Anda di halaman 1dari 17

HUBUNGAN FUNGSI AFEKTIF DAN STRATEGI KOPING DENGAN KENAKALAN

REMAJA DI SMA NEGERI 107 JAKARTA

Refany Salsabila

Program Studi Keperawatan Program Sarjana


Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
Kampus 1 Jl. RS. Fatmawati Pondok Labu Jakarta Selatan, Kampus II JL. Raya Limo Depok
Indonesia Telp: (021)765-6971 Fax. 7656971 Ps. 230
Email: upnvj@upnvj.ac.id

Abstract

The phenomenon of juvenile delinquency is always increasing. Juvenile delinquency is a


problem that is not resolved properly due to one of the family functions, namely the ineffective
affective function and the wrong use of coping strategies when adolescents experience a
depressed situation. This study aims to determine whether there is a relationship between
affective functions and coping strategies with juvenile delinquency. This study uses the Chi
Square test with a cross sectional analytical survey approach. The population of this study were
students of class 10 science, 11 social studies, and 12 science at SMA Negeri 107 Jakarta with a
specified sample of 196 respondents using a sampling technique with cluster sampling.
Collecting data using a questionnaire. The results showed that the affective function value (p
value = 0.000) there was a relationship between affective function and juvenile delinquency and
the value of coping strategies (p value = 0.001), which means that there was a relationship
between coping strategies and juvenile delinquency.

Keywords: Affective Function, Coping Strategy, Juvenile, Juvenile Delinquency

PENDAHULUAN perkembangan yang sangat penting


dalam membentuk perkembangan
Remaja atau adolescence merupakan
kehidupan selanjutnya, seperti
usia dimana seseorang ingin mencari
perubahan pada tubuh, kognitif,
jati dirinya, ingin mengetahui segala
emosi, pola perilaku, dan mengalami
aspek yang belum pernah dilakukan
banyak masalah (Rahman, Ismail, and
(Kementerian Kesehatan Republik
Sarnon 2018). Keberhasilan dan
Indonesia 2019). Masa remaja
kegagalan seorang remaja dalam
mengalami transisi peran atau
pencarian jati diri beresiko terjadinya
melewati fase kehidupan antara masa
kenakalan remaja yang sangat
kanak-kanak menuju dewasa
dipengaruhi oleh beberapa faktor
(Sawyer et al. 2018). Pada saat
lingkungan seperti faktor lingkungan
remaja akan mengalami
1
keluarga dan lingkungan disekitarnya meresahkan masyarakat hingga kini.
(Prasasti 2017).
Data BPS (2015) menyatakan angka
Kenakalan remaja atau juvenile
kejadian kenakalan remaja di
delinquency terjadi karena adanya
Indonesia meningkat dari tahun 2013
pengabaian sosial yang membuat
sebanyak 6325 kasus menjadi 7007 di
remaja melakukan perilaku yang
tahun 2014 kemudian meningkat lagi
tidak bermoral atau menyimpang.
ditahun 2015 sebanyak 7762 kasus.
Pada usia remaja ini dapat dikatakan
Hasil riset dari (Riskesdas 2018)
masa pemberontakan, dimana remaja
prevalensi merokok terhadap remaja
yang sedang mengalami pubertas
dimulai dari tahun 2013 (7,2%)
akan menunjukan gejolak emosi nya,
adanya peningkatan di tahun 2018
menarik diri dari keluarganya dan
sebanyak (9,10%). Diperkuat oleh
memiliki problematika dirumah,
(Faridah 2015) menyatakan bahwa
disekolah maupun di lingkungannya
perilaku merokok dominan dilakukan
(Unayah and Sabarisman 2015).
oleh remaja akhir (16-19 tahun) di
Kenakalan remaja akan
SMA “X” Surakarta sebesar (81,5%)
menimbulkan kesalahan-kesalahan
paling banyak dilakukan oleh remaja
pada dirinya. Kesalahan tersebut
laki-laki. Kemudian bentuk kenakalan
dapat berdampak terhadap orang tua
remaja lainnya di Indonesia ialah seks
dan lingkungan, sehingga membuat
bebas sehingga menyebabkan
warga resah. Biasanya kesalahan
pernikahan dini, hamil diluar nikah
yang telah dilakukan oleh remaja
dan adanya peningkatan aborsi
hanya menyenangkan teman
sebanyak 2,4 juta dan angka
sebayanya saja (SUMARA,
kejadiannya ialah 17.000/tahun,
HUMAEDI, and SANTOSO 2017).
1417/bulan, 47/hari. Terdapat 1283
Belum cukup umur sudah banyak
kasus HIV/AIDS dengan angka
remaja yang melakukan hal-hal yang
kejadian 52.000 orang (70%) serta
tidak wajar dilakukan sesuai pada
tindakan kriminal, mengkonsumsi
umurnya seperti merokok, tawuran,
alkohol dan narkotika (Di et al,
seks bebas, pemakaian narkoba,
2016).. Dalam mengatasi kenakalan
pencurian dan tindakan yang
remaja sangat di pengaruhi dengan
melanggar norma-norma sehingga
adanya fungsi keluarga yang baik
mengakibatkan remaja tersebut
salah satunya ialah fungsi afektif.
berhubungan dengan jalur hukum
Fungsi afektif merupakan fungsi
seperti pembegalan motor yang
2
internal dalam keluarga yang kenakalan remaja sebesar (59%)
berkaitan dengan remaja. Apabila dikarenakan orang tua responden
fungsi afektif tidak berjalan dengan terlalu sibuk sehingga fungsi afektif
baik resiko terjadinya kenakalan keluarga tidak berjalan dengan baik.
remaja akan terjadi (Chandra and Jadi, fungsi keluarga dikatakan
Pattiruhu 2019). Selain dapat berhasil apabila setiap anggota
mengatasi kenakalan remaja, fungsi keluarga dapat melakukan perannya
afektif sangat penting dalam dengan benar, mengerjakan tugasnya
pembentukan karakteristik anak dan menjaga hubungannya di dalam
karena fungsi afektif dapat maupun diluar (Friedman et al.
memberikan perlindungan, kasih 2010).
sayang, memberikan rasa aman, dan
menciptakan komunikasi yang baik
Strategi koping atau mekanisme
(Gustiani and Ungsianik 2016).
koping merupakan bagaimana cara
Hal tersebut dapat ditunjukkan dari beradaptasi dari stress atau merespon
hasil penelitian (Rika Anggraini keadaan dirinya ketika memiliki
2019) yang menyatakan bahwa masalah dengan fokus pada
sebanyak 44 remaja mengalami emosionalnya dalam masalah tersebut
ketidakefektifan pada fungsi afektif (Hasanah 2017). Pada penelitian yang
keluarganya, sehingga remaja dilakukan oleh (Park and Kim 2018) di
tersebut mengalami perilaku Korea terdapat responden remaja yang
menyimpang seperti merokok (kuat) mengatakan bahwa ketika merasakan
sebesar (34,1%). Banyak keluarga stress ia melakukan perilaku
yang sangat sibuk sehingga tidak menyimpang seperti menonton
dapat memberi perhatian dan kasih pornografi, minum alkohol, merokok
sayang kepada anaknya, hal tersebut dan bermain game yang bersifat agresif
dapat dibuktikan dari hasil penelitian bersama teman sebayanya. Adapun
(Devi, Soekardi, and Kurniasih penelitian yang dilakukan oleh
2019) menyatakan sebanyak (69.2%) (Sayekti Ruffaida 2016) melihat
siswa di SMA Budi Luhur penggunaan strategi koping yang
Yogyakarta orang tua responden digunakan pada remaja laki-laki di
termasuk ke dalam fungsi keluarga Tahanan Kelas 1 Bandung.
yang tidak efektif dan siswa di Menyatakan bahwa ada 48 remaja laki-
sekolah tersebut mengalami laki (53.9%) memilih menggunakan

3
strategi koping dengan cara Teknik sampel yang digunakan adalah
menentang masalah (confrontative). cluster sampling. Kriteria inklusi

Pemerintah sudah mengatasi mencakup siswi kelas X IPA, XI IPS, XII


IPA dan yang bersedia menjadi
kenakalan remaja di Indonesia, seperti
responden. Kritesia eksklusi penelitian
hasil penelitian sebelumnya oleh
ini meliputi siswi yang sedang sakit dan
(Angraini, Ramli, and Fakhruddin
tidak dapat menyelesaikan kuesioner.
2018) Kelurahan Belawan Kabupaten
Instrumen penelitian yang
Bajo melakukan strategi kenakalan digunakan berupa kuesioner melalui
remaja seperti mengadakan patroli, googleform Pengolahan data dilakukan
penyuluhan. melalui proses editing, coding,
Penelitian ini menggunakan metode processing, tabulasi, dan cleaning. Data
penelitian kuantitatif dengan desain diolah dengan analisis univariat dan
cross- sectional dan peneliti bivariate. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengambil sampel sebanyak 196 mengetahui Hubungan Fungsi Afektif

siswa di SMA Negeri 107 Jakarta. dan Strategi Koping Dengan Kenakalan
Remaja Di SMA Negeri 107 Jakarta.

PEMBAHASAN
Analisis Univariat

4
Umur n %

Remaja 57 29,1 %
pertenga
han
Remaja 139 70,9 %
akhir
Jumlah 196 100 %

Jenis n %
Kelamin
Laki-laki 69 35,2 %

Perempua 127 64,8 %


n
Jumlah 196 100 %

5
Usia Responden menyatakan pada usia remaja awal yang
Hasil penelitian dari 196 siswi dimulai dari 13 tahun mengalami kenakalan
remaja di SMA Negeri 107 Jakarta dapat remaja, hal itu terjadi karena adanya
disimpulkan bahwa usia pada remaja akhir konformitas teman sebaya.
(17 – 18 tahun) lebih banyak yang
Menurut (santrock, 2011) faktor yang
mengalami kenakalan remaja
mempengaruhi kenakalan remaja salah
dibandingkan pada usia remaja
satunya adalah usia. Pada saat anak
pertengahan (14 -16 tahun). Hasil
menginjak usia 13 – 18 tahun dikatakan
penelitian ini sejalan dengan hasil
anak tersebut sudah melampaui masa
penelitian (Devi, Soekardi, and Kurniasih
kanak-kanak dan masuk ke masa transisis
2019) yang memiliki kesamaan dengan
atau mencari jati diri, dimana anak remaja
penelitian ini sama sama remaja SMA,
melakukan perilaku menyimpang atau
penelitian tersebut juga menyatakan pasa
dikenal kenakalan remaja (Yulia, 2020).
usia remaja akhir (17 – 25 tahun) sebesar
Jenis Kelamin
(90%) yang mengarah pada kenakalan
remaja. Namun, tidak sejalan dengan Berdasarkan hasil penelitian dari
penelitian (Fatimah 2017) yang gambaran jenis kelamin responden di SMA
Negeri 107 Jakarta, yang menunjukkan banyak yang menjadi responden ketimbang
bahwa jumlah responden laki-laki laki-laki.
sebanyak 69 (35,2 %) dan responden
Namun, Menurut (Arabic 2015)
perempuan sebanyak 127 (64,8%). Dalam
kenakalan remaja tidak selalu dominan pada
penelitian ini jumlah siswa remaja
laki-laki, perempuan juga melakukan

Kategori n %
Efektif 94 48 %

Tidak Efektif 102 52 %

Jumlah 196 100 %

perempuan lebih banyak dalam kenakalan


kenakalan remaja. Perbedaan kenakalan
remaja, hal ini terjadi karena siswa remaja
remaja antara laki-laki dan perempuan
perempuan yang menjadi responden lebih
adalah pada laki laki melakukan tawuran,
banyak dari siswa remaja laki-laki.
merokok, minum-minuman alkohol dan lain-
Penelitian ini sejalan dengan penelitian
lain, pada perempuan biasanya kenakalan
(Santi and Fithria 2017)
yang mereka lakukan seperti tidak patuh
yang memiliki persamaan agregat remaja di
aturan dan norma-norma atau asusila.
sekolah menengah. Dalam penelitiannya
jumlah siswa remaja perempuan lebih
banyak sebesar (62%) dibanding laki-laki
sebesar (38%) yang mengalami kenakalan
remaja. Penelitian tersebut memiliki
kesamaan dengan penelitian penulis yaitu
memiliki jumlah perempuan yang lebih
Hasil penelitian dari 61 siswi kelas X sebanyak 15 siswi (24,6%), sebanyak 15
di SMK Ekonomika Ghama D’Leader siswi (24,6%) tidak
School sebanyak 48 siswi (78,7%) pernah pernah mendapat informasi, 1 siswi (1,5%)
mendapatkan informasi tentang dismenorea mendapat informasi dari guru, dan 7 siswi
dan 13 siswi (21,3%) tidak pernah (11,5%) mendapatkan informasi dari orang
mendapatkan informasi tentang dismenorea tua. Hasil penelitian ini menunjukkan
dan penangananya. Sumber informasi yang bahwa informasi tentang dismenorea yang
diperoleh sebagian besar siswi mendapatkan didapatkan melalui orang tua lebih sedikit
informasi dari internet atau sosial media yaitu 7 siswi (11,5%). Orang tua adalah
sebanyak 25 siswi (41%), tenaga kesehatan orang terdekat anak. Hubungan yang baik
antara orang tua dengan anak dapat kesehatan, internet atau sosial media,
memberikan peluang bagi anak untuk teman sebaya, dan guru. Semakin banyak
bertanya secara terbuka tentang masalah informasi yang didapatkan maka
kesehatan reproduksi. Sebaliknya, jika pengetahuan yang dimiliki individu akan
anak kurang dekat dengan orang tua, maka semakin berkembang.
mereka akan tertutup dan merasa malu Penelitian ini tidak sejalan dengan
untuk berdiskusi tentang masalah penelitian Ernawati, (2014) yang
kesehatan reproduksi. Dengan demikian, menggambarkan sumber informasi didapat
mereka lebih memilih mendapatkan dari guru sebanyak 21 responden (70%),
informasi dari sumber lain. Hasil orang tua sebanyak 5 responden (16,7%),
penelitian ini menunjukkan bahwa teman sebanyak 1 orang (3,3%), dan
mayoritas siswi (79,4%) pernah petugas kesehatan sebanyak 10 responden
mendapatkan informasi tentang (30%). Penelitian Ernawati (2014)
dismenorea dan penangananya dari menunjukkan siswi mendapatkan informasi
berbagai sumber antara lain, tenaga lebih banyak dari guru di sekolah. Hal ini
dikarenakan penelitian tersebut dilakukan
pada siswi di SMPN 1 Delopo yang sudah
mendapatkan pelajaran atau informasi
mengenai dismenorea dari sekolah,
sedangkan penelitian ini, siswi di SMK
Ekonomika Ghama D’Leader School Kota
Depok tidak mendapatkan informasi atau
pelajaran dari sekolah tentang dismenorea.
Sekolah tersebut lebih memfokuskan
pembelajaran praktik jurusan dibandingkan
materi tentang kesehatan reproduksi. Akan
tetapi, siswi di SMK Ekonomika Ghama
D’Leader School Kota Depok mencari
informasi tentang dismenorea secara
mandiri melalui internet atau media sosial.

Pengetahuan tentang Dismenorea


Hasil penelitian dari 61 siswi kelas X
di SMK Ekonomika Ghama D’Leader
School pengetahuan dismenorea baik sebanyak 28 siswi (45,9%). Sikap
sebanyak 34 siswi (55,7%) dan merupakan kesiapan seseorang untuk
pengetahuan dismenorea cukup sebanyak melakukan tindakan yang berarti
27 siswi (44,3%). Mayoritas pengetahuan predisposisi tindakan suatu perilaku
responden tentang dismenorea pada (Notoatmodjo, 2012). Sikap terbentuk dari
penelitian ini paling banyak pada kategori pengalaman pribadi, budaya, orang lain
baik. Pada penelitian ini pengetahuan yang dianggap penting, seperti keluarga
dismenorea yang dimiliki siswi didapatkan atau orang tua, internet, dan lembaga
dari berbagai sumber, seperti, orang tua, pendidikan (Putri, 2012). Hasil penelitian
tenaga kesehatan, guru, dan internet. Siswi ini melaporkan bahwa jumlah siswi dengan
yang memiliki keingintahuan tinggi akan sikap baik lebih dominan dibandingkan
bertanya kepada guru disekolah tentang dengan sikap buruk. Hal ini dikarenakan
masalah dismenorea. Siswi juga mencari faktor pembentukan sikap siswi yang baik
tahu tentang masalah dismenorea melalui didapatkan dari orang lain yang dianggap
internet. Menurut Notoatmodjo (2012) penting yaitu orang tua, guru, tenaga
pengetahuan yang dimiliki seseorang Kesehatan dan juga dari internet dapat
merupakan hasil dari tahu yang ditangkap berpengaruh terhadap kognitif siswi dan
melalui pancaindra manusia terhadap menumbuhkan nilai moral individu.
sesuatu objek. Pengetahuan dapat dibentuk Respons atau tanggapan responden dalam
dari dua faktor yaitu, faktor internal dan menangani dismenorea yang dirasakannya
faktor eksternal. Faktor internal meliputi, merupakan perwujudan dari sikap. Sikap
pendidikan, pekerjaan, umur, dan positif dalam penanganan dismenorea
pengalaman, sedangkan faktor eksternal merupakan tanggapan positif responden
meliputi, lingkungan, sosial, budaya, dan seperti melakukan olahraga ringan secara
informasi. teratur, melakukan kompres hangat saat
dismenorea, mengkonsumsi obat AINS
Sikap Penanganan Dismenorea sesuai petunjuk tenaga kesehatan, dan
Hasil penelitian dari 61 siswi kelas X melakukan relaksasi napas dalam. Sikap
di SMK Ekonomika Ghama D’Leader negatif berupa tanggapan negatif
School didapatkan sikap penanganan responden seperti merasakan stress saat
dismenorea siswi baik lebih banyak yaitu dismenorea, tidak memperdulikan rasa
33 siswi (54,1%) dibandingkan sikap nyeri yang dialami, emosi tidak stabil dan
penganangan dismenorea buruk yaitu merasakan cemas.
Analisis Bivariat
Tabel 2. Hasil Uji Chi Square Variabel Pengetahuan Tentang Dismenorea dengan
Sikap dalam Menangani Dismenorea (n=61)

Pengetahuan Sikap Penanganan Total OR P


Dismenorea Dismenorea (95% CI) Value
Baik Buruk
n % n % n %

Baik 24 70,6 10 29,4 34 42,6 4,800


(1,617- 0,008
14,253)
Cukup 9 33,3 18 66,7 27 32,4

Total 33 54,1 28 45,9 61 100

Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah siswi kelas X di SMK Ekonomika Ghama


responden dengan tingkat pengetahuan D’Leader School Kota Depok. Nilai OR
dismenorea yang baik dan memiliki sikap dalam penelitian ini sebesar 4,8 dengan
yang baik dalam menangani dismenorea nilai confidence interval (CI) yaitu 1,617-
terdapat sebanyak 24 siswi (70,6%). Siswi 14,253. Hal ini berarti bahwa siswi dengan
dengan pengetahuan dismenorea baik dan pengetahuan dismenorea yang baik
sikap penanganan dismenorea buruk mempunyai peluang untuk memiliki sikap
terdapat sebanyak 10 siswi (29,4%). Siswi penanganan dismenorea yang baik sebesar
dengan pengetahuan dismenorea cukup 4,8 kali lebih besar dibandingkan siswi
dengan sikap penanganan dismenorea baik yang memiliki pengetahuan dismenorea
adalah sebanyak 9 siswi (33,3%) dan siswi cukup.
dengan pengetahuan dismenorea cukup Penelitian ini sejalan dengan hasil
dengan sikap penanganan dismenorea penelitian Purwani (2014) yang
buruk sebanyak 18 siswi (66,7%). melaporkan adanya hubungan antara
Penelitian ini menggunakan uji chi- pengetahuan dismenorea dengan sikap
square didapatkan nilai p = 0,008 dengan penanganan dismenorea (p value 0,021).
tingkat kemaknaan α = (0,05) maka p < Hasil penelitian lain di MTs Zainul Hasan
0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Desa Sambirejo Kecamatan Pare
terdapat hubungan yang signifikan antara Kabupaten Kediri Tahun 2017 juga
pengetahuan tentang dismenorea dengan menemukan adanya ada hubungan
sikap dalam menangani dismenorea pada pengetahuan remaja putri tentang
dismenorea dengan sikap

penanganan dismenorea dengan nilai p = individu akan menyadari rangsangan suatu


0,022 (Susiloningtyas, 2018). Didapatkan
nilai rho 0,254 yang mengindikasikan
adanya kekuatan hubungan yang lemah di
antara kedua variabel namun hubungan
tersebut memiliki arah hubungan yang
positif. Dengan kata lain, semakin baik
pengetahuan remaja putri tentang
dismenorea, maka semakin baik pula sikap
mereka dalam menangani dismenorea.
Meskipun begitu, terdapat penelitian lain
yang tidak sejalan dengan hasil penelitian
ini. Rahmawati (2016) tidak menemukan
adanya hubungan antara tingkat
pengetahuan tentang dismenorea dengan
sikap dalam mengatasi dismenorea (nilai p
0,451). Hasil analisis menunjukkan bahwa
meskipun responden dalam penelitian
Rahmawati (2016) memiliki pengetahuan
yang baik, tetapi mereka memiliki
tanggapan sikap yang negatif. Beberapa
contohnya, yaitu merasa stres, cemas, tidak
memperdulikan rasa nyeri, dan
keengganan untuk melakukan penanganan
dismenorea yang dirasakan meskipun
mereka memiliki pengetahuan tentang hal
tersebut. Hal ini menunjukkan adanya gap
antara hasil penelitian ini dengan
penelitian Rahmawati (2016).
Pengetahuan dapat membentuk sikap
individu. Sikap belum merupakan suatu
tindakan tetapi kesiapan individu untuk
bertindak (Notoatmodjo, 2012). Setiap
objek tertentu kemudian mereka akan usia remaja memiliki karakteristik
tertarik pada suatu objek tersebut. perkembangan sosial, fisik, psikologis dan
Kemudian, mereka memikirkan apa yang kognitif pesat dalam menghadapi fase baru
akan dilakukan terhadap objek tersebut dalam transisi antara usia anak dengan
dan memilih sikap yang baik dalam dewasa (Samaria, Theresia & Doralita,
menghadapi suatu objek (Notoatmodjo, 2019a). Salah satu perkembangan koginitif
2012). yang ditunjukkan dengan adanya rasa
Berdasarkan teori pembentukan keingintahuan yang sangat besar. Rasa
sikap, peneliti menyimpulkan bahwa ingin tahu yang besar ini mendorong siswi
pengetahuan tentang dismenorea yang untuk mencari tahu tentang apa itu
telah diterima siswi akan membentuk dismenorea dan bagaimana cara
sikap mereka dalam menangani mengurangi rasa nyeri yang timbul.
dismenorea. Hal ini diawali dengan siswi Pengetahuan yang baik dan didukung oleh
menyadari nyeri yang dirasakan saat kesadaran remaja terhadap kesehatan
menstruasi, kemudian individu mulai menstruasi dapat menstimulus
berpikir dan tertarik untuk mengetahui terbentuknya sikap yang baik pula, yang
bagaimana cara penanganan dari pada akhirnya menuntun terciptanya
dismenorea yang dirasakan. Wanita pada perilaku positif,

khususnya dalam hal kesehatan reproduksi penanganan dismenorea positif. Sikap


(Samaria, Theresia & Doralita, 2019b). positif ini yang dapat mendorong siswi
Hasil penelitian ini menunjukkan untuk melakukan penanganan dismenorea
bahwa siswi mendapatkan pengetahuan seperti olahraga ringan secara teratur,
dari berbagai sumber seperti, internet atau melakukan kompres hangat, mengkonsumsi
sosial media, tenaga kesehatan, guru, dan obat AINS sesuai petunjuk tenaga
orang tua. Siswi dalam penelitian ini kesehatan, dan melakukan relaksasi napas
memiliki tingkat pengetahuan yang baik untuk meringankan gejala dismenorea.
tentang dismenorea karena mereka dapat Penelitian ini juga memperlihatkan
mengingat, memahami, dan menerapkan hasil bahwa terdapat responden yang
informasi tentang dismenorea pada memiliki pengetahuan baik namun
pengalaman yang lalu. Hal ini menstimulus memiliki sikap yang buruk (n=10; 29,4%).
terbentuknya sikap yang baik dalam Hal ini dapat disebabkan oleh karena
penanganan dismenorea. Hasil penelitian beberapa siswi baru saja mengetahui
ini juga menunjukkan arah hubungan yang tentang dismenorea dan solusi
positif sehingga menandakan adanya sikap penanganannya sehingga mereka belum
mengimplementasikan apa yang telah tingka pengetahuan siswi baik, namun
diketahui. Dengan demikian, meskipun memiliki sikap yang buruk (Salamah,
2019). Selanjutnya, data juga menunjukkan
adanya siswi yang memiliki tingkat
pengetahuan cukup dan sikap yang baik.
Hal ini dikarenakan memiliki faktor
respons mental dan syaraf yang baik.
Keadaan mental dan syaraf yang
didapatkan dari pengalaman dapat
memberikan pengaruh terhadap respon
siswi pada nyeri yang dialaminya. Sikap
siswi yang baik adalah hasil dari
pengalaman baik siswi dalam merespon
dismenorea yang dirasakan (Priyoto,
2015).

SIMPULAN
Hasil uji statistik chi-square
didapatkan nilai p = 0,008 (p value < 0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara
pengetahuan tentang dismenorea dengan
sikap penanganan dismenorea di SMK
Ekonomika Ghama D’Leader School Kota
Depok. Penelitian ini didapatkan nilai OR
sebesar 4,8 dengan CI yaitu 1,617-14,253
yang memiliki arti, yaitu, siswi dengan
pengetahuan dismenorea baik mempunyai
peluang untuk memiliki sikap penanganan
dismenorea yang baik pula sebesar 4,8 kali
lebih besar dibandingkan siswi yang
memiliki pengetahuan dismenorea cukup.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi
referensi untuk kegiatan promosi kesehatan
atau penyuluhan di sekolah, khususnya

dalam kaitan peran tenaga Unit Kesehatan Dharma, K. K. (2011). Metodologi


Sekolah (UKS). Hal ini baik untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan bagi
siswi yang mengalami dismenorea di
sekolah. Bagi peneliti selanjutnya
diharapkan dapat mengembangkan
penelitian dengan desain kuasi eksperimen
dengan intervensi edukasi kesehatan
reproduksi remaja untuk mengevaluasi
peningkatan pengetahuan dan sikap remaja
terkait masalah kesehatan remaja,
khususnya dismenorea.

DAFTAR PUSTAKA
Azizah, N., Zumrotun, A., Fanianurul, N.,
& Nisa, K. (2015). Teknik relaksasi
nafas dalam dan terapi musik sebagai
upaya penurunan intensitas nyeri
haid ( dysmenorrhea ). 80–87.
Batubara, J. R. (2016). Adolescent
Development (Perkembangan
Remaja). Sari Pediatri, 12(1), 21.
https://doi.org/10.14238/sp12.1.2010.
21-9
Cahyaningtias, P. L., & Wahyuliati, T.
(2016). Pengaruh Olahraga Terhadap
Derajat Nyeri Dismenorea pada
Wanita Belum Menikah. Mutiara
Medika: Jurnal Kedokteran Dan
Kesehatan, 7(2 (s)), 120–126.
Retrieved from
http://journal.umy.ac.id/index.php/m
m/article/view/1665
Penelitian Keperawatan. Jakarta usia menarche dan lama menstruasi
Timur: CV.Trans Info Media. dengan kejadian dismenorea primer
Ernawati, H. (2014). Pengaruh Small pada remaja putri di SMK Negeri 4
Group Discussion Terhadap Surakarta. (December), 2–4.
Pengetahuan Tentang Dismenore Kozier.Erb.Berman.Snyder. (2010a). Buku
Pada Siswa Smpn Ajar
1 Dolopo. Jurnal Florence, VII(1),
FUNDAMENTAL
h.47-51.
KEPERAWATAN konsep,proses,&
Febrianti, R. (2017). Faktor-Faktor yang
praktik (Edisi 7). Jakarta: EGC.
Berhubungan dengan Menarche Dini
Kozier.Erb.Berman.Snyder. (2010b).
pada Siswi Kelas VII di MTSN
FUNDAMENTAL KEPERAWATAN
Model Padang Tahun 2017. UNES
Konsep, Proses, & Praktik (7th ed.).
Journal of Scientech Research, 2(1),
Jakarta: EGC.
73–84. Retrieved
Kusmiran. (2012). Kesehatan Reproduksi
from Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba
http://ojs.ekasakti.org/index.php/UJ Medika.
S R/article/view/174 Notoatmodjo. (2012). Promosi kesehatan
Gustina, tina. (2015). Hubungan antara dan prilaku kesehatan. Jakarta: PT
RINEKA CIPTA.

Pati, E., Purba, N., & Karundeng, M. dengan Perilaku Penanganan


(2013). Hubungan Pengetahuan Dismenore Pada Siswi SMA AL-
Dengan Penanganan Dismenore DI Kautsar Bandar lampung. Jurnal
SMA NEGERI 7 MANADO. Medika Malahayati, 1(3), 119–124.
Purwani, S. (2014). Hubungan tingkat Putrie, H. C. (2014). Hubungan antara
pengetahuan tentang dismenore tingkat pengetahuan, usia menarche,
dengan sikap penanganan dismenore lama menstruasi dan riwayat keluarga
pada remaja putri kelas x di sman 1 dengan kejadian dismenore pada siswi
petanahan. Jurnal Ilmiah Kesehatan di SMP N 2 Kartasura Kabupaten
Keperawatan, Volume 6 No.1, 6(1), Sukoharjo.
12–15. Rahmadhayanti, E., & Rohmin, A. (2016).
https://doi.org/10.1161/01.RES.78.1.1 Hubungan Status Gizi dan Usia
5 Menarche dengan Dismenorhea Primer
Putri, A. M., & Seriawati, O. R. (2014). pada Remaja Putri Kelas XI SMA
Hubungan Pengetahuan Dismenore Negeri 15 Palembang. Jurnal
Kesehatan, 7(2), 255. terhadap Perilaku Penanganan
https://doi.org/10.26630/jk.v7i2.197 Dismenore. Jurnal Ilmiah
Salamah, U. (2019). Hubungan Kebidanan Indonesia, 9(03),
Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri 123–127.
https://doi.org/10.33221/jiki.v9i03.38
2
Samaria, D., Theresia & Doralita. (2019a).
Correlation Between Menarcheal Age
with Menstrual Health Awareness
among College Students in a Private
University. Nursing Current Vol. 7
No. 1: 16-24.
Samaria, D., Theresia & Doralita. (2019b).
The Effect of Monitoring Education
on Menstrual Health Awareness
among College Students in Banten.
Jurnal Keperawatan Indonesia 2019,
22 (3),
219–227. DOI: 10.7454/jki.v22i3.706
Setyowati, H. (2018). Akupresure untuk
kesehatan wanita berbasis hasil
penelitian. Magelang: UNIMMA
PRESS.
Susiloningtyas, L. (2018). Hubungan
pengetahuan remaja putri tentang
dismenore dengan sikap penanganan
dismenorea. X(I), 45–52.
Wiretno, M., Akmal, & Indar, H. (2014).
Hubungan Antara Tingkat
Pengetahuan Menstruasi Terhadap
Upaya Penanganan Dismenore Pada
Siswi Sma Negeri 1 Bungku Tengah.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis,
5, 616–621.
Wulandari, A. (2014). Karakteristik Pertumbuhan Perkembangan Remaja

dan Implikasinya Terhadap Masalah KA/article/view/3954


Kesehatan dan Keperawatannya.
Jurnal Keperawatan Anak, 2, 39–43.
Retrieved from
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/J

Anda mungkin juga menyukai