Anda di halaman 1dari 3

MATERI II

PERSEPSI DIRI
Secara prinsip, proses persepsi sosial dan persepsi diri tidak ada perbedaan. Terutama
dalam hubungannya dengan proses fisiologis dalam otak. Perbedaan yang mendasar antara
keduanya adalah karena pada persepsi diri subyek dan obyeknya sama. Menurut Darley Bem
(dalam Manstead dan Hewstone, 1996; Shaw dan Costanzo, 1982), perbedaan mendasar antara
persepsi diri dengan persepsi sosial disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya disebutkan
di bawah ini.
1. Perbedaan dalam diri dengan luar diri seseorang.
Ada kecenderungan bahwa suatu kesalahan bagi pelaku disebabkan karena faktor di
luar dirinya, sedangkan bagi orang lain suatu kesalahan disebabkan lebih disebabkan
oleh faktor pelaku itu sendiri.
2. Perbedaan karena kenal dengan tidak kenal
Di dalam persepsi diri, orang yang bersangkutan lebih tahu banyak tentang dirinya
dibandingkan orang lain, terutama berkaitan dengan masalah waktu. Orang lain pada
umumnya mengetahui seseorang dalam jangka waktu tertentu. Sebaliknya, bagi yang
bersangkutan segala sesuatu yang terjadi pada orang lain diketahui sebatas waktu
kejadian, atau sepenggal-sepenggal.
3. Perbedaan antara diri dengan orang lain.
Bagi pelaku, suatu keberhasilan dianggapnya sebagai cerminan dari self-esteemnya,
sedangkan bagi orang lain hal itu sering dianggap sebagai usaha untuk menutupi
kelemahannya.
4. Perbedaan sebagai pelaku dan pengamat.
Dalam kehidupan sehari-hari pasti ada perbedaan pandangan antara orang yang
mengalami dengan orang lain yang mengamatinya. Subjektivitas pada pelaku maupun
pengamat sama-sama berperan dalam melakukan penilaian.

Ketika melakukan proses persepsi diri, maka seseorang bertindak sebagai aktor
sekaligus pelaku. Ini berbeda dengan persepsi sosial yang membedakan aktor dan pelaku.
Dengan demikian semakin kelihatan bahwa ditinjau dari proses fisiologis persepsi, keduanya
tidak berbeda, tetapi sampai pada impresi dan atribusi akan kelihatan perbedaan pada
keduanya cukup menonjol. Persepsi diri bermanfaat bagi seseorang dalam usaha untuk
menempatkan diri dalam berhubungan dengan orang lain. Secara garis besar untuk
mendapatkan gambaran tentang diri sendiri ditempuh dengan dua cara. Pertama dengan jalan
mengamati langsung perilaku dirinya, dan ke dua dengan cara mempersepsi bagaimana
persepsi orang lain tentang dirinya.

EVALUASI DIRI
Tujuan yang lebih mendasar dari persepsi diri adalah dalam rangka menilai diri sendiri.
Evaluasi diri akan menjadi sulit tanpa adanya pembanding, dalam hal ini orang lain. Oleh
karenanya cara yang paling sering digunakan dalam evaluasi diri adalah dengan jalan
melakukan perbandingan sosial. Teori Perbandingan Sosial yang banyak dikenal mengacu pada
pendapat Leon Festinger (1954), yang menyatakan bahwa seseorang menggunakan orang lain
sebagai dasar perbandingan untuk mengevaluasi diri sendiri baik dalam hal pendapat maupun
dalam hal kemampuan. Teori ini kemudian berkembang karena pada dasarnya tiap-tiap individu
memiliki kebutuhan untuk menilai diri sendiri. Namun demikian, tidak setiap saat kebutuhan itu
muncul. Pada saat seseorang merasa ragu atau tidak yakin dengan kemampuan maupun
opininya, maka ia butuh tahu kondisi yang sesungguhnya. Untuk mengetahui hal tersebut,
maka cara yang digunakan adalah dengan jalan menilai diri sendiri. Di samping itu, pada saat
menghadapi persaingan orang juga membutuhkan evaluasi diri. Tujuannya agar dapat
mengungguli saingan atau setidaknya menyamainya. Apabila kemudian dia sadar bahwa
kemampuannya terlalu jauh di bawah dirinya, maka akan dilakukan usaha untuk menghindari
persaingan itu. Tentu saja tidak semua orang bisa dijadikan sebagai pembanding dalam
perbandingan sosial. Pelari daerah, misalnya, akan berusaha mencari pembanding yang setara
dengan dirinya dalam usaha memacu prestasi, tidak membandingkan dirinya dengan pelari
yang meraih medali emas dalam olimpiade. Mencari pembanding yang seimbang dengan
kemampuannya atau yang memiliki karakteristik tidak jauh berbeda adalah hal yang paling
wajar. Dalam kondisi yang khusus, keadaan seperti itu sering tidak terjadi. Orang yang
keyakinan dirinya rendah, akan berusaha membandingkan dengan orang yang kemampuannya
berada di bawah kemampuan yang sesungguhnya dari orang tersebut. Hal ini berbeda dengan
orang yang ingin meningkatkan kemampuan dirinya. Orang yang demikian biasanya mencari
pembanding yang kualifikasinya lebih tinggi daripada dirinya. Penonjolan keunikan. Salah satu
kesulitan dalam menilai diri adalah kecenderungan untuk menggunakan halhal yang justru
kurang biasa pada dirinya atau hal-hal yang menonjol saja (dalam arti negatif maupun positif).
Gejala seperti ini biasa disebut sebagai distinctiveness postulate. Apabila hal ini terjadi, maka
obyektivitas penilaian menjadi berkurang. Skemata diri. Untuk sampai pada atribusi dalam
proses persepsi, terjadi suatu proses dalam self yang merupakan mental framework (jaringan
kerangka kerja mental) yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman untuk memproses
informasi yang masuk, yang biasa disebut schema. Dalam kaitannya dengan persepsi diri,
skema yang digunakan adalah skema diri, yaitu jaringan kerangka kerja mental yang
menentukan bagaimana fakta-fakta tentang diri sendiri yang sedang diperhatikan, bagaimana
menyimpan fakta tersebut dalam memori dan bagaimana menggunakan informasi tersebut
dalam pembentukan impresi tentang diri sendiri. Skema diri bisa digunakan untuk memprediksi
bagaimana kita akan merespon terhadap suatu situasi di masa yang akan datang. Dengan kata
lain, pengetahuan tentang skema diri akan mempermudah dalam memprediksi diri sendiri
terhadap kemungkinan-kemungkinan situasi yang akan dihadapi di masa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai