyarakat Indonesia yang sifatnya multibudaya, dimana acuan utama bagi terwujudnya
masyarakat Indonesia yang multibudaya adalah multibudayaisme, yaitu sebuah ideologi yang
mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara
kebudayaan (Suparlan,1999). Dalam model multikultural ini, sebuah masyarakat (termasuk juga
masyarakat bangsa seperti Indonesia) dilihat sebagai mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku
umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup
semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk terwujudnya
masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan yang seperti sebuah mosaik tersebut.
Model multibudayaisme ini sebenarnya telah digunakan sebagai acuan oleh para pendiri bangsa
Indonesia dalam mendesain apa yang dinamakan sebagai kebudayaan bangsa, sebagaimana yang
terungkap dalam penjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi: “kebudayaan bangsa (Indonesia)
adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah”.

Sebagai suatu ideologi, multikultural harus didukung dengan sistem infrastuktur demokrasi yang
kuat serta didukung oleh kemampuan aparatus pemerintah yang mumpuni karena kunci
multibudayaisme adalah kesamaan di depan hukum. Negara dalam hal ini berfungsi sebagai
fasilitator sekaligus penjaga pola interaksi antar kebudayaan kelompok untuk tetap seimbang antara
kepentingan pusat dan daerah, kuncinya adalah pengelolaan pemerintah pada keseimbangan antara
dua titik ekstrim lokalitas dan sentralitas. Seperti misalnya kasus Papua dimana oleh pemerintah
dibiarkan menjadi berkembang dengan kebudayaan Papuanya, namun secara ekonomi dilakukan
pembagian kue ekonomi yang adil. Dalam konteks waktu, produk atau hasil kebudayaan dapat
dilihat dalam 2 prespekif yaitu kebudayaan yang berlaku pada saat ini dan tinggalan atau produk
kebudayaan pada masa lampau.

· Peran mahasiswa dalam kebudayaan

Kita sebagai seorang mahasiswa yang aktif dan kreatif tentunya tidak ingin kebudayaan kita menjadi
pudar bahkan lenyap karena pengaruh dari budaya-budaya luar.Mahasiswa memiliki kedudukan dan
peranan penting dalam pelestarian seni dan budaya daerah. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa
mahasiswa merupakan anak bangsa yang menjadi penerus kelangsungan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara Indonesia. Sebagai intelektual muda yang kelak menjadi pemimpin-
pemimpin bangsa, pada mereka harus bersemayam suatu kesadaran kultural sehingga keberlanjutan
negara bangsa Indonesia dapat dipertahankan. Pembentukan kesadaran kultural mahasiswa antara
lain dapat dilakukan dengan pengoptimalan peran mereka dalam pelestarian seni dan budaya
daerah.

Optimalisasi peran mahasiswa dalam pelestarian seni dan budaya daerah dapat dilakukan melalui
dua jalur, yaitu intrakurikuler dan ekstrakulikuler. Jalur Intrakurikuler dilakukan dengan menjadikan
seni dan budaya daerah sebagai substansi mata kuliah; sedangkan jalur ekstrakurikuler dapat
dilakukan melalui pemanfaatan unit kegiatan mahasiswa (UKM) kesenian dan keikutsertaan
mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan seni dan budaya yang diselenggarakan oleh berbagai pihak
untuk pelestarian seni dan budaya daerah.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam kehidupannya, manusia senantiasa terlibat dalam aktivitas komunikasi. Manusia mungkin
akan mati, atau setidaknya sengsara manakala dikucilkan sama sekali sehingga ia tidak bisa
melakukan komunikasi dengan dunia sekelilingnya. Oleh sebab itu komunikasi merupakan tindakan
manusia yang lahir dengan penuh kesadaran, bahkan secara aktif manusia sengaja melahirkannya
karena ada maksud atau tujuan tertentu.
Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan selalu berinteraksi dengan
sesamanya. Untuk keperluan tersebut, manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi
sekaligus sebagai identitas kelompok. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan terbentuknya bagaian
bahasa di dunia yang memiliki ciri-ciri yang unik yang menyebabkan berbeda dengan bahasa lainnya.

B. SARAN

Komunikasi sangatlah penting dalam setiap konteks kehidupan manusia. Sebagai perawat,kita sudah
semestinya mempelajari dan memahami berbagai macam komunikasi dalam konteks-konteks yang
berbeda sehingga memudahkan kita dalam melakukan tindakan keperawatan yang benar dan tepat
terhadap pasien. Dengan telah mengetahui peran komunikasi secara tidak langsung melalui
pembelajaran ini yaitu konsep komunikasi dalam konteks sosial,dan budaya, serta keyakinan.

Anda mungkin juga menyukai