Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TUNA DAKSA
A. Definisi
Secara etimologis, gambaran seseorang yang diidentifikasikan mengalami
ketunadaksaan, yaitu seseorang yang mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota
tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk, yang
mengakibatkan penurunan kemampuan untuk melakukan gerakan – gerakan tubuh tertentu.
Secara definitif pengertian kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa) adalah
ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh
berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal, akibat
luka, penyakit atau pertumbuhan tidak sempurna (Suroyo,1977). Layanan khusus diperlukan
dalam pembelajaran anak tuna daksa (Kneedler, 1984).
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yan menetap pada alat gerak
(tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Jika mereka mengalami gangguan gerakan karena kelayuhan pada fungsi syaraf otak disebut
dengan cerebral palsy (CP).
Pengertian Tunadaksa bisa dilihat dari segi fisiknya dan dari segi anatominya. Dari segi
fungsi fisik, tunadaksa diartikan sebagai seseorang yang fisik dan kesehatannya mengalami
masalah sehingga menghasilkan kelainan di dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya
dan untuk meningkatkan fungsinya di program layanan khusus.
Istilah kelianan fisik (physical disability) sebenarnya tidak digunakan. Istilah yang
digunakan dalam undang – undang adalah kelainan ortopedi (orthopedic impairment) dan
kelainan kesehatan lain (other health impairment).
Istilah ini didefinisikan sebagai berikut dalam Federal Register : kelainan ortopedi berarti
suatu keadaan penurunan fungsi ortopedik yang mempunyai efek merugikan pada prestasi
pembelajaran anak. Istilah ini meliputi gangguan yang disebabkan kelainan bawaan
(misalnya hilang salah satu anggota tubuh).
Kelainan / gangguan yang disebabkan oleh penyakit (misalnya poliomyelitis, TBC tulang
dll) dan kelainan oleh penyebab lain (misalnya cerebral palsy, amputasi, patah tulang atau
terbakar yang menyebabkan kontraktur).
Kelainan kesehatan lain berarti memiliki keterbatan kesehatan, vitalitas atau
kewaspadaan yang disebabkan oleh masalah – masalah kesehatan yang akut misalnya
penyakit jantung, tuberculosis, reumatik, radang ginjal, keracunan tubuh, leukemia atau
diabetes yang mengaakibatkan merugikan pada prestasi pendidikan anak (federal register,
1990)
B. Etiologi
Ada beberapa macam sebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada anak sehingga
menjadi tunadaksa. Kerusakan tersebut ada yang terletak di jaringan otak, jaringan sumsum
tulang belakang, serta pada sistem muskulo skeletal. Terdapat keragaman jenis tunadaksa,
dan masing-masing timbulnya kerusakan berbeda-beda. Dilihat dari waktu terjadinya,
kerusakan otak dapat terjadi pada masa sebelum lahir, saat lahir, dan sesudah lahir.
1. Sebelum lahir (fase prenatal)
Kerusakan terjadi pada saat bayi saat masih dalam kandungan
disebabkan:
a. Infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu mengandung sehingga menyerang
otak bayi yang sedang dikandungnya.
b. Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran terganggu, tali pusar tertekan,
sehingga merusak pembentukan syaraf-syaraf di dalam otak.
c. Bayi dalam kandungan terkena radiasi yang langsung mempengaruhi sistem syarat
pusat sehingga struktur maupun fungsinya terganggu.
d. Ibu yang sedang mengandung mengalami trauma yang dapat mengakibatkan
terganggunya pembentukan sistem syaraf pusat. Misalnya, ibu jatuh dan perutnya
terbentur dengan cukup keras dan secara kebetulan mengganggu kepala bayi, maka
dapat merusak sistem syaraf pusat.
2. Saat kelahiran (fase natal/perinatal)
Hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan otak bayi pada saat bayi dilahirkan
antara lain:
a. Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang yang kecil pada ibu
sehingga bayi mengalami kekurangan oksigen. Hal ini kemudian menyebabkan
terganggunya sistem metabolisme dalam otak bayi sehingga jaringan syaraf pusat
mengalami kerusakan.
b. Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran yang mengalami kesulitan
sehingga dapat merusak jaringan syaraf otak pada bayi.
c. Pemakaian anestesi yang melebihi ketentuan. Ibu yang melahirkan karena operasi
dan menggunakan anestesi yang melebihi dosis dapat mempengaruhi sistem
persyarafan otak bayi sehingga otak mengalami kelainan struktur ataupun fungsinya.
3. Setelah proses kelahiran (fase post natal)
Fase setelah kelahiran adalah masa di mana bayi mulai dilahirkan sampai masa
perkembangan otak dianggap selesai, yaitu pada usia lima tahun. Hal-hal yang dapat
menyebabkan kecacatan setelah bayi lahir adalah:
a. Kecelakaan/trauma kepala, amputasi
b. Infeksi penyakit yang menyerang otak.
D. Patofisiologi
Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa, pada dasarnya kelainan pada anak tunadaksa
dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu (1) kelainan pada sistem serebral
( Cerebral System), dan (2) kelainan pada sistem otot dan rangka ( Musculus Skeletal System)
1. Kelainan pada sistem serebral ( cerebral system disorders)
Penggolongan anak tuna daksa ke dalam kelainan sistem serebral ( cerebral)
didasarkan pada letak penyebab kelahiran yang terletak di dalam sistem syaraf pusat
(otak dan sumsum tulang belakang). Kerusakan pada sistem syaraf pusat mengakibatkan
bentuk kelainan yang krusial karena otak dan sumsum tulang belakang merupakan pusat
dari aktivitas hidup manusia. Di dalamnya terdapat pusat kesadaran, pusat ide, pusat
kecerdasan, pusat motorik, pusat sensoris dan lain sebagainya. Kelompok kerusakan
bagian otak ini disebut Cerebral Palsy (CP). Cerebral Palsy dapat diklasifikasikan
menurut:
a. Penggolongan menurut derajat kecacatan
Menurut derajat kecacatan, cerebal palsy dapat digolongkan atas: golongan
ringan, golongan sedang, dan golongan berat.
- Golongan ringan adalah mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan alat,
berbicara tegas, dapat menolong dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari.
Mereka dapat hidup bersama-sama (dalam hal ini mengikuti aktivitas sehari-hari)
anak normal lainnya. Kelainan yang dimiliki oleh kelompok ini tidak mengganggu
kehidupan dan pendidikannya.
- Golongan sedang adalah mereka yang membutuhkan treatment atau latihan
khusus untuk bicara, berjalan, dan mengurus dirinya sendiri. Golongan ini
memerlukan alat-alat khusus untuk membantu gerakannya, seperti brace untuk
membantu penyangga kaki, kruk atau tongkat sebagai penopang dalam berjalan.
Dengan pertolongan secara khusus, anak-anak kelompok ini diharapkan dapat
mengurus dirinya sendiri.
- Golongan berat adalah mereka yang memiliki cerebral palsy. Golongan ini yang
tetap membutuhkan perawatan dalam ambulansi, bicara, dan menolong dirinya
sendiri. Mereka tidak dapat hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat.
b. Penggolongan menurut topografi
Dilihat dari topografi yaitu banyaknya anggota tubuh yang lumpuh, Cerebral
Palsy dapat digolongkan menjadi enam golongan, yaitu:
- Monoplegia
Hanya satu anggota gerak yang lumpuh, misalnya kaki kiri. Sedangkan kaki kanan
dan kedua tangannya normal
- Hemiplegia
Lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang sama,
misalnya tangan kanan dan kaki kanan, atau tangan kiri dan kaki kiri.
- Paraplegia
Lumpuh pada kedua tungkai kakinya.
- Diplegia
Lumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki kanan dan kiri
(paraplegia).
- Triplegia
Tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misalnya tangan kanan dan
kedua kakinya lumpuh, atau tangan kiri dan kedua kakinya lumpuh.
- Quadriplegia
Anak jenis ini mengalami kelumpuhan seluruhnya anggota
geraknya. Mereka cacat pada kedua tangan dan kedua kakinya,
quadriplegia disebutnya juga tetraplegia.
c. Penggolongan menurut fisiologi
Dilihat dari fisiologi, yaitu segi gerak, letak kelainan terdapat di
otak dan fungsi geraknya (motorik), maka anak Cerebral Palsy dibedakan atas:
- Spastik
Tipe spastik ini ditandai dengan adanya gejala kekejangan atau kekakuan pada
sebagian ataupun seluruh otot. Kekakuan itu timbul ketika akan bergerak sesuai
dengan kehendak. Dalam keadaan ketergantungan emosional, kekakuan atau
kekejangan itu akan makin bertambah, sebaliknya dalam keadaan tenang, gejala
itu menjadi berkurang. Pada umumnya, anak CP jenis spastik ini memiliki tingkat
kecerdasan yang tidak terlalu rendah. Di antara mereka ada yang normal bahkan
ada yang di atas normal.
- Athetoid
Pada tipe ini tidak terdapat kekejangan atau kekakuan. Otot-ototnya dapat
digerakkan dengan mudah. Ciri khas tipe ini terdapat pada sistem gerakan.
Hampir semua gerakan terjadi di luar kontrol dan koordinasi gerak.
- Ataxia
Ciri khas tipe ini adalah seperti kehilangan keseimbangan. Kekakuan hanya dapat
terlihat dengan jelas saat berdiri atau berjalan. Gangguan utama pada tipe ini
terletak pada sistem koordinasi dan pusat keseimbangan pada otak. Akibatnya,
anak tipe ini mengalami gangguan dalam hal koordinasi ruang dan ukuran.
Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari adalah pada saat makan mulut
terkatup terlebih dahulu sebelum sendok berisi makanan sampai ujung mulut.
- Tremor
Gejala yang tampak jelas pada tipe tremor adalah gerakan-gerakan kecil dan terus
menerus berlangsung sehingga tampak seperti bentuk getaran-getaran. Gerakan itu
dapat terjadi pada kepala, mata, tungkai, dan bibir.
- Rigid
Pada tipe ini dapat dijumpai kekakuan otot – tidak seperti pada tipe spastik – di
mana gerakannya tampak tidak ada keluwesan.
- Tipe campuran
Anak pada tipe ini menunjukkan dua ataupun lebih jenis gejala CP sehingga
akibatnya lebih berat bila dibandingkan dengan anak yang hanya memiliki satu
tipe CP.
2. Kelainan pada sistem otot dan rangka ( musculus scelatel system)
Penggolongan anak tuna daksa ke dalam kelompok sistem otot dan rangka didasarkan
pada letak penyebab kelainan anggota tubuh yang mengalami kelainan yaitu: kaki, tangan
dan sendi, dan tulang belakang. Jenis-jenis kelainan sistem otak dan rangka antara lain
meliputi
a. Poliomylitis
Penderita polio ini mengalami kelumpuhan otot sehingga otot akan mengecil dan
tenaganya melemah. Peradangan akibat virus polio ini menyerang sumsum tulang
belakang pada anak usia dua tahun sampai enam tahun.
b. Muscle Dystrophy
Anak mengalami kelumpuhan pada fungsi otot. Kelumpuhan pada penderita muscle
dystrophy sifatnya progresif, semakin hari semakin parah. Kondisi kelumpuhannya
bersifat simetris, yaitu pada kedua tangan saja atau kedua kaki saja, atau pada kedua
tangan dan kaki. Penyebab terjadinya muscle distrophy belum diketahui secara pasti.
Gejala anak menderita muscle dystrophy baru kelihatan setelah anak berusia tiga
tahun, yaitu gerakan-gerakan yang lambat, di mana semakin hari keadaannya semakin
mundur. Selain itu, jika berjalan sering terjatuh. Hal ini kemudian mengakibatkan
anak tidak mampu berdiri dengan kedua kakinya dan harus duduk di atas kursi roda.
E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboraturium dan Penunjang yang dapat dilakukan pada anak tuna daksa
(dalam hal ini cerebral’s palsy) meliputi:
1. Pemeriksaan pendengaran ( untuk menentukan status pendengaran )
2. Pemeriksaan penglihatan ( untuk menentukan status fungsi penglihatan )
3. Pemeriksaan serum, antibody : terhadap rubela, toksoplasmosis dan herpes
4. MRI kepala / CT scan menunjukkan adanya kelainan struktur maupun kelainan bawaan :
dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak vertikal.
5. EEG : mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum ( ensefalins ) /
volsetasenya meningkat ( abses )
6. Analisa kromosom
7. Biopsi otot
8. Penilaian psikologik
F. Pathway
Kurang asupan nutrisi, Kerusakan pada otak Suplai zat – zat nutrient
terserang penyakit infeksi ke organ tubuh terutama
otak dan otot
Nutrisi yang diterima
janin sedikit Fisioterapi
MK : Gangguan
sensori persepsi MK : Resiko MK : Kerusakan Kesulitan beraktivitas MK : Defisit perawatan
penglihatan cedera mobilitas fisik secara mandiri diri (Self care): ADLs
G. Penatalaksanaan
Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membantu anak dengan kelainan fisik,
antara lain :
1. Bina Mandiri :
a. Kenali kondisi anak. Kondisi anak dapat dikenali dengan melakukan diagnosa dan
perawatan yang tepat. Dengan mengenali kondisi anak, guru dapat menentukan
perlakuan yang tepat sesuai kekurangan pada fisik anak.
b. Bersikap positif. Selalu memberi dukungan dan pengertian pada anak tetapi tidak
memberi harapan palsu.
c. Selalu memberi cinta. Cinta dan kasih sayang orang di sekeliling menjadi kekuatan
terbesar bagi anak untuk mengatasi kekurangannya. Tunjukkan rasa cinta tanpa pamrih
melalui pelukan, ciuman, genggaman tangan, meluangkan waktu untuk meberi
bantuan.
d. Menghadirkan keadaan normal. Selalu menciptakan kegiatan yang normal. Kegiatan
yang disusun tidak terlalu memanjakan atau melindungi anak, karena akan
menghambat perkembangan anak.
e. Selalu menghargai anak melalui kata-kata maupun tindakan. Memberitahu kelebihan
anak yang dapat digunakan untuk menghadapi permasalahan anak.
f. Memberikan fasilitas berupa berbagai alat bantu untuk menambah dan mempermudah
anak beraktivitas.
g. Membantu anak berinteraksi. Bagaimana menghadapi dan menerima kehadiran anak
lain. Melibatkan anak secara aktif pada berbagai kegiatan.
2. Rehabilitasi medik :
a. Fisioterapi : relaksasi, terapi manipulasi, latihan keseimbangan, latihan koordinasi,
latihan mobilisasi, latihan ambulasi dan latihan Bobath dengan
b. Teknik inhibisi, fasilitasi dan stimulasi latihan dapat diberikan ditempat tidur, di
gymnasium, di kolam renang.
c. Terapi Okupasi :
- Latihan diberikan dalam bentuk aktifitas permainan, dengan menggunakan
plastisin, manik-manik, puzzle; dengan berbagai bentuk gerakan, ketepatan arah,
permainan yang memerlukan keberanian.
- Aktifitas kehidupan sehari-hari : berpakaian, makan minum, penggunaan alat
perkakas rumah tangga dan aktifitas belajar.
- Seni dan ketrampilan : menggunting, menusuk, melipat, menempel dan
mengamplas.
d. Terapi Wicara : pada anak dengan gangguan komunikasi/bicara dengan latihan dalam
bahasa pasif : anggota tubuh, benda-benda di dalam/diluar rumah dan disekolah dan
dalam bahasa konsonan, suku kata, kata dan kalimat dengan pengucapan huruf
hidup/vokal.
e. Terapi Musik : tujuannya menumbuhkembangkan potensi-potensi pada anak yang
berkelainan baik fisik, mental intelektual maupun sosial emosional sehingga mereka
akan berkembang menjadi percaya diri sendiri. Pelayanan tersebut dengan cara melatih
: ritme, nada dan irama, interfal, tarian, drama, cerita, senam, pengenalan alat musik,
pengenalan lagu, latihan baca sajak/puisi.
f. Psikolog : pemeriksaan kecerdasan, psikoterapi, edukasi pada orang tua dan keluarga
agar dapat menghadapi anak dengan kelainan tersebut.
g. Sosial Medik : memberikan pelayanan mencari data keluarga, sosial, ekonomi,
pendidikan, lingkungan tempat tinggal, dsb. Yang dapat bermanfaat bagi para dokter
dan terapis dalam menyusun program rehabilitasi. Selain itu pelayanan yang
berhubungan dengan Yayasan-yayasan sosial lainnya, Kantor Departemen sosial,
Rumah sakit, Sekolah, sehingga dapat terjalin hubungan erat dengan berbagai instansi
yang sangat penting untuk keberhasilan program rehabilitasi.
h. Ortotik Prostetik : memberikan pelayanan pembuatan alat-alat bantu; misal brace,
tongkat ketiak, kaki tiruan, kursi roda.
3. Koreksi operasi
Bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan otot yang antagonis,
menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi deformitas. Tindakan operasi lebih sering
dilakukan pada tipe spastic dari pada tipe lainnya. Juga lebih sering dilakukan pada
anggota gerak bawah disbanding dengan anggota gerak atas. Prosedur operasi yang
dilakukan disesuaikan dengan jenis operasinya, apakah operasi itu dilakukan pada saraf
motorik, tendon, otot atau pada tulang.
4. Obat – obatan
Pemberian obat-obatan bertujuan untuk memperbaiki gangguan tingkah laku, neuro-
motorik dan untuk mengontrol serangan kejang. Pada penderita CP yang kejang
pemberian obat anti kejang memamerkan hasil yang baik dalam mengontrol kejang, tetapi
pada CP tipe spastik dan atetosis obat ini kurang berhasil. Pada penderita dengan kejang
diberikan maintenance anti kejang yang disesuaikan dengan karakteristik kejangnya,
misalnya luminal, dilatin dan sebagainya. Pada keadaan tonus otot yang berlebihan, otot
golongan benzodiazepine, misalnya : valium, Librium atau mogadon dapat dicoba. Pada
keadaan choreoathetosis diberikan artane. Tofranil (imipramine) diberikan pada keadaan
depresi. Pada penderita yang hiperaktif dapat diberikan dextroamphetamine 5 – 10 mg
pada pagi hari dan 2,5 – 5 mg pada waktu tengah hari.
H. Pengkajian
Anak berkebutuhan khusus, tuna daksa mengalami kesulitan dalam bergerak yang diikuti
juga oleh kesulitan-kesulitan lain seperti gangguan persepsi, konsentarsi, penyesuaian diri
dan lain – lain. Kesulitan-kesulitan itu mengakibatkan terhambatnya perkembangan kognitif,
untuk itu perlu pengkajian khusus untuk mengetahui kondisi anak tersebut. Data yang
diperoleh dari pengkajian meliputi :
1. Identitas data umum
a. Umur : Menyerang anak di usia tumbuh kembang
b. Status ekonomi :Nutrisi yang kurang merupakan salah satu penyebab dari
gangguan motorik kasar
c. Pendidikan :Suatu kebiasaan yang biasanya ada satu larangan
mengkonsumsi makanan pada masa tumbuh kembang.
2. Keluhan utama
3. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Prenatal : Kurang asupan nutrisi, terserang penyakit selama hamil
Intra natal : Bayi terlalu lama di jalan lahir, terjepit di jalan lahir, bayi menderita
caput sesodonium, bayi menderita cepal hematom.
Post natal : Kurang asupan nutrisi, bayi menderita penyakit infeksi, asfiksia, dan
ikterus.
4. Riwayat masa lampau
a. Penyakit waktu kecil
b. Pernah dirawat di Rumah sakit
c. Obat – obat yang digunakan
d. Tindakan operasi
e. Alergi
f. Kecelakaan
g. Imunisasi
5. Riwayat keluarga
6. Riwayat kesehatan lingkungan
a. Lingkungan tempat tinggal
b. Pola sosialisasi anak
c. Kondisi rumah
7. Riwayat psikososial- spiritual
a. Yang mengasuh
b. Hubungan dengan anggota keluarga
c. Hubungan dengan teman sebaya
d. Pembawaan secara umum
e. Pelaksanaan ke suatu spiritual
Pengkajian menggunakan KMS, KKA, dan DDST :
1. Pertumbuhan
a. Kaji BBL
b. BB normal 3-12 bulan : Umur ( bulan ) + 9
2
c. BB normal 1-6 tahun : Umur ( tahun ) x 2 + 8
d. BB normal 6-12 tahun : Umur ( tahun ) x 7 – 5
2
e. LL dan luka saat lahir dan kunjungan
2. Perkembangan
a. Lahir kurang bulan : Belajar mengangkat kepala , mengikuti objek dengan
mata, mengoceh
b. Usia 3 – 6 bulan : Mengangkat kepala 90º belajar meraih benda, tertawa dan
menagis, meringis
c. Usia 6-9 bulan : Duduk tanpa dibantu, tengkurap, berbalik sendiri, merangkak,
meraih benda, memindahkan benda dari tangan satu ke tangan lain dan
mengeluarkan kata – kata tanpa arti
d. Usia 9-12 bulan : Dapat berdiri sendiri, mengeluarkan kata-kata, mengerti ajakan
sederhana dan larangan, berpartisipasi dalam bermain
e. Usia 12- 18 bulan : engeksplorasi rumah dan sekelilingnya, menyusun 2-3
kata ,dapat mengatakan 3-10 kata, rasa cemburu/ bersaing.
f. Usia 18-24 bulan : Naik turun tangga, menyusun 6 kata ,menunjukkan mata dan
hidung, belajar makan sendiri, menggambar garis, memperhatikan minat pada
anak lain, dan bermain dengan mereka.
g. Usia 2-3 tahun : Belajar melompat, memajat, buat jembatan dengan 3 kotak,
menyusun kalimat
h. Usia 3-4 tahun : Belajar sendiri berpakaian, menggambar, bebicara dengan baik,
menyebut nama dan menyayangi saudara
i. Usia 4-5 tahun : Melompat, menari, menggambar orang, dan menghitung
I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang biasa muncul pada anak tuna daksa yaitu :
1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan : Motorik, verbal b.d kerusakan cerebral
2. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler
3. Gangguan sensori persepsi : penglihatan b.d kerusakan neurologi
4. Gangguan sensori persepsi : pendengaran b.d kerusakan neurologi
5. Defisit perawatan diri (self care) b.d kelemahan fisik
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kesulitan menelan dan meningkatnya
aktivitas
7. Kurang pengetahuan b.d perawatan dirumah dan kebutuhan terapi
8. Resiko cidera b.d gangguan pada fungsi motorik
9. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d pertahanan primer tubuh tidak adekuat
J. Perencanaan (tujuan, renpra, rasional)
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Gangguan Setelah dilakukan tindakan Parent Education : Adolescent
pertumbuhan dan keperawatan, resiko keterlam- - Tanyakan pada orang tua tentang - Mengidentifkasi sejauh mana
perkembangan : batan perkembangan dapat ter- karakteristik anak orang tua mengenal anak,
Kognitif / atasi dengan kriteria hasil : termasuk kelebihan dan ke-
Motorik b.d kurangannya terutama dalam
kerusakan Indikator A T perkembangan kognitif dan
cerebral motorik
Anak mampu melaku-
- Diskusikan pola asuh yang biasa - Pola asuh mempengaruhi
kan kebiasaan sesuai
dengan umur dilakukan pada anak. perkembangan anak, misalkan
pada pola asuh dictator anak
Kemampuan kognitif
cenderung takut bersosialisasi
anak sesuai dengn usia
dan cenderung menyendiri
tumbuh kembang
sehingga tugas perkebangannya
Kemampuan motorik
ada yang terlambat
anak sesuai dengan usia
- Monitor perasaan orang tua - Mengidentifikasi adanya
tumbuh kembang
terhadap anak penolakan orang tua terhadap
kehariran anak di tengah
Keterangan :
keluarganya
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat - Ajarkan pada orang tua tentang - Komunikasi yang baik ialah
3. Keluhan sedang metode komunikasi yang tepat pada komunikasi dua arah dimana
4. Keluhan ringan anak sesuai dengan karakteristik orang tua juga mempertim-
5. Tidak ada keluhan anak. bangkan keinginan / pandangan
anak terhadap sesuatu.
Developmental Enhancement :
Adolescent
- Informasikan pada orang tua - Menambah pengetahuan orang
tentang perkembangan anak yang tua bahwa anaknya harusnya
seharusnya telah dipenuhi. sudah memenuhi tugas
- Identifikasi perkembangan masalah perkembangan pada usianya
klien sekarang, dan mengidentifikasi
apakah terdapat keterlambatan
atau tidak
- Rencanakan untuk kegiatan - Stimulus diberikan sesuai tahap
stimulus perkembangan anak. perkembangan anak yang
- Lakukan stimulasi tingkat seharusnya sudah terpenuhi.
perkembangan sesuai dengan usia
klien
- Lakukan rujukan ke lembaga - Stimulasi diperlukan untuk
pendukung stimulasi pertumbuhan mengejar keterlambatan
dan perkembangan (Puskesmas / perkembangan anak dalam
Posyandu) aspek motorik, bahasa dan
personal/sosial
- Pertahankan keberlanjutan program - Stimulus harus diberikan secara
stimulasi pertumbuhan dan terus-menerus, biasanya
perkembangan anak dengan disediakan oleh lembaga
memberdayakan sistem pendukung pendukung seperti puskesmas
yang ada atau poli tumbuh kembang di
rumah sakit.
Behrman, Kliegman, Arvin, 1999. Ilmu Kesehatan Anak Volume 3 Edisi 15 Nelson, Jakarta :
EGC.
NANDA International. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012 - 2014.
(M. Ester, Ed., M. Sumarwati, D. Widiarti, & E. Tiar, Trans.) Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis dan NANDA NIC-NOC (Jilid 2 ed.). Yogyakarta: Med Action Publishing.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit (6 ed.,
Vol. II). (H. Hartanto, Ed., & B. U. Pendit, Trans.) Jakarta: EGC.