Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS DAN KARAKTERISASI KANDUNGAN SILIKA DARI SEKAM


PADI

Disusun Oleh :

NEYBI P. SAHABANG

15 501 022

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MANADO

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman padi merupakan tanaman yang banyak didapati di Indonesia karena padi
digunakan sebagai sumber makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia.
Pengolahan padi sebagai bahan makanan melalui proses penggilingan yang akan
menghasilkan beras sebagai bahan utama dan sekam padi sebagai hasil sampingan.
Sekam padi tersebut pada umumnya akan dibiarkan tertumpuk di area penggilingan atau
dibakar sehingga dapat menyebabkan masalah lingkungan seperti penyebaran material
sekam padi di lingkungan, udara, dan mengurangi estetika disekitar wilayah penumpukan
sekam padi.

Badan Pusat Statistika mendata, produksi padi di Sulawesi Utara terus mengalami
peningkatan yang signifikan yaitu sekitar 30 ton pada 5 tahun terakhir. (Badan Pusat
Statistika, 2015). Peningkatan produksi padi yang signifikan akan memengaruhi
peningkatan limbah sekam padi sebagai hasil sampingan dari tanaman padi. Langkah
yang dapat diambil untuk meminimalisir penumpukan sekam padi adalah dengan
memanfaatkan atau mengolah limbah sekam padi tersebut. Sekam padi memiliki banyak
kegunaan yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan penelitian,
sekam padi dapat dimanfaatkan sebagai briket bioarang, pengganti semen, salah satu
bahan komposit, dan sebagai media tumbuh (Idharmahadi, 2011; Fathanah, 2011; Daud,
2012; dan Sudarsono dkk, 2014).

Sekam padi selain dapat dimanfaatkan secara langsung, dapat juga diberdayakan
sebagai adsorben, sebagai salah satu bahan pendukung fotokatalisator dalam
mendegradasi limbah industri tekstil, sebagai fase diam dalam kolom kromatografi, dan
bahan sintesis Zeolit ZSM-5 (Sun & Gong, 2001; Lee dkk, 2003; Utubira dkk, 2006; dan
Putro dkk, 2007) dengan memanfaatkan kandungan yang ada dalam sekam padi tersebut.
Kandungan silika yang melimpah dalam sekam padi juga menjadi salah satu senyawa
pendukung yang membuat sekam padi ini banyak digunakan untuk berbagai keperluan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa abu sekam padi mengandung 80-90 % silica selain
besi dan aluminium (Simon dkk, 2007). Berdasarkan latar belakang di atas, maka akan
dilakukan penelitian dengan judul Analisis dan Karakterisasi Kandungan Silika dari
Sekam Padi.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana analisis dan karakterisasi
kandungan silika dari sekam padi?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengkarakterisasi silika
yang terkandung dalam sekam padi.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui persentase kandungan silika dalam
sampel padi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sekam Padi

Sekam adalah bagian dari bulir padi-padian (serealia) berupa lembaran yang
kering, bersisik, dan tidak dapat dimakan, yang melindungi bagian dalam (endospermium
dan embrio). Pada keadaan normal, sekam berperan penting untuk melindungi biji beras
dari kerusakan yang disebabkan oleh serangan jamur secara tidak langsung dan menjadi
penghalang terhadap penyusupan jamur. Sekam padi yang membungkus butiran beras
atau biji padi dalam proses penggilingan padi akan menjadi limbah atau buangan. Sekitar
20% dari bobot padi adalah sekam padi dan kurang lebih 15% dari komposisi sekam padi
adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar. Sekam padi saat ini
telah dikembangkan sebagai bahan baku untuk menghasilkan abu yang dikenal di dunia
sebagai RHA (rice husk ash).

Gambar 2.1 Sekam Padi

Sekam padi merupakan bahan berligno-selulosa seperti biomassa lainnya namun


mengandung silika yang tinggi dalam bentuk serabut-serabut yang sangat keras. Sekam
padi memiliki komposisi kimia yang di dalamnya terdapat kandungan organic dan
anorganik. Komponen-komponen organik yang terdapat dalam sekam padi adalah
sebagai berikut :
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Sekam Padi (% berat)

Komponen % Berat
Kadar air 32,40 – 11,35
Protein kasar 1,70 – 7,26
Lemak 0,38 – 2,98
Serat 31,37 – 49,92
Sellulosa 34,34 – 43,80
Abu 13,16 – 29,04
Lignin 21,40 – 46,97
(Ismunanji, 1988)

Bahan-bahan organik yang terkandung dalam sekam padi seperti lignin dan
selulosa merupakan bahan organik yang mudah menguap yang jika dibakar akan
menghasilkan sisa pembakaran berupa abu (Yalcin dan Sevin, 2001). Selain komponen-
komponen organik, sekam padi juga mengandung komponen-komponen anorganik
berupa mineral. Hasil analisis komposisi kimia abu sekam padi menunjukkan kandungan
silika (Si) sebesar 95,25 %, natrium (Na) 1,46 %, aluminium (Al) 0,93 %, magnesium
(Mg) 0,84 % , kalsium (Ca) 0,77 % , dan kalium (K) 0,65 % (Suka dkk, 2008).

Secara tradisional, abu sekam padi digunakan sebagai bahan pencuci alat-alat
dapur. Namun masih banyak kegunaan dari sekam padi yang bisa dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan. Para petani biasanya sering menggunakan sekam padi untuk media
tanam karena sekam padi bermanfaat untuk mengikat unsur hara dalam tanaman,
meningkatkan porositas dan dapat memperbaiki tingkat keasaman tanah sehingga dapat
memperkuat tanaman dan mendorong perkembangan sel-sel tanaman.

Manfaat sekam padi lainnya adalah sebagai sumber energi pada berbagai
keperluan manusia, karena dengan adanya kadar selulosa yang cukup tinggi dapat
memberikan pembakaran yang merata dan stabil contohnya pemanfaatan sekam padi
sebagai bahan bakar alternatif (briket arang sekam). Sekam padi juga bisa dimanfaatkan
sebagai bahan baku pada industri bahan bangunan, terutama kandungan silika (SiO 2)
yang dapat digunakan untuk campuran pada pembuatan semen Portland dan campuran
pada industry bata merah.

2.2 Silika (SiO2)

Silikon (Si) adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki nomor
atom 14. Senyawa yang dibentuk oleh unsur ini bersifat paramagnetik. Silikon
merupakan unsur metalloid tetravalensi, bersifat lebih tidak reaktif daripada karbon.
Secara umum sifat fisika silika antara lain memiliki nama IUPAC Silikon dioksida
dengan rumus molekul SiO2, massa molar = 60,08 g/mol, kepadatan = 2,648 g/cm 3, dan
titik didih 2230° C (Masramdhani, 2011). Silikon merupakan elemen terbanyak
kedelapan di alam semesta dari segi massanya, tetapi sangat jarang ditemukan dalam
bentuk murni di alam. Silikon sebagian besar digunakan secara umum tanpa dipisahkan,
terkadang dengan sedikit pemrosesan dari senyawanya di alam.

Silica adalah senyawa kimia dengan rumus molekul SiO2 (silicon dioksida) yang
dapat diperoleh dari silika mineral, nabati dan sintesis kristal. Silika terbentuk melalui
ikatan kovalen yang kuat serta memiliki struktur dengan empat atom oksigen terikat pada
posisi sudut tetrahedral di sekitar atom pusat yaitu atom silicon. Gaya-gaya yang
mengikat tetrahedral ini berasal dari ikatan ionic dan kovalen sehingga ikatan tetrahedral
ini kuat.

Gambar 2.2 Struktur tetrahedral silika


Bentuk umum silika, SiO2 yaitu quartz (kwarsa), yang terdapat pada sebagian
besar batu-batuan sedimen alam dari batu-batuan metaporik. Pasir juga merupakan
bentuk lain dari silika. Pada temperatur kamar silika, SiO 2 terdapat dalam 3 macam
bentuk kristalin, antara lain quartz, trimidit, dan kristobalit. Berdasarkan perlakuan
termal, pada suhu < 570° C terbentuk low quartz, untuk suhu 570-870° C terbentuk high
quartz yang mengalami perubahan struktur menjadi crystobalit dan tridymite. SiO2
berupa padatan yang meleleh pada kira-kira 1600° C dan mendidih pada 2230° C. Setiap
bentuk berada dalam modifikasi temperatur rendah (α) dan temperatur tinggi (β).
Perubahan kwarsa menjadi trimidit melibatkan perubahan ikatan-ikatan itu merupakan
proses yang lambat, sedangkan perubahan kwarsa-α menjadi kwarsa-β melibatkan hanya
sedikit distorsi bentuk tanpa pemecahan ikatan dan konsekuensinya merupakan proses
yang reversible (dapat balik) (Sugiyarto, 2000).

Silika relative tidak reaktif terhadap asam kecuali terhadap asam hidrofluorida
dan asam phospat. Namun, silika dapat bereaksi dengan basa, terutama dengan basa kuat
seperti hidroksida alkali. Secara komersial, silika dibuat dengan mencampur larutan
natrium silikat dengan suatu asam mineral. Reaksi ini menghasilkan suatu disperse pekat
yang akhirnya memisahkan partikel dari silika terhidrat, yang dikenal sebagai silika
hydrosol atau asam silikat yang kemudian dikeringkan pada suhu 110° C agar terbentuk
silika gel. Basa pekat dan panas NaOH, secara perlahan dapat mengubah silika menjadi
silikat yang larut dalam air, dengan rasio Na : Si = 0,5 – 4.

SiO2(s) + 2NaOH(aq) Na2SiO3(aq) + H2O(l)

(Sugiyarto, 2000)

Pemanfaatan silikon secara langsung antara lain pemakaian bebatuan, pasir silika,
dan tanah liat dalam pembangunan gedung. Silikon juga dipakai sebagai monomer dalam
pembuatan polimer sintetik silicone. Unsur silikon juga berperan besar terhadap ekonomi
modern. Meski banyak silikon digunakan pada proses penyulingan baja, pengecoran
aluminium, dan beberapa proses industri kimia lainnya, sebagian silikon juga digunakan
sebagai bahan semikonduktor pada elektronik-elektronik. Silika mineral adalah senyawa
yang banyak ditemui dalam bahan tambang/galian yang berupa mineral seperti pasir
kuarsa, granit, dan fledsfar yang mengandung Kristal-kristal silica (SiO2) (Bragmann dan
Goncalves, 2006; Della, 2002). Dalam variasi bentuk amorf, silica sering digunakan
sebagai desiccant, adsorben, filler, dan komponen katalis. Silica merupakan bahan baku
utama pada industry glass, keramik, dan industry refraktori dan bahan baku yang penting
untuk produksi larutan silikat, silikon dan alloy (Kirk-Othmer, 1967).

Silika gel adalah bentuk hidrat silikon dioksida yang digunakan sebagai agen
pengering (terhadap kelembaban udara) baik dalam laboratorium maupun dalam
penyimpanan obat-obatan dan alat-alat elektronik. Silika gel mempunyai kemampuan
menyerap yang sangat besar terhadap molekul-molekul air dan menjadi berwarna merah
muda; tetapi molekul-molekul air ini dapat dilepaskan kembali pada pemanasan hingga
diperoleh silika gel berwarna biru yang dapat dipakai ulang sebagai agen pengering.
(Sugiyarto, 2000)

2.3 Metode XRD (X-Ray Difraction) dan SEM


2.3.1 XRD (X-Ray Difraction)

Difraksi sinar-X atau X-Ray Difraction (XRD) adalah suatu metode analisa yang
digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara
menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel. Metode
difraksi sinar-X merupakan salah satu cara untuk mempelajari keteraturan atom atau
molekul dalam suatu struktur tertentu. Jika struktur atau molekul tertata secara teratur
membentuk kisi, maka radiasi elektromagnetik pada kondisi eksperimen tertentu akan
mengalami penguatan (Dunitz, 1995).

Prinsip kerja difraksi sinar X dihasilkan disuatu tabung sinar X dengan


pemanasan kawat pijar atau filament untuk menghasilkan electron-elektron, kemudian
electron-elektron yang berupa sinar X tersebut dipercepat terhadap suatu sampel
dengan memberikan suatu voltase, dan menembak sampel dengan electron. Electron-
elektron berupa sinar X akan melewati celah (slit) agar berkas sinar yang sampai ke
sampel berbentuk paralel dan memiliki tingkat divergensi yang kecil, serta electron-
elektron tersebut dapat menyebar merata pada sampel. Ketika elektron-elektron
mempunyai energi yang cukup untuk mengeluarkan elektron-elektron dalam sampel,
maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar X yang memiliki panjang gelombang
sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut.

Gambar 2.3 Skema difraksi sinar-X (Anonim D, 2013)

Sinar yang dibiaskan dari sampel juga melewati celah (slit) sebelum ditangkap
oleh detektor sinar X, sehingga sinar yang dibiaskan tidak menyebar dan kemudian
melewati celah soller (soller slit). Celah ini berfungsi untuk mengarahkan sinar X yang
akan dicatat oleh detector dan akan mengeliminasi hamburan yang tidak berguna dalam
difraksi. Kemudian sinar tersebut akan melewati penyaringan monokromator sekunder
yang berfungsi sebagai penghasil sinar X monokromatik yang diperlukan untuk
difraksi. Sinar X yang dihasilkan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan
sebagai sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam
sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkan. Tiap puncak yang muncul
pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam
sumbu tiga dimensi.

Mekanisme kerja analisis XRD ini yakni material yang akan dianalisis XRD
digerus sampai halus seperti bubuk kemudian dipreparasi lebih lanjut menjadi lebih
padat dalam suatu holder kemudian holder tersebut diletakkan pada alat XRD dan
diradiasi dengan sinar X. Data hasil penyinaran sinar X berupa spectrum difraksi, sinar
X dideteksi oleh detektor dan kemudian data difraksi tersebut direkam dan dicatat oleh
komputer dalam bentuk grafik peak intensitas, yang lebih lanjut dianalisis jarang antara
bidang kisi kristalnya dan dibandingkan dengan hukum Bragg pada komputer dengan
menggunakan software tertentu sehingga dapat menghasilkan suatu data (Sudarningsih,
2008).

Pola difraktogram yang dihasilkan berupa deretan puncak-puncak difraksi dengan


intensitas relative bervariasi sepanjang nilai 2θ tertentu. Besarnya intensitas relative
dari deretan puncak-puncak tersebut bergantung pada jumlah atom atau ion yang ada,
dan distribusinya di dalam sel satuan material tersebut. Pola difraksi setiap padatan
kristalin sangat khas, yang bergantung pada kisi Kristal, unit parameter dan panjang
gelombang sinar-X yang digunakan. Dengan demikian sangat kecil kemungkinan
dihasilkan pola difraksi yang sama untuk suatu padatan kristalin yang berbeda (Warren,
1969).

Gambar 2.3 Contoh Grafik XRD dari Silikon (Si)

Keuntungan utama penggunaan difraksi sinar X dalam karakterisasi material


adalah kemampuan penetrasinya, sebab sinar X memiliki energi sangat tinggi akibat
panjang gelombangnya yang pendek (0,5 – 2,0 mikron) (Widhyastuti dkk, 2009).
Kegunaan dan aplikasi difraksi sinar X, yakni dapat membedakan antara material yang
bersifat kristal dengan amorf, mengukur macam-macam keacakan dan penyimpangan
kristal, karakterisasi material kristal, identifikasi mineral-mineral yang berbutir halus
seperti tanah liat, dan penentuan dimensi-dimensi sel satuan (Widhyastuti dkk, 2009;
Anonim C, 2011).

2.3.2 Scanning Electron Microscopy (SEM/EDS)

SEM (Scanning Electron Microscope) adalah jenis mikroskop electron yang


mencitrakan permukaan sampel oleh pemindaian dengan pancaran tinggi electron.
Electron yang berinteraksi dengan atom yang membentuk sampel menghasilkan sinyal
yang berisi informasi tentang sampel dari permukaan topografi, komposisi dan sifat
lainnta seperti daya konduksi listrik. SEM (Scanning Elektron Microscopy) yang
dilengkapi dengan system EDS (Energy Dispersive Spectrometry) merupakan bagian
dari seperangkat alat instrument yang digunakan untuk mempelajari mikrostruktur
permukaan secara langsung dari bahan atau sampel padat seperti keramik, logam dan
komposit, yang diamati secara tiga dimensi.

Aplikasi SEM :

 Mengamati struktur maupun bentuk permukaan yang berskala lebih halus


 Dilengkapi dengan EDS (Electron Dispersive X-ray Spectroscopy)
 Dapat mendeteksi unsure-unsur dalam material
 Permukaan yang diamati harus penghantar electron.

Beberapa model SEM bisa meneliti setiap bagian dari suatu water semikonduktor
berukuran 6 inci (15 cm), dan beberapa dapat memiringkan objek dengan ukuran
tersebut sebesar 45° dan memberikan terus menerus rotasi 360°. SEM memiliki resolusi
(daya pisah) sekitar 0,5 nm dan ketajaman gambar yang hingga 50.000 kali, selain itu
cara analisis SEM tidak merusak bahan (Brendon et al, 1991). Kemampuan daya pisah
ini disebabkan karena SEM menggunakan electron sebagai sumber radiasinya. Daya
pisah setiap instrument optic dibatasi oleh difraksi sehingga besarnya berbanding lurus
dengan panjang gelombang yang dipakai untuk menyinari benda yang diselidiki
(Beiser, 1987).
Pada prinsipnya SEM secara umum terdiri dari beberapa komponen yaitu kolom
electron, ruang sampel, system pompa vakum, control elektronik dan system pencitraan
bayangan.

Gambar 2.4 Skematik Alat SEM (Anonim E, 2013)

Instrumen SEM terdiri dari sumber electron yang ditembakkan (electron Gun),
tiga lensa elektrostatik dan kumparan scan elektromagnetik yang terletak diantara lensa
kedua dan ketiga serta tabung foto multiplier untuk mendeteksi cahaya pada layar
scanner ke TV. SEM menggunakan electron sebagai pengganti cahaya untuk
menghasilkan bayangan. Berkas electron dihasilkan dengan memanaskan filament
melalui tegangan tinggi, kemudian dikumpulkan melalui lensa kondensor
elektromagnetik dan difokuskan oleh lensa objektif. Ketika arus dialirkan pada filament
maka terjadi perbedaan potensial antara kutub katoda dan anoda yang akhirnya akan
menghasilkan electron. Electron yang dihasilkan selanjutnya akan melewati celah
pelindung pada anoda, lensa magnetic dan lensa objektif. Berkas electron tersebut
dipercepat oleh medan listrik dan menumbuk sampel atau specimen pada stage melalui
scanning oil menghasilkan electron sekunder (secondary electron), electron hambur
balik (backscattered electron) yang dipantulkan dari sampel kemudian dideteksi dan
dikuatkan oleh tabung multiplier yang kemudian ditransmisikan ke scanner ke TV,
sehingga bentuk dan ukuran sampel terlihat dalam bentuk sinaran (imaging beam).
Factor yang menentukan penampilan dan resolusi adalah arus dan berkas pemercepat
(Sampson, 1996).
BAB III

METODE PENELITIAN

1.1 Alat dan Bahan


1.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan adalah X-Ray Difraction (XRD), Scanning Electron


Microscopy (SEM), furnace, tabung Erlenmeyer, gelas beaker, gelas ukur, corong pisah,
kertas saring, indikator pH / kertas lakmus, oven, timbangan, cawan porselen, batang
pengaduk, spatula.

1.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah sekam padi 50 gram, larutan NaOH merck
10% , larutan HCl merck 100 mL, aquades.

1.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia FMIPA UNIMA. Uji XRD


dan SEM dilakukan di Laboratorium ITB Bandung.

1.3 Prosedur Kerja


1.3.1 Preparasi Sampel

Sebanyak 50 gram sekam padi direndam dengan air panas selama 1 jam untuk
membersihkan sekam padi dari kotoran-kotoran pengikut seperti pasir dan kerikil serta
untuk melarutkan senyawa-senyawa organic pengotor. Setelah itu, sekam padi
dikeringkan di udara yang terbuka. Kemudian sekam padi kering dimasukkan ke dalam
cawan porselen untuk selanjutnya dibakar dalam tungku pemanas (furnace) selama 4
jam dengan temperature 600-700° C. Abu yang dihasilkan diayak dengan ayakan 200
mesh.
1.3.2 Ekstraksi Silika

Sebanyak 50 gram abu sekam ditambahkan dengan 60 mL KOH dengan


konsentrasi tertentu kemudian dipanaskan sampai suhu 85° C sambil diaduk dengan
waktu tertentu. Setelah dingin, kemudian disaring dan residu diekstraksi lagi seperti
cara sebelumnya dan filtratnya disatukan dengan filtrate pertama sebagai larutan silikat
setelah itu di ukur pH filtrate.

Filtrate hasil ekstraksi tadi ditambahkan larutan HCl 1 N secara perlahan-lahan


hingga mencapai pH 7 sehingga membentuk endapan. Endapan kemudian disaring dan
dioven hingga beratnya konstan.

1.4 Kerangka Berpikir

Tanaman padi banyak didapati di daerah-daerah di Indonesia karena padi


merupakan makanan pokok orang Indonesia. Dari pengolahan padi, terdapat produk
sampingan yang memiliki banyak kegunaan yaitu sekam padi. Sekam padi ini biasanya
dihasilkan cukup banyak sehingga tidak jarang terjadi penumpukkan dan menjadi limbah.

Disisi lain terdapat kandungan dalam sekam padi yang memiliki banyak manfaat
yaitu silika. Sekam padi mudah didapat dengan harga yang relatif rendah. Silika dalam
sekam padi dapat larut didalam larutan alkali dan mengendap kembali jika dalam kondisi
asam.

Beberapa penelitian tentang manfaat silika dari sekam padi antara lain sebagai
agen pengering, sebagai salah satu bahan pendukung fotokatalisator, fase diam dalam
kolom kromatografi, dan digunakan dalam sintesis Zeolit ZSM-5.

1.5 Hipotesis
1. Kandungan silika dalam sekam padi dapat larut dalam larutan alkali.
DAFTAR PUSTAKA

Agung, G. F. M., Rizal, P. Mardina. 2013. Ekstraksi Silika dari Abu Sekam Padi dengan
Pelarut KOH. Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat. 2(1):28-31.

Anita, D., A., Melya, R., dan Duryat. 2014. Pemanfaatan Limbah Serbuk Gergaji dan Arang
Sekam Padi sebagai Media Sapih untuk Cempaka Kuning (Michelia champaca).
Universitas Lampung. Vol.2(3) : 49-58

Badan Pusat Statistika. 2015. Produksi Padi Menurut Provinsi.


https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/865 diakses pada 19 November 2019 pukul
22.53 wita.

Daud, P. 2012. Karakteristik Termal Briket Arang Sekam Padi dengan Variasi Perekat. Fakultas
Teknik, Universitas Tadulako. Palu. Vol.3(2) : 286-292

Della, V.P., Kuhn, I., and Hotza, D. 2002. Rice Husk Ash an Alternate Source For Active Silica
Production. Materials Leters. Vol. 57, pp. 818-821.

Fathanah, U. 2011. Kualitas Papan Komposit dari Sekam Padi dan Plastik HDPE Daur Ulang
menggunakan Maleic Anhydride (MAH) sebagai Compatibilizer. Universitas Syiah
Kuala, Banda Aceh. Vol.8(2) : 53-59
Febri, M., M., Ardina, P. 2013. Pemanfaatan Batu Apung sebagai Sumber Silika dalam
Pembuatan Zeolit Sintesis. Universitas Andalas. Vol.2(4) : 262-268

Hadi, S., Munasir, dan Triwikantoro. 2011. Sintesis Silika Berbasis Pasir Alam Bancar
Menggunakan Metode Kopresipitasi. ITS Sukolilo, Surabaya. Vol.7(2)

Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Houston, D. F. 1972. Rice Chemistry and Technology. American Association of Cereal Chemist,
Inc. Minnesota.

Husnain. 2010. Mengenal Silika sebagai Unsur Hara. Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. 32(3):19-20.

Idharmahadi, Adha. 2011. Pemanfaatan Abu Sekam Padi sebagai Pengganti Semen pada
Metoda Stabilisasi Tanah Semen. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Lampung, Bandar Lampung. Vol. 15(1)

Irwan, G. S., Simanjuntak, W., Simon, S., Evi, T. 2008. Karakteristik Silika Sekam Padi dari
Provinsi Lampung yang Diperoleh dengan Metode Ekstraksi. FMIPA Universitas
Lampung. 37(1):47-52.

Ismunadji, M., S. Partohardjono, M. Syam, dan A. Widjono. 1988. Padi. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Kalapathy, U., A. Proctor, and J. Schultz. 2000. A Simple Method for Production of Pure Silica
from Rice Hull Ash. Bioresources Technology. 73:257-262.

Kim, H.S., Yang, H.S., Kim, H.J. and Park, H.J. 2004. Thermogravimetric Analysis of Rice
Husk Flour Filled Thermoplastic Polymer Composite. Journal of Thermal Analysis and
Calorimetry, 76:395-404.

Kirk, R. E., and Othmer. 1967. Encyclopedia of Chemical Engineering Technology. John Wiley
and Sons, Inc. New York. Third Edition, Vol.18.

Kristiyani, D., Susatyo, E., B., dan Prasetya, A., T. 2012. Pemanfaatan Zeolit Abu Sekam Padi
untuk Menurunkan Kadar Ion Pb2+ pada Air Sumur. FMIPA Universitas Negeri
Semarang. Vol.1(1) : 14-19

Lee, K., T., Subhash, B., and Mohamed, A., R. 2003. Preparation and Characterization of
Absorbent Prepared from Coal Fly Ash for Sulfur Dioxide (SO 2) Removal. Universiti
Sains Malaysia.

Mc.Colm, I.J. 1983. Ceramic Science for Materials Technologists. Chapman and Hall. Michigan.

Mittal, Davinder. 1997. Silica from Ash: A Valuable Product from Waste Material. 2(7):64-66.
Patabang, Daud. 2012. Karakteristik Termal Briket Arang Sekam Padi dengan Variasi Bahan
Perekat. Fakultas Teknik Universitas Tadulako, Palu. Vol. 3(2) : 286-292.

Pukird, S., Chamninok, P., Samran, S., Kasian, P., Noipa, K., and Chow Lee. 2009. Synthesis
and Characterization of SiO2 Nanowires Prepared from Rice Husk Ash. Journal of
Metals, Materials and Minerals. Ubon Ratchathani University, Thailand. Vol.19(2) : 33-
37.

Putro, A. L., Prasetyoko, D. 2007. Abu Sekam Padi sebagai Sumber Silika pada Sintesis Zeolit
ZSM-5 Tanpa Menggunakan Templat Organik. Akta Kimindo. 3(1):33-36.

R. E. Smallman and R. J. Bishop. 2000. Modern Physical Metallurgy and Materials


Engineering. Hill International Book Company, New York.

Retnosari, A. 2013. Ekstraksi dan Penentuan Kadar Silika (SiO2) Hasil Ekstraksi dari Abu
Terbang (Fly Ash) Batubara. Skripsi. Universitas Jember.

Sudarningsih, Fahruddin. 2008. Penggunaan Metoda Difraksi Sinar X dalam Menganalisa


Kandungan Mineral Pada Batuan Ultrabasa Kalimantan Selatan. Staf Pengajar
Program Studi Fisika FMIPA., 5(2), 165-173.

Sudarsono, E., S., Melya, R., dan Duryat. 2014. Pemanfaatan Limbah The, Sekam Padi, dan
Arang Sekam sebagai Media Tumbuh Bibit Trembesi (Samanea saman). Universitas
Lampung. Vol.2(2) : 61-70
Sugiyarto, K., H. 2000. Kimia Anorganik I (Dasar-dasar Kimia Anorganik Nonlogam). Jurusan
Pendidikan Kimia. Universitas Negeri Yogyakarta.

Sun, L., and Gong, K. 2001. Silicon-based Materials from Rice Husks and Their Applications.
India Engineering Chemical Resource, 40:5861-5877.

Utubira, Y., Wijaya, K., Triyono, and Sugiharto, E. 2006. Preparation and Characterization of
TiO2-Zeolite and Its Application to Degrade Textille Wastewater by Photocatalytic
Method. Indo.J.Chem. Vol.6(3) : 231-237.

Warren. 1969. X-Ray Diffraction, 1st Ed : Addition Wessly Pub. New York.

Wustoni, S., Mukti, R., R., Wahyudi, A., dan Ismunandar. 2011. Sintesis Zeolit Mordenit dengan
Batuan Benih Mineral Alam Indonesia. Jurnal Matematika & Sains. Vol.16(3) : 158-160

Zahrina, I. 2007. Pemanfaatan Abu Sabut dan Cangkang Sawit sebagai Sumber Silika pada
Sintesis ZSM-5 dari Zeolit Alam. Jurnal Sains & Teknologi. Universitas Riau, Pekanbaru.
Vol.6(2) : 31-34

Anda mungkin juga menyukai