Anda di halaman 1dari 16

Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal

Volume 11 Nomor 2, April 2021


e-ISSN 2549-8134; p-ISSN 2089-0834
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/PSKM

PERBEDAAN TINGKAT MORTALITAS PADA PASIEN CEDERA KEPALA


DENGAN HIPOTENSI DAN TANPA HIPOTENSI
Anisa Zulfiya Rahmah*, Fidha Rahmayani
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung, Jl. Prof. DR. Ir. Sumatri Brojonegoro No.1, Gedong Meneng, Kec.
Rajabasa, Kota Bandarlampung, Lampung, Indonesia 35145
*anisazulfiya23@gmail.com

ABSTRAK
Cedera kepala atau cedera otak merupakan masalah kesehatan dan masalah sosial ekonomi serius di
seluruh dunia serta terbanyak diantara penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada semua umur.
Salah satu faktor risiko paling penting yang mendasari terjadinya mortalitas pada cedera kepala
adalah tekanan darah rendah atau hipotensi. Hipotensi merupakan prediktor yang terdokumentasi
dengan baik dalam meningkatkan angka kematian pada cedera otak traumatik. Tujuan penelitian ini
adalah mengetahui perbedaan tingkat mortalitas pada pasien cedera kepala dengan hipotensi dan
tanpa hipotensi. Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan desain penelitian kohort
retrospektif. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober-Desember 2020 dengan menggunakan rekam
medis. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien cedera kepala di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung pada periode 01 Januari 2018-30 September 2020 dengan jumlah 145 sampel
yang dipilih menggunakan teknik accidental sampling. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah
semua pasien cedera kepala yang berusia ≥ 18 tahun yang telah terdata dalam rekam medis periode
01 Januari 2018- 30 September 2020, pasien cedera kepala yang telah meninggal dunia yang telah
terdata dalam rekam medis, serta pasien cedera kepala sedang hingga berat, subdural hematoma, dan
epidural hematoma. Data dianalisis menggunakan uji chi-square. Penelitian ini mendapatkan
distribusi pasien cedera kepala dengan hipotensi sebesar 5,5% (8 orang) dan pasien cedera kepala
tanpa hipotensi sebesar 94,5% (137 orang). Angka kejadian mortalitas pada cedera kepala
didapatkan sebesar 35,9% (52 orang). Uji chi-square antara hipotensi dan mortalitas cedera kepala
mendapatkan p value sebesar 0,510 dan RR sebesar 0,580 dengan 95% CI 0,113-2,983. Tidak
terdapat perbedaan tingkat mortalitas pada pasien cedera kepala dengan hipotensi dan tanpa
hipotensi.

Kata kunci: cedera kepala; hipotensi; mortalitas

THE DIFFERENCE OF MORTALITY RATE IN HEAD INJURY WITH


HYPOTENSION AND WITHOUT HYPOTENSION

ABSTRACT
Head injury or brain injury is a serious health and socio-economic problem worldwide and the most
common cause of mortality and morbidity at all ages. One of the most important risk factors
underlying mortality from head injury is low blood pressure or hypotension. Hypotension is a well-
documented predictor of increased mortality in traumatic brain injury. The purpose of this study is
to determine the difference of mortality rates in head injury patients with hypotension and without
hypotension. Type of this research is observational analytic with cohort retrospective study design.
The study was conducted in October-December 2020 using medical records. The population of this
study is head injury patients in RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Lampung Province in the period of 01
January-30 September 2020 with a total of 145 samples selected using accidental sampling
technique. The inclusion criteria in this study were all head injury patients aged ≥ 18 years who
have been recorded in the medical records for the period 01 January 2018-30 September 2020, head
injury patients who have died and recorded in medical records, moderate to severe head injury
patients, subdural hemorrhage, and epidural hemorrhage. Data was analyzed using chi-square test.
This study obtained the distribution of head injury patients with hypotension in the amount of 5,5%

269
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 269 - 284, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

(8 people) and head injury patients without hypotension in the amount of 94,5% (137 people). The
mortality rate of head injury was found in the amount of 35,9% (52 people). Chi-square test between
hypotension and mortality in head injury obtained a p value of 0,510 and RR of 0,580 with 95% CI
0,113-2,983. There is no difference of mortality rates in head injury patients with hypotension and
without hypotension.

Keywords: head injury; hypotension; mortality

PENDAHULUAN
The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengemukakan bahwa cedera
kepala disebabkan oleh benturan, pukulan atau sentakan ke kepala atau cedera yang
menembus dan mengganggu fungsi normal otak (Betrus, Kreipke, 2013). Cedera kepala saat
ini masih menjadi masalah kesehatan dan masalah sosial-ekonomi serius di seluruh dunia.
Dari semua jenis cedera, cedera otaklah yang paling mungkin menyebabkan kematian dan
cacat permanen. Faktor risiko utama cedera kepala adalah umur, ras dan orang dengan
tingkat sosial ekonomi yang rendah (Corrigan, Selassie, Orman, 2010). Pada tahun 2013, di
Amerika Serikat terdapat sekitar 2,8 juta kunjungan IGD (Instalasi Gawat Darurat) terkait
cedera kepala, 282.000 orang dirawat inap di rumah sakit, 2,5 juta masuk unit gawat darurat
dan 50.000 orang meninggal. Beberapa tahun terakhir angka kunjungan IGD terkait cedera
kepala meningkat sebesar 47%, namun rawat inap menurun 25% dan kematian menurun 5%.
Banyak studi menunjukkan bahwa laki-laki yang paling mungkin terkena cedera kepala
daripada perempuan. Angka kejadian tertinggi cedera kepala terjadi di usia 15-24 tahun
(CDC, 2017).

Penyebab cedera kepala didominasi oleh kecelakaan kendaraan bermotor (50%), termasuk
sepeda motor, mobil, truk, sepeda dan pejalan kaki yang tertabrak kendaraan. Penyebab
utama cedera kepala bervariasi berdasarkan usia. Jatuh merupakan penyebab utama untuk
usia diatas 65 tahun, sedangkan kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama
untuk usia dibawah 65 tahun. Pada tahun 2012 diperkirakan angka kejadian cedera kepala
yang berhubungan dengan olahraga dan rekreasi pada anak - anak (usia 19 atau lebih muda)
sekitar 329.290 tiap tahun, diantaranya karena olahraga ski dan ice-skating dengan angka
20.000 (CDC, 2017). Beberapa artikel penelitian tentang epidemiologi cedera kepala telah
banyak dilakukan di Eropa dan Amerika Utara. Di wilayah Asia sebagian besar negara tidak
memiliki data epidemiologi cedera kepala, namun dalam beberapa tahun terakhir jumlah
studi tentang cedera kepala mulai meningkat (Li, Zhao, Yu, Zhang, 2016).

Prevalensi terjadinya cedera di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.
Pada tahun 2007 terdapat sekitar 7,5%, pada tahun 2013 sebesar 8,2%, dan prevalensi cedera
kepala di Indonesia pada tahun 2018 yaitu sebesar 11,9% (Balitbankes, 2018). Di Indonesia,
cedera kepala merupakan kasus yang sangat umum dijumpai di setiap rumah sakit. Beberapa
penelitian epidemiologi cedera kepala telah dilakukan di berbagai rumah sakit. Pada tahun
2005 terdapat 434 kasus di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM), 347 kasus di RS Swasta
Siloam Gleaneagles dan 125 kasus di RS Atma Jaya pada 2007 (Irawan, Setiawan, Dewi,
Dewanto, 2010). Prevalensi cedera kepala di Lampung pada tahun 2018 yaitu kurang lebih
sebesar 12% (Balitbankes, 2018). Hasil dari survey yang penulis lakukan, prevalensi
terjadinya cedera di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provini Lampung, pada tahun 2014,
tercatat terdapat 91 pasien, pada tahun 2015 terdapat 339 pasien, pada tahun 2016 terdapat
215 pasien, pada tahun 2017 terdapat 150 pasien, tahun 2018 sebanyak 545 pasien, dan pada
tahun 2019 sebanyak 579 pasien. Angka ini menunjukkan bahwa kejadian cedera kepala di
Lampung sangat tinggi.

270
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 269 - 284, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Tidak sedikit pasien cedera kepala atau cedera otak traumatik yang outcome-nya sangat
bergantung pada beberapa faktor terkait demografi dan trauma seperti usia, skor motorik,
reflek pupil, serta dari hasil Computed Tomography (CT), serta faktor sekunder seperti
hipotensi dan hipoksia (Franschman, et al, 2011). Beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa tekanan darah rendah meningkatkan resiko kematian. Bahkan terdapat beberapa
penelitian mengenai hipotensi yang menetapkan bahwa satu episode hipotensi selama fase
pra-rumah sakit atau fase awal rumah sakit pada manajemen dari cedera otak traumatik
berhubungan dengan meningkatnya mortalitas secara dramatis (Spaite, Chengcheng, Bentley,
2016).

Hipotensi sistemik merupakan prediktor yang terdokumentasi dengan baik dalam


meningkatkan angka kematian pada cedera otak traumatic (Berry, et al, 2012). Hipotensi
yang terjadi pada fase awal resusitasi berkaitan dengan peningkatan mortalitas setelah
cedera otak, bahkan ketika episode hipotensi tersebut relatif singkat. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Manley et al. yang memasukkan seratus tujuh pasien yang memenuhi kriteria
berupa median skor GCS 7, terdapat 43% kematian keseluruhan. 26 pasien (24%) memiliki
hipotensi ketika berada di IGD dengan rata-rata 1,5 episode per pasien (durasi rata-rata 9,1
menit). Dari 26 pasien dengan hipotensi, 17 pasien (65%) meninggal. Ketika jumlah episode
hipotensi meningkat dari 1 ke 2 atau lebih, the odds ratio kematian meningkat dari 2,1
menjadi 8,1 (Manley, et al, 2001).

Cedera otak traumatik yang disertai dengan hipotensi umumnya disebabkan oleh hilangnya
darah substansial dikarenakan oleh cedera ekstrakranial. Perdarahan yang signifikan
menurunkan stroke volume dan cardiac output yang menyebabkan tubuh mengompensasi
dengan cara vasokonstriksi sistemik. Akibatnya, oksigenasi dan perfusi cerebral menurun
dan memperburuk cedera otak sekunder dan kemudian meningkatkan angka kematian. Tidak
mengherankan apabila The Brain Trauma Foundation Guidelines merekomendasikan untuk
menghindari terjadinya hipotensi pada pasien cedera otak traumatik. Tidak bisa dimungkiri
bahwa hipotensi merupakan late sign dari syok hipovolemik. Definisi klasik dari hipotensi
yaitu tekanan darah sistolik yang kurang dari 90 mm/Hg (Berry, et al, 2012). Pada penelitian
yang dilakukan oleh Spaite et al. yang memasukkan 7.521 subjek cedera otak traumatik
dalam analisis dengan usia rata-rata 40 tahun dan 70,6% adalah laki-laki didapatkan hasil
yaitu terdapat 9,6% kematian keseluruhan pada subjek dan dari jumlah kematian tersebut,
7,2% disertai hipotensi. Sedangkan subjek yang tidak disertai hipotensi terdapat 7,8%
kematian (Spaite, et al, 2017). Hipotensi merupakan salah satu faktor sekunder pada cedera
kepala yang dapat menyebabkan kematian. Untuk itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan
menganalisis perbedaan tingkat mortalitas pasien cedera kepala dengan hipotensi dan tanpa
hipotensi.

METODE
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian analitik observasional karena peneliti
hanya mengobservasi tanpa melakukan perlakuan terhadap variabel yang diteliti dengan
menggunakan desain penelitian kohort retrospektif. Penelitian ini telah melalui kaji etik dan
mendapatkan surat kelayakan etik untuk melakukan penelitian dari Komisi Etik Penelitian
Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor surat
2200/UN.26.18/PP.05.02.00/2020. Peneliti mengidentifikasi faktor risiko yang
memengaruhi terjadinya suatu efek dan telah terjadi di masa lampau pada penelitian ini.
Kelompok faktor resiko, yaitu pasien cedera kepala yang disertai dengan hipotensi, akan
dibandingkan dengan kelompok tanpa faktor resiko, yaitu pasien cedera kepala tanpa
hipotensi, selanjutnya dinilai efek yang terjadi pada kedua kelompok. Dilaksanakan pada

271
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 269 - 284, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Oktober–Desember 2020. Penelitian dilakukan di Ruang Rekam Medik RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung dengan poplasi target pada penelitian ini adalah seluruh pasien
cedera kepala di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung dan populasi
terjangkaunya adalah semua pasien cedera kepala di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung periode 01 Januari 2018 – 30 September 2020. Besaran sampe yang digunakan
yaitu sebanyak 145 orang dengan menggunakan teknik accidental sampling sebagai cara
pengambilan sampel.

Definisi operasional variabel penelitian ini yaitu: 1) Cedera kepala yang merupakan masalah
non-degeneratif dan non-kongenital yang merugikan terhadap otak akibat kekuatan mekanis
ekternal dan kemungkinan menyebabkan kerusakan fungsi kognitif, fisik, dan psikososial
permanen, serta dapat menurunkan tingkat kesadaran (Amyot, et al, 2015). 2) Hipotensi
merupakan sebuah keadaan ketika tekanan di dalam arteri lebih rendah jika dibandingkan
dengan tekanan darah normal karena cedera kepala (Fajerin, 2014). Pengukuran tekanan
darah dilakukan saat masuk IGD atau admisi IGD. 3) Mortalitas adalah menghilangnya
semua tanda-tanda kehidupan secara permanen akibat cedera kepala (Septianto, 2019).

Penelitian ini menggunakan uji parametrik, yaitu chi-square dengan tabel 2x2 karena
penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel kategorik tidak
berpasangan satu kali pengukuran dengan α = 0,05 dan CI = 95%. Adapun syarat untuk
menggunakan uji chi-square adalah bila tidak terdapat sel yang mempunyai nilai expected
<5. Jika syarat chi-square tidak terpenuhi, yaitu terdapat sel yang mempunyai nilai expected
<5, maka akan digunakan uji alternatif fisher (Dahlan & Sopiyudin, 2014). Dasar
pengambilan hipotesis penelitian berdasarkan pada signifikan (nilai p), yaitu: a) Nilai p >
0,05 maka hipotesis nol penelitian diterima. b)Nilai p ≤ 0,05 maka H0 penelitian ditolak.
Ukuran kekuatan asosiasi yang digunakan adalah relative risk (RR), yaitu perbandingan
insidensi suatu efek antara kelompok dengan risiko dan kelompok tanpa risiko. Ukuran ini
digunakan karena penelitian ini merupakan studi insidens dengan interpretasi : a) RR > 1
menunjukkan bahwa hipotensi pada cedera kepala meningkatkan kejadian mortalitas. b) RR
= 1 menunjukkan tidak terdapat asosiasi antara hipotensi pada cedera kepala dengan
kejadian mortalitas. c) RR < 1 menunjukkan bahwa hipotensi pada cedera kepala akan
mengurangi kejadian mortalitas (Notoadmodjo, 2014).

HASIL
Tabel 1.
Karakteristik Responden (n=145)
Pasien Cedera Kepala Pasien Cedera Kepala
Karakteristik Dengan Hipotensi Tanpa Hipotensi Total
f % f %
Usia
18-45 6 4,1 80 55,2 86(59,3%)
46-65 1 0,7 43 29,6 44(30,3%)
>65 1 0,7 14 9,6 15(10,3%)
Jenis Kelamin
Laki-Laki 4 2,7 109 75,2 113 (77,9%)
Perempuan 4 2,7 28 19,3 32 (22%)

272
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 269 - 284, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Distribusi kelompok usia terbanyak pada pasien cedera kepala dengan hipotensi terjadi pada
rentang usia 18-45 tahun dan mayoritas berjenis kelamin laki-laki.

Tabel 2.
Glasgow Coma Scale (GCS) pada Pasien Cidera Kepala(n=145)
Pasien Cedera
Pasien Cedera Kepala
Kepala Dengan
Nilai GCS Tanpa Hipotensi Total
Hipotensi
f % f %
13-15 (Ringan) 5 3,4 79 54,5 84 (57,9%)
3-12 (Berat) 3 2,1 58 40 61 (42,1%)

kelompok nilai GCS pada pasien cedera kepala dengan hipotensi pada rentang nilai 3-12
memiliki jumlah sebanyak 3.4% (5 orang) sedangkan pasien cedera kepala dengan hipotensi
yang memiliki nilai GCS pada rentang 13-15 sebanyak 2.1% (3 orang). Jumlah pasien
cedera kepala tanpa hipotensi memiliki nilai GCS terbanyak pada rentang nilai 3-12
sebanyak 54.5% (79 orang) sedangkan pasien cedera kepala tanpa hipotensi yang memiliki
nilai GCS pada rentang nilai 13-15 sebanyak 40% (58 orang).

Tabel 3.
Sistolic Blood Pressure (SBP) pada Pasien Cidera Kepala (n=145)
Tekanan Darah Saat Masuk IGD (SBP) Jumlah Persentase (%)
<90 mmHg (Hipotensi) 8 5,5
>90 mmHg (Tidak Hipotensi) 137 94,5

Data penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar pasien yang masuk IGD RSUD Dr.
H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung dengan diagnosis cedera kepala pada periode 01
Januari 2018 – 30 September 2020 memiliki nilai SBP > 90 mmHg atau tidak terjadi
hipotensi saat masuk IGD, yaitu sebanyak 94.5% (137 orang), serta pasien yang memiliki
nilai SBP < 90 mmHg atau mengalami hipotensi saat masuk IGD sebanyak 5.5% (8 orang).

Tabel 4.
Mortalitas pada Cedera Kepala
Mortalitas f %
Iya 52 35,9
Tidak 93 64,1

Data penelitian ini menunjukkan bahwa pasien yang memiliki luaran mortalitas akibat
cedera kepala lebih rendah daripada pasien yang tidak memiliki luaran mortalitas, yaitu
sebanyak 35.9% (52 orang), sedangkan pasien yang tidak memiliki luaran mortalitas
sebanyak 64.1% (93 orang).
Tabel 5.
Hubungan Hipotensi Terhadap Mortalitas Cedera Kepala (n=145)
Mortalitas
Tek. Darah Saat Jumlah P-
Iya Tidak RR 95% CI
Masuk IGD (SBP) Value
f % f % F %
Hipotensi 2 25 6 75 8 100 0,113-
,510 ,580
Tanpa Hipotensi 50 36.5 87 63,5 137 100 2,983

273
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 269 - 284, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Hasil uji statistik dengan uji chi-square pada tabel di atas mendapatkan nilai p sebesar 0.510
sehingga p > 0.05, maka dapat ditarik kesimpulan secara statistik bahwa tidak terdapat
perbedaan tingkat mortalitas pada pasien cedera kepala dengan hipotensi dan tanpa hipotensi
di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung periode 01 Januari 2018 – 30 September
2020. Nilai relative risk (RR) yang diperoleh sebesar 0.580 atau RR < 1 (95% CI = 0,113-
2,983). Hal ini menunjukkan bahwa jika nilai p < 0,05 atau terdapat perbedaan tingkat
mortalitas pada pasien cedera kepala dengan hipotensi dan tanpa hipotensi, maka nilai
tekanan darah yang rendah (hipotensi) akan mengurangi kejadian mortalitas pada pasien
cedera kepala atau hipotensi saat masuk IGD bersifat sebagai faktor protektif.

Tabel 6.
Hubungan Usia Terhadap Mortalitas Cedera Kepala
Mortalitas
Jumlah P-
Usia Iya Tidak RR 95% CI
Value
f % f % f %
18-45 27 31.4 59 68.6 86 100 0,313-
,176 ,622
> 45 25 42.4 34 57.6 59 100 1,239

Hasil uji statistik dengan uji chi-square pada tabel 6 mendapatkan nilai p sebesar 0.176
sehingga p > 0.05, maka dapat ditarik kesimpulan secara statistik bahwa tidak terdapat
hubungan antara usia dengan kejadian mortalitas pada pasien cedera kepala di RSUD Dr. H.
Abdul Moeloek Provinsi Lampung periode 01 Januari 2018 – 30 September 2020. Nilai
relative risk (RR) yang diperoleh sebesar 0.622 atau RR < 1 (95% CI = 0,313-1,239). Hal ini
menunjukkan bahwa jika nilai p < 0,05 atau terdapat hubungan antara usia dengan kejadian
mortalitas pada pasien cedera kepala, maka rentang usia 18-45 tahun akan mengurangi
kejadian mortalitas pada pasien cedera kepala atau usia 18-45 tahun saat masuk IGD bersifat
sebagai faktor protektif.

Tabel 6.
Hubungan Jenis Kelamin dengan Mortalitas Cedera Kepala
Mortalitas
Jumlah
Jenis Kelamin Iya Tidak P-Value RR 95% CI
f % f % f %
Laki-Laki 41 36.3 72 63.7 113 100 0,477-
,843 1,087
Perempuan 11 34.4 21 65.6 32 100 2,479

Hasil uji statistik dengan uji chi-square pada tabel di atas mendapatkan nilai p sebesar 0.843
sehingga p > 0.05, maka dapat ditarik kesimpulan secara statistik bahwa tidak terdapat
hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian mortalitas pada pasien cedera kepala di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung periode 01 Januari 2018 – 30 September
2020.
Tabel 7.
Hubungan Glasgow Coma Scale (GCS) dengan Mortalitas Cedera Kepala
Mortalitas
Jumlah
CGC Iya Tidak P-Value RR 95% CI
f % f % f %
3-12 50 59,5 34 40,5 84 100 43,38 9,925-
,000
13-15 2 3,3 59 96,7 61 100 2 189,628

274
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 269 - 284, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Hasil uji statistik dengan uji chi-square pada tabel di atas mendapatkan nilai p sebesar 0.000
sehingga p < 0.05, maka dapat ditarik kesimpulan secara statistik bahwa terdapat hubungan
antara skor GCS dengan kejadian mortalitas pada pasien cedera kepala di RSUD Dr. H.
Abdul Moeloek Provinsi Lampung periode 01 Januari 2018 – 30 September 2020. Nilai
relative risk (RR) yang diperoleh sebesar 43,382 atau RR > 1 (95% CI = 9,925-189,628).
Hal ini menunjukkan bahwa hasil RR mendukung nilai p < 0,05 atau terdapat hubungan
antara skor GCS dengan kejadian mortalitas pada pasien cedera kepala, maka skor GCS 3-
12 atau pasien yang mengalami cedera kepala sedang-berat akan meningkatkan kejadian
mortalitas pada pasien cedera kepala atau skor GCS 3-12 (sedang-berat) saat masuk IGD
akan bersifat sebagai faktor prediktor.

PEMBAHASAN
Karakteristik Subyek Penelitian
Usia
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan bahwa subyek penelitian yang mengalami
cedera kepala terbanyak yaitu pada rentang usia 18-45 tahun sebanyak 59.3% (86 orang).
Hasil ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung pada 2015 yang menunjukkan angka kejadian cedera otak traumatik paling banyak
terjadi pada rentang usia 15-44 tahun dengan rata-rata usia 29 tahun yaitu sebesar 59,3%
(397 pasien) dari total keseluruhan 669 pasien. Lalu insidensi cedera otak traumatik kedua
paling banyak terjadi pada rentang usia 45-64 tahun sebanyak 21,4% (143 pasien) (Arif,
Hermin, Dewi, 2017). Selain itu, hasil serupa juga ditemukan pada penelitian yang
dilakukan di Inggris dengan angka kejadian cedera otak traumatik mencapai 1 juta kasus
dengan jumlah kejadian tertinggi pada kelompok usia 15-24 tahun (Van-Dijk, 2011).

Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa subyek penelitian cedera kepala terbanyak
dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 75.2% (109 orang). Hal tersebut didukung oleh data
RSUD DR Abdul Aziz Kota Singkawang yang menunjukkan bahwa jumlah kasus cedera
kepala pada periode Januari 2016 – Mei 2017 adalah sebanyak 529 kasus dengan jumlah
laki-laki sebesar 60.3% dan perempuan sebesar 39.7% (Mustarhfiroh, Sonny, Diana, 2018).

Hasil serupa juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung tahun 2015 yang menunjukkan cedera otak traumatik paling banyak ditemukan
pada laki-laki dengan 476 kasus atau sebesar 71,2% dibandingkan dengan perempuan
dengan 193 kasus (28,8%)(Arif, Hermin, Dewi, 2017). Selain itu hasil penelitian yang
dilakukan di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta pada 2011 yang menyebutkan bahwa
laki-laki mengalami cedera otak traumatik 2 sampai 3 kali lebih sering daripada perempuan
(Soertidewi, 2012). Tingginya angka kejadian pada laki-laki disebabkan oleh tingginya
mobilisasi laki-laki tersebut (Arif, Hermin, Dewi, 2017).

Glasgow Coma Scale (GCS)


Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa subyek
penelitian cedera kepala baik dengan hipotensi maupun tanpa hipotensi terbanyak pada
rentang nilai 3-12 yang menunjukkan cedera kepala sedang sampai berat sebanyak 57,9%
(84 orang). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan di
RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar pada 2019 yang memasukkan 42 pasien cedera kepala
menunjukkan bahwa hampir setengahnya yaitu 13 orang (31%) pasien mengalami tingkat
kesadaran stupor dengan rentang skor GCS 4-6 (Kholifah, Sri, Arif, 2019). Hal tersebut

275
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 269 - 284, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

juga didukung oleh penelitian yang dilakukan di RSUD DR. Abdul Aziz Kota Singkawang
yang melibatkan 30 subyek, dari seluruh subyek tersebut sebanyak 23.33% (7 orang)
termasuk dalam kategori cedera kepala ringan, 33.3% (10 orang) termasuk dalam kategori
cedera kepala sedang, dan 43.34% (13 orang) termasuk dalam kategori cedera kepala berat
(Mustarhfiroh, Sonny, Diana, 2018).

Penilaian kesadaran dengan menggunakan GCS menunjukkan bahwa terdapat hubungan


antara skor GCS dengan mortalitas pada pasien cedera kepala. Penelitian yang dilakukan
oleh Tude Melo, dkk (2010) tentang mortalitas pada pasien cedera kepala menunjukkan
hasil bahwa terdapat hubungan antara skor GCS <5 dengan mortalitas. Skor GCS pada saat
masuk rumah sakit juga memiliki nilai prognostik besar, skor GCS <5 memiliki prognosis
mortalitas sebesar 85% atau tetap dalam kondisi vegetatif. Pengukuran dengan GCS dapat
menunjukkan tingkat berfungsinya otak sebagai pusat kontrol tubuh dan sebagai tolak ukur
tingkat keparahan pada pasien cedera kepala (Ting, et al, 2010). Cedera kepala juga
berhubungan dengan fungsi serebral yang dapat memengaruhi kesadaran. Apabila
kerusakan dari Ascending Reticular Activating System (ARAS) yang parah dapat
mengakibatkan tingkat kesadaran semakin menurun dan akan memengaruhi tingkat
keparahan cedera kepala (Mustarhfiroh, Sonny, Diana, 2018).

Sistolic Blood Pressure (SBP)


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien cedera kepala yang mengalami hipotensi
saat masuk IGD RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung periode 01 Januari 2018 –
30 September 2020 jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pasien cedera kepala yang tidak
mengalami hipotensi, yaitu sebesar 5.5% (8 orang), sedangkan pasien cedera kepala yang
tidak mengalami hipotensi sebanyak 94.5% (137 orang). Hasil penelitian ini serupa dengan
hasil yang didapatkan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung yang memasukkan 669 pasien
yang mengalami cedera kepala. Dari 669 pasien, hanya 10 pasien yang mengalami hipotensi
(1,5%) sedangkan yang tidak mengalami hipotensi sebanyak 659 pasien (98,5%) (Arif,
Hermin, Dewi, 2017). Rendahnya angka kejadian hipotensi pada pasien cedera otak
traumatik menandakan bahwa hipotensi kemungkinan terjadi bukan karena akibat langsung
dari cedera otak traumatik, tetapi karena cedera otak traumatik dapat menyebabkan
gangguan aliran darah di otak melalui gaya eksternal (Busl and Greer, 2010).

Hasil penelitian ini jauh lebih rendah dari penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya
oleh Manley et al. (2001), yang memasukkan 187 pasien berturut-turut dengan potensi
cedera kepala, seratus tujuh pasien masuk kriteria penelitian. Dari seratus tujuh pasien, 51
(48%) memiliki satu atau lebih episode hipotensi. Namun hasil ini lebih rendah dari
penelitian yang dilakukan oleh Spaite et al (2017). yang memasukkan 7.521 subjek cedera
otak traumatik dalam analisis dengan usia rata-rata 40 tahun dan 70,6% adalah laki-laki
didapatkan hasil yaitu terdapat 9,6% kematian keseluruhan pada subjek dan dari jumlah
kematian tersebut, 7,2% disertai hipotensi.

Hipotensi diakui sebagai salah satu tanda terpenting dari terjadinya tanda cedera otak
sekunder setelah cedera otak traumatic (Chesnut, et al, 1993). The Traumatic Coma Data
Bank (TCDB) menganalisis bahwa satu episode hipotensi dikaitkan dengan peningkatan
morbiditas dan terjadi peningkatan hingga dua kali lipat pada mortalitas dibandingkan
dengan pasien tanpa hipotensi (Chesnut, et al, 1993). Hipotensi dapat terjadi diawal dengan
terjadinya defek autoregulasi yang menghasilkan respon tekanan pasif. Autoregulasi otak
yang terganggu dapat menjadi faktor resiko yang signifikan untuk cedera sekunder dalam

276
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 269 - 284, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

beberapa jam pertama setelah cedera otak traumatik parah ketika CBF berkurang hingga
60% dan ketika pasien dalam kondisi hemodinamik yang tidak stabil. Penurunan CBF
setelah cedera kepala parah adalah karena berkurangnya tuntutan metabolik pada kondisi
koma atau mungkin mewakili hipoperfusi atau iskemia (Castilla, et al, 2008).

Pada otak yang mengalami cedera, autoregulasi cerebral dapat memprediksi Cerebral Blood
Volume (CBV), dan karena hal tersebut menyebabkan terjadinya perubahan Intracranial
Pressure (ICP) dengan perubahan kondisi hemodinamik. Ketika autoregulasi intak,
penurunan Cerebral Perfusion Pressure (CPP) menghasilkan vasodilatasi dan peningkatan
CBV yang menyebabkan peningkatan ICP karena gangguan penyesuaian otak. Dengan
autoregulasi otak yang rusak, setiap penurunan CPP, terlepas dari nilai dasarnya, akan
menghasilkan penurunan CBF. Cerebral Blood Flow (CBF) akan menurun secara linear
dengan CPP dan dengan demikian dapat mencapai tingkat iskemik serta memperburuk
cedera sekunder (Castilla, et al, 2008).

Pada pasien cedera kepala, nilai mean arterial pressure (MAP) dapat memengaruhi tingkat
kematian pasien yang berkaitan dengan dengan perfusi otak. Tekanan perfusi otak sangat
dipengaruhi oleh tekanan intrakranial dan MAP. Tekanan perfusi otak yang adekuat dapat
mencegah terjadinya komplikasi yang disebabkan oleh oksigenasi jaringan otak dan perfusi
jaringan yang tidak adekuat. Tekanan perfusi serebral yang adekuat dapat menjadi faktor
penurunan tingkat kematian dan meningkatkan survival rate (Haddad dan Arabi,
2012).Menurut Marc, et al. (2015), nilai MAP dalam rentang yang normal dapat
mengurangi komplikasi yang diakibatkan oleh ketidakadekuatan MAP pada pasien cedera
kepala. Tekanan rerata arteri yang dipengaruhi oleh tekanan darah akan berdampak pada
sirkulasi darah pasien terutama sirkulasi darah ke otak. Jika hasil dari perhitungan MAP
rendah dapat menyebabkan iskemia otak dan jika MAP terlalu tinggi dapat menyebabkan
serangan jantung.

Mortalitas pada Cedera Kepala


Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa pasien cedera kepala yang mengalami luaran
mortalitas sebesar 35.9% (52 orang). Hasil ini lebih rendah dari data penelitian yang
didapatkan Umar (2002), di beberapa negara berpendapatan rendah dan menengah, cedera
kepala diperkirakan sebesar 88% dari total kematian di jalan. Namun hasil tersebut
berbanding terbalik menurut data CDC (2017), diperkirakan 1,7 juta orang di Amerika
Serikat mengalami cedera kepala setiap tahunnya; 50.000 meninggal dunia (2.9%).
Menurut World Health Organization (WHO), setiap tahun terdapat sekitar 1,2 juta orang
meninggal dikarenakan cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas (KLL) dan jutaan
lainnya terluka atau cacat (Lahdimawan, Suhendar, Wasilah, 2014). Hasil ini menunjukkan
bahwa angka mortalitas pasien cedera kepala di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung pada periode 01 Januari 2018 – 30 September 2020 lebih rendah dari
kepustakaan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pasien-pasien cedera kepala yang
datang ke RSUD Dr. H. Abdul Moeloek tersebut telah mendapatkan perawatan yang baik
sesuai standar operasional prosedur (SOP) sehingga memiliki luaran klinis yang baik.

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab penting kematian dan morbiditas pada
pasien-pasien trauma dan telah menjadi masalah sosio-ekonomi dan kesehatan masyarakat
di seluruh dunia. Kematian otak didefinisikan sebagai hilangnya fungsi otak irreversible
secara menyeluruh, termasuk fungsi batang otak. Tiga aspek yang ditemukan dalam
kematian otak adalah adanya koma dalam, hilangnya refleks batang otak, dan apnoea

277
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 269 - 284, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

(Menon, Swaab, Wright, Maas, 2010).

Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kematian pada kasus cedera kepala, seperti
derajat keparahan cedera kepala, komorbiditas yang menyertai, maupun akibat komplikasi
selama perawatan di rumah sakit. Mortalitas yang terjadi 48 jam setelah trauma pada cedera
kepala biasanya berhubungan dengan derajat keparahan cedera kepala itu sendiri, sedangkan
kematian yang terjadi pada lebih dari 14 hari berhubungan dengan komplikasi perawatan di
ICU, cedera yang berhubungan (seperti pneumonia, emboli paru, sepsis, sindrom kegagalan
multiorgan) dan komorbiditas lainnya. Terlebih lagi, sepsis dan kegagalan organ multipel
berkembang pada mayoritas pasien yang mendapatkan ventilasi mekanik lebih dari
seminggu di ICU (Roozenbek, Maas, Menon, 2013).

Hubungan Karakteristik Sampel dengan Mortalitas pada Cedera KepalaHubungan


Hipotensi dengan Mortalitas Cedera Kepala
Hasil analisis bivariate di atas, menunjukkan bahwa pasien cedera kepala yang masuk IGD
dengan hipotensi adalah sebesar 5.5% (8 orang), dimana 25% (2 orang) mengalami luaran
mortalitas dan 75% (6 orang) tidak mengalami luaran mortalitas. Sementara itu, pasien
cedera kepala yang masuk IGD tanpa hipotensi sebesar 94.5% (137 orang) dengan rincian
36.5% (50 orang) mengalami luaran mortalitas dan 63.5% (87 orang) tidak mengalami
luaran mortalitas. Hasil uji statistik dengan chi-square memperoleh nilai p>0,05 sehingga
penelitian ini menerima H0 dan menolak H1, yang berarti tidak terdapat perbedaan tingkat
mortalitas pada pasien cedera kepala baik dengan hipotensi maupun tanpa hipotensi.

Hasil tersebut juga mendapatkan nilai RR sebesar 0,580 (95% CI = 0,113-2,983). Nilai RR <
1 memiliki arti bahwa hipotensi pada pasien cedera kepala akan mengurangi kejadian
mortalitas, namun hasil interpretasi ini dapat digunakan jika hasil analisis terbukti menerima
H1 (nilai p < 0,05) atau secara statistik terdapat hubungan hipotensi sebagai faktor predictor
mortalitas pasien cedera kepala. Hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Manley et al(2001) terhadap 107 pasien cedera kepala. Hasil uji
statistik penelitian tersebut mendapatkan nilai p sebesar 0,009 sehingga p < 0,05. Data
tersebut menunjukkan secara statistik bahwa ada keterkaitan hubungan antara hipotensi
dengan peningkatan kejadian mortalitas pada pasien cedera kepala.

Faktor yang diduga menjadi penyebab tidak ditemukan adanya hubungan antara hipotensi
dengan kejadian mortalitas pada cedera kepala adalah karena rendahnya jumlah pasien yang
mengalami hipotensi pada pasien cedera kepala di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung. Rendahnya angka kejadian hipotensi kemungkinan terjadi bukan karena akibat
langsung dari cedera otak traumatik, tetapi karena cedera otak traumatik dapat menyebabkan
gangguan aliran darah di otak melalui gaya eksternal (Busl and Greer, 2010). Selain itu
karena adanya rekomendasi dari The Brain Trauma Foundation Guidelines untuk
menghindari terjadinya hipotensi pada pasien cedera otak traumatik, dengan demikian akan
menghambat terjadinya tekanan perfusi serebral yang rendah dan menghambat
perkembangan kerusakan otak sekunder (Davis, Peay, Sise, 2005).

Selain itu The Guidelines on Management and Prognosis of Severe Traumatic Brain Injury
juga merekomendasikan pada tingkat pedoman (Class II Evidence) bahwa tekanan darah
sistolik dibahaw 90 mmHg sebaiknya dihindari dengan cermat dan jika mungkin segera
diperbaiki (Bullock, Chesnut, Clifton, 2000). Instansi kesehatan tempat dilakukan penelitian

278
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 269 - 284, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

juga sudah menerapkan protokol tersebut sehingga luaran mortalitas mengalami penurunan
sebagai akibat dari perawatan pasien cedera kepala yang lebih baik.

Hubungan Usia dengan Mortalitas Cedera Kepala


Hasil analisis bivariat yang didapatkan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pasien cedera
kepala yang masuk IGD dengan rentang usia 18-45 tahun adalah sebesar 59,3% (86 orang),
dimana 31,4% (27 orang) mengalami luaran mortalitas dan 68,6% (59 orang) tidak
mengalami luaran mortalitas. Sementara itu, pasien cedera kepala yang masuk IGD dengan
usia > 45 tahun sebesar 40,7% (59 orang) dengan rincian 42,4% (25 orang) mengalami
luaran mortalitas dan 57,6% (34 orang) tidak mengalami luaran mortalitas. Hasil uji statistik
menggunakan chi-square memperoleh nilai p > 0,05 yang berarti tidak terdapat hubungan
antara usia dengan kejadian mortalitas pada pasien cedera kepala. Hasil tersebut juga
mendapatkan nilai RR sebesar 0,622 (95% CI = 0,313-1,239). Nilai RR < 1 memiliki arti
bahwa usia 18-45 tahun pada pasien cedera kepala akan mengurangi kejadian mortalitas.
Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan di IGD RSU Tugurejo Semarang
yang memasukkan 57 pasien cedera kepala. Hasil uji statistik penelitian tersebut
mendapatkan nilai p sebesar 0,933 sehingga p > 0,05. Data tersebut dapat diartikan bahwa
tidak terdapat korelasi antara faktor umur dengan mortalitas pada pasien cedera kepala
(Hartoyo, Sarkum, Budiyati, 2011).

Faktor yang diduga menjadi penyebab tidak ditemukannya hubungan antara faktor usia
dengan mortalitas pada pasien cedera kepala adalah karena tidak meratanya rentang usia
antara penderita anak-anak sampai usia lanjut dikarenakan peneliti hanya menggolongkan
usia berdasarkan usia dewasa muda dan dewasa akhir. Pada umumnya disepakati bahwa
anak-anak bernasib lebih baik dibandingkan pasien lansia. Pengaruh yang bermakna dari
usia bukan hanya karena adanya komplikasi sistemik seperti hematoma serebral sesuai
dengan pertambahan usia. Namun karena adanya penurunan fungsi organ untuk
memperbaiki diri. Meningkatnya usia adalah faktor independen di dalam prognosis, terjadi
peningkatan luaran buruk yang bermakna pada usia >60 tahun (Hartoyo, Sarkum, Budiyati,
2011; Sastrodiningrat, 2006).

Hubungan Jenis Kelamin dengan Mortalitas Cedera Kepala


Hasil analisis bivariat yang didapatkan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pasien cedera
kepala yang masuk IGD dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 77,9% (113 orang),
dimana 36,3% (41 orang) memiliki luaran mortalitas dan 63,7% (72 orang) tidak memiliki
luaran mortalitas. Sementara itu, pasien cedera kepala yang masuk IGD dengan jenis
kelamin perempuan yaitu sebesar 22,1% (32 orang) dengan rincian 34,4% (11 orang)
memiliki luaran mortalitas dan 65,6% (21 orang) tidak memiliki luaran mortalitas. Hasil uji
statistik dengan chi-square memperoleh nilai p > 0,05 yang berarti tidak terdapat hubungan
antara jenis kelamin dengan kejadian moralitas pada pasien cedera kepala. Hasil penelitian
tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di IGD RSU Tugurejo Semarang
yang memasukkan 57 pasien cedera kepala. Hasil uji statistik penelitian tersebut
mendapatkan nilai p sebesar 0,754 sehingga p > 0,05. Data tersebut menunjukkan bahwa
secara statistic tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan mortalitas pasien cedera
kepala (Hartoyo, Sarkum, Budiyati, 2011). Penelitian lai yang dilakukan oleh Tude Melo,
dkk (2010) menjelaskan bahwa pasien cedera kepala banyak terjadi pada laki-laki karena
laki-laki memiliki aktivitas yang beresiko terhadap trauma, namun jenis kelamin tidak
berkaitan dengan mortalitas ada kelompok pasien ini.

279
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 269 - 284, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Hasil analisis bivariat yang didapatkan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pasien cedera
kepala yang masuk IGD dengan skor GCS 3-12 (sedang-berat) adalah sebesar 57,9% (84
orang), dimana 59,5% (50 orang) memiliki luaran mortalitas dan 40,5% (34 orang) tidak
memiliki luaran mortalitas. Sementara itu, pasien cedera kepala yang masuk IGD dengan
skor GCS 13-15 (Ringan) sebesar 42,1% (61 orang) dengan rincian 3,3% (2 orang)
mengalami luaran mortalitas dan 96,7% (59 orang) tidak mengalami luaran motalitas.

Hasil uji statistik dengan chi-square memperoleh nilai p < 0,05 yang berarti terdapat
hubungan antara skor GCS dengan mortalitas pada pasien cedera kepala. Hasil tersebut juga
memiliki nilai RR sebesar 43,382 (95% CI = 9,952-189,628). Nilai RR>1 memiliki arti
bahwa skor GCS 3-12 (sedang-berat) pada pasien cedera kepala akan meningkatkan
kejadian mortalitas. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di RSUD Mardi
Waluyo Kota Bltar tahun 2019 yang memasukkan 42 pasien. Hasil uji statistik penelitian
tersebut mendapatkan nilai p sebesar 0,000 sehingga p < 0,05. Data tersebut menunjukkan
secara statistic bahwa terdapat hubungan antara Glasgow Coma Scale dengan mortalitas
pada pasien cedera kepala. Selain itu penelitian ini memiliki nilai coefficient corelation
sebesar r = 0,622 yang memiliki makna semakin rendah tingkat kesadaran pasien maka
angka kejadian mortalitas pada pasien cedera kepala semakin tinggi (Kholifah, Sri, Arif,
2017). Dasar penentuan prognosis mengenai hidup matinya pasien cedera kepala yang
sederhana adalah dengan menggunakan GCS. Prognosis dikatakan buruk apabila tingkat
kesadaran atau nilai GCS dibawah 5 (Markam, Atmadja, Budijanto, 2005).

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat
mortalitas pada pasien cedera kepala dengan hipotensi dan tanpa hipotensi di RSUD Dr. H.
Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

DAFTAR PUSTAKA
Amyot. F., Arciniegas DB., Brazaitis MP., Curley KC., Diaz-Arrastia R, Gandjbakhche A,
et al. 2015. A Review of the Effectiveness of Neuroimaging Modalities for the
Detection of Traumatic Brain Injury. Journal of Neurotrauma. 32(22): 1693–721.

Arif IM., Hermin AU., Dewi YB. 2017. Insidensi Hipoksemia dan Hipotensi pada Cedera
Otak Traumatik di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Tahun 2015. JNI 2017; 6(2):
70-74.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2018. Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta.
p. 113-116.

Berry C., Eric JL., Marko B., Darren M., Daniel RM., James M., et al. 2012. Redefining
hypotension in traumatic brain injury. Injury. 43:11, 1833-1837.

Betrus C., Kreipke CW. 2013. Historical Perspectives in Understanding Traumatic Brain
Injury and in Situating Disruption in CBF in the Pathotrajectory of Head Trauma,.
Cerebral Blood Flow, Metabolism, and Head Trauma. Springer. New York USA. 1.

Bullock MR., Chesnut RM., Clifton GL. 2000. Part 1: Guidelines for the management of
severe traumatic brain injury. J. Neurotrauma. 17: 449–627.

280
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 269 - 284, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Busl KM., Greer DM. 2010. Hypoxic-ischemic brain injury: Pathophysiology,


neuropathology and mechanism. Neurorehabilitation. 5-13.

Castilla LR., Jaime Gasco, Haring JWN., David OO., Claudia SR. 2008. Cerebral Pressure
Autoregulation in Traumatic Brain Injury. Neurosurg Focus. 25(4): E7. p. 1-3.

Centers for Disease Control and Prevention. 2017. Get the Facts of Traumatic Brain Injury
and Concussion, United States, 2007-2013.

Chesnut RM., Marshall LF., Klauber MR., Blunt BA., Baldwin N., Eisenberg HM., et al.
1993. The role of secondary brain injury in determining outcome from severe head
injury. Jurnal Trauma. 34(2):216– 222.

Corrigan JD., Selassie AW, Orman JA. 2010. The Epidemiology of Traumatic Brain
Injury., Journal of Head Trauma Rehabilitation, 25(2): 72–80.

Dahlan M., dan Sopiyudin. 2014. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Deskriptif,
Bivariat, dan Multivariat Dilengkapi Aplikasi dengan Menggunakan SPSS. Edisi 6.
Jakarta : Salemba Medika. pp.47-85, 163-179.

Davis DP., Peay J., Sise MJ. 2005. The impact of prehospital endotracheal intubation on
outcome in moderate to severe traumatic brain injury. J Trauma. 58 : 933 – 939.

Fajerin, AA. 2014. Makalah Farmakologi Hipotensi. Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas
17 Agustus 1945.

Franschman G., Saskia MP., Teuntje M. J. C. Andriessen, Sjoerd G. 2011. Effect of


Secondary Prehospital Risk Factors on Outcome in Severe Traumatic Brain Injury in
the Context of Fast Access to Trauma Care. The Journal of Trauma: Injury, Infection,
and Critical Care. 1.

Haddad SH., dan Arabi YM. 2012. Critical Care Management of Severe Traumatic Brain
Injury in Adults. Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency
Medicine. 20(12): 15.

Hartoyo M., Sarkum SR., Budiyati. 2011. Predictors Factors of Mortality of Patients
Suffering from Severe Head Injury in Emergency Department at General Hospital
Tugurejo Semarang. Jurnal Riset Kesehatan. 1(3): 175-182.

Irawan H., Setiawan F., Dewi, Dewanto D. 2010. Perbandingan Glasgow Coma Scale dan
Revised Trauma Score dalam Memprediksi Disabilitas Pasien Trauma Kepala di
Rumah Sakit Atma Jaya. Majalah Kedokteran Indonesia. 60(10): 438.

Kholifah N., Sri H., Arif NE. 2019. Hubungan Antara Glasgow Coma Scale dan Mean
Arterial Pressure Dengan Mortalitas Pada Pasien Cedera Kepala Di RSUD Mardi
Waluyo Kota Blitar Tahun 2019. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Kediri. [Online Journal] [diunduh 13 Desember 2020].

Lahdimawan I., Suhendar A., Wasilah S. 2014. Hubungan penggunaan helm dengan
beratnya cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas darat di RSUD Ulin bulan Mei-
Juli 2013. Berkala Kedokteran. 10:51-63.

281
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 269 - 284, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Li M., Zhao Z., Yu G., Zhang J. 2016. ‘Epidemiology of Traumatic Brain Injury over the
World: A Systematic Review’. Austin Neurolgy & Neurosciences. 1(2): 1007–1020.

Manley G., Knudson MM., Morabito D., Damron S., Erickson V., Pitts L. 2001.
Hypotension, hypoxia, and head injury: frequency, duration, and consequences. Arch
Surg. 136(10):1118–1123.

Marc L., Pierre A., Peter R., Jean-Louis, Vincent CM. 2015. Optimizing Mean Arterial
Pressure in Septic Shock. A Critical Reappraisal of The Literature. Critical Care
Journal. 19(1): 101.

Markam S., Atmadja DS., Budijanto. 2005. Cedera Kepala Tertutup. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Menon DK., Schwab K., Wright DW., Maas AI. 2010. Position statement: Definition of
traumatic brain injury. Archives of Physical Medicine and Rehabilitation. 91(11):
1637–1640.

Mustarhfiroh, Sonny GRS., Diana N. 2018. Hubungan antara Glasgow Coma Scale dan
Tingkat Mortalitas pada Pasien Cedera Kepala dengan Lesi Perdarahan Subarachnoid.
Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. 4(1).

Notoatmodjo S. 2014. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Roozenbek B., Maas A., Menon D. 2013. ‘Changing patterns in the epidemiology of
traumatic brain injury’, Nature Reviews Neurology. 9: 231-236.

Sastrodiningrat AG. 2006. Memahami Faktor-Faktor yang Memengaruhi Prognosa Cedera


Kepala Berat. Suplemen. Majalah Kedokteran Nusantara. 39(3): 307-316.

Septianto, Rendy. 2019. Tekanan Darah Saat Masuk Rumah Sakit Sebagai Faktor Prediktor
Mortalitas Stroke Hemoragik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung
Tahun 2018-2019. Skripsi. Bandar Lampung: Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Soertidewi L. 2012. Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranioserebral. Continuing


Medical Education. 39(5): 327-31.

Spaite DW., MD., Chengcheng Hu, PhD., Bentley J. 2016. Mortality and Prehospital Blood
Pressure in Patients with Major Traumatic Brain Injury Implication for the
Hypotension Threshold. JAMA Surgery. American Medical Association.

Spaite DW., MD., Chengcheng Hu, PhD., Bentley J., Bobrow, MD. 2017. Association of
Out-of-Hospital Hypotension Depth and Duration with Traumatic Brain Injury
Mortality. Ann Emerg Med. 70(4) : 522 – 530.

Ting HW., Ming-Shung C., Yueh-Chun H., Chien LC. 2010. Good Mortality Prediction by
Glasgow Coma Score for Neurosurgical Patients. Journal of The Chinese Medical
Association, 73(3): 139-143.

Tude Melo JR., Rocco FD., Blanot S., Oliveira-Ffilho JA., Meyer P., Zerah M. 2010.
Neurosurgery: Mortality in children with severe head trauma: Predictive factors and

282
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 269 - 284, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

proposal for a new predictive scale. 67(6): 1542-1547.

Umar R. 2002. Helmet initiatives in Malaysia. In: Proceedings of the and World
Engineering Congress. Kuching, Sarawak, Malaysia. Institutions of Engineers.Van-
Dijk GW. 2011. Head Injury. Pract Neurol. 1(1):50-5.

283
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 269 - 284, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

284

Anda mungkin juga menyukai