1. Coba jelaskan konsep dasar dan kerangka konseptual Sistem Administrasi
Negara Indonesia. Jawab: Menurut kamus webster, sistem adalah suatu kesatuan (unity) yang komplek dibentukoleh bagian yang berbeda (diverse), masing-masing terikat pada (subjected to) rencana yangsama atau kontribusi (serving) untuk mencapai tujuan yang sama. Dalam pengertian KBBI,sistem adalah seperangkat unsur yang teratur dan saling berkaitan untuk membentuk totalitas.Kata administrasi berasal dari bahsa latin “administrare” yang berarti tomanage. Derivasinya antara lain menjadi “administratio” yang berarti besturing atau pemerintahan. Dalam KBBI, administrasi diartikan menjadi empat. Pertama, usaha dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan serta penetapan cara-cara penyelenggaraan pembianaanorganisasi. Kedua, usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraankebujaksanaan serta mencapai tujuan. Ketiga, kegiatan yang berkaitan denganpenyelenggaraan pemerintahan. Keempat, kegiatan kantor dan tata usaha. Dalam makalah ini,arti administrasi merujuk pada paengertian yang ketiga. Menurut L.D. WHITE, administrasiadalah suatu proses yang umum terdapat dalam semua usaha kelompok, negara ataupun swasta,sipil ataupun militer , berskala kecil maupun besar. Menurut Dimock and Dimock,Pada dasarnya administrasi merupakan aktivitas kerja sama kelompok. Menurut E. Utrecht, administrasi negara adalah aparat atau gabungan jabatan- jabatanadministrasi yang berada di bawah pimpinan pemerintah, dan melaksanakan tugas yang tidakditugaskan kepada badan-badan pengadilan dan legislatif. Sedangkan Prof. PrayudiAtmosudirdjo mengemukaan tiga arti administrasi negara, yaitu : a. Sebagai aparatur negara, aparatur pemerintaha atau instansi politik(kenegaraan) artinya meliputi organ yang berada di bawah pemerintah mulaidari presiden, menteri (termasuk gubernur, bupati dan sebagainya). Intinyaadalah semua organ yang menjalankan administrasi negara. b. Sebagai fungsi aktifitas yakni sebagai kegiatan pemerintahan artinya sebagaikegiatan mengurus kepentingan Negara. c. Sebagai proses teknis penyelenggaraan undang-undang artinya meliputi segalatindakan aparatur negara dalam menjalankan undang-Undang.
2. Coba jelaskan sejarah perkembangan Sistem Administrasi Negara Republik
Indonesia yang dimulai semenjak sebelum kemerdekaan sampai sekarang. Jawab: Di Indonesia, perkembangan dinamika dalam sistem pemerintahan berpengaruh terhadap paradigma administrasi publik. Secara garis besar model penyelenggaraan administrasi di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua yaitu periode 1945-1998 dan 1999 sampai saat ini. Periode yang pertama didominasi dengan model state-centered public administration, dimana administrasi publik merupakan sarana bagi penguasa untuk menjawab apa yang disebut oleh Lucian Pye (1968) sebagai crises of penetration. Krisis ini muncul dari proses formasi negara (state formation) dimana negara negara yang baru merdeka dihadapkan pada masalah dalam membangun kemampuan untuk mengendalikan wilayah dan kelompok sosio kultural dan politik yang hidup dalam wilayah negara. Administrasi merupakan sarana untuk memperkuat kekuasaan negara. Karena cara pandang demikian ini maka istilah administrasi negara lebih banyak digunakan ketimbang istilah administrasi publik. Implikasi yang lain adalah mengedepannya model birokrasi monocratique yang diperkenalkan oleh Max Weber yang berciri sentralistik, hirarkis dan berorientasi pada peraturan (rule-driven) sebagai model ideal organisasi pemerintahan. Model ini dianggap mampu menciptakan efisiensi dan efektifitas dalam rangka melayani kepentingan penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya berhadapan dengan kelompok kelompok politik, etnis dan geografis yang secara potensial melakukan penolakan (resistance) atau pemisahan (seccessionism) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pendekatan state-centered dimulai sejak pembentukan pemerintahan pertama tahun 1945.Namun karena revolusi kemerdekaan, maka upaya pengembangan administrasi modern belum dapat dilaksanakan.Baru pada masa pemerintahan demokrasi parlementer tahun 1950, administrasi negara mulai ditata. Sejak Pemerintahan Natsir agenda utama pemerintahan adalah membangun sistem administrasi yang mampu menjamin terselenggaranya sistem pemerintahan hingga ke daerah. Sebagaimana kita ketahui Indonesia jaman 1950an mewarisi sistem administrasi eks-negara negara federal yang terkotak kotak.Sayangnya upaya tersebut terganjal tidak saja oleh konflik elit di tingkat pusat tetapi juga konflik antara pusat dan daerah.Pada masa Ali Sastroamidjojo agenda pembangunan sistem administrasi terhambat dengan pemberontakan PRRI/PERMESTA di daerah. Dalam perkembangan sistem pemerintahan presidensial di negara Indonesia (terutama setelah amandemen UUD 1945) terdapat perubahan-perubahan sesuai dengan dinamika sistem pemerintahan di Indonesia. Hal itu diperuntukkan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut antara lain, adanya pemilihan presiden langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks and balance dan pemberian kekuasaan yang lebih besar pada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran. Secara umum dengan dilaksanakannya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pada era reformasi, telah banyak membawa perubahan yang mendasar baik terhadap ketatanegaraan (kedudukan lembaga-lembaga negara), sistem politik, hukum, hak asasi manusia, pertahanan keamanan dan sebagainya. Berikut ini dapat dilihat perbandingan model sistem pemerintahan negara republik Indonesia pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Orde Lama (Soekarno), Orde Baru (Soeharto) dan pada masa Reformasi.
a. Administrasi Negara di Indonesia Pada Masa Pemerintahan Belanda
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda peranan administrasi negara masih sangat terbatas, terutama sebagai alat untuk menjaga keamanan dan ketertiban hkum bagi usaha pengumpulan sumber daya dari bumi Indonesia (saat itu disebut sebagai Hindia Belanda) untuk kepentingan pemerintah dan rakyat Belanda.Mulai tahun 1920an ruang lingkup administrasi negara pemerintahan kolonial mengalami sedikti perubahan karena pengaruh kebijaksanaan etika oleh pemerintah Belanda yang merasa mempunyai kewajiban moril untuk memberi pelayanan warga pribumi sebagai imbalan terhadap ekpolitasi sumber daya Indonesia oleh Belanda selama lebih dar 300 tahun.Pelayanan masyarakat oleh pemerintah kolonial ini sangat terbatas jenisnya dan penduduk pribumi yang memperoleh akses adalah sangat terbatas jumlahnya terutama pada kelompok elit seperti keluarga bangsawan dan pengawal pemerintah kolonial Belanda.Kebijaksanaan ini didorong oleh kepentingan Ekonomi Negeri Belanda yang memerlukan tenaga kerja bagi perusahaan-perusahaan di Hindia Belanda, serta dengan perhitungan bahwa perbaikan tingkat hidup penduduk pribumi berarti perluasan pasar hasil ekspor hasil industri Belanda. Sistem pemerintahan kolonial Belanda tidak langsung berhubungan dengan penduduk pribumi, tetapi melalui kolaborasi dengan para penguasa pribumi, dan pada akhir abadke-19 pemerintah kolonial mulai membuat aparatur di bawah sistem dan pengawasan para pejabat pemerintah kolonial yang terdiri dari orang Belanda, aparatur pribumi ini desebut sebagai angreh praja[7]. Pada masa pendudukan Jepang selama tiga setengah tahun administrasi negara di Indonesia mengalami kehancuran karena para birokrat bangsa Belanda di singkirkan, pegawai bangsa Indonesia belum siap dan tidak diberi kesempatan mengisi posisi yang ditingktkan oleh orang Belanda, sedangkan orang Jepang yang mengisi posisi orang Belanda mempunyai misi lain yaitu untuk membantu memenangkan Jepang dalam Perang Dunia ke II. Dengan kata lain Jepang tidak berminat untuk menggunakan administrasi negara yang ada untuk pelayanan masyarakat Indonesia. Perkembangan Administrasi sesudah Kemerdekaan Praktik-praktik administrasi yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda, baik di bidang Pemerintahan, Hukum dan Perekonomian.Namun praktik-praktik administrasi tersebut, dimonopoli oleh orang-orang Belanda.Sehingga ilmu Administrasi kenyataannya menjadi milik bangsa penjajah.Orang-orang Indonesia hanya sekedar sebagai pelaksana saja.Mereka pada umumnya hanya memiliki pangkat sebagai Mandor/Krani, Juru Tulis (Klerk), sehingga mereka hanya mengenal arti administrasi dalam arti sempit.Pengaruh keberhasilan Administrasi Militer pada Perang Dunia II, menyebabkan bangsa-bangsa di dunia banyak mempelajari ilmu administrasi.Menyadari atas kekurangannya di bidang administrasi, pemerintah Indonesia mendatangkan Misi Ahli dari Amerika Serikat untuk memperbaiki kekurangan tersebut. Akhirnya Misi Ahli memberikan rekomendasinya, yaitu: Perlunya “Pendidikan dan Latihan Administrasi di Indonesia” (Training for Administration in Indonesia).
b. Administrasi Negara di Indonesia Pada Masa Orde Lama
Setelah selesai perang kemerdekaan, yaitu pada tahun 1951, dimulailah usaha-usaha pengembangan-pengembangan administrasi negara karena dipengaruhi oleh semakin besarnya peranan pemerintah dalam kehidupan masyarakat Indonesia seiring dengan timbulnya permintaan bagi perbaikan disegala sektor kehidupan sesuai dengan harapan terhadap negara Indonesia yang sudah merdeka. Rekruitmen pegawai negeri banyak dipengaruhi oleh pertimbangan spoils system seperti faktor nepotisme dan patronage seperti hubungan keluarga, suku, daerah dan sebagainya. Dilain pihak, mulai disadari perlunya peningkatan efisiensi administrasi pemerintah, kemudian berkembang usaha- usaha perencanaan program di sektor tertentu dan akhirnya menjurus kearah perencanaan pembangunan ekonomi dan sosial. Administrasi negara yang ada pada waktu itu dirasakan sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan pembangunan nasional karena terkait oleh berbagai ketentuan perundangan yang berlaku , yang mendisain administrasi negara hanya untuk kegiatan rutin pelayanan masyarakat. Perkembangan administrasi negara Indonesia selanjutnya mengarah kepada pembedaan antara administrasi negara yang mengurus kegiatan rutin pelayanan masyarakat dengan administrasi pembangunan yang mengurus proyek-proyek pembangunan terutama pembangunan fisik.Prioritas pembiayaan ditekankan pada administrasi pembangunan.Sedangkan kegiatan administrasi negara yang bersifat rutin kurang mendapat perhatian. Pada masa Orde Lama (Sukarno), penataan sistem administrasi berdasarkan model birokrasi monocratique dilakukan dalam rangka membangun persatuan dan kesatuan yang berdasarkan pada ideologi demokrasi terpimpin. Sukarno melakukan kebijakan apa yang disebut dengan retoolling kabinet, dimana ia mengganti para pejabat yang dianggap tidak loyal. Dengan Dekrit Presiden no 6 tahun 1960, Sukarno melakukan perombakan sistem pemerintahan daerah yang lebih menekankan pada aspek efisiensi dan kapasitas kontrol pusat terhadap daerah. c. Administrasi Negara di Indonesia Pada Masa Rezim Orde Baru Orde baru lahir dengan diawali berhasilnya penumpasan terhadap G.30.S/PKI pada tanggal 1 Oktober 1965. Orde baru sendiri adalah suatu tatanan perikehidupan yang mempunyai sikap mental positif untuk mengabdi kepada kepentingan rakyat, dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk mencapai suatu masyarakat adil dan makmur baik material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 melalui pembangunan di segala bidang kehidupan. Orde Baru bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.Orde Baru ingin mengadakan ‘koreksi total’ terhadap sistem pemerintahan Orde Lama. Pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah kepada Letjen Soeharto atas nama presiden untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu guna mengamankan pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, untuk menegakkan RI berdasarkan hukum dan konstitusi. Maka tanggal 12 Maret 1966, dikeluarkanlah Kepres No. 1/3/1966 yang berisi pembubaran PKI, ormas-ormasnya dan PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia serta mengamankan beberapa menteri yang terindikasi terkait kasus PKI. (Erman Muchjidin, 1986:58-59). Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Pada tahun 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Model birokrasi monocratique dalam administrasi diteruskan oleh Suharto.Awal tahun 1970an, pemerintah orde baru melakukan reformasi administrasi yang bertujuan untuk menciptakan birokrasi yang tanggap, efisien dan apoltik.Hal ini dilakukan melalui larangan pegawai negeri berpolitik dan kewajiban pegawai negeri untuk mendukung partai pemerintah.Upaya ini dilakukan sebagai reaksi dari perkembangan birorkasi di akhir era Sukarno yang diwarnai oleh politisasi birokrasi.Disamping itu Suharto menerbitkan dua buah kebijakan yang sangat penting dalam sistem administrasi waktu itu.Pertama adalah Keppres no 44 dan no 45 tahun 1975 yang masing masing mengatur tentang susunan tugas pokok dan fungsi Departemen dan LPND.Melalui peraturan tersebut diatur standardisasi organisasi Departemen dan menjadi dasar hukum bagi pembentukan instansi vertikal di daerah.Produk kebijakan yang kedua adalah UU no 5 tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah.Dalam peraturan tersebut, pemerintah daerah disusun secara hirarkis terdiri dari pemerintah daerah tingkat I dan tingkat II.Disamping itu setiap daerah memiliki status sebagai daerah otonom sekaligus sebagai wilayah kerja pemerintah.Sebagai implikasinya Kepala daerah diberikan jabatan rangkap yaitu sebagai Kepala Daerah otonom dan wakil pemerintah pusat.kebijakan kebijakan tersebut dilakukan untuk menciptakan efisiensi dan penguatan kontrol pusat kepada daerah.
d. Administrasi Negara di Indonesia Pada Masa Reformasi
Munculnya Era Reformasi ini menyusul jatuhnya pemerintah Orde Baru tahun 1998.Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia. Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia.Di bawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi".Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir.Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru". Berakhirnya pemerintahan Orde baru mendorong munculnya pendekatan society-centered public administration dimana administrasi publik merupakan sarana bagi pemerintahan yang demokratis untuk menyelenggarakan kekuasaannya berdasarkan kedaulatan rakyat.Berbeda dengan masa sebelumnya dimana kedaulatan negara lebih menonjol, sejak reformasi 1999 kedaulatan rakyat menjadi kata kunci dalam penyelenggaraan administrasi.Negara bukan lagi dianggap sebagai satu satunya aktor yang secara ekslusif berperan dalam mencapai tujuan nasional. Dalam era reformasi, sistem demokrasi menuntut adanya kekuasaan yang terdesentralisir dimana masing masing komponen memiliki otonomi relatif terhadap komponen yang lain dengan maksud agar tidak ada satu pun elemen dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dapat mendominasi kelompok yang lain. Sebagai konsekuensinya negara merupakan hanya salah satu mekanisme yang bersandingan dengan mekansime pasar (private sector) dan mekanisme sosial (civil-society) untuk memecahkan masalah pelayanan publik.Administrasi merupakan sarana koordinasi dari negara, masyarakat dan dunia usaha untuk mencapai tujuan nasional. Hal ini sebagaimana kita lihat dalam praktek administrasi pada era reformasi.Krisis ekonomi yang menimpa Indonesia tahun 1997 menjadi pendorong perubahan besar dalam sistem pemerintahan di Indonesia.Melalui Tap MPR no XV Tentang Pokok Pokok reformasi pemerintah era reformasi dituntut untuk melakukan penataan untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis dan bersih dari KKN.Perubahan tersebut secara formal dituangkan dalam empat perubahan (amandemen) UUD 1945.Hasil dari amandemen tersebut merubah secara mendasar sistem pemerintahan di Indonesia.perubahan penting yang perlu dicatat dalam hal ini adalah, Pertama, perubahan kedudukan MPR yang bukan lagi menjadi Lembaga Tertinggi Negara. Sebelumnya MPR merupakan lembaga tertinggi negara yang mewakil seluruh komponen bangsa baik dari kelompok poliik, daerah dan fungsional.Berakhirnya kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara diikuti dengan perubahan Presiden yang bukan lagi menjadi mandataris MPR, tetapi merupakan Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara yang dipilih langsung oleh rakyat. Perubahan tersebut dimaksud untuk menciptakan sistem check and balance.Kedua, perubahan amandemen IV mendorong terciptanya sistem yang terdesentralisir.Pada desain UUD 1945 naskah asli, disebutkan bahwa di tangan Presiden terkonsentrasikan seluruh kekeuasaan dalam penyelenggaraan pemerintaha “concentration of power upon presiden.Namun dengan amandemen ke IV, pemerintahan menjadi terdesentralisir. Hal ini terlihat dari pembatasan kekuasaan presiden..yang harus berbagai kekuasaan dengan DPR dan berbagai lembaga negara lainnya. Pada tataran hubungan pusat daerah, amandemen konstitusi mengatur pemberian otonomi yang luas kepada daerah.Amandemen IV menciptakan konfigurasi sistem administrasi yang terdesentralisir sebagai sarana untuk menjamin terselenggaranya demokrasi.Upaya penguatan sistem keseimbangan kekuasaan juga dilkaukan dalam hubungan antara negara dan rakyat.Hal ini terlihat dari sembilan pasal tambahan yang mengatur khusus tentang perlindungan hak asasi manusia. Berbagai perubahan paradigma pemerintahan dalam era reformasi telah mengakhiri warisan sistem administrasi pada masa lalu yang dibangun berdasarkan pada model birokrasi monocratique.Namun model alternatif yang sering disebut dengan model post-weberian itu hingga saat ini masih mencari bentuk. Keadaan ini sedikit banyak menciptakan berbagai kerancuan mengenai arah perubahan dan pembangunan sistem administrasi negara di era reformasi. Ketidakjelasan arah dan fokus dalam membangun sistem administrasi negara Indonesia di era reformasi ini akan menjadi penghambat besar dalam menciptakan sistem administrasi negara yang tangguh berhadapan dengan tuntutan perbaikan kinerja pemerintah maupun tantangan persaingan global di tingkat internasional. Setiap perubahan selalu ditandai dengan ketidakpastian.Beberapa masalah yang muncul dalam perubahan tersebut terutama adalah masalah korupsi, ancaman integrasi nasional, dan buruknya pelayanan publik. Reformasi telah berjalan selama lebih dari satu dasawarsa, namun nampaknya reformasi belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Menurut riset yang dilakukan oleh World Bank antara tahun 1996 hingga 2007 tentang mutu penyelenggaraan pemerintahan (governance), reformasi di Indonesia menunjukkan hasil yang belum menggembirakan. Dalam hubungan dengan masyarakat, reformasi menyisakan masalah dimana masyarakat belum merasakan adanya manfaat yang jelas terutama dalam pelayanan publik.Berbagai penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi dan lembaga lembaga riset menunjukkan bahwa pemerintah masih belum secara sungguh sungguh berupaya melakukan perbaikan dalam pelayanan.Penelitian UGM (2003) melihat bahwa masalah utama dari buruknya pelayanan publik adalah disebabkan masih rendahnya profesionalisme pegawai.
3. Coba saudara jelaskan tentang:
a. Hubungan pemerintah pusat dan daerah setelah berjalannya otonomi daerah Jawab: Dalam menjalankan pemerintahannya, hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus terjalin dengan baik dan harmonis. Ada sejumlah hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, yakni: 1. Hubungan struktural Hubungan struktural merupakan hubungan yang didasarkan pada tingkat dan jenjang di pemerintahan. Pemerintah daerah dalam bertugas menyelanggarakan urusan daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang berdasarkan asas otonom dan tugas pembantuan. Presiden merupakan penyelenggaran urusan pemerintahan di tingkat pusat. Presiden dibantu para menteri untuk menjalankan pemerindah. Kepala daerah merupakan penyelenggara urusan daerah masing-masing. 2. Hubungan fungsional Hubungan fungsional merupakan hubungan yang didasarkan dengan fungsi yang dimiliki oleh masing-masing pemerintah. Hubungan tersebut saling memengaruhi dan bergantung antara satu dengan yang lain. Hubungan tersebut juga terletak pada visi, misi, tujuan hingga fungsi yang dimiliki masing-masing pemerintah. Visi dan misi yang dimiliki tersebut bersama-sama untuk melindungi dan memberi ruang kebebasan kepada daerah untuk mengolah dan mengurusi rumah tangganya.
Dalam negara kesatuan pemerintah daerah langsung di bawah pemerintah
pusat. Dalam negara kesatuan, pemerintah daerah adalah dependent dan subordinate terhadap pemerintah pusat. Pemerintah daerah hanya bagian atau subsistem dari sistem pemerintah nasional. Karena pemerintah daerah merupakan bagian dari sistem pemerintah nasional, maka antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terdapat hubungan antar pemerintah yang saling terjalin sehingga membentuk satu kesatuan pemerintahan nasional. Dalam subsistem pemerintahan daerah terdapat subsistem pemerintahan daerah yang lebih kecil. Seperti contoh, Indonesia terdapat subsistem pemerintahan pusat yang terdiri atas presiden dan para menteri. Di daerah terdapat subsistem pemerintahan provinsi yang terdiri atas gubernur dan DPRD Provinsi. Sub-subsistem pemerintahan kabupaten/kota yang terdiri atas bupati/walikota dan DPRD kabupaten/kota. Bahkan subsistem pemerintah desa yang terdiri atas kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Jalinan antar sub sistem dan antar sub dan sub sistem pemerintahan tersebut membentuk sistem pemerintahan nasional yang merupakan wahana untuk mencapai tujuan negara. Kondisi tersebut akan tersebut ketika hubungan antar sub sistem dapat menghasilkan jalinan sistemik dan dapat berjalan dengan fungsi masing-masing secara serasi, selaras dan harmonis. Ketika berjalan tidak terkoordinasi dengan baik, tidak fokus pada tujuan yang telah ditetapkan. Maka penyelenggaraan pemerintahan menjadi tidak efisien yang hanya menghasilkan kesengsaraan rakyat. Untuk dapat membentuk jalinan hubungan pemerintahan yang sistemik dengan hasil guna yang maksimal. Setiap negara mengembangkan hubungan antar lembaga negara dan hubungan antar pemerintahan pada semua jenjang pemerintahan. Pada tingkat nasional diatur hubungan antar lembaga tinggi negara dan hubungan antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Di daerah diatur hubungan antar lembaga daerah dan hubungan antar pemerintahan daerah.
b. Pemerintah daerah, unsur penyelenggaraan pemerintah daerah dan
perangkat daerah. Jawab: Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintahan Daerah di Indonesia terdiri dari Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang terdiri atas kepala daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dibantu oleh Perangkat Daerah. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Wali kota, dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah. Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan. 1. Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris Daerah diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. Sekretaris Daerah Provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul Bupati/Wali Kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sekretaris Daerah karena kedudukannya sebagai pembina pengawai negeri sipil di daerahnya. 2. Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD Provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur dengan persetujuan DPRD Provinsi. Sekretaris DPRD Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Wali Kota dengan persetujuan DPRD Kabupaten/Kota. 3. Dinas Daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah. 4. Lembaga Teknis Daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah. Badan, kantor atau rumah sakit umum daerah sebagaimana dimaksud dipimpin oleh kepala badan, kepala kantor, atau kepala rumah sakit umum daerah yang diangkat oleh kepala daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah. 5. Kecamatan dibentuk di wilayah Kabupaten/Kota dengan Perda Kabupaten/Kota yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh seorang camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau wali kota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Camat diangkat oleh Bupati/Wali Kota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 6. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda Kabupaten/Kota yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh seorang lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Wali Kota. Lurah diangkat oleh Bupati/Wali Kota atas usul Camat dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Coba jelaskan sampai sejauh mana saudara memahami:
a. Konsep patologi dan reformasi sistem administrasi Negara Indonesia Jawab: Ruang lingkup patologi birokrasi menurut Smith (1988) dalam Ismail (2009) dapat dipetakan dalam dua konsep besar, yaitu: 1. Disfunctions of bureaucracy, yakni berkaitan dengan struktur, aturan, dan prosedur atau berkaitan dengan karakteristik birokrasi atau birokrasi secara kelembagaan yang jelek, sehingga tidak mampu mewujudkan kinerja yang baik, atau erat kaitannya dengan kualitas birokrasi secara institusi. 2. Mal-administration,yakni berkaitan dengan ketidakmampuan atau perilaku yang dapat disogok, meliputi: perilaku korup, tidak sensitif, arogan, misinformasi, tidak peduli dan bias, atau erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusianya atau birokrat yang ada di dalam birokrasi. Proses patologi birokrasi yang akut diIndonesia ini bukan sesuatu yang datang tiba-tiba, tetapi terpelihara sejak lama. Birokrasi sudah terbiasa menjadi simbol kemakmuran dan kerajaan bagi aparatnya untuk mendapat pelayanan dari masyarakat. Kultur pangreh praja(rakyat mengabdi pada pemerintah/raja) ada di birokrasi zaman kerajaan-kerajaan di Nusantara, dan birokrasi yang diciptakan untuk melayani penguasa terjadi di zaman penjajahan.Membangun sistem kontrol dan akuntabilitas publik menjadi signifikan dalam memerangi patologi birokrasi. Sebagai “eksekutor” kekuasaan birokrasi sangat mudah tergoda untuk melakukan abuse ofpower.Dalam penelitian Teruna (2007) dinyatakan bahwa salah satu ruang yang rentan terhadap patologi birokrasi berkenaan dengan proses pembangunan, khususnya penjabaran program ke dalam proyek-proyek pembangunan atau dikenal dengan istilah pengadaan barang dan jasa, seperti: tindakan mark up, penggelapan, manipulasi, suap, penyunatan dan sebagainya. Salah satu gerakan reformasi administrasi public yang juga sempat popular di awal 90-an muncul dalam kemasan ‘reinventing government’ yang berakar pada tradisi dan perspektif new Publik Management yang merupakan kristalisasi dari praktik administrasi public di Amerika Serikat. Para pendukung gerakan ini berpendapat bahwa institusi-institusi administrative yang didirikan dalam kerangka birokrasi dengan model komando dan pengawasan telah berubah secara signifikan selama abad ke-20 dan harus terus diubah. Birokrasi jenis ini tidak lagi efektif, efisien dan sudah ketinggalan zaman dalam tatanan ekonomi-politik dunia yang semakin menggelobal. Oleh karena itu, birokrasi di Amerika Serikat harus melakukan reformasi institusi administrasi public agar lebih memiliki karakter kewirausahaan. Gerakan administrasi reformasi di dunia global di dorong oleh empat tekanan, yakni politik, ekonomi, social dan institusional. Tidak jauh berbeda dari gerakan reformasi administrasi di Indonesia. Terjadinya gerakan reformasi ini diakibatkan oleh beberapa tekanan yang muncul. Pertama, tuntutan akan perubahan system politik yang lebih demoklratis pada semua aspek kehidupan bangsa mulai disuarakan ketika terjadinya krisis ekonomi kala tahun 1997. Kekuasaan resim orde baru Suharto yang kala itu begitu kuat, otoriter, sentralistik dan tidak memberikan akses kepada rakyat untuk berpartisipasi lebih besar dalam aktivitas pemerintahan, tetapi hanya mengutamakan kepad kroni dan keluarga dekatnya. Tuntutan untuk lebih demokratis menyebabkan keinginan untuk mengubah orientasi administrasi/birokrasi public yang ada. Kedua, adanya perubahan social dalam masyarakat yang begitu dinamis pada masa setelah tumbangnya orde baru menyadarkan bahwa pihak akan perlunya dan bergunanya perubahan bagi tatanan sosial yang ada. Keterbukaan, akses yang lebih lebar, dan tuntutan pada perbaikan standar hidup dan kelayakan hidup masyarakat, membuat urgensi parubahan dalam birokrasi dan kebijakan public yang dilakukan. Ketiga, krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 dan disusul kemudian pada tahun 2008 menyebabkan dorongan-dorongan besar lapisan masyarakat akan perubahan. Krisis ekonomi global telah menyebabkan terpuruknya kondisi ekonomi negara dan rakyat. Itulah sebabnya diperlukan perangkat dan system administrasi public yang lebih baik untuk mengatasi krisis yang ada. Dari sinilah gerakan perubahan mulai bordering. Keempat, tuntutan bahwa Negara-negara di dunia harus terlibat dalam perdagangan dan pasar bebas global dan terlibat dalam organisasi administrasi public yang lebih professional dan berstandar internasional. Keluranya beberapa investor besar asing di Indonesia misalnya, adalah salah satu contoh karena system administrasi dan birokrasi tanah air yang tidak professional, lamban, berbelit-belit, dan terlalu banyak pungutan liar yang tidak jelas. Pindahnya pabrik Sony ke singapura dan diikuti oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Nike, Samsung dan sebagainya, telah menyebabkan bertambahnya pengangguran di Indonesia dan berkurangnya devisa Negara. Kelima, tuntutan daerah untuk menjalankan roda roda pemerintahan sendiri tanpa tergantung pada pemerintah, juga telah banyak mengubah birokrasi dan administrasi di pusat dan daerah. Otonomi daerah merupakan salah satu dorongan penting bagi pelaksanaan reformasi administrasi yang lebih baik dan mendukung pencapaian tujuan pemerintah. Dalam banyak hal, reformasi politik yang bergulir sampai saat ini sekali lagi tampak berada dalam jalur yang benar. Yang dibutuhkan adalah kesabaran untuk bertahan dan konsisten untuk melakukan langkah-langkah sistematis yang diperlukan. Proses demokratisasi di Indonesia tidak hanya diuji melalui pemilihan presiden secara langsung, namun terutama ditantang untuk mampu keluar dari berbagai masalah agar dapat memenangkan pertarungan dengan bangsa-bangsa lain. Dari apa yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa, administrasi public dapat menempati tempat di jantung gerakan demo kratisasi politik, asalkan memenuhi paling tidak tiga persyaratan : Pertama, mampu melakukan perencanaan strategis yang menyeluruh. Kedua, mempunyai struktur organisasi yang tidak terlalu hirarki dan parchial. Ketiga, membebaskan diri dari pendekatan dan kultur militeristik dalam melakukan pelayanan public. Berkaitan dengan perencanaan strategis, Indonesia mempunyai pengalaman dan institusi perencanaan seperti Bappenas di tingkat pusat dan BKD di tingkat daerah. Hal yang diperlukan adalah revitalisasi dan reposisi fungsi-fungsi institusinal yang disesuaikan dengan konteks demokrasi yang dikehendaki. Mekanisme perencanaan atau lebih benyak memberikan kesempatan kepada masyarakat sipil untuk berperan aktif dalam kegiatan pembangunan dan proses reformasi administrasi itu sendiri, dapat terus dijalankan bukan sekedar basa basi atau mencari legitimasi. Terakhir bahwa syarat yang juga penting adalah struktur dan kultur birokrasi di Indonesia harus mau berubah dan berinovasi. Kesabaran dan ketekunan untuk melakukan perubahan secara incremental untuk mengurangi (jika tidak dapat menghindar) biaya social, politik, dan ekonomi yang tinggi masih sangat dibutuhkan. Dalam kaitan dengan ini, pembicaraan mengenai isu reformasi administrasi public menjadi relevan. b. Konsep tentang good governance dan reformasi pelayanan publik Jawab: Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara administratif menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan politican framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha. Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara. Good Governance diIndonesia sendiri mulai benar – benar dirintis dan diterapkan sejak meletusnya era Reformasi yang dimana pada era tersebut telah terjadi perombakan sistem pemerintahan yang menuntut proses demokrasi yang bersih sehingga Good Governancemerupakan salah satu alat Reformasi yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru. Akan tetapi, jika dilihat dari perkembangan Reformasi yang sudah berjalan selama 15 tahun ini, penerapan Good Governance di Indonesia belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai dengan cita – cita Reformasi sebelumnya. Masih banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan dua produk utama Good Governance. Pada mulanya, transformasi pelayanan publik merupakan adopsi dari nilai-nilai pada sektor privat. Akibatnya, pelayanan yang diberikan berorientasi pada keuntungan sehingga masyarakat sulit untuk mendapat pelayanan, khususnya pelayanan dasar, seperti contoh pada bidang kesehatan dan pendidikan dengan adanya rumah sakit swasta, sekolah swasta, dan sebagainya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, pelayanan publik yang notabene dominan pada nilai-nilai sektor privat tersebut dapat beriringan dengan pelayanan yang menerapkan nilai-nilai pada sektor publik. Sehingga keduanya dapat memenuhi kebutuhan barang dan hak dasar masyarakat, meskipun harus tetap ada komitmen, peraturan perundang-undangan, dan pengawasan. Harapannya adalah dapat mewujudkan pelayanan publik yang terintegrasi antar keduanya. Kemudian, masyarakat juga dapat mengakses pelayanan publik tersebut serta mendapat perlindungan terhadap kepentingannya. Pada dasarnya reformasi pelayanan publik yang telah dilakukan oleh pemerintah adalah debirokratisasi, privatisasi, dan desentralisasi. Adapun debirokratisasi dilakukan untuk mendorong birokrasi pemerintah kembali kepada misi utamanya. Kemudian, privatisasi berfungsi untuk menstimulus pemerintah agar meningkatkan daya saing dan kualitas pelayanan, seperti sektor privat, kemudian berdampingan dengan sektor privat dalam menyediakan pelayanan publik sehingga pemerintah dapat fokus terhadap pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar yang strategis. Sedangkan desentralisasi yang notabene kerap menimbulkan polemik karena kelemahannya menimbulkan gap antar daerah. Meskipun demikian, terdapat kelebihan, yakni fokus pelayanan yang semakin dekat dengan masyarakat sehingga pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pelayanan publik menjadi lebih optimal. Adapun strategi dalam menyelesaikan permasalahan kaitannya dengan desentralisasi yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah kebijakan dan standar pelayanan yang tidak membatasi inovasi dan kreativitas setiap daerah, pengawasan kebijakan dan standar pelayanan oleh pemerintah pusat, kebijakan dan standar pelayanan yang bertujuan untuk melindungi hak masyarakat, dan kebijakan serta standar nasional untuk memperkecil ketimpangan kualitas dan kuantitas pelayanan publik antar daerah. Sehingga reformasi pelayanan publik dapat berjalan dengan baik. Dalam reformasi birokrasi akan berpengaruh pula pada reformasi pelayanan publik. Maka, untuk menyeimbangkan kedua hal tersebut seperti yang tertera pada UU Nomor 25/2009 bahwa partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik menjadi sangat penting. Alasannya, karena selama ini kita selalu berfokus pada kewajiban pemerintah sebagai penyelenggara negara dalam; mewujudkan pelayanan publik yang prima. Namun, kita kerap lupa terhadap hak masyarakat, yaitu partisipasi. Padahal, partisipasi masyarakat dapat membantu pemerintah dalam merumuskan pelayanan publik pun kebijakan serta perumusan standar pelayanan. Berdasarkan UU tersebut pula telah diatur tentang peran Ombudsman Republik Indonesia dalam menampung aspirasi maupun keluhan masyarakat terhadap pelayanan publik dan sebagai pengawas dalam pelaksanaan pelayanan publik di Indonesia, baik di pusat maupun daerah. Sehingga nantinya diharapkan ada keseimbangan antara hak masyarakat dan kewajiban penyelenggara dalam pelayanan publik. Kemudian, dapat terwujud pula sinergitas dan reformasi yang dicita-citakan, baik pada aspek birokrasi maupun pelayanan publik.
5. Sebagai wakil rakyat yang mengakredasikan kepentingan masyarakat,
legislatif harus menyuarakan kebutuhan masyarakat. Jika kita lihat pada zaman pemerintahan presiden jokowidodo dan K.H. Ma’ruf Amin, bagaimana menurut pandangan saudara hubungan Legislatif dan Eksekutif? Jawab: Dalam banyak peristiwa secara represif, yang menunjukan bahwa Negara telah gagal dalam menyediakan akses yang efektif bagi masyarakat untuk mengkomunikasikan aspirasinya melalui jalur-jalur lain agar dapat mempengaruhi kebijakan negara, selain melakukan aksi massa. Terlebih, terdapat perkembangan metode serangan terhadap kebebasan berekspresi, yakni pembungkaman siber dalam bentuk peretasan, intimidasi, doxing, bahkan penyiksaan di ruang siber. Penanganan pandemi COVID-19 pun tidak lepas dari pemenuhan dan perlindungan HAM yang tidak maksimal, bahkan dalam beberapa peristiwa dijadikan dalih untuk melanggar HAM, seperti kriminalisasi terhadap pengkritik sampai penghukuman tidak manusiawi terhadap pelanggar protokol kesehatan. Penanganan terhadap pandemi yang terlalu bertumpu kepada lembaga-lembaga keamanan, pertahanan, dan intelejen yang tidak memiliki kompetensi utama di bidang ini juga berdampak buruh tidak hanya pada penanganan pandemi, namun kondisi demokrasi Indonesia kedepannya. Dari segi perlindungan terhadap pembela HAM, dalam satu tahun terakhir kami menemukan pola yang terus berulang, yakni berlarutnya proses hukum terhadap pelaku penyerangan terhadap pembela HAM. Hal ini dapat dilihat dalam penanganan kasus Novel Baswedan, Golfrid Siregar, dan Ravio Patra. Dalam aspek penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM berat, tahun ini nyaris tidak ada kemajuan, dan dalam beberapa hal justru terjadi kemunduran. Hal ini terlihat dari dikembalikannya berkas penyelidikan peristiwa Paniai oleh Jaksa Agung kepada Komnas HAM, dinyatakannya deklarasi damai peristiwa Talangsari sebagai maladministrasi oleh Ombudsman, pernyataan Jaksa Agung bahwa tragedi Semanggi I dan Semanggi II bukan merupakan peristiwa pelanggaran HAM berat, serta diangkatnya aktor-aktor pelanggaran HAM berat sebagai pejabat pemerintahan. Keseluruhan peristiwa ini menegaskan bahwa isu pelanggaran HAM berat bagi Joko Widodo hanya merupakan komoditas politik tanpa ada niatan untuk benar-benar menyelesaikannya. Dalam aspek budaya kekerasan, Kontras menemukan bahwa tingginya angka kekerasan yang muncul setiap tahunnya dari lembaga pertahanan dan keamanan tidak pernah disambut dengan wacana mengenai reformasi kelembagaan untuk mengurangi peristiwa kekerasan, melainkan disikapi dengan justru memperluas tugas, fungsi, dan pengaruh Polri dan TNI. Dalam hal ini Polri memperluas otoritas dan pengaruhnya melalui penempatan anggota Polri pada jabatan di luar struktur Polri yang tidak berkaitan dengan urusan keamanan, surat telegram Kapolri Nomor ST/1100/IV/HUK.7.1/2020 tentang penegakan hukum terhadap penghina presiden/pejabat negara lainnya dan surat telegram STR/645/X/PAM.3.2./2020 yang melarang aksi unjuk rasa dan memerintahkan jajaran Polri untuk melakukan kontra narasi terhadap kritik masyarakat terkait RUU Cipta Kerja, dan melalui wacana pembentukan Pam Swakarsa melalui Peraturan Polri nomor 4 tahun 2020 tentang Pam Swakarsa yang memiliki sejumlah celah yang dapat berujung pada kekerasan, konflik horizontal, hingga digunakan untuk kepentingan politik praktis. Sementara itu, TNI memperluas otoritas dan pengaruhnya melalui penerapan UU PSDN seperti perekrutan Komcad dan wacana pendidikan “wajib militer” yang kontraproduktif dengan kondisi kampus yang seharusnya menjadi tempat berkembangnya nilai-nilai demokrasi. Terakhir, tidak diinternalisasinya nilai-nilai demokrasi dalam tata kelola pemerintahan terlihat jelas dalam proses legislasi yang alih-alih menjadi wadah penampung aspirasi publik, justru dijadikan metode untuk memuluskan ambisi investasi Pemerintah, yang terlihat jelas dalam pengesahan UU Minerba dan UU Cipta Kerja dalam suasana pandemi dan dengan pertisipasi publik yang sangat minim dan tidak substansial. Fenomena ini menegaskan pemaknaan negara atas demokrasi yang tidak lebih jauh dari momentum pencoblosan setiap lima tahun tanpa ada upaya untuk melibatkan publik secara lebih substansial dalam tata kelola pemerintahan untuk menjamin akuntabilitas serta terjaminnya kepentingan umum. Atas dasar tersebut, kami menyimpulkan bahwa Indonesia tidak hanya sedang berada dalam ancaman resesi ekonomi, melainkan juga resesi demokrasi. Apabila terus berlanjut, kami mengkhawatirkan adanya pergeseran menuju tata kelola pemerintahan yang otoriter, yang merupakan ancaman terhadap HAM.