Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

STAKE HOLDERS DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Makalah Ini Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :

“ Perencanaan Pendidikan Islam

Dosen Pengampu : Mariam Mustika., S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh kelompok VI :

Jamaludin Hakim

Nuraeni

PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM SEMESTER IV

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-MA’ARIF CIAMIS

TAHUN AKADEMIK 2020-2021

Jl. Umar Sholeh Imbanagara Raya Ciamis 46211


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim
Assalamualaikum Wr.Wb
Segala puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat
dan karunia-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini sebagai mana mestinya.
Sholawat beserta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang
telah menerangi umat manusia dari kebodohan menjadi terang benderang dengan ilmu
pengetahuan.
Dalam menyelesaikan makalah ini,kami melakukan metode pengumpulan materi-materi
dari berbagai sumber internet dan buku yang bersangkutan dengan materi dalam makalah ini.
Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna
kesempurnaan makalah ini.
Demikianlah, semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi
Program Studi Manajemen Pendidikan Islam Semester IV.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Ciamis, maret 2021

Penyusun

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang...........................................................................................1
B. Rumusan masalah......................................................................................2
C. Tujuan penulisan.......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Stake Holders Dalam Pendidikan Islam....................................................3
B. Realitas Masyarakat Muslim.....................................................................6
C. Perkembangan Masyarakat Global............................................................9
D. Kompetensi Lulusan Pendidikan Islam Yang Dibutuhkan.......................11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia, peningkatan mutu pendidikan menjadi salah satu prioritas pembangunan.


Untuk itu, pembaharuan sistem pendidikan selalu dilaksanakan dari waktu ke waktu.

Unsur penting yang perlu diketahui sejak awal oleh oleh manajer sebuah organisasi adalah
berkaitan dengan pertanyaan siapa yang menjadi stakeholder organisasi ini? untuk mengetahui
siapa stakeholder sekolah atau madrasah, manajer harus mengenal berbagai bentuk dan mutu
layanan serta produk yang dihasilkan sekolah atau madrasah tersebut. Para pendiri dan penerus
organisasi harus mengetahui dengan pasti untuk apa organisasi tersebut harus ada. Pertanyaan
tentang untuk apa organisasi ini ada, harusnya dinyatakan dalam visi organisasi. Berbagai bentuk
mutu layanan dan produk yang dihasilkan oleh sekolah atau madrasah tersebut akan
memengaruhi stakeholder dari sekolah atau madrasah tersebut. Perubahan mutu layanan dan
produk yang dihasilkan oleh sekolah atau madrasah tentu akan dapat mengubah stake holder
sekolah atau madrasah tersebut.

Keberhasilan dalam upaya mengembangkan kualitas pendidikan tentunya tidak lepas dari
peran para stakeholder yang memang ahli dalam menjalankan tugas dan program yang telah
disusun dan dirancang bersama. Oleh karnanya stakeholder merupakan SDM yang harus di
fungsikan sesuai dengan skillnya masing-masing.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan stake holders didalam pendidikan islam.?

2. Bagaimana Realitas masyarakat muslim pada masa kini.?

3. Bagaimana perkembangan masyarakat global.?

4. Seperti apa kompetensi lulusan yang dibutuhkan.?

C. Tujuan Rumusan Masalah

1
1. Untuk mengetahui apa itu stake holder dan stake holders pendidikan.

2. Untuk mengetahui realitanya masyarakat masa kini.

3. Untuk mengetahui perkembangan masyarakat global.?

4. Untuk mengetahui kompetensi seperti apa untuk diterapkan dalam kelulusan pendidikan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Stake Holders Dalam Pendidikan Islam

1. Pengertian Stakeholder

Kata stakeholder pada awalnya digunakan dalam dunia usaha, istilah ini berasal dari bahasa
inggris terdiri atas dua kata ; stake dan holder. Stake berarti to give support to / pancang , holder
berarti pemegang. Jadi stakeholder adalah siapapun yang memiliki kepentingan dari sebuah
usaha.

Kelembagaan yang dianjurkan dibentuk untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam
memajukan pendidikan, menurut UU No 20 Tahun 2003, pasal 56 adalah berupa Dewan
Pendidikan, dan komite sekolah. Ketua dan anggota kedua lembaga tersebut dapat digolongkan
sebagai Stakeholder. 1

Menurur McCraken dan Sayuti , Stakeholder adalah orang, kelompok atau institusi yang
dikenai dampak dari sebuah intervensi program (baik positif maupun negatif) atau pihak-pihak
yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi hasil intervensi tersebut.2

Stakeholder merupakan kelompok yang berada di dalam maupun di luar institusi sekolah
atau madrasah, yang mempunyai peran menentukan peningkatan mutu sekolah atau madrasah.
Stakeholder secara umum dapat dibagi ke dalam dua bagian besar, yaitu stakeholder internal dan
stakeholder eksternal.3

Stakeholder internal relative lebih mudah dikendalikan dan ruang lingkup pekerjaannya
lebih kepada membangun komunikasi internal antar personalia sekolah atau madrasah. Selain itu,

1
http://huurinien.blogspot.co.id/2015/09/stakeholder-dalam-pendidikan.html.
2
McCracken,( 1998 ) dalam Sayuti,( 2003)
3
Baharuddin dan Makin, Manajemen Pendidikan Islam, (Malang: UIN MALIKI PRESS 2010) h. 96

3
kewenangannya bias dibebankan kepada wakil kepala sekolah atau madrasah atau dirangkap
langsung oleh kepala sekolah atau madrasah.4

Stakeholder eksternal adalah unsur-unsur yang berada di luar kendali sekolah atau
madrasah. Oleh karena itu, peserta didik dan orang tua adalah stakeholder eksternal. Mereka
layaknya konsumen sekolah atau madrasah. Mereka berhak mendapatkan layanan belajar setaraf
raja.5

Clarkson membagi stakeholder menjadi dua, yaitu Stakeholder Primer dan Stakeholder
Skunder.

Stakeholder Primer adalah pihak-pihak yang mempunyai kepentingan secara ekonomi


terhadap perusahaan dan menanggung resiko. Contoh: investor, kreditor, karyawan, pemerintah,
dan komunitas local.

Stakeholder Sekunder, dimana sifat hubungan keduanya saling mempengaruhi namun


kelangsungan hidup perusahaan secara ekonomi tidak ditentukan oleh stakeholder jenis ini.
Contoh adalah media dan kelompok kepentingan seperti lembaga sosial masyarakat, serikat
buruh, dan sebagainya.6

Istilah stakeholder kemudian mengklasifikasi beberapa bagian yang eksistensinya saling


terkait dan memberi pengaruh, yaitu:

a. Owner merupakan seorang entrepreneur atau lebih yang menghasilkan suatu ide tentang
suatu produk atau layanan. Seorang entrepreneur selalu bersikap kritis dalam membangun
suatu bisnis baru karena mereka membuat prduk baru yang berdasarkan selera konsumen.
Selain itu, owner juga memiliki definisi sebagai seseorang atau sekumpulan orang yang
memiliki wewenang khusus untuk memegang, menggunakan, menikmati, menyampaikan,
mengirim dan mengatur suatu asset atau property .

4
Baharuddin dan Makin, Manajemen Pendidikan Islam, h. 96
5
Baharuddin dan Makin, Manajemen Pendidikan Islam, h. 96-97
6
Clarkson Centre for Business Ethics (1999) dalam Magness (2008)

4
Banyak orang yang ingin membuat suatu bisnis hanya karena mereka berharap agar
mereka dihargai karena hasil jerih payah mereka sendiri. Selain itu, tidak sedikit pula mereka
yang disebabkan karena mereka terantang atau bergengsi tinggi untuk membangun suatu bisnis
sendiri. Kebanyakan owner dari suatu bisnis yang setuju bahwa semua hal itu merupakan
karakeristik dari orang-orang untuk temotivasi dalam memulai karirnya sendiri.

b. Creditor, adalah suatu institusi yang menyediakan dana untuk kemudiakan dipinjamkan
kepada suatu perusahaan yang membutuhkan. Suatu perusahaan yang meminjam dari suatu
creditor harus membayar bunga dari pinjaman mereka. Suatu creditor tidak sembarangan
dalam meminjakan bantuan finansial kepada suatu perusahaan. Mereka hanya meminjamkan
bantuan finansial tersebut kepada suatu perusahaan yang diyakininya sanggup untuk
mengembalikannya beserta dengan bunganya.

c. Employee merupakan sebagian orang yang mengatur secara langsung dari suatu perusahaan.
Suatu employee biasanya terikat kontrak kerja dari perusahaan dimana ia bekerja. Seorang
employee yang bertanggung jawab untuk mengatur tugas-tugas dari employee lainnya dan
membuat keputusan dalam bisnis biasa disebut sebagai seorang manajer. Maju mundurnya
suatu perusahaan sangat dipengaruhi terhadap keputusan dari seorang menajer.

d. Supplier merupakan salah satu stakeholder yang cukup penting peranannya. Mereke
menyediakan bahan-bahan di mana bahan tersebut sangat diperlukan oleh suatu perusahaan
untuk menghasilkan produk mereka.

Suatu perusahaan tidak akan bertahan lama tanpa ada seorang customer. Customer
merupakan target dari suatu perusahaan untuk menjualkan hasil produksinya. Untuk menarik
seorang customer, suatu perusahaan harus menyediakan produk dan layanan yang terbaik serta
harga yang bersahabat.

2. Stake Holders Dalam Pendidikan

Stake holders dalam pendidikan yaitu pihak yang memiliki hubungan langsung maupun tidak
langsung dengan sukses tidaknya proses pendidikan yang berlangsung. Atau juga Orang yang menjadi
pemegang dan sekaligus pemberi support terhadap pendidikan atau lembaga pendidikan.

5
Dalam konteks sekolah, stakeholder adalah masyarakat sekolah yang merupakan warga atau individu
yang berada di sekolah dan di sekitar sekolah yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung
terhadap manajemen sekolah, memiliki kesadaran social dan mempunyai pengaruh terhadap sekolah.
Stakeholder adalah segenap komponen terkait yang memiliki hak serta kewajiban yang sama dalam
merencanakan, melaksanakan dan melakukan pengawasan terhadap program pendidikan. Secara umum
istilah stakeholder diartikan sebagai pemangku kepentingan.

Kemudian jika ditinjau dari sisi fungsi keberadaan stakeholder nyaris serupa dengan fungsi
pemimpin. Dengan demikian stakeholder bagaimanapun harus memiliki rasa tanggung jawab
yang tinggi untuk mewujudkan syariah Allah di muka bumi dalam setiap aspek kehidupan
berdasarkan pada konsentrasi yang dibangun. Dengan kata lain jika kita fokuskan pembicaraan
pada masalah pendidikan, maka stakeholder pendidikan dalam hal ini harus memiliki
pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk mewujudkan idealitas pendidikan yang Islami.

Ketika kita berbicara tentang stakeholder dalam pendidikan islam maka sebenarnya kita
sedang membicarakan tentang lembaga pendidikan lengkap dengan segala sistem, perangkat dan
atribut yang dapat memenuhi harapan masyarakat pada umumnya dan pihak-pihak yang
berkepentingan atau terkait dengan pendidikan tanpa meninggalkan nilai-nilai dasar kebenaran
yang berbasiskan iman. Jika ditinjau dari sisi fungsi keberadaan, stakeholder serupa dengan
fungsi pemimpin. Dengan demikian stakeholder bagaimanapun harus memiliki rasa tanggung
jawab dan mental yang tinggi.7

B. Realitas Muslim Masa Kini

Membahas realitas muslim saat ini sebenarnya sangat memprihatinkan. Ditinjau dari segala
aspek umat Islam selalu berada di urutan bawah dan belum ada indikasi akan adanya
peningkatan, seolah tak mau beranjak, muslim identik dengan keterbelakangan. Atas dasar ini
beberapa intelektual muslim mencoba mendiagnosa dan memberikan tawaran alternatif untuk
bangkit dari keterpurukan ini. Di antaranya adalah Syed M. Naquib Al-Attas dan Ismail Raji al-
Faruqi.

Seperti dikenal kalangan intelektual modern, Al-Faruqi merupakan penggagas proyek


Islamization of Knowledge (Islamisasi Ilmu, 1982) yang mana ia telah sampai pada kesimpulan

7
Muhaimin, Manajemen Pendidikan, (Jakarta: Kencana 2011), h. 137-138
6
yang dituliskan dalam karyanya bahwa akibat dari kemunduran umat Islam, yaitu adanya sistem
pendidikan yang berusaha menjauhkan umat muslim dari agamanya sendiri dan dari sejarah
kegemilangan yang seharusnya dijadikan kebanggaan tersendiri atas agama Islam. Oleh sebab
itu, ia memberikan solusi, yaitu perlunya perbaikan sistem pendidikan yang memadukan antara
ilmu-ilmu umum dan agama sebagai langkah membentuk peradaban Islam yang sempurna.
Sementara itu Al-Attas berpendapat bahwa perlu adanya rekontruksi keilmuan secara total dan
mendasar melalui Islamisasi Ilmu. 8

Melakukan Islamisasi ilmu khususnya dalam seri manajemen pendidikan Islam di negeri ini
tidaklah mudah. Selain belum adanya ide original dari pemikir muslim modern tentang
manajemen pendidikan Islam pada saat yang sama secara kultur masyrakat kita masih
menganggap hal ini belum mendesak.

Kemudian jika ditinjau dari aspek historis kenegaraan bangsa ini pernah berada dalam
budaya politik yang otoritarian, sehingga secara psikologis bangsa kita adalah bangsa yang
cukup resisten dengan perbedaan, takut untuk berbeda pendapat dan mengamini filosofi
kehidupan yang sebenarnya harus ditinggalkan. Pemandangan semcam ini dapat kita saksikan
pada pola komunikasi yayasan-yayasan pendidikan. Seperti semboyan zaman edan seng ora edan
ora keduman mengindikasikan bahwa untuk eksis memang harus mengikuti tuntutan zaman
tanpa memperhatikan aspek kebenaran yang berlandaskan nilai-nilai keimanan.

Dalam prakteknya memang demikian, tradisi suap, korupsi, kolusi dan nekotisme menjadi
suatu praktek yang diamini oleh masyarakat. Akibatnya sekalipun saat ini sedang bergulir masa
reformasi tradisi itu tetap tidak bisa dilenyapkan.

Lebih spesifik dalam dunia pendidikan, Hujair AHS menggambarkan bahwa krisis
kehidupan yang melanda negeri ini berawal dari krisis pendidikan. Utamanya sejak eksisnya
pemerintahan orde baru yang belakangan diketahui banyak menegasikan aspek kemanusiaan;
mengorbankan hak asasi manusia, marginalisasi nilai-nilai manusia, serta tidak diarahkannya
pendidikan untuk terwujudnya kepentingan manusia yang seutuhnya. Lebih dari itu harus diakui
bahwa pendidikan saat ini masih dan hanya sekedar mengantarkan peserta didik dan masyarakat
8
Sumber :www.hidayatullah.com

7
pada batas mengetahui dan memahami konsep, sementara upaya internalisasi atas nilai belum
bisa dilakukan secara baik. Kesenjangan antara ilmu di kelas dengan praktik di masyarakat
adalah salah satu bukti. Sebagai contoh kecil, setiap siswa mengerti akan pentingya nilai-nilai
kejujuran, adil, kreatif, tepat waktu, efisiensi, kompetitif dan sebagainya. Namun dalam
praktiknya hal-hal tersebut belum dapat diterapkan, hanya simbol-simbol dan tampilan fisik saja
yang dijalankan oleh peserta didik.

Filsafat hidup positivisme – materialistik ini juga mewabah dalam dunia pendidikan. Saat
ini orang tua lebih menginginkan putra-putrinya memiliki skill sehingga bisa menjadi seorang
dokter, insinyur, menjadi pejabat, konglomerat dan lain sebagainya, karena profesi-profesi itu
sangat dekat dengan uang. Harapan agar putra-putrinya menjadi orang yang bermoral, beriman,
saleh, dan sebagainya, sudah tidak popular lagi. Karena semua itu kini diposisikan jauh dari
uang, sehingga wajar jika sekolah kini diserahi tanggungjawab mengelola putra-putri mereka,
karena memang sekolahlah yang bisa mewujudkan harapan mereka.

Sadar akan hal ini sekolah pun mengalami pergeseran paradigma. Dalam rangka memenuhi
kepercayaan masyarakat, pendidikan sekolah sibuk dengan kebijakan-kebijakan konkret yang
menarik simpati.

C. Perkembangan Masyarakat Global

Globalisasi dapat dipahami sebagai proses masuknya ke ruang lingkup dunia. Selain itu
globalisasi juga berarti sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan
dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan,
investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas
suatu negara menjadi bias. Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang
sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan.

Globalisasi menunjukkan perubahan besar dalam masyarakat dunia. Apa yang ditunjukkan
bukan sesuatu yang ramah-tamah. Bukan sekadar soal kita menambahkan perlengkapan modern
seperti, video, fashion, televisi, parabola, komputer, dan sebagainya dalam cara hidup. Kita
hidup di dalam dunia yang sedang mengalami transformasi yang luar biasa, yang pengaruhnya
hampir melanda setiap aspek dari kehidupan. Entah baik atau buruk, kita didorong masuk ke

8
dalam tatanan global yang tidak sepenuhnya dipahami oleh siapapun, namun dampaknya bisa
kita rasakan.

Fenomena tersebut tidak melulu dalam pengertian ekonomi. Globalisasi juga berdimensi
politik, teknologi, budaya dan keagamaan. Akan sangat keliru, jika menganggap globalisasi
hanya berkaitan dengan sistem-sistem besar, seperti tatanan perekonomian dunia. Globalisasi
bukan soal apa yang ada “di luar sana”, terpisah langsung, dan jauh dari kehidupan sehari-hari. Ia
juga merupakan fenomena “di sini”, yang langsung mempengaruhi sistem kepercayaan dan
kehidupan kita.

Dengan kian merebak dan canggihnya teknologi media, memungkinkan sebuah masyarakat
menyaksikan bentuk-bentuk kehidupan dan sistem kepercayaan lain yang berbeda. Sebuah
masyarakat juga menyaksikan masyarakat lain dalam macam-macam gaya hidup, orientasi
keagamaan yang berlainan, ragam etnis-suku bangsa, perbedaan bahasa dan sebagainya.

Bahkan, bukan itu saja, globalisasi juga merupakan efek jarak jauh (time-space
distanciation). Maksudnya, apa yang terjadi pada satu belahan bumi, bisa terjadi efek pada
belahan bumi yang lain. Misalnya, teror bom di Bali dengan serta merta mempengaruhi dunia
kehidupan masyarakat di belahan bumi lainnya. Pada intinya, kehidupan masyarakat global saat
ini dihadapkan pada pluralitas kebudayaan yang saling mempengaruhi, yang tidak pernah kita
bayangkan sebelumnya.

Dengan demikian menjadi satu keniscayaan bagi para stakeholder pendidikan Islam untuk
memahami globalisasi secara mendasar dan universal. Seperti telah diuraikan sebelumnya
globalisasi tidak saja mampu merubah gaya hidup tapi juga pola pikir bahkan falsafah hidup
yang jika tidak diwaspadai dapat merubah ranah keyakinan generasi muda yang akan datang tak
ubahya kultur Barat yang menegasikan wahyu.

Secara historis globalisasi sarat dengan kepentingan. Suparlan Suhartono menyatakan


bahwa Barat sengaja menjadikan dunia ketiga sebagai objek pemasaran. Untuk mewujudkan hal
ini sedemikian rupa Barat menjadikan media masa sebagai alat propaganda agar penduduk dunia
memiliki sikap konsumerisme yang tinggi.

Secara umum Globalisasi dapat dikenali dengan beberapa hal berikut;

9
a. Perubahan dalam konsep ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon
genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian
cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita
merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.

b. Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung
sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan
multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).

c. Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film,
musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan
mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam
budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.

d. Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis


multinasional, inflasi regional dan lain-lain.

D. Kompetensi Lulusan Pendidikan Islam Yang Dibutuhkan

Sebagai manusia yang mengemban tugas kekhalifahan jelas manusia tidak bisa dipisahkan
secara hakikat, utamanya apa yang selama ini dipandang selalu berhadapan, yakni antara
idealisme dan pragmatisme. Keduanya adalah kesatuan yang tidak perlu diperdebatkan apalagi
diperhadapkan. Keduanya saling terkait dan akan mengantar seorang hamba pada puncak
kebahagiaan manakala mampu menempatkan keduanya secara proporsional tentunya melalui
konsep manajemen yang relevan dengan ajaran Islam serta stakeholder yang berjiwa tauhid.

Dengan kata lain, umat Islam tidak perlu menjauhkan anak-anaknya dari sains dan
teknologi yang mengajarkan skill untuk bisa eksis dengan aspek keduniaan, namun pada saat
yang sama jangan pula upaya untuk memberi bekal agar mampu bersaing di era global harus
melemparkan ranah spiritual di ruang yang tak berarti.

10
Dengan demikian bagaimanakah pendidikan Islam dapat menjalankan fungsinya sebagai
wadah kaderisasi umat sangat bergantung dari komprehensifitas pandangan para stakeholder
pendidikan Islam itu sendiri. Perlu adanya sebuah kesadaran bersama bahwa pendidikan yang
ada harus benar-benar mampu ‘mencetak’ lulusan yang memiliki keimanan yang prima serta
skill yang membanggakan sebagaimana telah dicontohkan oleh para sahabat, perawi hadis, dan
ulama-ulama yang memiliki integritas iman yang kuat serta multi talenta.

Untuk menciptakan lulusan yang mandiri secara ekonomi misalkan, maka stakeholder dari
kalangan usahawan dapat dilibatkan oleh pihak sekolah dalam menyusun kurikulum yang
relevan menghadapi persaingan global di masa yang akan datang. Sebab bisa jadi banyaknya
pengangguran di negeri ini tidak semata-mata dikarenakan sempitnya lapangan pekerjaan,
namun bisa pula disebabkan oleh rendahnya skill alumni sekolah.

Kemudian dalam konteks pemerintahan Negara Republik Indonesia, dimana pendidikan


diatur dalam UU Sisdiknas maka seyogyanya strategi yang digunakan untuk mewujudkan semua
itu harus bersifat akomodatif terhadap substansi kandungan UU Sisdiknas. UU Sisdiknas
bukanlah penghalang untuk mewujudkan generasi muslim yang cerdas dan santun. Oleh karena
itu komunikasi politik juga perlu dipikirkan oleh para guru dan pemerhati pendidikan. Agar ide
dari bawah tidak terkesan mereduksi UU dan berbagai permohonan bantuan tidak atas dasar
belaskasihan tapi sebuah kelayakan dan kewajaran.

Mengacu pada uraian di atas maka rancangan kompetensi lulusan sebagai berikut :

1. Tujuan program kegiatan

a. Profil siswa/i cerdas dan santun

b. Memiliki jiwa Kemandirian

c. Peka terhadap tanggungjawab moral kemasyarakatan

2. Target

a. Pembelajaran berbasis iptek dan imtaq, Integrasi teori keilmuan dan pemanfaatan media
informasi sebagai penunjang pembelajaran

11
b. Pembelajaran langsung (praktik kehidupan) Out bond, bazar, bakti sosial.

c. Analisis peristiwa aktual melalui forum seminar bulanan/ semesteran dengan


menghadirkan tokoh yang berkompeten

3. Pencapaian

a. Seluruh siswa/i mengerti bahwa sumber ilmu dari Allah dan pemanfaatan teknologi
semata-mata untuk meningkatkan iman dan taqwa (indikatornya : giat belajar, disiplin
dalam beribadah)

b. Siswa/I memiliki pengalaman menangani satu persoalan

c. Sebagai tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia, siswa dapat menuangkan hasil seminar
dalam naskah berbentuk pidato.

Dengan cara di atas diharapkan siswa/I tidak saja belajar dengan tradisi menghafal semata.
Namun mengerti akar permasalahan, sebab-sebab, faktor-faktor yang berpengaruh dan tahapan
perumusan penyelesaian masalah secara komprehensif dengan mengedepankan aspek iman dan
ihsan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Stake holder berasal dari bahasa inggris terdiri atas dua kata ; stake dan holder. Stake berarti
to give support to / pancang , holder berarti pemegang. Jadi stakeholder adalah siapapun yang
memiliki kepentingan dari sebuah usaha. Dan stake holder pendidikan Islam adalah berbagai
pihak yang memiliki hubungan langsung maupun tidak langsung dengan sukses tidaknya proses

12
pendidikan yang berlangsung. Pihak-pihak tersebut di antaranya adalah kepala sekolah, guru,
wali murid, pemerintah, para tokoh dan masyarakat.

UU Sisdiknas bukanlah penghalang untuk mewujudkan generasi muslim yang cerdas dan
santun. Oleh karena itu komunikasi politik juga perlu dipikirkan oleh para guru dan pemerhati
pendidikan. Agar ide dari bawah tidak terkesan mereduksi UU dan berbagai permohonan
bantuan tidak atas dasar belaskasihan tapi sebuah kelayakan dan kewajaran.

Kehidupan masyarakat global saat ini dihadapkan pada pluralitas kebudayaan yang saling
mempengaruhi, stakeholder pendidikan Islam untuk memahami globalisasi secara mendasar dan
universal, globalisasi tidak saja mampu merubah gaya hidup tapi juga pola pikir bahkan falsafah
hidup yang jika tidak diwaspadai dapat merubah ranah keyakinan generasi muda yang akan
datang

DAFTAR PUSTAKA

http://huurinien.blogspot.co.id/2015/09/stakeholder-dalam-pendidikan.html

Baharuddin dan Makin, Manajemen Pendidikan Islam, (Malang: UIN MALIKI PRESS 2010) h. 96

www.hidayatullah.com

Baharuddin dan Makin, Manajemen Pendidikan Islam, h. 96

Tilaar, H.A.R. Kekuasaan dan Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2009.

Muhaimin, Manajemen Pendidikan (Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan


Sekolah/Madrasah), Jakarta: Kencana 2011.

13
Ackerman, Bruce and Anne Alscott. 1999. The Steakholder Society. New Heaven: Yale University Press.

Islamization of Knowledge (Islamisasi Ilmu, 1982)

Baharuddin dan Makin, Manajemen Pendidikan Islam, h. 96-97

Clarkson Centre for Business Ethics (1999) dalam Magness (2008)

Muhaimin, Manajemen Pendidikan, (Jakarta: Kencana 2011), h. 137-138

http://itsmengajar.org/stakeholder-pendidikan-sekolah/.

Raga affandi ,S.Psi.Stake Holder dalam pendidikan islam.2009/blogspot

14

Anda mungkin juga menyukai