Anda di halaman 1dari 23

Nama : BELI YATRA

BP : 1910023810156

Makul : Sistim Administrasi Negara


Indonesia

1. Coba jelaskan konsep dasar dan kerangka konseptual Sistem Administrasi


Negara Indonesia.
Jawab:
Menurut kamus webster, sistem adalah suatu kesatuan (unity) yang komplek
dibentukoleh bagian yang berbeda (diverse), masing-masing terikat pada
(subjected to) rencana yangsama atau kontribusi (serving) untuk mencapai tujuan
yang sama. Dalam pengertian KBBI,sistem adalah seperangkat unsur yang teratur
dan saling berkaitan untuk membentuk totalitas.Kata administrasi berasal dari
bahsa latin “administrare” yang berarti tomanage. Derivasinya antara lain menjadi
“administratio” yang berarti besturing atau pemerintahan. Dalam KBBI,
administrasi diartikan menjadi empat. Pertama, usaha dan kegiatan yang meliputi
penetapan tujuan serta penetapan cara-cara penyelenggaraan
pembianaanorganisasi. Kedua, usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan
penyelenggaraankebujaksanaan serta mencapai tujuan. Ketiga, kegiatan yang
berkaitan denganpenyelenggaraan pemerintahan. Keempat, kegiatan kantor dan
tata usaha. Dalam makalah ini,arti administrasi merujuk pada paengertian yang
ketiga.
Menurut L.D. WHITE, administrasiadalah suatu proses yang umum terdapat
dalam semua usaha kelompok, negara ataupun swasta,sipil ataupun militer ,
berskala kecil maupun besar. Menurut Dimock and Dimock,Pada dasarnya
administrasi merupakan aktivitas kerja sama kelompok.
Menurut E. Utrecht, administrasi negara adalah aparat atau gabungan jabatan-
jabatanadministrasi yang berada di bawah pimpinan pemerintah, dan
melaksanakan tugas yang tidakditugaskan kepada badan-badan pengadilan dan
legislatif.
Sedangkan Prof. PrayudiAtmosudirdjo mengemukaan tiga arti administrasi
negara, yaitu :
a. Sebagai aparatur negara, aparatur pemerintaha atau instansi
politik(kenegaraan) artinya meliputi organ yang berada di bawah
pemerintah mulaidari presiden, menteri (termasuk gubernur, bupati dan
sebagainya). Intinyaadalah semua organ yang menjalankan administrasi
negara.
b. Sebagai fungsi aktifitas yakni sebagai kegiatan pemerintahan artinya
sebagaikegiatan mengurus kepentingan Negara.
c. Sebagai proses teknis penyelenggaraan undang-undang artinya meliputi
segalatindakan aparatur negara dalam menjalankan undang-Undang.

2. Coba jelaskan sejarah perkembangan Sistem Administrasi Negara Republik


Indonesia yang dimulai semenjak sebelum kemerdekaan sampai sekarang.
Jawab:
Di Indonesia, perkembangan dinamika dalam sistem pemerintahan
berpengaruh terhadap paradigma administrasi publik. Secara garis besar model
penyelenggaraan administrasi di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua yaitu
periode 1945-1998 dan 1999 sampai saat ini. Periode yang pertama didominasi
dengan model state-centered public administration, dimana administrasi publik
merupakan sarana bagi penguasa untuk menjawab apa yang disebut oleh Lucian
Pye (1968) sebagai crises of penetration. Krisis ini muncul dari proses formasi
negara (state formation) dimana negara negara yang baru merdeka dihadapkan
pada masalah dalam membangun kemampuan untuk mengendalikan wilayah dan
kelompok sosio kultural dan politik yang hidup dalam wilayah negara.
Administrasi merupakan sarana untuk memperkuat kekuasaan negara. Karena cara
pandang demikian ini maka istilah administrasi negara lebih banyak digunakan
ketimbang istilah administrasi publik. Implikasi yang lain adalah mengedepannya
model birokrasi monocratique yang diperkenalkan oleh Max Weber yang berciri
sentralistik, hirarkis dan berorientasi pada peraturan (rule-driven) sebagai model
ideal organisasi pemerintahan. Model ini dianggap mampu menciptakan efisiensi
dan efektifitas dalam rangka melayani kepentingan penguasa untuk
mempertahankan kekuasaannya berhadapan dengan kelompok kelompok politik,
etnis dan geografis yang secara potensial melakukan penolakan (resistance) atau
pemisahan (seccessionism) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pendekatan state-centered dimulai sejak pembentukan pemerintahan pertama
tahun 1945.Namun karena revolusi kemerdekaan, maka upaya pengembangan
administrasi modern belum dapat dilaksanakan.Baru pada masa pemerintahan
demokrasi parlementer tahun 1950, administrasi negara mulai ditata. Sejak
Pemerintahan Natsir agenda utama pemerintahan adalah membangun sistem
administrasi yang mampu menjamin terselenggaranya sistem pemerintahan hingga
ke daerah. Sebagaimana kita ketahui Indonesia jaman 1950an mewarisi sistem
administrasi eks-negara negara federal yang terkotak kotak.Sayangnya upaya
tersebut terganjal tidak saja oleh konflik elit di tingkat pusat tetapi juga konflik
antara pusat dan daerah.Pada masa Ali Sastroamidjojo agenda pembangunan
sistem administrasi terhambat dengan pemberontakan PRRI/PERMESTA di
daerah.
Dalam perkembangan sistem pemerintahan presidensial di negara Indonesia
(terutama setelah amandemen UUD 1945) terdapat perubahan-perubahan sesuai
dengan dinamika sistem pemerintahan di Indonesia. Hal itu diperuntukkan dalam
memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut antara lain,
adanya pemilihan presiden langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks and
balance dan pemberian kekuasaan yang lebih besar pada parlemen untuk
melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.
Secara umum dengan dilaksanakannya amandemen Undang-Undang Dasar
1945 pada era reformasi, telah banyak membawa perubahan yang mendasar baik
terhadap ketatanegaraan (kedudukan lembaga-lembaga negara), sistem politik,
hukum, hak asasi manusia, pertahanan keamanan dan sebagainya. Berikut ini
dapat dilihat perbandingan model sistem pemerintahan negara republik Indonesia
pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Orde Lama (Soekarno), Orde Baru
(Soeharto) dan pada masa Reformasi.

a. Administrasi Negara di Indonesia Pada Masa Pemerintahan Belanda


Pada masa pemerintahan kolonial Belanda peranan administrasi negara
masih sangat terbatas, terutama sebagai alat untuk menjaga keamanan dan
ketertiban hkum bagi usaha pengumpulan sumber daya dari bumi Indonesia
(saat itu disebut sebagai Hindia Belanda) untuk kepentingan pemerintah dan
rakyat Belanda.Mulai tahun 1920an ruang lingkup administrasi negara
pemerintahan kolonial mengalami sedikti perubahan karena pengaruh
kebijaksanaan etika oleh pemerintah Belanda yang merasa mempunyai
kewajiban moril untuk memberi pelayanan warga pribumi sebagai imbalan
terhadap ekpolitasi sumber daya Indonesia oleh Belanda selama lebih dar 300
tahun.Pelayanan masyarakat oleh pemerintah kolonial ini sangat terbatas
jenisnya dan penduduk pribumi yang memperoleh akses adalah sangat terbatas
jumlahnya terutama pada kelompok elit seperti keluarga bangsawan dan
pengawal pemerintah kolonial Belanda.Kebijaksanaan ini didorong oleh
kepentingan Ekonomi Negeri Belanda yang memerlukan tenaga kerja bagi
perusahaan-perusahaan di Hindia Belanda, serta dengan perhitungan bahwa
perbaikan tingkat hidup penduduk pribumi berarti perluasan pasar hasil ekspor
hasil industri Belanda.
Sistem pemerintahan kolonial Belanda tidak langsung berhubungan
dengan penduduk pribumi, tetapi melalui kolaborasi dengan para penguasa
pribumi, dan pada akhir abadke-19 pemerintah kolonial mulai membuat
aparatur di bawah sistem dan pengawasan para pejabat pemerintah kolonial
yang terdiri dari orang Belanda, aparatur pribumi ini desebut sebagai angreh
praja[7]. Pada masa pendudukan Jepang selama tiga setengah tahun
administrasi negara di Indonesia mengalami kehancuran karena para birokrat
bangsa Belanda di singkirkan, pegawai bangsa Indonesia belum siap dan tidak
diberi kesempatan mengisi posisi yang ditingktkan oleh orang Belanda,
sedangkan orang Jepang yang mengisi posisi orang Belanda mempunyai misi
lain yaitu untuk membantu memenangkan Jepang dalam Perang Dunia ke II.
Dengan kata lain Jepang tidak berminat untuk menggunakan administrasi
negara yang ada untuk pelayanan masyarakat Indonesia.
Perkembangan Administrasi sesudah Kemerdekaan Praktik-praktik
administrasi yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda, baik di bidang
Pemerintahan, Hukum dan Perekonomian.Namun praktik-praktik administrasi
tersebut, dimonopoli oleh orang-orang Belanda.Sehingga ilmu Administrasi
kenyataannya menjadi milik bangsa penjajah.Orang-orang Indonesia hanya
sekedar sebagai pelaksana saja.Mereka pada umumnya hanya memiliki pangkat
sebagai Mandor/Krani, Juru Tulis (Klerk), sehingga mereka hanya mengenal
arti administrasi dalam arti sempit.Pengaruh keberhasilan Administrasi Militer
pada Perang Dunia II, menyebabkan bangsa-bangsa di dunia banyak
mempelajari ilmu administrasi.Menyadari atas kekurangannya di bidang
administrasi, pemerintah Indonesia mendatangkan Misi Ahli dari Amerika
Serikat untuk memperbaiki kekurangan tersebut. Akhirnya Misi Ahli
memberikan rekomendasinya, yaitu: Perlunya “Pendidikan dan Latihan
Administrasi di Indonesia” (Training for Administration in Indonesia).

b. Administrasi Negara di Indonesia Pada Masa Orde Lama


Setelah selesai perang kemerdekaan, yaitu pada tahun 1951, dimulailah
usaha-usaha pengembangan-pengembangan administrasi negara karena
dipengaruhi oleh semakin besarnya peranan pemerintah dalam kehidupan
masyarakat Indonesia seiring dengan timbulnya permintaan bagi perbaikan
disegala sektor kehidupan sesuai dengan harapan terhadap negara Indonesia
yang sudah merdeka.
Rekruitmen pegawai negeri banyak dipengaruhi oleh pertimbangan
spoils system seperti faktor nepotisme dan patronage seperti hubungan
keluarga, suku, daerah dan sebagainya. Dilain pihak, mulai disadari perlunya
peningkatan efisiensi administrasi pemerintah, kemudian berkembang usaha-
usaha perencanaan program di sektor tertentu dan akhirnya menjurus kearah
perencanaan pembangunan ekonomi dan sosial. Administrasi negara yang ada
pada waktu itu dirasakan sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan
pembangunan nasional karena terkait oleh berbagai ketentuan perundangan
yang berlaku , yang mendisain administrasi negara hanya untuk kegiatan rutin
pelayanan masyarakat. Perkembangan administrasi negara Indonesia
selanjutnya mengarah kepada pembedaan antara administrasi negara yang
mengurus kegiatan rutin pelayanan masyarakat dengan administrasi
pembangunan yang mengurus proyek-proyek pembangunan terutama
pembangunan fisik.Prioritas pembiayaan ditekankan pada administrasi
pembangunan.Sedangkan kegiatan administrasi negara yang bersifat rutin
kurang mendapat perhatian.
Pada masa Orde Lama (Sukarno), penataan sistem administrasi
berdasarkan model birokrasi monocratique dilakukan dalam rangka
membangun persatuan dan kesatuan yang berdasarkan pada ideologi demokrasi
terpimpin. Sukarno melakukan kebijakan apa yang disebut dengan retoolling
kabinet, dimana ia mengganti para pejabat yang dianggap tidak loyal. Dengan
Dekrit Presiden no 6 tahun 1960, Sukarno melakukan perombakan sistem
pemerintahan daerah yang lebih menekankan pada aspek efisiensi dan kapasitas
kontrol pusat terhadap daerah.
c. Administrasi Negara di Indonesia Pada Masa Rezim Orde Baru
Orde baru lahir dengan diawali berhasilnya penumpasan terhadap
G.30.S/PKI pada tanggal 1 Oktober 1965. Orde baru sendiri adalah suatu
tatanan perikehidupan yang mempunyai sikap mental positif untuk mengabdi
kepada kepentingan rakyat, dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa
Indonesia untuk mencapai suatu masyarakat adil dan makmur baik material
maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 melalui pembangunan
di segala bidang kehidupan. Orde Baru bertekad untuk melaksanakan Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.Orde Baru ingin mengadakan
‘koreksi total’ terhadap sistem pemerintahan Orde Lama.
Pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengeluarkan surat
perintah kepada Letjen Soeharto atas nama presiden untuk mengambil tindakan
yang dianggap perlu guna mengamankan pelaksanaan UUD 1945 secara murni
dan konsekuen, untuk menegakkan RI berdasarkan hukum dan konstitusi. Maka
tanggal 12 Maret 1966, dikeluarkanlah Kepres No. 1/3/1966 yang berisi
pembubaran PKI, ormas-ormasnya dan PKI sebagai organisasi terlarang di
Indonesia serta mengamankan beberapa menteri yang terindikasi terkait kasus
PKI. (Erman Muchjidin, 1986:58-59). Orde Baru adalah sebutan bagi masa
pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde
Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru
berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Pada tahun 1968, MPR secara resmi
melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia
kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983,
1988, 1993, dan 1998. Model birokrasi monocratique dalam administrasi
diteruskan oleh Suharto.Awal tahun 1970an, pemerintah orde baru melakukan
reformasi administrasi yang bertujuan untuk menciptakan birokrasi yang
tanggap, efisien dan apoltik.Hal ini dilakukan melalui larangan pegawai negeri
berpolitik dan kewajiban pegawai negeri untuk mendukung partai
pemerintah.Upaya ini dilakukan sebagai reaksi dari perkembangan birorkasi di
akhir era Sukarno yang diwarnai oleh politisasi birokrasi.Disamping itu Suharto
menerbitkan dua buah kebijakan yang sangat penting dalam sistem administrasi
waktu itu.Pertama adalah Keppres no 44 dan no 45 tahun 1975 yang masing
masing mengatur tentang susunan tugas pokok dan fungsi Departemen dan
LPND.Melalui peraturan tersebut diatur standardisasi organisasi Departemen
dan menjadi dasar hukum bagi pembentukan instansi vertikal di daerah.Produk
kebijakan yang kedua adalah UU no 5 tahun 1974 tentang Pemerintahan di
Daerah.Dalam peraturan tersebut, pemerintah daerah disusun secara hirarkis
terdiri dari pemerintah daerah tingkat I dan tingkat II.Disamping itu setiap
daerah memiliki status sebagai daerah otonom sekaligus sebagai wilayah kerja
pemerintah.Sebagai implikasinya Kepala daerah diberikan jabatan rangkap
yaitu sebagai Kepala Daerah otonom dan wakil pemerintah pusat.kebijakan
kebijakan tersebut dilakukan untuk menciptakan efisiensi dan penguatan
kontrol pusat kepada daerah.

d. Administrasi Negara di Indonesia Pada Masa Reformasi


Munculnya Era Reformasi ini menyusul jatuhnya pemerintah Orde
Baru tahun 1998.Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia
melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap
pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi
besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai
wilayah Indonesia. Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi
Trisakti pada 12 Mei 1998 yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari
setelahnya. Gerakan mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia.Di
bawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya
memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan
sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era
Reformasi".Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran
pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang
mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir.Oleh karena itu Era
Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".
Berakhirnya pemerintahan Orde baru mendorong munculnya
pendekatan society-centered public administration dimana administrasi publik
merupakan sarana bagi pemerintahan yang demokratis untuk
menyelenggarakan kekuasaannya berdasarkan kedaulatan rakyat.Berbeda
dengan masa sebelumnya dimana kedaulatan negara lebih menonjol, sejak
reformasi 1999 kedaulatan rakyat menjadi kata kunci dalam penyelenggaraan
administrasi.Negara bukan lagi dianggap sebagai satu satunya aktor yang secara
ekslusif berperan dalam mencapai tujuan nasional. Dalam era reformasi, sistem
demokrasi menuntut adanya kekuasaan yang terdesentralisir dimana masing
masing komponen memiliki otonomi relatif terhadap komponen yang lain
dengan maksud agar tidak ada satu pun elemen dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang dapat mendominasi kelompok yang lain. Sebagai
konsekuensinya negara merupakan hanya salah satu mekanisme yang
bersandingan dengan mekansime pasar (private sector) dan mekanisme sosial
(civil-society) untuk memecahkan masalah pelayanan publik.Administrasi
merupakan sarana koordinasi dari negara, masyarakat dan dunia usaha untuk
mencapai tujuan nasional.
Hal ini sebagaimana kita lihat dalam praktek administrasi pada era
reformasi.Krisis ekonomi yang menimpa Indonesia tahun 1997 menjadi
pendorong perubahan besar dalam sistem pemerintahan di Indonesia.Melalui
Tap MPR no XV Tentang Pokok Pokok reformasi pemerintah era reformasi
dituntut untuk melakukan penataan untuk mewujudkan pemerintahan yang
demokratis dan bersih dari KKN.Perubahan tersebut secara formal dituangkan
dalam empat perubahan (amandemen) UUD 1945.Hasil dari amandemen
tersebut merubah secara mendasar sistem pemerintahan di Indonesia.perubahan
penting yang perlu dicatat dalam hal ini adalah, Pertama, perubahan kedudukan
MPR yang bukan lagi menjadi Lembaga Tertinggi Negara. Sebelumnya MPR
merupakan lembaga tertinggi negara yang mewakil seluruh komponen bangsa
baik dari kelompok poliik, daerah dan fungsional.Berakhirnya kedudukan MPR
sebagai lembaga tertinggi negara diikuti dengan perubahan Presiden yang
bukan lagi menjadi mandataris MPR, tetapi merupakan Kepala Pemerintahan
dan Kepala Negara yang dipilih langsung oleh rakyat.
Perubahan tersebut dimaksud untuk menciptakan sistem check and
balance.Kedua, perubahan amandemen IV mendorong terciptanya sistem yang
terdesentralisir.Pada desain UUD 1945 naskah asli, disebutkan bahwa di tangan
Presiden terkonsentrasikan seluruh kekeuasaan dalam penyelenggaraan
pemerintaha “concentration of power upon presiden.Namun dengan
amandemen ke IV, pemerintahan menjadi terdesentralisir. Hal ini terlihat dari
pembatasan kekuasaan presiden..yang harus berbagai kekuasaan dengan DPR
dan berbagai lembaga negara lainnya. Pada tataran hubungan pusat daerah,
amandemen konstitusi mengatur pemberian otonomi yang luas kepada
daerah.Amandemen IV menciptakan konfigurasi sistem administrasi yang
terdesentralisir sebagai sarana untuk menjamin terselenggaranya
demokrasi.Upaya penguatan sistem keseimbangan kekuasaan juga dilkaukan
dalam hubungan antara negara dan rakyat.Hal ini terlihat dari sembilan pasal
tambahan yang mengatur khusus tentang perlindungan hak asasi manusia.
Berbagai perubahan paradigma pemerintahan dalam era reformasi
telah mengakhiri warisan sistem administrasi pada masa lalu yang dibangun
berdasarkan pada model birokrasi monocratique.Namun model alternatif yang
sering disebut dengan model post-weberian itu hingga saat ini masih mencari
bentuk. Keadaan ini sedikit banyak menciptakan berbagai kerancuan mengenai
arah perubahan dan pembangunan sistem administrasi negara di era reformasi.
Ketidakjelasan arah dan fokus dalam membangun sistem administrasi negara
Indonesia di era reformasi ini akan menjadi penghambat besar dalam
menciptakan sistem administrasi negara yang tangguh berhadapan dengan
tuntutan perbaikan kinerja pemerintah maupun tantangan persaingan global di
tingkat internasional.
Setiap perubahan selalu ditandai dengan ketidakpastian.Beberapa
masalah yang muncul dalam perubahan tersebut terutama adalah masalah
korupsi, ancaman integrasi nasional, dan buruknya pelayanan publik. Reformasi
telah berjalan selama lebih dari satu dasawarsa, namun nampaknya reformasi
belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Menurut riset yang dilakukan oleh
World Bank antara tahun 1996 hingga 2007 tentang mutu penyelenggaraan
pemerintahan (governance), reformasi di Indonesia menunjukkan hasil yang
belum menggembirakan. Dalam hubungan dengan masyarakat, reformasi
menyisakan masalah dimana masyarakat belum merasakan adanya manfaat
yang jelas terutama dalam pelayanan publik.Berbagai penelitian yang dilakukan
oleh perguruan tinggi dan lembaga lembaga riset menunjukkan bahwa
pemerintah masih belum secara sungguh sungguh berupaya melakukan
perbaikan dalam pelayanan.Penelitian UGM (2003) melihat bahwa masalah
utama dari buruknya pelayanan publik adalah disebabkan masih rendahnya
profesionalisme pegawai.

3. Coba saudara jelaskan tentang:


a. Hubungan pemerintah pusat dan daerah setelah berjalannya otonomi
daerah
Jawab:
Dalam menjalankan pemerintahannya, hubungan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah harus terjalin dengan baik dan harmonis. Ada sejumlah
hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, yakni:
1. Hubungan struktural
Hubungan struktural merupakan hubungan yang didasarkan pada
tingkat dan jenjang di pemerintahan. Pemerintah daerah dalam bertugas
menyelanggarakan urusan daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) yang berdasarkan asas otonom dan tugas pembantuan.
Presiden merupakan penyelenggaran urusan pemerintahan di tingkat
pusat. Presiden dibantu para menteri untuk menjalankan pemerindah.
Kepala daerah merupakan penyelenggara urusan daerah masing-masing.
2. Hubungan fungsional
Hubungan fungsional merupakan hubungan yang didasarkan
dengan fungsi yang dimiliki oleh masing-masing pemerintah. Hubungan
tersebut saling memengaruhi dan bergantung antara satu dengan yang
lain. Hubungan tersebut juga terletak pada visi, misi, tujuan hingga fungsi
yang dimiliki masing-masing pemerintah. Visi dan misi yang dimiliki
tersebut bersama-sama untuk melindungi dan memberi ruang kebebasan
kepada daerah untuk mengolah dan mengurusi rumah tangganya.

Dalam negara kesatuan pemerintah daerah langsung di bawah pemerintah


pusat. Dalam negara kesatuan, pemerintah daerah adalah dependent dan
subordinate terhadap pemerintah pusat. Pemerintah daerah hanya bagian atau
subsistem dari sistem pemerintah nasional. Karena pemerintah daerah
merupakan bagian dari sistem pemerintah nasional, maka antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah terdapat hubungan antar pemerintah yang saling
terjalin sehingga membentuk satu kesatuan pemerintahan nasional.
Dalam subsistem pemerintahan daerah terdapat subsistem pemerintahan
daerah yang lebih kecil. Seperti contoh, Indonesia terdapat subsistem
pemerintahan pusat yang terdiri atas presiden dan para menteri. Di daerah
terdapat subsistem pemerintahan provinsi yang terdiri atas gubernur dan DPRD
Provinsi.
Sub-subsistem pemerintahan kabupaten/kota yang terdiri atas
bupati/walikota dan DPRD kabupaten/kota. Bahkan subsistem pemerintah desa
yang terdiri atas kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Jalinan
antar sub sistem dan antar sub dan sub sistem pemerintahan tersebut
membentuk sistem pemerintahan nasional yang merupakan wahana untuk
mencapai tujuan negara. Kondisi tersebut akan tersebut ketika hubungan antar
sub sistem dapat menghasilkan jalinan sistemik dan dapat berjalan dengan
fungsi masing-masing secara serasi, selaras dan harmonis. Ketika berjalan tidak
terkoordinasi dengan baik, tidak fokus pada tujuan yang telah ditetapkan. Maka
penyelenggaraan pemerintahan menjadi tidak efisien yang hanya menghasilkan
kesengsaraan rakyat. Untuk dapat membentuk jalinan hubungan pemerintahan
yang sistemik dengan hasil guna yang maksimal. Setiap negara
mengembangkan hubungan antar lembaga negara dan hubungan antar
pemerintahan pada semua jenjang pemerintahan. Pada tingkat nasional diatur
hubungan antar lembaga tinggi negara dan hubungan antar pemerintah pusat
dan pemerintah daerah. Di daerah diatur hubungan antar lembaga daerah dan
hubungan antar pemerintahan daerah.

b. Pemerintah daerah, unsur penyelenggaraan pemerintah daerah dan


perangkat daerah.
Jawab:
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Pemerintahan Daerah di Indonesia terdiri dari Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang terdiri atas kepala
daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dibantu oleh Perangkat
Daerah. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Wali kota, dan
Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat
DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah. Perangkat daerah
kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah,
lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan.
1. Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris Daerah
diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. Sekretaris
Daerah Provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul
Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sekretaris Daerah
Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul
Bupati/Wali Kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sekretaris
Daerah karena kedudukannya sebagai pembina pengawai negeri sipil di
daerahnya.
2. Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD
Provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur dengan persetujuan
DPRD Provinsi. Sekretaris DPRD Kabupaten/Kota diangkat dan
diberhentikan oleh Bupati/Wali Kota dengan persetujuan DPRD
Kabupaten/Kota.
3. Dinas Daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Dinas daerah
dipimpin oleh kepala dinas yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala
daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris
Daerah.
4. Lembaga Teknis Daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah
dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik
berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah. Badan, kantor
atau rumah sakit umum daerah sebagaimana dimaksud dipimpin oleh
kepala badan, kepala kantor, atau kepala rumah sakit umum daerah yang
diangkat oleh kepala daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi
syarat atas usul Sekretaris Daerah.
5. Kecamatan dibentuk di wilayah Kabupaten/Kota dengan Perda
Kabupaten/Kota yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kecamatan
dipimpin oleh seorang camat yang dalam pelaksanaan tugasnya
memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau wali kota untuk
menangani sebagian urusan otonomi daerah. Camat diangkat oleh
Bupati/Wali Kota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari pegawai
negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan
memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda Kabupaten/Kota
yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh
seorang lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan
dari Bupati/Wali Kota. Lurah diangkat oleh Bupati/Wali Kota atas usul
Camat dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis
pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

4. Coba jelaskan sampai sejauh mana saudara memahami:


a. Konsep patologi dan reformasi sistem administrasi Negara Indonesia
Jawab:
Ruang lingkup patologi birokrasi menurut Smith (1988) dalam Ismail (2009)
dapat dipetakan dalam dua konsep besar, yaitu:
1. Disfunctions of bureaucracy, yakni berkaitan dengan struktur, aturan, dan
prosedur atau berkaitan dengan karakteristik birokrasi atau birokrasi secara
kelembagaan yang jelek, sehingga tidak mampu mewujudkan kinerja yang
baik, atau erat kaitannya dengan kualitas birokrasi secara institusi.
2. Mal-administration,yakni berkaitan dengan ketidakmampuan atau perilaku
yang dapat disogok, meliputi: perilaku korup, tidak sensitif, arogan,
misinformasi, tidak peduli dan bias, atau erat kaitannya dengan kualitas
sumber daya manusianya atau birokrat yang ada di dalam birokrasi.
Proses patologi birokrasi yang akut diIndonesia ini bukan sesuatu yang
datang tiba-tiba, tetapi terpelihara sejak lama. Birokrasi sudah terbiasa menjadi
simbol kemakmuran dan kerajaan bagi aparatnya untuk mendapat pelayanan
dari masyarakat. Kultur pangreh praja(rakyat mengabdi pada pemerintah/raja)
ada di birokrasi zaman kerajaan-kerajaan di Nusantara, dan birokrasi yang
diciptakan untuk melayani penguasa terjadi di zaman penjajahan.Membangun
sistem kontrol dan akuntabilitas publik menjadi signifikan dalam memerangi
patologi birokrasi. Sebagai “eksekutor” kekuasaan birokrasi sangat mudah
tergoda untuk melakukan abuse ofpower.Dalam penelitian Teruna (2007)
dinyatakan bahwa salah satu ruang yang rentan terhadap patologi birokrasi
berkenaan dengan proses pembangunan, khususnya penjabaran program ke
dalam proyek-proyek pembangunan atau dikenal dengan istilah pengadaan
barang dan jasa, seperti: tindakan mark up, penggelapan, manipulasi, suap,
penyunatan dan sebagainya.
Salah satu gerakan reformasi administrasi public yang juga sempat popular
di awal 90-an muncul dalam kemasan ‘reinventing government’ yang berakar
pada tradisi dan perspektif new Publik Management yang merupakan
kristalisasi dari praktik administrasi public di Amerika Serikat. Para pendukung
gerakan ini berpendapat bahwa institusi-institusi administrative yang didirikan
dalam kerangka birokrasi dengan model komando dan pengawasan telah
berubah secara signifikan selama abad ke-20 dan harus terus diubah. Birokrasi
jenis ini tidak lagi efektif, efisien dan sudah ketinggalan zaman dalam tatanan
ekonomi-politik dunia yang semakin menggelobal. Oleh karena itu, birokrasi di
Amerika Serikat harus melakukan reformasi institusi administrasi public agar
lebih memiliki karakter kewirausahaan.
Gerakan administrasi reformasi di dunia global di dorong oleh empat
tekanan, yakni politik, ekonomi, social dan institusional. Tidak jauh berbeda
dari gerakan reformasi administrasi di Indonesia. Terjadinya gerakan reformasi
ini diakibatkan oleh beberapa tekanan yang muncul.
Pertama, tuntutan akan perubahan system politik yang lebih demoklratis
pada semua aspek kehidupan bangsa mulai disuarakan ketika terjadinya krisis
ekonomi kala tahun 1997. Kekuasaan resim orde baru Suharto yang kala itu
begitu kuat, otoriter, sentralistik dan tidak memberikan akses kepada rakyat
untuk berpartisipasi lebih besar dalam aktivitas pemerintahan, tetapi hanya
mengutamakan kepad kroni dan keluarga dekatnya. Tuntutan untuk lebih
demokratis menyebabkan keinginan untuk mengubah orientasi
administrasi/birokrasi public yang ada.
Kedua, adanya perubahan social dalam masyarakat yang begitu dinamis
pada masa setelah tumbangnya orde baru menyadarkan bahwa pihak akan
perlunya dan bergunanya perubahan bagi tatanan sosial yang ada. Keterbukaan,
akses yang lebih lebar, dan tuntutan pada perbaikan standar hidup dan
kelayakan hidup masyarakat, membuat urgensi parubahan dalam birokrasi dan
kebijakan public yang dilakukan.
Ketiga, krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 dan disusul kemudian
pada tahun 2008 menyebabkan dorongan-dorongan besar lapisan masyarakat
akan perubahan. Krisis ekonomi global telah menyebabkan terpuruknya kondisi
ekonomi negara dan rakyat. Itulah sebabnya diperlukan perangkat dan system
administrasi public yang lebih baik untuk mengatasi krisis yang ada. Dari
sinilah gerakan perubahan mulai bordering.
Keempat, tuntutan bahwa Negara-negara di dunia harus terlibat dalam
perdagangan dan pasar bebas global dan terlibat dalam organisasi administrasi
public yang lebih professional dan berstandar internasional. Keluranya
beberapa investor besar asing di Indonesia misalnya, adalah salah satu contoh
karena system administrasi dan birokrasi tanah air yang tidak professional,
lamban, berbelit-belit, dan terlalu banyak pungutan liar yang tidak jelas.
Pindahnya pabrik Sony ke singapura dan diikuti oleh perusahaan-perusahaan
besar seperti Nike, Samsung dan sebagainya, telah menyebabkan bertambahnya
pengangguran di Indonesia dan berkurangnya devisa Negara.
Kelima, tuntutan daerah untuk menjalankan roda roda pemerintahan sendiri
tanpa tergantung pada pemerintah, juga telah banyak mengubah birokrasi dan
administrasi di pusat dan daerah. Otonomi daerah merupakan salah satu
dorongan penting bagi pelaksanaan reformasi administrasi yang lebih baik dan
mendukung pencapaian tujuan pemerintah.
Dalam banyak hal, reformasi politik yang bergulir sampai saat ini sekali
lagi tampak berada dalam jalur yang benar. Yang dibutuhkan adalah kesabaran
untuk bertahan dan konsisten untuk melakukan langkah-langkah sistematis
yang diperlukan. Proses demokratisasi di Indonesia tidak hanya diuji melalui
pemilihan presiden secara langsung, namun terutama ditantang untuk mampu
keluar dari berbagai masalah agar dapat memenangkan pertarungan dengan
bangsa-bangsa lain.
Dari apa yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa,
administrasi public dapat menempati tempat di jantung gerakan demo
kratisasi politik, asalkan memenuhi paling tidak tiga persyaratan : Pertama,
mampu melakukan perencanaan strategis yang menyeluruh. Kedua, mempunyai
struktur organisasi yang tidak terlalu hirarki dan parchial. Ketiga,
membebaskan diri dari pendekatan dan kultur militeristik dalam melakukan
pelayanan public. Berkaitan dengan perencanaan strategis, Indonesia
mempunyai pengalaman dan institusi perencanaan seperti Bappenas di tingkat
pusat dan BKD di tingkat daerah. Hal yang diperlukan adalah revitalisasi dan
reposisi fungsi-fungsi institusinal yang disesuaikan dengan konteks demokrasi
yang dikehendaki. Mekanisme perencanaan atau lebih benyak memberikan
kesempatan kepada masyarakat sipil untuk berperan aktif dalam kegiatan
pembangunan dan proses reformasi administrasi itu sendiri, dapat terus
dijalankan bukan sekedar basa basi atau mencari legitimasi.
Terakhir bahwa syarat yang juga penting adalah struktur dan kultur
birokrasi di Indonesia harus mau berubah dan berinovasi. Kesabaran dan
ketekunan untuk melakukan perubahan secara incremental untuk mengurangi
(jika tidak dapat menghindar) biaya social, politik, dan ekonomi yang tinggi
masih sangat dibutuhkan. Dalam kaitan dengan ini, pembicaraan mengenai isu
reformasi administrasi public menjadi relevan.
b. Konsep tentang good governance dan reformasi pelayanan publik
Jawab:
Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen
pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip
demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi
dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara administratif
menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan politican framework
bagi tumbuhnya aktifitas usaha.
Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu
kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat
dipertanggungjawabkan secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai
oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi penyelenggaraan
pemerintahaan dalam suatu negara.
Good Governance diIndonesia sendiri mulai benar – benar dirintis dan
diterapkan sejak meletusnya era Reformasi yang dimana pada era tersebut
telah terjadi perombakan sistem pemerintahan yang menuntut proses
demokrasi yang bersih sehingga Good Governancemerupakan salah satu alat
Reformasi yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru. Akan tetapi, jika
dilihat dari perkembangan Reformasi yang sudah berjalan selama 15 tahun ini,
penerapan Good Governance di Indonesia belum dapat dikatakan berhasil
sepenuhnya sesuai dengan cita – cita Reformasi sebelumnya. Masih banyak
ditemukan kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan
akuntansi yang merupakan dua produk utama Good Governance.
Pada mulanya, transformasi pelayanan publik merupakan adopsi dari
nilai-nilai pada sektor privat. Akibatnya, pelayanan yang diberikan berorientasi
pada keuntungan sehingga masyarakat sulit untuk mendapat pelayanan,
khususnya pelayanan dasar, seperti contoh pada bidang kesehatan dan
pendidikan dengan adanya rumah sakit swasta, sekolah swasta, dan
sebagainya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, pelayanan publik yang
notabene dominan pada nilai-nilai sektor privat tersebut dapat beriringan
dengan pelayanan yang menerapkan nilai-nilai pada sektor publik. Sehingga
keduanya dapat memenuhi kebutuhan barang dan hak dasar masyarakat,
meskipun harus tetap ada komitmen, peraturan perundang-undangan, dan
pengawasan. Harapannya adalah dapat mewujudkan pelayanan publik yang
terintegrasi antar keduanya. Kemudian, masyarakat juga dapat mengakses
pelayanan publik tersebut serta mendapat perlindungan terhadap
kepentingannya.
Pada dasarnya reformasi pelayanan publik yang telah dilakukan oleh
pemerintah adalah debirokratisasi, privatisasi, dan desentralisasi. Adapun
debirokratisasi dilakukan untuk mendorong birokrasi pemerintah kembali
kepada misi utamanya. Kemudian, privatisasi berfungsi untuk menstimulus
pemerintah agar meningkatkan daya saing dan kualitas pelayanan, seperti
sektor privat, kemudian berdampingan dengan sektor privat dalam
menyediakan pelayanan publik sehingga pemerintah dapat fokus terhadap
pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar yang strategis. Sedangkan
desentralisasi yang notabene kerap menimbulkan polemik karena
kelemahannya menimbulkan gap antar daerah. Meskipun demikian, terdapat
kelebihan, yakni fokus pelayanan yang semakin dekat dengan masyarakat
sehingga pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pelayanan publik
menjadi lebih optimal. Adapun strategi dalam menyelesaikan permasalahan
kaitannya dengan desentralisasi yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah
kebijakan dan standar pelayanan yang tidak membatasi inovasi dan kreativitas
setiap daerah, pengawasan kebijakan dan standar pelayanan oleh pemerintah
pusat, kebijakan dan standar pelayanan yang bertujuan untuk melindungi hak
masyarakat, dan kebijakan serta standar nasional untuk memperkecil
ketimpangan kualitas dan kuantitas pelayanan publik antar daerah. Sehingga
reformasi pelayanan publik dapat berjalan dengan baik.
Dalam reformasi birokrasi akan berpengaruh pula pada reformasi
pelayanan publik. Maka, untuk menyeimbangkan kedua hal tersebut seperti
yang tertera pada UU Nomor 25/2009 bahwa partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik menjadi sangat penting. Alasannya, karena
selama ini kita selalu berfokus pada kewajiban pemerintah sebagai
penyelenggara negara dalam; mewujudkan pelayanan publik yang prima.
Namun, kita kerap lupa terhadap hak masyarakat, yaitu partisipasi. Padahal,
partisipasi masyarakat dapat membantu pemerintah dalam merumuskan
pelayanan publik pun kebijakan serta perumusan standar pelayanan.
Berdasarkan UU tersebut pula telah diatur tentang peran Ombudsman
Republik Indonesia dalam menampung aspirasi maupun keluhan masyarakat
terhadap pelayanan publik dan sebagai pengawas dalam pelaksanaan
pelayanan publik di Indonesia, baik di pusat maupun daerah. Sehingga
nantinya diharapkan ada keseimbangan antara hak masyarakat dan kewajiban
penyelenggara dalam pelayanan publik. Kemudian, dapat terwujud pula
sinergitas dan reformasi yang dicita-citakan, baik pada aspek birokrasi maupun
pelayanan publik.

5. Sebagai wakil rakyat yang mengakredasikan kepentingan masyarakat,


legislatif harus menyuarakan kebutuhan masyarakat. Jika kita lihat pada
zaman pemerintahan presiden jokowidodo dan K.H. Ma’ruf Amin,
bagaimana menurut pandangan saudara hubungan Legislatif dan Eksekutif?
Jawab:
Dalam banyak peristiwa secara represif, yang menunjukan bahwa Negara
telah gagal dalam menyediakan akses yang efektif bagi masyarakat untuk
mengkomunikasikan aspirasinya melalui jalur-jalur lain agar dapat mempengaruhi
kebijakan negara, selain melakukan aksi massa. Terlebih, terdapat perkembangan
metode serangan terhadap kebebasan berekspresi, yakni pembungkaman siber
dalam bentuk peretasan, intimidasi, doxing, bahkan penyiksaan di ruang siber.
Penanganan pandemi COVID-19 pun tidak lepas dari pemenuhan dan
perlindungan HAM yang tidak maksimal, bahkan dalam beberapa peristiwa
dijadikan dalih untuk melanggar HAM, seperti kriminalisasi terhadap pengkritik
sampai penghukuman tidak manusiawi terhadap pelanggar protokol kesehatan.
Penanganan terhadap pandemi yang terlalu bertumpu kepada lembaga-lembaga
keamanan, pertahanan, dan intelejen yang tidak memiliki kompetensi utama di
bidang ini juga berdampak buruh tidak hanya pada penanganan pandemi, namun
kondisi demokrasi Indonesia kedepannya. Dari segi perlindungan terhadap
pembela HAM, dalam satu tahun terakhir kami menemukan pola yang terus
berulang, yakni berlarutnya proses hukum terhadap pelaku penyerangan terhadap
pembela HAM. Hal ini dapat dilihat dalam penanganan kasus Novel Baswedan,
Golfrid Siregar, dan Ravio Patra.
Dalam aspek penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM berat, tahun ini
nyaris tidak ada kemajuan, dan dalam beberapa hal justru terjadi kemunduran. Hal
ini terlihat dari dikembalikannya berkas penyelidikan peristiwa Paniai oleh Jaksa
Agung kepada Komnas HAM, dinyatakannya deklarasi damai peristiwa Talangsari
sebagai maladministrasi oleh Ombudsman, pernyataan Jaksa Agung bahwa tragedi
Semanggi I dan Semanggi II bukan merupakan peristiwa pelanggaran HAM berat,
serta diangkatnya aktor-aktor pelanggaran HAM berat sebagai pejabat
pemerintahan. Keseluruhan peristiwa ini menegaskan bahwa isu pelanggaran
HAM berat bagi Joko Widodo hanya merupakan komoditas politik tanpa ada
niatan untuk benar-benar menyelesaikannya.
Dalam aspek budaya kekerasan, Kontras menemukan bahwa tingginya angka
kekerasan yang muncul setiap tahunnya dari lembaga pertahanan dan keamanan
tidak pernah disambut dengan wacana mengenai reformasi kelembagaan untuk
mengurangi peristiwa kekerasan, melainkan disikapi dengan justru memperluas
tugas, fungsi, dan pengaruh Polri dan TNI. Dalam hal ini Polri memperluas
otoritas dan pengaruhnya melalui penempatan anggota Polri pada jabatan di luar
struktur Polri yang tidak berkaitan dengan urusan keamanan, surat telegram
Kapolri Nomor ST/1100/IV/HUK.7.1/2020 tentang penegakan hukum terhadap
penghina presiden/pejabat negara lainnya dan surat telegram
STR/645/X/PAM.3.2./2020 yang melarang aksi unjuk rasa dan memerintahkan
jajaran Polri untuk melakukan kontra narasi terhadap kritik masyarakat terkait
RUU Cipta Kerja, dan melalui wacana pembentukan Pam Swakarsa melalui
Peraturan Polri nomor 4 tahun 2020 tentang Pam Swakarsa yang memiliki
sejumlah celah yang dapat berujung pada kekerasan, konflik horizontal, hingga
digunakan untuk kepentingan politik praktis. Sementara itu, TNI memperluas
otoritas dan pengaruhnya melalui penerapan UU PSDN seperti perekrutan
Komcad dan wacana pendidikan “wajib militer” yang kontraproduktif dengan
kondisi kampus yang seharusnya menjadi tempat berkembangnya nilai-nilai
demokrasi.
Terakhir, tidak diinternalisasinya nilai-nilai demokrasi dalam tata kelola
pemerintahan terlihat jelas dalam proses legislasi yang alih-alih menjadi wadah
penampung aspirasi publik, justru dijadikan metode untuk memuluskan ambisi
investasi Pemerintah, yang terlihat jelas dalam pengesahan UU Minerba dan UU
Cipta Kerja dalam suasana pandemi dan dengan pertisipasi publik yang sangat
minim dan tidak substansial. Fenomena ini menegaskan pemaknaan negara atas
demokrasi yang tidak lebih jauh dari momentum pencoblosan setiap lima tahun
tanpa ada upaya untuk melibatkan publik secara lebih substansial dalam tata kelola
pemerintahan untuk menjamin akuntabilitas serta terjaminnya kepentingan umum.
Atas dasar tersebut, kami menyimpulkan bahwa Indonesia tidak hanya
sedang berada dalam ancaman resesi ekonomi, melainkan juga resesi demokrasi.
Apabila terus berlanjut, kami mengkhawatirkan adanya pergeseran menuju tata
kelola pemerintahan yang otoriter, yang merupakan ancaman terhadap HAM.

Anda mungkin juga menyukai