Anda di halaman 1dari 8

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS AKHIR SEMESTER MATA KULIAH FILSAFAT HUKUM:

SCIENTIFIC RESEARCH PAPER

Nilai-nilai Hukum Adat sebagai Sumber Asas-asas Hukum Internasional Modern pada
Karya Hugo Grotius “Mare Liberum, 1608: Enforcement Dilemma in Adatrecht compared
to International Legal Framework

Disusun Oleh :

Achmad Dhani Maulana (1806233966)

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM SARJANA PARALEL

2021
I. Pendahuluan
Hukum adat merupakan hukum yang tumbuh berkembang di Indonesia. Hukum
ini sendiri tidak semena-mena berkembang dalam waktu yang singkat dan dibentuk
dengan suatu kesengajaan. Hukum adat sendiri merupakan suatu bentuk pengkristalan
terhadap kebiasaan dan tindakan yang memang telah dilakukan tidak dalam waktu
sebentar melainkan dalam generasi ke generasi. Hukum adat sendiri mempunyai sifat
pengikat berdasarkan terhadap pertalian darah dari masing-masing individu tersebut
dengan adanya suatu bentuk pertalian yang memang dapat mempunyai implikasi hukum
terhadap objek-objek hukum adat layaknya lahan, pewarisan, ataupun dalam perkawinan.
Implikasi hukum adat sendiri ditujukan terhadap individu ataupun sekolompok
masyarakat yang memang dapat langsung untuk terjadi.
Hukum internasional merupakan hukum dengan negara sebagai aktor dan subjek
utama dalam perkembangan hukum tersebut. Hukum internasional sendiri dapat
dijelaskan sebagai suatu hukum yang memang mempunyai bentuk banyak kesamaan sifat
dengan hukum adat. Dalam hukum internasional sendiri dengan tidak tertulisnya
mengenai bentuk tindak perilaku negara yang sepenuhnya dijatuhkan dalam kebiasaan
diplomasi, praktik organ negara dalam dunia internasional ataupun bagaimana negara
tersebut bertindak dan memutus terhadap sesuatu. Hal ini sendiri mempunyai suatu
bentuk kesamaan dengan dalam hukum internasional adanya pengkristalian hukum yang
dianggap sebagai customary dan memang ada sebagai sumber hukum internasional.

II. Pokok Permasalahan


A. Bagaimana pelaksanaan terhadap Hukum Adat diiringi dengan Hukum
Internasional pada umumnya?
B. Apakaha terdapat suatu persamaan antara Hukum Adat dengan Hukum
Internasional?
C. Apakah Hukum Adat sendiri terpisah keseluruhannya terhadap Hukum
Internasional?
D. Bagaimana hubungan komparasi dalam enforcement dillema Hukum Adat dengan
Hukum Internasional dikaitkan dengan teori filsafat: Sociological Jurisprudence?
III. Metodologi
Berikut adalah serangkaian metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini:
A. Bentuk Penelitian
Penelitian ini berbentuk Yuridis Normatif, dengann menggunakan data-data
tertulis (“Sekunder”) dengan memeriksa terhadap perspektif positivism ataupun
terhadap negativism dalam suatu hukum.
B. Tipologi Penelitian
Tipologi penelitian ini sendiri bersifat deskriptif dengan penggambaran terhadap
subjek-subjek yang memang akan dibahasa dalam bagian pembahasan, dan
menjelaskan terhadap permasalahan yang muncul.
C. Jenis Data
Menggunakan sumber hukum sekunder dengan menggunakan literatur dan studi
kepustakaan sebagai data utama dalam penelitian ini.
D. Jenis Bahan Hukum
Bahan hukum yang tertera dalam hal ini adalah Undang-Undang Dasar 1945, dan
berbagai dokumen internasional, maupun mengenai jurnal-jurnal mengenai
hukum adat.
E. Alat Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan sendiri menggunakan mesin pencarian online dan website
jurnal.
F. Metode Analisis Data
Berbentuk Kualitiatif, dengan analisis yang berbentuk deskriptif terhadap
pemecahan permasalahan yang ada.
G. Bentuk Hasil Penelitian
Penelitian ini akan menghasilkann output dari analisis yang berupa deskriptif-
preskriptif.

IV. Analisis
A. Subjek dan Sumber dalam Hukum Adat dan Internasional
Hukum Adat merupkana hukum yang hidup di masyarakat pada
umumnya, dan merupakan pengkristalan dari kebiasaan-kebiasaan yang menjadi
suatu nilai. Hukum adat sendiri mulai ada semenjak masyarakat tersebut ada,
namun mulai diobservasi seperti halnya di Indonesia, oleh Snouck Hugronje yang
dulu dikenal sebagai adatrecht dan dikumpulkan dalam adatrechtbundels. Ahli-
ahli hukum seperti halnya Cornelis van Vollenhoven, yang mengemukakan bahwa
hukum adat, yaitu:
“Hukum adat adalah himpunan peraturan tentang perilaku yang berlaku
bagi orang pribumi dan Timur Asing pada satu pihak yang mempunyai sanksi
(karena bersifat hukum), dan pada pihak lain berada dalam keadaan tidak
dikodifikasikan”1
Ter Haar pun berpendapat bahwa:
“Hukum adat adalah keseluruhan aturan yang menjelma dari keputusan-
keputusan para fungsionaris hukum yang memiliki kewajiban serta pengaruh dan
yang dalam pelaksanaanya berlaku serta merta dan ditaati dengan sepenuh hati.”2
Kedua pendapat tersebut sendiri melihat bahwa hukum Adat sendiri mempunyai
keberlakuan yang kecil, dengan hanya mengikat terhadap masyarakat yang
berdasar dengan hubungan darah dari masing-masing masyarakat adat. Hal ini
sendiri mengingat bahwa keterikatan dari masing-masing subjek yang
berdasarkan darah tersebut terbilang erat, dan mempunyai pengaruh secara
langsung terhadap kehidupan masyarakat tersebut.
Hal tersebut dapat dijelaskan pula dalam Hukum Internasional sendiri
mempunyai suatu bentuk pranata hukum yang berbeda dari Hukum Adat namun
adanya beberapa kesamaan nilai, dengan subjek yang diatur dalam hukum
Internasional pada umumnya merupakan negara. Keberlakuan hukum Adat dapat
dilakukan dengan adanya suatu custom yang memang bisa diartikan sebagai
kebiasaan, Hal ini dapat dilihat dalam Viner Abridgement yang menyatakan
custom sebagai:
“A custom in the intendment of law, is such a usage hath obtained the
force of law”3
1
Cornelis van Vollenhoven, Orinetasi dalam Hukum Adat Indonesia, Jakarta: Jambatan Kerjsama
dengan Inkultra Foundation inc., 1983
2
H. Hilman Hadikusuma, Pengatar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju, Bandung, hlm.
14.
3
Viner Abridgement, Tanistry Case, 1608, hlm. 28.
Kebiasan/ Custom yang dimaksud dalam hal ini sendiri merupakan pengkristalan
dari kebiasaan negara terhadap satu sama lain. Pengkristalan kebiasaan
Internasional sendiri dapat diliat dalam hubungan diplomasi, praktik dalam organ
internasional, ataupun keputusan terhadap yurisdiksi negara tersebut.

B. Bentuk Kekuatan Hukum antara Hukum Adat dan Internasional


Bahwa dalam bentuk kekuatan hukum diantara kedua hukum tersebut
sendiri berbeda terhadap keterikatan masing-masing pihak. Hal tersebut sendiri
menjadi pergulakan dalam keterikan subjek-subjek dalam hal tersebut.
Dalam hukum adat dijelasakn bahwa keterikatan hukum Adat sendiri
dikarenakan adanya suatu bentuk pertalian darah terhadap masing-masing subjek
tersebut. Hal ini sendiri menjadi suatu bentuk keterikatan yang dianggap mengikat
secara penuh dan dapat adanya suatu implikasi hukum secara langsung terhadap
individu tersebut dengan adanya suatu bentuk hak dan kewajiban yang memang
telah menjadi kebiasaan. Kekuatan hukum tersebut dapat dikatakan sebagai suatu
faktor pengikat yang langsung tertera ke pada individu dan lingkungannya.
Dakam hukum Internasional, keterikatan terhadap hukum tersebut sendiri
masih dianggap sebagai suatu bentuk yang memang berdasar terhadap general
principles of law sebagai konsensi bersama/pacta sunt servanda. Hal ini sendiri
dapat dikatakan bahwa masing-masing negara mempunyai suatu shackle terhadap
masing-masing, dan merupakan komitmen negara tersebut sendiri untuk
mematuhi atau tidak, dengan adanya suatu bentuk sanksi dimata dunia
Internasional. Keberlakuan dari hukum ini sendiri hanya terikat pada subjek
hukum negara yang mengikat terhadap kewenangan yurisdiksinya, dengan seperti
halnya dalam penjelasan Lord Macmillan sebagai:
“it is an essential attribute of the sovereignity of this realm, as of all
sovereign indpendent states, that it should posses jurisdiction over all persons
and things within it’s territorial limits and in all causes civil and criminal arising
within these limits”4

4
Compania Naviera Vascogando v. Cristine, 1938, hlm. 496-497
Hal tersebut sendiri dapat menjadi penjelas bahwa kekuasaan dari suatu
negara sendiri sepenuhnya hanya terkait terhadap yurisdiksi negara tersebut untuk
adanya suatu komitmen untuk terikat terhadap suatu hukum internasional, dan
adanya suatu yurisdiksi terhadap masing-masing negara berdaulat.

C. Keterikatan Subjek terhadap Hukum Adat ataupun Internasional


Keterikatan subjek hukum adat sendiri menjadi suatu katalis pembeda,
terhadap hukum internasional. Kebiasaan hukum adat yang dapat mempengaruhi
suatu individu secara langsung, dibandingkan dengan hukum internasional yang
memang minim untuk bisa dapat di enforce dalam sifatnya yang berdasarkan
konsensi masing-masing, dan komtimen negara tersebut untuk melakukan hal
tersebut, hal tersebut dapat dilihat sebagaimana negara tersebut meratifikasi
ataupun memang menjalakan terhadap perjanjian internasional tersebut dan
berusaha untuk mencapai tujuan yang dicapai.5 Hal ini sendiri sebenarnya dapat
menjadi suatu masalah dalam masyarakat adat yang dianggap terbuka, dengan
adanya kemungkinan seseorang dapat masuk dalam lingkup adat sebagaimana
sifat adat dan kebiasaan yang tidak tertulis tersebut menimbulkan suatu
permasalahan dan dillema bagaimana orang tersebut dapat sepenuhnya untuk
dapat ditundukan terhadap hukum yang ada.

D. Komparasi dengan teori filsafat hukum: Sociological Jurisprudence


Adanya suatu bentuk dilllema dalam hukum adat yang mirip terjadi dalam hukum
Internasional. Hal ini melihat terhadap kesamaan dari hukum kebiasaan
internasional dan kebiasaan yang ada dalam adat yang dianggap sebagai suatu
bentuk unwritten law. Keberlakuan dari unwritten law tersebut sendiri yang umum
dianggap terikat dikarenakan bukan suatu ikatan yang kuat, dan hanya terjadi
dikarenakan adanya komitmen dari orang tersebut untuk mau terikat. Hal tersebut secara
esensil memang terjadi juga dalam hukum adat, layaknya hukum internasional. Namun,
perbedaan hukum adat yang bisa secara langsung mempunyai bentuk pengaruh hukum
terhadap pihak tersebut, hal ini pula dikarenakan bahwa hukum internasional tidak terikat

5
J.G Starke, Introduction to international law. Aditya books private limited, 2012, hlm. 240.
semena-mena tanpa adanya suatu komitmen. Hal ini sendiri dapat dijelaskan dalam
pendapat oleh Sir John Fischer Williams, yang menyatakan:
“the Rubicon which divides custom from law is crossed silently, ubconsciously and
without proclamation”6
Bahwa proses bentuk rigid dari kebiasan-kebaisan tersebut akan memudahkan terhadap
bagaiamana penghitungan terhadap hukum tersebut. Hal ini sendiri menjadi dillema
disaat bahwa kedua hukum tersebut sepenuhnya bersandar terhadap komitmen dari
masing-masing subjek tersebut, tanpa adanya suatu bentuk pengukuran dari komtimen
tersebut. Hal tersebutpun disulitkan seperti halnya dalam Lotus Case yang menyebabkan
adanya suatu keperluan dianggapnya kebiasaan tersebut sebagai hukum yang rigid dan
adanya penjatuhan hukuman, ataupun dalam kasus Paqueste Habana. 7
V. Kesimpulan
Bahwa dalam suatu bentuk dillema tersebut dimunculkan suatu bentuk aksiomatis yang
merupakan sifat dari kedua hukum tersebut yang memunculkan suatu persamaan, dan
perlu adanya suatu perigidan, yang mungkin dapat disebut sebagai pengilangan suatu
karakteristik dari hukum adat ataupun internasional tersebut, namun hal tersebut sendiri
melainkan menjadi suatu keperluan sebagaimana bentuk enforcement kedua hukum
tersebut yang akan selalu dianggap lemah sebagaimana bentuk sifatnya.

DAFTAR PUSTAKA
Vollenhoven, Cornelis Van. Orinetasi dalam Hukum Adat Indonesia. (Jakarta: Jambatan
Kerjsama dengan Inkultra Foundation inc., 1983)
Hadikusuma, H. Hilman. Pengatar Ilmu Hukum Adat Indonesia, (Bandung: Mandar Maju).
6
Fischer Williams, Some Aspects of International law, 1939, hlm. 44.
7
J.G Starke, Introduction to international law, hlm. 36.
Starke, J.G. , Introduction to international law. (Aditya books private limited, 2012)
Williams, Fischer. Some Aspects of International law, (1939).

Putusan Pengadilan
Viner Abridgement, Tanistry Case, 1608, hlm. 28.
Compania Naviera Vascogando v. Cristine, 1938, hlm. 496-497

Anda mungkin juga menyukai