Anda di halaman 1dari 2

A.

Empirisme

Empirisme Secara etimologis, empirisme berasal dari kata bahasa inggis empiricism dan
eksperience Kedua kata tersebut berasal dari akar kata bahasa yunani, yaitu έμπειρία (empeiria)
dan dari kata experietia yang mempunyai arti “berpengalaman dalam”,“berkenalan dengan”,
serta “terampil untuk” (bagus: 2002). Sedangkan menurut (Lacey: 2000) berdasarkan akar
katanya Empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara
keseluruhan atau parsial didasarkan kepada pengalaman yang menggunakan inderawi. Manusia
tahu es dingin karena ia menyentuh nya, gula manis karena ia mencicipi nya.

Sementara secara terminologis terdapat beberapa definisi, di antaranya ialah doktrin bahwa
sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman, pandangan bahwa semua ide
merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami, pengalaman
inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal.

John Locke (1632-1704), bapak aliran ini pada zaman modern mengemukakan teori
tabula rusa yang secara bahasa berarti meja lilin. Maksudnya ialah bahwa manusia itu pada
mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamanya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia
memiliki pengetahuan. Mula-mula tangkapan indera yang masuk itu sederhana, lama-kelamaan
ruwet, lalu tersusunlah pengetahuan berarti. Berarti, bagaimanapun kompleks (ruwet)-nya
pengetahuan manusia, ia selalu dapat di cari ujungnya pada pengalaman indera.

Kelemahan aliran ini cukup banyak. Kelemahan pertama ialah indera terbatas, Benda
yang jauh kelihatan kecil. apakah benda itu kecil? Tidak. Keterbatasan kemampuan indera ini
dapat melaporkan objek tidak sebagaimana adanya, dari sini akan terbentuk pengetahuan yang
salah. Kelemahan kedua adalah indera menipu. Pada orang yang sakit malaria gula rasanya pahit,
udara panas dirasakan dingin. Ini akan menimbulkan pengetahuan empiris yang salah juga.
Kelemahan ketiga ialah objek yang menipu, contohnya ilusi, fatamorgana. Jadi, objek itu
sebenarnya tidak sebagaimana ia di tangkap oleh alat indera, ia membohongi alat indera.
Kelemahan keempat berasal dari indera dan objek sekaligus. Kesimpulannya ialah empirisme
lemah karena keterbatasan indera manusia. Oleh karena itu muncul alira rasionalisme. Ada aliran
lain yang mirip dengan empirisme: sensasionalisme. Sensasi artinya rangsangan inderawi. Secara
kasar, sensasi sama dengan pengalaman inderawi.

B. Rasionalisme

Rasionalisme Secara etimologis kata rasionalisme berasal dari kata bahasa inggris
rationalism (Bagus: 2002), kata ini berakar dari bahasa latin ratio yang memiliki arti “akal”
(Edwards: 1967) sedangkan (Lacey: 2000) menambahkan bahwa berdasarkan akar katanya,
rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegang pada akal, merupakan sumber bagi
pengetahuan dan kebenaran. Berdasarkan definisi di atas maka dapat dikatakan bahwasanya
rasionalisme merupakan suatu aliran atau ajaran yang didasarkan pada ide yang dapat diterima
oleh akal baik dalam lingkup pengetahuan maupun kebenaran.

Secara singkat aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan.
Pengetahuan yang benar di peroleh dan di ukur dengan akal. Manusia, menurut aliran ini
memeperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek. Orang megatakan (biasanya)
bapak aliran ini adalah Rene Descartes (1596-1650) ini benar. Akan tetapi sesungguhnya paham
seperti ini sudah ada jauh sebelun ini. Oarng-orang Yunani kuno telah meyakini juga bahwa akal
adalah alat dalam memperoleh pengetahuan yang benar, lebih-lebih pada Aristoteles.

Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan.


Pengalaman indera di butuhkan untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang
menyebabakan akal dapat bekerja. Akan tetapi untuk sampainya manusia kepada kebenaran
adalah semata-mata dengan akal. Laporan indera menurut rasionalisme merupakan bahan yang
belum jelas, kacau. Bahan ini kemudian di pertimbangkan oleh akal dalam pengalaman berfikir.
Akal mengatur bahan itu sehingga dapatlah terbentuklah pengetahuan yang benar. Jadi, akal
bekerja karena ada bahan dari indera. Akan tetapi akal juga bisa menghasilkan pengetahuan yang
tidak berdasarkan bahan inderawi sama sekali jadi akal dapat juga menghasilkan pengetahuan
tentang objek yang benar-benar absrtak.

Kerja sama antara empirisme dan rasionalisme inilah yang melahirkan sains (scientific
method), dan dari metode ini lahirlah pengetahuan sains (scientific knowledge) yang dalam
bahasa indonesia sering di sebut pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan. Pengetahuan sains
adalah ilmu pengetahuan yang logis dan memiliki bukti empiris. Jika yang bekerja hanya rasio
yaitu andalan rasionalisme maka pengetahuan yang di peroleh ialah pengetahuan filsapat.
Pengetahuan filsapat adalah pengetahuan yang lofis tanpa dukungan dari empiris.

Pada abad ke-17 terdapat beberapa tokoh kenamaan rasionalis seperti Plato sebagai
pelopornya yang disebut juga sebagai „rasionalisme‟ atau „platonisme‟ , René Descartes (1590 –
1650) yang juga dinyatakan sebagai bapak filsafat modern. Semboyannya yang terkenal adalah
“cotigo ergo sum” (saya bepikir, jadi saya ada). Tokoh-tokoh lainnya adalah J.J. Roseau (1712 –
1778) dan Basedow (1723 – 1790), Gottfried Wilhelm von Leibniz, Christian Wolff dan Baruch
Spinoza. Perkembangan pengetahuan mulai pesat pada abad ke 18 nama-nama seperti Voltaire,
Diderot dan D‟Alembert adalah para pengusungnya.

Anda mungkin juga menyukai