Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

1. Rekam Medis Elektronik (RME)

a. Definisi

Rekam medis adalah berkas yang berisi identitas, anamnesa,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium/ penunjang lain,

diagnosa, dan tindakan medis seorang pasien yang dibuat oleh dokter

dan tenaga kesehatan lainnya yang dicatat secara tertulis maupun

elektronik. UU Praktik Kedokteran pasal 46:1 menjelaskan bahwa

rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang

identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan

lain yang telah diberikan kepada pasien. Pengertian rekam medis

diperkuat melalui Peraturan Mentri Kesehatan (Permenkes) No.

269/2008, bahwa jenis data rekam medis dapat berupa teks (baik

yang terstruktur maupun naratif), gambar digital (jika sudah

menerapkan radiologi digital), suara (misalnya suara jantung), video

maupun yang berupa biosignal seperti rekaman EKG (Handiwidjojo,

2009).

Prinsip dasar rekam medis harus bersifat menjaga privasi,

rahasia, dan aman (privacy, confidentiality, and security) baik dalam

bentuk kertas maupun dalam bentuk elektronik (Gunawan TS &

Christianto GM. 2020). Idealnya sebuah rekam medis berisi riwayat


kesehatan pasien mulai sejak lahir hingga saat ini. Namun karena

sistem yang ada di Indonesia terkait informasi kesehatan belum

terintegrasi epenuhnya oleh teknologi informasi, maka data-data

pasien tersebut terpisah-pisah dan terbagi tergantung pada tempat

dimana pasien mendapatkan pelayanan kesehatan pertama kali. Oleh

karena itu, umumnya informasi yang tercantum dalam rekam medis

harus mengandung 3 unsur, meliputi (Handiwidjojo, 2009)

a. Siapa (Who) pasien tersebut dan Siapa (Who) yang

merawat/memberikan tindakan medis.

b. Apa (What) keluhan pasien, Kapan (When) itu mulai dirasakan,

Kenapa (Why) atau sebab terjadinya, dan Bagaimana (How) tindakan

medis yang diterima pasien.

c. Hasil atau dampak (Outcome) dari tindakan medis dan pengobatan

yang sudah diterima pasien. Data yang mengandung ketiga unsur

diatas harus tidak boleh salah, akurat dan tidak boleh tertinggal,

karena data tersebut berdampak fatal bagi keselamatan jiwa pasien

jika terjadi kesalahan.

Kegiatan rekam medis dimulai dari pencatatan, pelayanan,

tindakan medis apa saja yang diterima pasien, penyimpanan berkas

sampai dengan pengeluaran berkas dari tempat penyimpanan untuk

keperluan tertentu (Handiwidjojo, 2009).

Penyimpanan berkas rekam medis dapat menggunakan

metode tradisional berupa map yang berisi kertas-kertas yang

mencatat data kesehatan pasien. Penyimpanan tradisional tersebut


membutuhkan tempat yang luas, serta kurang praktis dalam

pencariannya (Handiwidjojo, 2009).

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi menuntut

untuk dapat diperoleh informasi yang cepat dan akurat sebagai

kebutuhan dasar rumah sakit untuk melakukan pengambilan

keputusan. Jika berkas-berkas rekam medis pasien dapat di

komputerisasikan, maka dapat memudahkan proses pencarian,

pengambilan, dan pengolahan data. Prosesnya pun dapat dilakukan

dengan cepat dan akurat, sehingga tindakan medis yang

membutuhkan riwayat data kesehatan pasien dapat dengan cepat

dilaksanakan. Sistem ini dinamakan Rekam medis elektronik (RME)

(Handiwidjojo, 2009).

RME adalah pengumpulan, penyimpanan, pengolahan serta

peng-akses-an data yang tersimpan pada rekam medis pasien di

rumah sakit dalam suatu sistem manajemen basis data yang

menghimpun berbagai sumber data medis menggunakan perangkat

teknologi informasi. Selain itu, RME dapat diartikan sebagai aplikasi

yang tersusun atas penyimpanan data klinis, sistem pendukung

keputusan klinis, standarisasi istilah medis, entry data

terkomputerisasi, serta dokumentasi medis dan farmasi. Data dalam

RME, secara hukum merupakan rekaman legal dari pelayanan yang

telah diberikan pada pasien serta rumah sakit memiliki hak untuk

menyimpan data tersebut. RME menjadi tidak legal ketika terdapat

oknum di rumah sakit menyalahgunakan data tersebut untuk


kepentingan tertentu yang tidak berhubungan dengan pelayanan

kesehatan pasien (Handi widjojo, 2009). Secara singkat, RME adalah

versi digital dari rekam medis konvensional (berupa kertas) yang

berisi data sosial dan data medis pasien, serta dapat dilengkapi

dengan sistem pendukung keputusan (Garret & Seidman 2011;

Andrian et al, 2017).

b. Manfaat RME

Melalui RME, pelayanan kesehatan dapat meningkatkan

kualitas pelayanan, meningkatkan kepuasan pasien, meningkatkan

akurasi pendokumentasian, mengurangi clinical errors, dan

mempercepat akses data terutama dalam pengambilan keputusan

klinis terhadap pasien (Bilimoria, 2007).

Perangkat RME selain komputer, terdapat mouse dan

keyboard untuk menggantikan pena dalam mencatat gejala, hasil

observasi, diagnosis sampai dengan pengobatan. Tidak jarang karena

semakin majunya teknologi jaringan komputer, maka RME langsung

terhubung dengan apotik dan kasir, sehingga apotik langsung dapat

melayani pemberian obat dan kasir sudah mendapat data biaya

perawatan ditambah harga obat yang harus dibayar oleh pasien

(Handiwidjojo, 2009).

Beberapa rumah sakit modern telah menggabungkan RME

dengan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS)

yang merupakan aplikasi induk yang tidak hanya berisi RME tetapi

sudah ditambah dengan fitur-fitur seperti administrasi, billing,


dokumentasi keperawatan, pelaporan dan dashboard score card

(Handiwidjojo, 2009).

RME menciptakan koordinasi antar unit semakin meningkat.

Dalam jangka panjang dari aspek efisiensi, penggunaan rekam medis

elektronik memberikan dampak penurunan biaya operasional dan

peningkatan pendapatan di fasilitas pelayanan kesehatan terutama

bagi rumah sakit. Kondisi ini disebabkan karena rumah sakit tidak

mengeluarkan biaya untuk mencetak status dan tidak membutuhkan

ruangan/tempat yang luas untuk penyimpanan rekam medis pasien

(Bilimoria, 2007).

c. Prinsip pembuatan RME

Terdapat 5 prinsip yang harus diperhatikan ketika membuat

rekam medis elektronik adalah sebagai berikut (Gunawan TS &

Christianto GM, 2020) :

1. Hubungan dokter-pasien

Klinisi harus mampu menggunakan RME sedemikian rupa

sehingga tidak mengganggu interaksi dengan pasien yang dapat

menyebabkan gangguan pelayanan bahkan keselamatan pasien.

2. Privasi, rahasia, dan keamanan

Seperti rekam medis konvensional, hanya pihak berwenang

saja yang boleh „masuk“ dan menggunakannya. Perlu

penjelasan yang memadai tentang sistem ini sehingga disetujui

oleh pasien untuk dilaksanakan bersama-sama. Persetujuan ini

dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis, tergantung


kebutuhan. Pihak penyedia layanan kesehatan perlu membuat

pedoman teknis pelaksanaan untuk menjamin terjaganya

keamanan, kerahasiaan, dan privasi RME.

3. Budaya penerapan RME

Sebelumnya, tenaga medis telah terbiasa menggunakan

rekam medis kertas, sehingga perlu diperhatikan adanya isu

generation gap dan gagap teknologi. Oleh karenanya, perlu

jangka waktu tertentu untuk pelatihan dan penyesuaian budaya

melalui berbagai pelatihan.

4. Keselamatan pasien

Perlu kepastian bahwa pihak yang terlibat dalam

menggunakan RME, terutama dokter dan perawat, telah terampil

menggunakannya agar tetap dapat melindungi keselamatan

pasien.

5. Peraturan penggunaan RME untuk kepentingan lain

Selain untuk pencatatan, RME juga bisa digunakan untuk

kepentingan lain seperti pendidikan, penelitian, dan peradilan.

Sehingga, perlu dibuat peraturan khusus terkait dengan

penggunaan RME.

d. Tantangan RME di Indonesia

Terdapat beberapa alasan mengapa RME belum berkembang

baik di Indonesia (Handiwidjojo, 2009) :


1). Regulasi dan legalitas belum jelas

Terdapat banyak argumen bahwa RME tidak memiliki

payung hukum yang jelas, khususnya berkaitan dengan

penjaminan agar data yang tersimpan terlindungi terhadap unsur

privacy, confidentiality maupun keamanan informasi secara

umum. Oleh karena itu, diperlukan regulasi dan legalitas yang

jelas. Namun, pembuatan regulasi itu sendiri tidak dapat

menandingi kecepatan kemajuan teknologi informasi, sehingga

perlindungan keamanan data pasien dari pihak yang tidak

berkepentingan masih diragukan.

2). Aspek finansial

Aspek finansial menjadi persoalan penting karena rumah

sakit harus menyiapkan infrastruktur Teknologi Informasi

(komputer, jaringan kabel maupun nir kabel, listrik, sistem

pengamanan, konsultan, pelatihan dan lain-lain). Rumah sakit

biasanya memiliki anggaran terbatas, khususnya untuk teknologi

informasi.

3). Belum diprioritaskan

Beberapa rumah sakit kurang memprioritaskan RME. RME

bisa dinomor duakan karena sistem pengolahan transaksi untuk

fungsi pelayanan medis masih dapat dilakukan secara manual.

Rumah sakit lebih mengutamakan sistem lain seperti sistem

penagihan elektronik (computerized billing system), sistem

akuntansi, sistem penggajian karena dapat menjamin manajemen


keuangan rumah sakit yang cepat, transparan dan bertanggung

jawab.

2. Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT)

Penerapan rekam medis elektronik sebagai alat dokumentasi

riwayat medis pasien perlu dilakukan evaluasi terhadap sistem

penerimaan teknologi oleh pengguna. Oleh karena itu, evaluasi

penerapan sistem teknologi menurut persepsi pengguna sangat penting

karena pengguna yang merasakan kebutuhan dan manfaat dari penerapan

sistem teknologi. UTAUT dikembangkan oleh Viswanath Venkatesh

dkk pada tahun 2003 menyatakan bahwa UTAUT merupakan teori yang

digunakan untuk mengevaluasi penerimaan sistem informasi yang

komprehensif untuk mengetahui persepsi penerimaan dan pemanfaatan

RME (Venkatesh et al, 2003; Risdianty & Wijayanty, 2019).

UTAUT merupakan model yang menggabungkan beberapa

model perilaku manusia yang bertujuan untuk menganalisis

penerimaan pengguna terhadap penerapan informasi teknologi (Kim,

et all, 2016; Prasetyo, 2017)). UTAUT menggabungkan berbagai fitur

dari delapan teori penerimaan teknologi terkemuka menjadi satu teori.

Berikut model-model UTAUT (Venkatesh et al, 2003) :

1. Technology acceptance model (TAM/TAM2) (Davis, 1989; Venkatesh

and Davis, 2000)

2. The innovation diffusion theory (IDT) (Moore and Benbasat, 1991)

3. The theory of reasoned action (TRA) (Hill, Fishbein and Ajzen, 1977)

4. The theory of planned behavior (TPB) (Taylor and Todd, 1995)


5. The motivational model (MM) (Davis, Bagozzi and Warshaw, 1992)

6. A model of combining TAM and TPB (c-TAM-TPB) (Taylor and

Todd, 1995)

7. The model of PC utilization (MPCU) (Thompson, Higgins and

Howell, 1991)

8. The social cognitive theory (SCT) (Compeau and Higgins, 1995)

Gambar 1. Model UTAUT (Prasetyo, 2017)

Terdapat empat variabel yang memiliki peranan penting sebagai

faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap user acceptance dan

usage behavior, yaitu (Venkatesh et al, 2003):

a. Performance expectancy

Performance expectancy merupakan sejauh mana individu percaya

bahwa menggunakan sistem akan membantu dia mencapai keuntungan

dalam meningkatkan kinerja. Lima konstruksi dari model yang

berbeda yang berhubungan dengan performance expectancy adalah

perceived usefulness (TAM/TAM2 dan C-TAM-TPB), extrinsic


motivation (MM), job-fit (MPCU), relative advantage (IDT) dan

outcome expectations (SCT).

b. Effort expectancy

Effort expectancy didefinisikan sebagai tingkat kemudahan terkait

dengan penggunaan sistem. Tiga konstruksi dari model effort

expectancy adalah perceived ease of use (TAM/TAM2), complexity

(MPCU) dan ease of use (IDT).

c. Social influences

Social influences merupakan sejauh mana individu merasakan

penting bahwa orang lain percaya ia harus menggunakan sistem baru.

Social influences sebagai penentu langsung dari behavioral intention

dikonstruksi dari subjective norm (TRA, TAM2, TPB/DTPB and C-

TAMTPB), social factors (MPCU) dan image (IDT).

d. Facilitating conditions

Facilitating conditions merupakan sejauh mana individu percaya

bahwa infrastruktur organisasi dan teknis ada untuk mendukung

penggunaan sistem. Definisi ini disimpulkan dari tiga konstruksi yang

berbeda, yaitu: perceived behavioral control (TPB/ DTPB, C-TAM-

TPB), facilitating conditions (MPCU) dan compatibility (IDT)

3. Dukungan Manajemen

Dukungan manajemen sangat diperlukan dalam memenuhi

kebutuhan serta merumuskan kebijakan dalam penerapan rekam medis

elektronik. Adanya dukungan penuh dari manajemen terhadap

penggunaan rekam medis elektronik serta perencanaan adopsi sistem


informasi yang baik menjadi salah satu kunci keberhasilan migrasi rekam

medis konvensional menuju rekam medis elektronik (Mackinnon &

Wasserman, 2009).

Dukungan manajemen atau lebih spesifik mengacu pada dukungan

manajemen puncak didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki

jabatan puncak dengan tanggung jawab untuk mencapai tujuan tertentu

dan melakukan pengambilan keputusan tertinggi (Wheelen et. al., 2014).

Dukungan manajemen puncak juga diartikan bagaimana manajemen

puncak menyediakan sumber daya, wewenang atau kekuatan yang

diperlukan untuk keberhasilan proyek (Belout et. al, 2004).

Pathirage, et. al. (2012) menyatakan bahwa dimensi dukungan

manajemen puncak terdiri dari penentuan indikator pencapaian kinerja,

penentuan visi, pengambilan keputusan, pemecahan masalah dan

menyiapkan sumber daya manusia (HR management) yang berhubungan

dengan sistem informasi. Selain itu, menurut Komala (2012) dimensi dan

indikator dukungan manajemen puncak, yaitu :

a. Otoritas (authority)

Otoritas berarti manajemen memberikan dukungan terhadap informasi

yang dibutuhkan.

b. Partisipasi (participation)

Partisipasi artinya manajemen ikut serta mendukung pemilihan

perangkat keras dan lunak, implementasi sistem, pemeliharaan, dan

pemecahan masalah terkait sistem informasi


c. Komitmen (commitment)

Komitmen diartikan sebagai manajemen mendukung perencanaan

perkembangan sistem secara berkelanjutan.

Dimensi dukungan manajemen beserta indikatornya juga dijelaskan

oleh Afrizon (2018), meliputi :

a. Proses perencanaan (planning)

Proses perencanaan (planning) terdiri dari perumusan tujuan

organisasi, kebutuhan sistem informasi, dan pemilihan sumber daya

manusia.

b. Dimensi pengorganisasian (organizing)

Pada dimensi pengorganisasian (organizing) terdapat keterlibatan

dalam pemilihan teknologi sistem informasi dan dukungan sumber

daya manusia serta pelatihan.

c. Dimensi pengarahan (leading)

Dimensi pengarahan (leading) berarti manajemen harus mendukung

keterlibatannya dalam proses perbaikan dan pemecahan masalah

sistem informasi.

d. Dimensi pengawasan (controlling)

Dimensi pengawasan (controlling) berarti bahwa manajemen

mendukung pengendalian evaluasi.


Afrizon. (2018). The Influence Of Strategic Management, Top Management
Support And Users Competency To Accounting Information System Quality
And Their Impact’s To Accounting Information Quality. Bandung:
Padjadjaran Bandung University.

Andrian et al, 2017. Analisis Kesuksesan Implementasi Rekam Medis Elektronik


Di Rs Universitas Gadjah Mada. Jurnal Sistem Informasi. Vol 2: 13, p 90-
96.

Belout, Gauvreau, A. &., & Clothilde. 2004. Factors influencing Prospect success:
the impact of Human Resources Management. International Journal of
Project Management. p 1-11.

Billmoria B N M. 2007. Electronic health records implementation: what hospitals


and physicians need to know to comply with recent health law requirements.
Bloomberg Corporate Law Journal. Vol. 501, p. 415–425.
Handiwidjojo W. 2009. Rekam Medis Elektromik. Jurnal EKSIS. Vol 02
Garret P & Seidman J. 2011. EMR vs EHR – What is the Difference? | Health IT
Buzz [Internet]. Healthit.gov. [cited 07/09/2021]. Available from:
https://www.healthit.gov/ buzz-blog/electronic-health-and-
medicalrecords/emr-vs-ehr-difference
Gunawan TS & Christianto GM. 2020. Rekam Medis/Kesehatan Elektronik
(RMKE): Integrasi Sistem Kesehatan . Jurnal Etika Kedokteran Indonesia
Vol 4 No. 1
Kim S, et al. 2016. Analysis of the factors influencing healthcare professionals’
adoption of mobile electronic medical record (EMR) using the unified
theory of acceptance and use of technology (UTAUT) in a tertiary hospital.
Journal BMC Medical Informatics and Decision Making. Vol 16

Komala, A. R. 2012. The Influence of The Accounting Managers' Knowledge and


The Top Managements' Support on The Accounting Information System
and Its Impact on The Quality of Accounting Information: A Case of Zakat
Institutions in Bandung. Journal of Global Manaement. Vol.4, No.1.

Mackinnon W & Wasserman M. 2009. Record Systems. Implementing Electronic


Medical Record systems.

Pathirage, Y., Jayawardena, L., & Rajapaksha, T. 2012. Impact of Management


Support for Team Performance: A Sri Lankan Case study in Apparel
Industry. Tropical Agricultural Research. p 228-236.
Prasetyo DW. 2017. Penerapan Metode Utaut (Unified Theory Of Acceptance
And Use Of Technology) Dalam Memahami Penerimaan dan Penggunaan
Website KKN LPPM UNISI. Jurnal Sistemasi. Vol. 6 No 2

Risdianty N & Wijayanty C D. 2019. Evaluasi Penerimaan Sistem Teknologi


Rekam Medik Elektronik dalam Keperawatan. Carolus Journal Of
Nursing. Vol. 2 No. 1

Venkatesh, V, Morris, M.G, Davis, G.B., dan Davis, F.D., 2003 Us er


Acceptance of Information Technology: Toward A Unified View., MIS
Quartely. Vol 27 No. 3, p. 425-478.
Wheelen, T. L., Hunger, J. D., Hoffman, A. N., & Bamford, C. 2014. Strategic
Management and Business Policy: Globalization, Innovation and
Sustainablility 14th Edition. Pearson

Anda mungkin juga menyukai