Anda di halaman 1dari 56

MAKALAH

MASALAH PERAWATAN PADA LUKA BAKAR DAN


DERMATITIS
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
Dosen Pengampu : Marlin Brigita,S.Kep, Ns, M.Kep

Disusun Oleh :
Kelompok 11
1. Cecep Cipta Wiwaha (P27901119062)
2. Lilis Nuralisah (P27901119078)
3. Rizky Nurwulan (P27901119093)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
POLTEKKES KEMENKES BANTEN
2021
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan hidayah-Nya.
Segala pujian hanya layak kita aturkan kepada Allah SWT. Tuhan seru sekalian
alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta petunjuk-Nya yang sungguh tiada
terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang penulis beri
judul ”Masalah Perawatan Pada Luka Bakar dan Dermatitis”.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan rasa berterimakasih yang
sebesar-besarnya kepada mereka, kedua orang tua dan segenap keluarga besar
penulis yang telah memberikan dukungan, moril, dan kepercayaan yang sangat
berarti bagi penulis.
Berkat dukungan mereka semua kesuksesan ini dimulai, dan semoga
semua ini bisa memberikan sebuah nilai kebahagiaan dan menjadi bahan tuntunan
kearah yang lebih baik lagi. Penulis tentunya berharap isi makalah ini tidak
meninggalkan celah, berupa kekurangan atau kesalahan, namun kemungkinan
akan selalu tersisa kekurangan yang tidak disadari oleh penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, penulis mengharapkan
agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Tangerang, 15 Agustus 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 2
1.3. Tujuan........................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi luka bakar.................................................................... 4
2.2. Etiologi luka bakar.................................................................... 4
2.3. Patofisiologi luka bakar............................................................. 5
2.4. Manifestasi klinik luka bakar.................................................... 9
2.5. Pemeriksaan penunjang............................................................. 14
2.6. Penatalaksanaan luka bakar....................................................... 15
2.7. Konsep asuhan keperawatan luka bakar................................... 19
2.8. Definisi dermatitis..................................................................... 38
2.9. Klasifikasi Dermatitis................................................................ 38
2.10. Etiologi dermatitis..................................................................... 40
2.11. Manifestasi klinik dermatitis..................................................... 40
2.12. Patofisiologi dermatitis............................................................. 41
2.13. Pemeriksaan penunjang dermatitis............................................ 42
2.14. Komplikasi dermatitis............................................................... 43
2.15. Penatalaksanaan dermatitis....................................................... 43
2.16. Konsep asuhan keperawatan dermatitis.................................... 46
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan .............................................................................. 51
3.2. Saran.......................................................................................... 51

ii
DAFTAR PUSTAKA 52BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas melebihi
kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung. Masalah
kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan yang mengancam
kehidupan. Dua puluh tahun lalu, seorang dengan luka bakar 50% dari luas permukaan
tubuh dan mengalami komplikasi dari luka dan pengobatan dapat terjadi gangguan
fungsional, hal ini mempunyai harapan hidup kurang dari 50%. Sekarang, seorang dewasa
dengan luas luka bakar 75% mempunyai harapan hidup 50%. dan bukan merupakan hal
yang luar biasa untuk memulangkanpasien dengan luka bakar 95% yang diselamatkan.
Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan penanganan secara dini untuk
mencegah komplikasi, pemeliharaan fungsi tubuh dalam perawatan luka dan tehnik
rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat meningkatkan rata-rata harapan hidup pada
sejumlah klien dengan luka bakar serius.
Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang
berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar.
Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan
yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar yang
lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald
burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama
yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi.
Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan
karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia
menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan ukuran yang
sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja
klien dan memerlukan tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain.
Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka bakar
sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka bakar tertentu dan berguna
untuk mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya komplikasi multi organ yang
menyertai.

1
Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung dengan
lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya dan
inhalasi asap dapat mempengaruhi beratnya luka bakar dan pengaruh lain yang menyertai.
Kata “dermatitis” berarti adanya inflamasi pada kulit. Ekzema merupakan bentuk
khusus dari dermatitis. Beberapa ahli menggunakan kata ekzema untuk menjelaskan
inflamasi yang dicetuskan dari dalam pada kulit. Prevalensi dari semua bentuk ekzema
adalah 4,66%, termasuk dermatitis atopik 0,69%, eczema numular 0,17%, dan dermatitis
seboroik 2,32% yang menyerang 2% hingga 5% dari penduduk.
Eksim atau Dermatitis adalah istilah kedokteran untuk kelainan kulit yang mana kulit
tampak meradang dan iritasi. Keradangan ini bisa terjadi dimana saja namun yang paling
sering terkena adalah tangan dan kaki. Jenis eksim yang paling sering dijumpai adalah
eksim atopik atau dermatitis atopik. Gejala eksim akan mulai muncul pada masa anak
anak terutama saat mereka berumur diatas 2 tahun. Pada beberapa kasus, eksim akan
menghilang dengan bertambahnya usia, namun tidak sedikit pula yang akan menderita
seumur hidupnya. Dengan pengobatan yang tepat, penyakit ini dapat dikendalikan dengan
baik sehingga mengurangi angka kekambuhan.
Dimanapun lokasi timbulnya eksim, gejala utama yang dirasakan pasien adalah gatal.
Terkadang rasa gatal sudah muncul sebelum ada tanda kemerahan pada kulit. Gejala
kemerahan biasanya akan muncul pada wajah, lutut, tangan dan kaki, namun tidak
menutup kemungkinan kemerahan muncul di daerah lain.
Daerah yang terkena akan terasa sangat kering, menebal atau keropeng. Pada orang
kulit putih, daerah ini pada mulanya akan berwarna merah muda lalu berubah menjadi
cokelat. Sementara itu pada orang dengan kulit lebih gelap, eksim akan mempengaruhi
pigmen kulit sehingga daerah eksim akan tampak lebih terang atau lebih gelap.
1.2 Rumusan Masalah
a) Apa yang dimaksud dengan combutsio?
b) Bagaimana etiologi dari combutsio?
c) Bagaimana patofisiologi dari combutsio?
d) Bagaimana manifestasi klinik dari combutsio?
e) Bagaimana pemeriksaan penunjang dari combutsio?
f) Bagaimana penatalaksanaan medis dari combutsio?
g) Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari combutsio?
h) Apa pengertian dari dermatitis?
i) Bagaimana etiologi dari dermatitis?

2
j) Apa saja klasifikasi dari dermatitis?
k) Bagaimana manifestasi klinis dari dermatitis?
l) Bagaimana patofisiologi dermatitis?
m) Bagaimana pathway dari dermatitis?
n) Bagaimana penatalaksanaannya?
o) Bagaimana konsep asuhan keperawatan dermatitis?

1.3 Tujuan
a) Tujuan Umum
Untuk pemenuhan tugas Keperawatan Medical Bedah mengenai Combutsio
dan Dermatitis. Serta mahasiswa dapat mengetahui dan mencegah terjadinya
Combutsio dan Dermatitis.
b) Tujuan Khusus
 Untuk mengetahui Definisi dari combutsio
 Untuk mengetahui etiologi dari combutsio
 Untuk mengetahui patofisiologi dari combutsio
 Untuk mengetahui manifestasi klinik dari combutsio
 Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari combutsio
 Untuk mengeatahui penatalaksanaan medis dari combutsio
 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari combutsio
 Untuk mengetahui Definisi dari dermatitis
 Untuk mengetahui etiologi dari dermatitis
 Untuk mengetahui patofisiologi dari dermatitis
 Untuk mengetahui manifestasi klinik dari dermatitis
 Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari dermatitis
 Untuk mengeatahui penatalaksanaan medis dari dermatitis
 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari dermatitis

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Combutsio/Luka Bakar


Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam

Luka bakar adalah luka yang disebabkan kontak dengan suhu tinggi seperti api, air
panas, bahkan kimia dan radiasi, juga sebab kontak dengan suhu rendah (frosh bite).
(Mansjoer 2000 : 365)

Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat kontak langsung
atau terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electrict), zat kimia
(chemycal), atau radiasi (radiation) .

Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti kobaran api ditubuh (flame), jilatan api ketubuh (flash), terkena air
panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat
bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn)
2.2 Etiologi Combutsio/Luka Bakar

Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah:

a. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat

Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald), jilatan
api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak
dengan objek-objek panas lainnya (logam panas, dan lain-lain) (Moenadjat, 2005).

b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)a

Luka bakar bahan kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang
biasa digunakan dalam bidang industry militer ataupun bahan pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga (Moenadjat, 2005).

c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)

Listrik menyebabkan kerusakan yang disebabkan karena arus, api dan ledakan.
Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling

4
rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga
menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari
lokasi kontak,baik kontak dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat, 2005).

d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)

Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan terapeutik
dalam dunia kedokteran dan industry. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama
juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi (Moenadjat, 2005).

2.3 Patofisiologi Combutsio/Luka Bakar

Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energy dari sumber panas ke tubuh.
Panas tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik, derajat
luka bakar yang berhubungan dengan beberapa faktor penyebab, konduksi jaringan yang
terkena dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas. Kulit dengan luka bakar
mengalami keruskan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung pada
penyebabnya.

Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh
kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada
di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Menigkatnya permeabilitas
menyebabkan udem dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka
bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya
cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua, dan pengeluaran cairan ke
keropeng luka bakar derajat tiga.

Bila luas bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih
bisa mengatasinya, tetapi bilalebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan
gejala khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan
darah menurun, dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan,
maksimal terjadi setelah delapan jam. (Wim De Jong, 2004)

5
Penderita syok atau terancam syok
-          Anak     : luasnya luka >10%
-          Dewasa : luasnya luka >15%
Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat
-          Wajah, mata
-          Tangan dan kaki
-          Perineum
Terancam udem laring
-          Tertutup asap atau udara hangat
                              Bagan 2.1 indikasi rawat inap

Pada awalnya tubuh menanggapi dengan memirau (shunting) darah ke otak dan
jantung menjauh dari organ-organ tubuh lainnya. Kekurangan aliran darah yang
berkepanjangan ke organ-organ tersebut bersifat merugikan. Kerusakan yang dihasilkan
bergantung pada keburuhan dasar organ tubuh. Beberapa organ dapat bertahan hanya
untuk beberapa jam tanpa pasokan darah yang menyediakan sumber gizi. Setelah
resusitasi, tubuh mulai menyerap kembali cairan edema dan membuangnya lewat
pembentukan urine (diuresis). (Black & Hawk, 2009)

Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman
luka bakar. walaupun demikian, beratnya luka bergantung pada dalam, luas, dan letak
luka. Umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya akan sangat memengaruhi
prognosis. (Wim De Jong, 2004) Untuk luka bakar yang lebih kecil, tanggapan tubuh
terhadap cedera terlokalisasi pada area yang terbakar. Namun, pada luka yang lebih luas
(misalnya, meliputi 25% atau lebih total area permukaan tubuh [total body surface area-
TBSA]), tanggapan tubuh terhadap cedera bersifat sistemik dan sebanding dengan
luasnya cedera. Tanggapan sistemik terhadap cedera luka bakar biasanya bifasik, ditandai
oleh penurunan fungsi (hipofungsi) yang diikuti dengan peningkatan fungsi (hiperfungsi)
setiap sistem organ. (Black & Hawk, 2009)

 Respons Sistemik

Perubahan patofisiologi yang disebabkan oleh luka bakar yang berat


selama awal periode syok luka bakar mencangkup hipoperfusi jaringan dan
hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan
diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal

6
sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat
hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadinya perpindahan cairan natrium
serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruang interstisial. Ketidakstabilan
hemodinamika bukan hanya melibatkan mekanisme kardiovaskuler tetapi juga
keseimbangan cairan serta elektrolit, volume darah, mekanisme pulmoner dan
mekanisme lainnya.

 Respons Kardiovaskuler

Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada


volume darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus menurun dan
terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan
melepaskan katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer dan frekuensi
denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan
curah jantung.

Resusitasi cairan yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya


tekanan darah dalam kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung
membaik. Umumnya jumlah kebocoran cairan yang terbesar terjadi dalam 24-36
jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6 hingga
8 jam.

Pada luka bakar yang kurang dari 30% luas total permukaan tubuh, maka
gangguan integritas kapiler dan perpindahan cairan akan terbatas pada luka bakar
itu sendiri sehingga pembentukkan lepuh dan edema hanya terjadi di daerah luka
bakar. Pasien luka bakar yang lebih parah akan mengalami edema sistemik yang
masif. karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar
(sirkumferensial), tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada
ekstermitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.

 Respons Pulmonal

Volume pernapasan sering kali normal atau hanya menurun sedikit setelah
cedera luka bakar yang luas. Setelah resusitasi cairan, peningkatan volume
pernapasan-dimanifestasikan sebagai hiperventilasi-dapat terjadi, terutama bila
klien ketakutan, cemas, atau merasa nyeri. Hiperventilasi ini adalah hasil

7
peningkatan baik laju respirasi dan volume tidal dan muncul sebagai hasil
hipermetabolisme yang terlihat setelah cedera luka bakar. Biasanya hal tersebut
memuncak pada minggu kedua pascacedera dan kemudian secara bertahap
kembali ke normal seiring menyembuhnya luka bakar atau ditutupnya luka
dengan tandur kulit.

 Cedera Inhalasi

Paparan terhadap gas asfiksian merupakan penyebab paling sering


mortalitas dini akibat cedera inhalasi. Karbon monoksida (CO), asfiksian yang
paling sering ditemui, dihasilkan ketika zat organik (misalnya: kayu atau batu
bara) terbakar. Ia adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa
yang memiliki afinitas terhadap hemoglobin tubuh 200 kali lebih kuat
dibandingkan dengan oksigen. Dengan menghirup gas CO, molekul oksigen
tergeser, dan CO berikatan dengan hemoglobin untuk membentuk
karboksihemoglobin (COHb). Hipoksia jaringan terjadi akibat penurunan
kemampuan pengantaran oksigen oleh darah secara keseluruhan.

 Depresi Miokardium

Beberapa investigator penelitian telah mengemukakan bahwa factor


depresi miokardium terjadi pada cedera yang lebih luas dan bersirkulasi pada
periode pascacedera dini. Depresi pada curah jantung yang signifikan dan serta-
merta terjadi, bahkan sebelum volume plasma yang beredar berkurang,
menunjukkan respons neurogenic terhadap beberapa zat yang beredar. Penurunan
curah jantung ini sering berlanjut dalam beberapa hari bahkan setelah volume
plasma telah kembali dan keluaran urine kembali normal. Baru-baru ini,
kombinasi mediator inflamasi dan hormone disebutkan sebagai penyebab depresi
miokardium yang terjadi setelah cedera.

 Berubahnya Integritas Kulit

Luka bakar itu sendiri menampilkan perubahan patofisiologi yang


disebabkan akibat gangguan kulit dan perubahan jaringan di bawah
permukaannya. Kulit, ujung saraf, kelenjar keringat, dan folikel rambut yang
cedera akibat terbakar kehilangan fungsi normalnya. Hal yang terpenting, fungsi
barrier kulit hilang. Kulit yang utuh dalam keadaan normal menjaga agar bakteri

8
tidak memasuki tubuh dan agar cairan tubuh tidak merembes keluar,
mengendalikan penguapan, dan menjaga kehangatan tubuh. Dengan rusaknya
kulit mekanisme untuk menjaga suhu normal tubuh dapat terganggu, dan risiko
infeksi akibat invasi bakteri meningkat, serta kehilangan air akibat penguapan
meningkat.

 Imunosupresi

Fungsi sistem imun tertekan setelah cedera luka bakar. Penurunan


aktivitas limfosit, dan penurunan pembentukan immunoglobulin, serta perubahan
fungsi neutrofil dan makrofag terjadi secara nyata setelah cedera luka bakar luas
terjadi. sebagai tambahan, cedera luka bakar mengganggu barrier primer terhadap
infeksi-kulit. Secara bersama, perubahan-perubahan ini menghasilkan
peningkatan risiko infeksi dan sepsis yang mengancam nyawa.

 Respons Psikologis

Berbagai respons psikologis dan emosional terhadap cedera luka bakar


telah dikenali, berkisar mulai dari ketakutan hingga psikosis. Respons korban
dipengaruhi usia, kepribadian, latar belakang budaya dan etnik, luas dan lokasi
cedera, dampak pada citra tubuh, dan kemampuan koping pracedera. Sebagai
tambahan, pemisahan dari keluarga dan teman-teman selama perawatan di rumah
sakit dan perubahan pada peran normal dan tanggung jawab klien memengaruhi
reaksi terhadap trauma luka bakar.
2.4 Manifestasi Klinik Combutsio/ Luka Bakar

Luka bakar dapat diklasifikasikan menurut dalamnya jaringan yang rusak dan disebut
sebagai luka bakar superfisial partial thickness, deep partial thickness dan full thickness.
Istilah deskriptif yang sesuai adalah luka bakar derajat-satu, -dua, -tiga.
Kedalaman dan Bagian Gejala Penampilan luka Perjalanan
penyebab luka kulit yang kesembuhan
bakar terkena
Derajat satu Epidermi Kesemutan, Memerah, menjadi Kesembuhan
(superfisial): s hiperestesia putih ketika ditekan lengkap dalam
tersengat (supersensivitas), minimal atau tanpa waktu satu
matahari, rasa nyeri mereda edema minggu,
terkena api jika didinginkan terjadi

9
dengan pengelupasan
intensitas kulit
rendah

Derajat-dua Epidermis Nyeri, Melepuh, dasar luka Kesembuhan


(partial- dan hiperestesia, berbintik-bintik dalam waktu
thickness): bagian sensitif terhadap merah, epidermis 2-3 minggu,
tersiram air dermis udara yang dingin retak, permukaan pembentukan
mendidih, luka basah, terdapat parut dan
terbakar oleh edema depigmentasi,
nyala api infeksi dapat
mengubahnya
menjadi
derajat-tiga
Derajat-tiga Epidermis Tidak terasa Kering, luka bakar Pembentukan
(full- , nyeri, syok, berwarna putih eskar,
thickness): keseluruh hematuria seperti bahan kulit diperlukan
terbakar nyala an dermis (adanya darah atau gosong, kulit pencangkokan
api, terkena dan dalam urin) dan retak dengan bagian , pembentukan
cairan mendidih kadang- kemungkinan lemak yang tampak, parut dan
dalam waktu kadang pula hemolisis terdapat edema hilangnya
yang lama, jaringan (destruksi sel kontur serta
tersengat arus subkutan darah merah), fungsi kulit,
listrik kemungkinan hilangnya jari
terdapat luka tangan atau
masuk dan keluar ekstrenitas
(pada luka bakar dapat terjadi
listrik)

 Setiap area luka bakar mempunyai tiga zona cedera, yaitu :


1. Zona koagulasi : area yang paling dalam, dimana terjadi kematian seluler.
2. Zona statis : area pertengahan, tempat terjadinya gangguan suplai darah,

10
inflasi, dan cedera jaringan.
3. Zona hiperemia : area yang terluar, biasanya berhubungan dengan luka bakar
derajat 1 dan seharusnya sembuh dalam seminggu.

 Dalam menetukan dalamnya luka bakar kita harus memperhatikan faktor-faktor


berikut :
1. Riwayat terjadinya luka bakar
2. Penyebab luka bakar
3. Suhu agen yang menyebabkan luka bakar
4. Lamanya kontak dengan agen
5. Tebalnya kulit

Gambar luka bakar derajat I (superfisial)

Gambar luka bakar derajat II (partial-thickness)

11
Gambar luka bakar derajat III (full-thickness)

gambar klasifikasi luka bakar

 Luas Luka Bakar


Berbagai metode dalam menentukan luas luka bakar :
a. Rumus Sembilan (Rule of Nines)
Estimasi luas permukaan tubuh yang terbakar disederhanakan dengan
menggunakan Rumus Sembilan. Rumus Sembilan merupakan cara yang cepat

12
untuk menghitung luas daerah yang terbakar. Sistem tersebut menggunakan
persentase dalam kelipatan sembilan terhadap permukaan tubuh yang luas.

gambar rumus sembilan (rule of nines) pada orang dewasa

gambar rumus sembilan (rule of nines) pada anak-anak


b. Metode Lund and Browder
Metode yang lebih tepat untuk memperkirakan luas permukaan tubuh yang
terbakar adalah metode Lund dan Browder yang mengakui bahwa persentase luas
luka bakar pada berbagai bagian anatomik, khususnya kepala dan tungkai, akan
berubah menurut pertumbuhan. Dengan membagi tubuh menjadi daerah-daerah
yang sangat kecil dan memberikan estimasi proporsi luas permukaan tubuh untuk
bagian-bagian tubuh tersebut, kita bisa memperoleh estimasi tentang luas
permukaan tubuh yang terbakar. Evaluasi pendahuluan dibuat ketika pasien tiba
di rumah sakit dan kemudian direvisi pada hari kedua serta ketiga paska luka

13
bakar karena garis demarkasi biasanya baru tampak jelas sesudah periode
tersebut.

Metode Lund and Browder

c. Metode Telapak Tangan


Pada banyak pasien dengan luka bakar yang menyebar, metode yang dipakai
untuk memperkirakan persentase luka bakar adalah metode telapak tangan (palm
method). Lebar telapak tangan pasien kurang lebih sebesar 1% luas permukaan
tubuhnya. Lebar telapak tangan dapat digunakan untuk menilai luas luka bakar.
2.5 Pemeriksaan Penunjang

 Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran


darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya
cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan
sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh
panas terhadap pembuluh darah.

 Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi.

 GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi.
Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida
(PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.

14
 Elektrolit Serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena
kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi
dapat terjadi bila mulai diuresis.

 Natrium Urin: Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan, kurang
dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.

 Alkali Fosfat: Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan


interstisial atau gangguan pompa, natrium.

 Glukosa Serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.

 Albumin Serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.

 BUN atau Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal,
tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.

 Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya
cedera.

 EKG: Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.

 Fotografi luka bakar: Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.


2.6 Penatalaksanaan Combutsio/Luka Bakar

a. Pre Hospital

Seorang yang sedang terbakar akan merasa panik, dan akan belari untuk mencari air.
Hal ini akan sebaliknya akan memperbesar kobaran api karena tertiup oleh angin.
Oleh karena itu, segeralah hentikan (stop), jatuhkan (drop), dan gulingkan (roll) orang
itu agar api segera padam. Bila memiliki karung basah, segera gunakan air atau bahan
kain basah untuk memadamkan apinya. Sedanguntuk kasus luka bakar karena bahan
kimia atau benda dingin, segera basuh dan jauhkan bahan kimia atau benda dingin.
Matikan sumber listrik dan bawa orang yang mengalami luka bakar dengan
menggunakan selimut basah pada daerah luka bakar. Jangan membawa orang dengan
luka bakar dalam keadaan terbuka karena dapat menyebabkan evaporasi cairan tubuh
yang terekspose udara luar dan menyebabkan dehidrasi. Orang dengan luka bakar

15
biasanya diberikan obat-obatan penahan rasa sakit jenis analgetik : Antalgin, aspirin,
asam mefenamat samapai penggunaan morfin oleh tenaga medis

b. Hospital

1)       Resusitasi A, B, C.
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya harus
dicek Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
a) Airway - apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera
pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain
adalah: riwayat terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang
terbakar, dan sputum yang hitam.
b)   Breathing - eschar yang melingkari dada dapat menghambat gerakan dada untuk
bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-trauma lain
yang dapat menghambat gerakan pernapasan, misalnya pneumothorax,
hematothorax, dan fraktur costae
c)   Circulation - luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan
edema. pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena
kebocoran plasma yang luas. Manajemen cairan pada pasien luka bakar, ada 2 cara
yang lazim dapat diberikan yaitu dengan Formula Baxter dan Evans
2)      Resusitasi Cairan
Dua cara yang lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita
luka bakar yaitu :
a)      cara Evans
Untuk menghitung kebutuhan pada hari pertama hitunglah :
·         Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc Nacl
·         Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc larutan koloid
·         3.2000cc glukosa 5%

Separuh dari jumlah (1). (2), (3) diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairn hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan yang diberikan hari
kedua. Sebagai monitoring pemberian lakukan penghitungan diuresis.

b)      Cara Baxter

16
Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah kebutuhan
cairan pada hari pertama dihitung dengan rumus :
Baxter = % luka bakar X BB (kg) X 4cc
Separuh dari jumlah cairan yang diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan
dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan ringer laktat
karena terjadi hiponatremi. Untuk hari kedua diberikan setengah dari jumlah
pemberian hari pertama.
c)      Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
d)     Monitor urine dan CVP.
e)      Topikal dan tutup luka
-       Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
-       Tulle
-       Silver sulfa diazin tebal.
-       Tutup kassa tebal.
-       Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
f)       Obat – obatan
-       Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
-       Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai kultur.
-       Analgetik : kuat (morfin, petidine)
-       Antasida : kalau perlu
2.      Penatalaksanaan Pembedahan
Eskaratomi dilakukan juga pada luka bakar derajat III yang melingkar pada
ekstremitas atau tubuh. Hal ini dilakukan untuk sirkulasi bagian distal akibat
pengerutan dan penjepitan dari eskar. Tanda dini penjepitan berupa nyeri,
kemudian kehilangan daya rasa menjadi kebal pada ujung-ujung distal. Tindakan
yang dilakukan yaitu membuat irisan memanjang yang membuka eskar sampai
penjepitan bebas.
Debirdemen diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan
jalan eksisi tangensial.

c. Perawatan Luka Bakar

17
Perawatan luka bakar harus direncanakan menurut luas dan dalamnya luka
bakar; kemudian perawatannya dilakukan melalui tiga fase luka bakar, yaitu: fase
darurat/resusitasi, fase akut atau intermediet, dan fase rehabilitasi.

 Fase Resusitatif

Fase resusitatif cedera luka bakar terdiri atas waktu antara cedera awal
sampai 36 hingga 48 jam setelah cedera. Fase ini berakhir ketika resusitasi
cairan selesai. Selama fase ini, masalah saluran napas dan pernapasan yang
mengancam nyawa adalah perhatian utama. Fase ini juga ditandai dengan
terjadinya hypovolemia, yang menyebabkan kebocoran cairan kapiler dari
ruang intravaskuler ke ruang interstisial, menyebabkan edema. Walaupun
cairan tetap berada dalam tubuh, cairan tersebut tidak mungkin berperan dalam
menjaga sirkulasi yang memadai, karena tidak berada di ruang vaskuler lagi.

 Fase Akut

Fase pemulihan akut setelah luka bakar mayor dimulai ketika


hemodinamik klien sudah stabil, integritas kapiler sudah kembali, dan diuresis
sudah mulai muncul. Waktu tersebut dimulai kira-kira pada 48 hingga 72 jam
setelah waktu cedera. Untuk klien baik dengan luka bakar moderat atau minor,
fase akut pada dasarnya dimulai pada waktu cedera. Fase akut berlanjut hingga
penutupan luka tercapai.

 Fase Rehabilitasi

Fase rehabilitasi dalam pemulihan mewakili fase terakhir dalam


pemulihan luka bakar dan mencakup waktu sejak penutupan luka sampai
pemulangan dan setelahnya. Dalam rangka mencapai hasil terbaik, pemberi
perawatan harus mengerti konsekuensi cedera luka bakar, dan penanganan
rehabilitasi harus dimulai sejak hari saat cedera terjadi. Pada akhirnya,
program rehabilitasi luka bakar dirancang untuk pemulihan fungsional dan
emosional maksimal. Cara-cara untuk meningkatkan penyembuhan luka,
mencegah dan meminimalkan deformitas dan parut hipertrofik, meningkatkan
fungsi dan kekuatan fisik, meningkatkan dukungan emosional, serta
memberikan pengajaran adalah bagian dari fase rehabilitasi yang berlangsung.
Fase Durasi Prioritas

18
         Pertolongan pertama
Fase resusitasi yang darurat Dari awitan cedera hingga
atau segera selesainya resusitasi cairan         Pencegahan syok

         Pencegahan gangguan


pernapasan
         Deteksi dan penanganan cedera
yang menyertai
         Penilaian luka dan perawatan
pendahuluan
Fase akut          Perawatan dan penutupan luka
Dari dimulainya diuresis
hingga hampir selesainya
         Pencegahan atau penanganan
proses penutupan luka komplikasi, termasuk infeksi
         Dukungan nutrisi
Fase rehabilitasi          Pencegahan
Dari penutupan luka yang parut dan
besar hingga kembalinya kontraktur
kepada tingkat penyesuaian
         Rehabilitasi fisik, oksupasional
fisik dan psikososial yang dan vokasional
optimal          Rekonstruksi fungsional dan
kosmetik
         Konseling psikososial

2.7 Konsep Asuhan Keperawatan Combutsio/ Luka Bakar


1. Pengkajian
a. Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang
sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
b. Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok);
penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum
dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia
(syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua
luka bakar).
c. Integritas ego:

19
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Tanda:
ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
d.  Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin
hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam;
diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi);
penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari
20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.

e. Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f. Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan. Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku;
penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok
listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok
listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran
saraf).
g. Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif
untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan
sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat
kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h.   Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera
inhalasi). Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan
menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak
mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii
(obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas:
gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i. Keamanan:
Tanda: Kulit umum: destruksi jarinagn dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak
terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya
penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.

20
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas
panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut
kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat
kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau
jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan
dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis.
Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka
bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal
sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan
sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).

j.   Pemeriksaan diagnostik:
 LED: mengkaji hemokonsentrasi.
 Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini
terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam
pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
 Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal,
khususnya pada  cedera inhalasi asap.
 BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
 Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan
otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
 Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
 Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka
bakar masif.
 Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1) Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi
trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher;
kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.

21
2) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan
melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak
cukupan pemasukan, kehilangan perdarahan.
3) Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau
sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada
atau leher.
4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat;
kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat;
penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
5) Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema.
Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
6) Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer
berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar
seputar ekstremitas dengan edema.
7) Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status
hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera
berat) atau katabolisme protein.
8) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak
nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
9) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit
karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
10) Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian
traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.
11) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi.

22
c. Rencana Intervensi

Rencana Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan
Keperawata
Kriteria Intervensi Rasional
n
Hasil
Resiko Bersihan Kaji refleks Dugaan cedera inhalasi
bersihan jalan nafas gangguan/menelan;
jalan nafas tetap efektif. perhatikan pengaliran air
tidak efektif Kriteria liur, ketidakmampuan Takipnea, penggunaan
berhubungan Hasil : menelan, serak, batuk otot bantu, sianosis dan
dengan  Bunyi nafas mengi. perubahan sputum
obstruksi vesikuler, Awasi frekuensi, irama, menunjukkan terjadi
trakheobronk RR dalam kedalaman pernafasan ; distress
hial; oedema batas perhatikan adanya pernafasan/edema paru
mukosa; normal, pucat/sianosis dan dan kebutuhan
kompressi bebas sputum mengandung intervensi medik.
jalan nafas . dispnoe/cya karbon atau merah muda.
nosis. Obstruksi jalan
Auskultasi paru, nafas/distres pernafasan
perhatikan stridor, dapat terjadi sangat
mengi/gemericik, cepat atau lambat contoh
penurunan bunyi nafas, sampai 48 jam setelah
batuk rejan. terbakar.

Perhatikan adanya pucat Dugaan adanya


atau warna buah ceri hipoksemia atau karbon
merah pada kulit yang monoksida.
cidera Meningkatkan ekspansi
Tinggikan kepala tempat paru optimal/fungsi
tidur. Hindari pernafasan.
penggunaan bantal di Bilakepala/leher
bawah kepala, sesuai terbakar, bantal dapat

23
indikasi menghambat
pernafasan,
menyebabkan nekrosis
Dorong batuk/latihan pada kartilago telinga
nafas dalam dan yang terbakar dan
perubahan posisi sering. meningkatkan
Hisapan (bila perlu) pada konstriktur leher.
perawatan ekstrem, Meningkatkan ekspansi
pertahankan teknik steril. paru, memobilisasi dan
drainase sekret.
Membantu
Tingkatkan istirahat mempertahankan jalan
suara tetapi kaji nafas bersih, tetapi harus
kemampuan untuk bicara dilakukan kewaspadaan
dan/atau menelan sekret karena edema mukosa
oral secara periodik. dan inflamasi. Teknik
steril menurunkan risiko
Selidiki perubahan infeksi.
perilaku/mental contoh Peningkatan
gelisah, agitasi, kacau sekret/penurunan
mental. kemampuan untuk
menelan menunjukkan
Awasi 24 jam peningkatan edema
keseimbngan cairan, trakeal dan dapat
perhatikan mengindikasikan
variasi/perubahan. kebutuhan untuk
intubasi.
Meskipun sering
berhubungan dengan
Lakukan program nyeri, perubahan
kolaborasi meliputi : kesadaran dapat
Berikan pelembab O2 menunjukkan
melalui cara yang tepat, terjadinya/memburukny
contoh masker wajah a hipoksia.
24
Awasi/gambaran seri Perpindahan cairan atau
GDA kelebihan penggantian
cairan meningkatkan
risiko edema paru.
Catatan : Cedera
inhalasi meningkatkan
Kaji ulang seri rontgen kebutuhan cairan
sebanyak 35% atau lebih
karena edema.
Berikan/bantu fisioterapi O2 memperbaiki
dada/spirometri intensif. hipoksemia/asidosis.
Pelembaban
menurunkan
pengeringan saluran
Siapkan/bantu intubasi pernafasan dan
atau trakeostomi sesuai menurunkan viskositas
indikasi. sputum.
Data dasar penting
untuk pengkajian lanjut
status pernafasan dan
pedoman untuk
pengobatan. PaO2
kurang dari 50,
PaCO2lebih besar dari
50 dan penurunan pH
menunjukkan inhalasi
asap dan terjadinya
pneumonia/SDPD.
Perubahan menunjukkan
atelektasis/edema paru
tak dapat terjadi selama
2 – 3 hari setelah
terbakar
Fisioterapi dada
25
mengalirkan area
dependen paru,
sementara spirometri
intensif dilakukan untuk
memperbaiki ekspansi
paru, sehingga
meningkatkan fungsi
pernafasan dan
menurunkan atelektasis.
Intubasi/dukungan
mekanikal dibutuhkan
bila jalan nafas edema
atau luka bakar
mempengaruhi fungsi
paru/oksegenasi.
Resiko tinggi Pasien dapat Awasi tanda vital, CVP. Memberikan pedoman
kekurangan mendemostr Perhatikan kapiler dan untuk penggantian
volume asikan status kekuatan nadi perifer. cairan dan mengkaji
cairan cairan dan respon kardiovaskuler.
berhubungan biokimia Awasi pengeluaran urine
dengan membaik. dan berat jenisnya. Penggantian cairan
Kehilangan Kriteria Observasi warna urine dititrasi untuk
cairan evaluasi: tak dan hemates sesuai meyakinkan rata-2
melalui rute ada indikasi. pengeluaran urine 30-50
abnormal. manifestasi cc/jam pada orang
Peningkatan dehidrasi, dewasa. Urine berwarna
kebutuhan : resolusi Perkirakan drainase luka merah pada kerusakan
status oedema, dan kehilangan yang otot masif karena
hypermetabo elektrolit tampak adanyadarah dan
lik, ketidak serum dalam keluarnya mioglobin.
cukupan batas Peningkatan
pemasukan. normal, Timbang berat badan permeabilitas kapiler,
Kehilangan haluaran setiap hari perpindahan protein,
perdarahan. urine di atas proses inflamasi dan

26
30 ml/jam. Ukur lingkar ekstremitas kehilangan cairan
yang terbakar tiap hari melalui evaporasi
sesuai indikasi mempengaruhi volume
sirkulasi dan
Selidiki perubahan pengeluaran urine.
mental Penggantian cairan
tergantung pada berat
badan pertama dan
Observasi distensi perubahan selanjutnya
abdomen,hematomesis,fe Memperkirakan luasnya
ces hitam. oedema/perpindahan
Hemates drainase NG cairan yang
dan feces secara periodik. mempengaruhi volume
Lakukan program sirkulasi dan
kolaborasi meliputi : pengeluaran urine.
Pasang / pertahankan Penyimpangan pada
kateter urine tingkat kesadaran dapat
mengindikasikan
Pasang/ pertahankan ketidak adequatnya
ukuran kateter IV. volume
Berikan penggantian sirkulasi/penurunan
cairan IV yang dihitung, perfusi serebral
elektrolit, plasma, Stres (Curling) ulcus
albumin. terjadi pada setengah
dari semua pasien yang
Awasi hasil pemeriksaan luka bakar berat(dapat
laboratorium ( Hb, terjadi pada awal
elektrolit, natrium ). minggu pertama).

Berikan obat sesuai


idikasi : Observasi ketat fungsi
-      Diuretika contohnya ginjal dan mencegah
Manitol (Osmitrol) stasis atau refleks urine.
Memungkinkan infus
27
cairan cepat.
-      Kalium Resusitasi cairan
menggantikan
-      Antasida kehilangan
cairan/elektrolit dan
membantu mencegah
Pantau: komplikasi.
      Tanda-tanda vital setiap Mengidentifikasi
jam selama periode kehilangan
darurat, setiap 2 jam darah/kerusakan SDM
selama periode akut, dan dan kebutuhan
setiap 4 jam selama penggantian  cairan dan
periode rehabilitasi. elektrolit.
      Warna urine.
      Masukan dan haluaran Meningkatkan
setiap jam selama pengeluaran urine dan
periode darurat, setiap 4 membersihkan tubulus
jam selama periode akut, dari debris /mencegah
setiap 8 jam selama nekrosis.
periode rehabilitasi. Penggantian lanjut
      Hasil-hasil JDL dan karena kehilangan urine
laporan elektrolit. dalam jumlah besar
      Berat badan setiap hari. Menurunkan keasaman
      CVP (tekanan vena gastrik sedangkan
sentral) setiap jam bial inhibitor histamin
diperlukan. menurunkan produksi
      Status umum setiap 8 asam hidroklorida untuk
jam. menurunkan produksi
asam hidroklorida untuk
Pada penerimaan rumah menurunkan iritasi
sakit, lepaskan semua gaster.
pakaian dan perhiasan Mengidentifikasi
dari area luka bakar. penyimpangan indikasi
Mulai terapi IV yang kemajuan atau
28
ditentukan dengan jarum penyimpangan dari hasil
lubang besar (18G), lebih yang diharapkan.
disukai melalui kulit Periode darurat (awal 48
yang telah terluka bakar. jam pasca luka bakar)
Bila pasien menaglami adalah periode kritis
luka bakar luas dan yang ditandai oleh
menunjukkan gejala- hipovolemia yang
gejala syok hipovolemik, mencetuskan individu
bantu dokter dengan pada perfusi ginjal dan
pemasangan kateter vena jarinagn tak adekuat.
sentral untuk pemantauan
CVP.
Beritahu dokter bila:
haluaran urine < 30
ml/jam, haus, takikardia,
CVP < 6 mmHg,
bikarbonat serum di
bawah rentang normal,
gelisah, TD di bawah
rentang normal, urine Inspeksi adekuat dari
gelap atau encer gelap. luka bakar.

Konsultasi doketr bila


manifestasi kelebihan Penggantian cairan
cairan terjadi. cepat penting untuk
mencegah gagal ginjal.
Kehilangan cairan
Tes guaiak muntahan bermakna terjadi
warna kopi atau feses ter melalui jarinagn yang
hitam. Laporkan temuan- terbakar dengan luka
temuan positif. bakar luas. Pengukuran
tekanan vena sentral
Berikan antasida yag memberikan data
diresepkan atau antagonis tentang status volume
29
reseptor histamin seperti cairan intravaskular.
simetidin

Temuan-temuan ini
mennadakan
hipovolemia dan
perlunya peningkatan
cairan. Pada lka bakar
luas, perpindahan cairan
dari ruang intravaskular
ke ruang interstitial
menimbukan
hipovolemi.

Pasien rentan pada


kelebihan beban volume
intravaskular selama
periode pemulihan bila
perpindahan cairan dari
kompartemen interstitial
pada kompartemen
intravaskuler.
Temuan-temuan guaiak
positif ennandakan
adanya perdarahan GI.
Perdarahan GI
menandakan adaya stres
ulkus (Curling’s).
Mencegah perdarahan
GI. Luka bakar luas
mencetuskan pasien
pada ulkus stres yang
disebabkan peningkatan
sekresi hormon-hormon
30
adrenal dan asam HCl
oleh lambung.
Resiko Pasien dapat Pantau laporan GDA dan Mengidentifikasi
kerusakan mendemonst kadar karbon monoksida kemajuan dan
pertukaran rasikan serum. penyimpangan dari hasil
gas oksigenasi yang diharapkan.
berhubungan adekuat. Inhalasi asap dapat
dengan Kriteroia Beriakan suplemen merusak alveoli,
cedera evaluasi: RR oksigen pada tingkat mempengaruhi
inhalasi asap 12-24 x/mnt, yang ditentukan. Pasang pertukaran gas pada
atau sindrom warna kulit atau bantu dengan selang membran kapiler
komparteme normal, endotrakeal dan alveoli.
n torakal GDA dalam temaptkan pasien pada Suplemen oksigen
sekunder renatng ventilator mekanis sesuai meningkatkan jumlah
terhadap luka normal, pesanan bila terjadi oksigen yang tersedia
bakar bunyi nafas insufisiensi pernafasan untuk jaringan. Ventilasi
sirkumfisial bersih, tak (dibuktikan dnegna mekanik diperlukan
dari dada ada hipoksia, hiperkapnia, untuk pernafasan
atau leher. kesulitan rales, takipnea dan dukungan sampai pasie
bernafas. perubahan sensorium). dapat dilakukan secara
Anjurkan pernafasan mandiri.
dalam dengan
penggunaan spirometri
insentif setiap 2 jam Pernafasan dalam
selama tirah baring. mengembangkan
Pertahankan posisi semi alveoli, menurunkan
fowler, bila hipotensi tak resiko atelektasis.
ada.
Memudahkan ventilasi
Untuk luka bakar sekitar dengan menurunkan
torakal, beritahu dokter tekanan abdomen
bila terjadi dispnea terhadap diafragma.
disertai dengan takipnea.
Siapkan pasien untuk Luka bakar sekitar

31
pembedahan eskarotomi torakal dapat membatasi
sesuai pesanan. ekspansi adda.
Mengupas kulit
(eskarotomi)
memungkinkan ekspansi
dada.
Resiko tinggi Pasien bebas Pantau:
infeksi dari infeksi.       Penampilan luka bakar Mengidentifikasi
berhubungan Kriteria (area luka bakar, sisi indikasi-indikasi
dengan evaluasi: tak donor dan status balutan kemajuan atau
Pertahanan ada demam, di atas sisi tandur bial penyimapngan dari hasil
primer tidak pembentuka tandur kulit dilakukan) yang diharapkan.
adekuat; n jaringan setiap 8 jam.
kerusakan granulasi       Suhu setiap 4 jam.
perlinduinga baik.       Jumlah makanan yang
n kulit; dikonsumsi setiap kali
jaringan makan.
traumatik. Bersihkan area luka Pembersihan dan
Pertahanan bakar setiap hari dan pelepasan jaringan
sekunder lepaskan jarinagn nekrotik meningkatkan
tidak nekrotik (debridemen) pembentukan granulasi.
adekuat; sesuai pesanan. Berikan
penurunan mandi kolam sesuai
Hb, pesanan,
penekanan implementasikan
respons perawatan yang Antimikroba topikal
inflamasi ditentukan untuk sisi membantu mencegah
donor, yang dapat ditutup infeksi. Mengikuti
dengan balutan vaseline prinsip aseptik
atau op site. melindungi pasien dari
Lepaskan krim lama dari infeksi. Kulit yang
luka sebelum pemberian gundul menjadi media
krim baru. Gunakan yang baik untuk kultur
sarung tangan steril dan pertumbuhan baketri.

32
beriakn krim antibiotika
topikal yang diresepkan Temuan-temuan ini
pada area luka bakar mennadakan infeksi.
dengan ujung jari. Kultur membantu
Berikan krim secara mengidentifikasi
menyeluruh di atas luka. patogen penyebab
Beritahu dokter bila sehingga terapi
demam drainase purulen antibiotika yang tepat
atau bau busuk dari area dapat diresepkan.
luka bakar, sisi donor Karena balutan siis
atau balutan sisi tandur. tandur hanya diganti
Dapatkan kultur luka dan setiap 5-10 hari, sisi ini
berikan antibiotika IV memberiakn media
sesuai ketentuan. kultur untuk
pertumbuhan bakteri.
Tempatkan pasien pada Kulit adalah lapisan
ruangan khusus dan pertama tubuh untuk
lakukan kewaspadaan pertahanan terhadap
untuk luka bakar luas infeksi. Teknik steril dan
yang mengenai area luas tindakan perawatan
tubuh. Gunakan linen perlindungan
tempat tidur steril, lainmelindungi pasien
handuk dan skort untuk terhadap infeksi.
pasien. Gunakan skort Kurangnya berbagai
steril, sarung tangan dan rangsang ekstrenal dan
penutup kepala dengan kebebasan bergerak
masker bila memberikan mencetuskan pasien
perawatan pada pasien. pada kebosanan.
Tempatkan radio atau
televisis pada ruangan
pasien untuk Melindungi terhadap
menghilangkan tetanus.
kebosanan.
Bila riwayat imunisasi
33
tak adekuat, berikan Ahli diet adalah
globulin imun tetanus spesialis nutrisi yang
manusia (hyper-tet) dapat mengevaluasi
sesuai pesanan. paling baik status nutrisi
Mulai rujukan pada ahli pasien dan
diet, beriakn protein merencanakan diet
tinggi, diet tinggi kalori. untuk emmenuhi
Berikan suplemen nutrisi kebuuthan nutrisi
seperti ensure atau penderita. Nutrisi
sustacal dengan atau adekuat memabntu
antara makan bila penyembuhan luka dan
masukan makanan memenuhi kebutuhan
kurang dari 50%. energi.
Anjurkan NPT atau
makanan enteral bial
pasien tak dapat makan
per oral.
Nyeri Pasien dapat Berikan anlgesik narkotik Analgesik narkotik
berhubungan mendemonst yang diresepkan prn dan diperlukan utnuk
dengan rasikan sedikitnya 30 menit memblok jaras nyeri
Kerusakan hilang dari sebelum prosedur dengan nyeri berat.
kulit/jaringan ketidaknyam perawatan luka. Evaluasi Absorpsi obat IM buruk
; anan. keefektifannya. Anjurkan pada pasien dengan luka
pembentukan Kriteria analgesik IV bila luka bakar luas yang
edema. evaluasi: bakar luas. disebabkan oleh
Manipulasi menyangkal perpindahan interstitial
jaringan nyeri, Pertahankan pintu kamar berkenaan dnegan
cidera contoh melaporkan tertutup, tingkatkan suhu peningkatan
debridemen perasaan ruangan dan berikan permeabilitas kapiler.
luka. nyaman, selimut ekstra untuk Panas dan air hilang
ekspresi memberikan kehangatan. melalui jaringan luka
wajah dan bakar, menyebabkan
postur tubuh Berikan ayunan di atas hipoetrmia. Tindakan
rileks. temapt tidur bila eksternal ini membantu

34
diperlukan. menghemat kehilangan
panas.
Menururnkan neyri
Bantu dengan dengan
pengubahan posisi setiap mempertahankan berat
2 jam bila diperlukan. badan jauh dari linen
Dapatkan bantuan temapat tidur terhadap
tambahan sesuai luka dan menuurnkan
kebutuhan, khususnya pemajanan ujung saraf
bila pasien tak dapat pada aliran udara.
membantu membalikkan Menghilangkan tekanan
badan sendiri. pada tonjolan tulang
dependen. Dukungan
adekuat pada luka bakar
selama gerakan
membantu meinimalkan
ketidaknyamanan.
Resiko tinggi Pasien Untuk luka bakar yang Mengidentifikasi
kerusakan menunjukka mengitari ekstermitas indikasi-indikasi
perfusi n sirkulasi atau luka bakar listrik, kemajuan atau
jaringan, tetap pantau status penyimpangan dari hasil
perubahan/di adekuat. neurovaskular dari yang diharapkan.
sfungsi Kriteria ekstermitas setaip 2 jam.
neurovaskule evaluasi: Pertahankan ekstermitas Meningkatkan aliran
r perifer warna kulit bengkak ditinggikan. balik vena dan
berhubungan normal, menurunkan
dengan menyangkal Beritahu dokter dengan pembengkakan.
Penurunan/in kebas dan segera bila terjadi nadi
terupsi aliran kesemutan, berkurang, pengisian Temuan-temuan ini
darah nadi perifer kapiler buruk, atau menandakan keruskana
arterial/vena, dapat diraba. penurunan sensasi. sirkualsi distal. Dokter
contoh luka Siapkan untuk dapat mengkaji tekanan
bakar seputar pembedahan eskarotomi jaringan untuk
ekstremitas sesuai pesanan. emnentukan kebutuhan

35
dengan terhadap intervensi
edema. bedah. Eskarotomi
(mengikis pada eskar)
atau fasiotomi mungkin
diperlukan untuk
memperbaiki sirkulasi
adekuat.
Kerusakan Memumjukk Kaji/catat ukuran, warna, Memberikan informasi
integritas an kedalaman luka, dasar tentang kebutuhan
kulit b/d regenerasi perhatikan jaringan penanaman kulit dan
kerusakan jaringan nekrotik dan kondisi kemungkinan petunjuk
permukaan Kriteria sekitar luka. tentang sirkulasi pada
kulit hasil: aera graft.
sekunder Mencapai Lakukan perawatan luka
destruksi penyembuha bakar yang tepat dan Menyiapkan jaringan
lapisan kulit. n tepat tindakan kontrol infeksi. untuk penanaman dan
waktu pada menurunkan resiko
area luka Pertahankan penutupan infeksi/kegagalan kulit.
bakar. luka sesuai indikasi.
Kain nilon/membran
silikon mengandung
kolagen porcine peptida
Tinggikan area graft bila yang melekat pada
mungkin/tepat. permukaan luka sampai
Pertahankan posisi yang lepasnya atau
diinginkan dan mengelupas secara
imobilisasi area bila spontan kulit
diindikasikan. repitelisasi.
Menurunkan
Pertahankan balutan pembengkakan
diatas area graft baru /membatasi resiko
dan/atau sisi donor sesuai pemisahan graft.
indikasi. Gerakan jaringan
dibawah graft dapat

36
Cuci sisi dengan sabun mengubah posisi yang
ringan, cuci, dan minyaki mempengaruhi
dengan krim, beberapa penyembuhan optimal.
waktu dalam sehari, Area mungkin ditutupi
setelah balutan dilepas oleh bahan dengan
dan penyembuhan permukaan tembus
selesai. pandang tak reaktif.
Lakukan program
kolaborasi : Kulit graft baru dan sisi
- Siapkan / bantu donor yang sembuh
prosedur bedah/balutan memerlukan perawatan
biologis. khusus untuk
mempertahankan
kelenturan.
Graft kulit diambil dari
kulit orang itu
sendiri/orang lain untuk
penutupan sementara
pada luka bakar luas
sampai kulit orang itu
siap ditanam.

2.8 Definisi Dermatitis


Dermatitis adalah peradangan pada kulit (inflamasi pada kulit) yang disertai
dengan pengelupasan kulit ari.
Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berubah
eflo-resensi polimorfik (eritema, edema,papul, vesikel, skuama, dan keluhan gatal). 
Dermatitis dapat terjadi karena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis,
terutama kulit yang kering.Umumnya enzim dapat menyebabkan pembengkakan,
memerah, dan gatal pada kulit.Dermatitis tidak berbahaya, dalam arti
tidak membahayakan hidup dan tidak menular.Walaupun demikian, penyakit ini jelas
menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu. Dermatitis muncul dalam

37
beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan gejala  Dermatitis yang
muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun yang terdapat pada
berbeda.

2.9 Klasifikasi Dermatitis


1. Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang
menempel pada kulit. 
Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun
yang terdapat pada tanaman merambat atau detergen. Indikasi dan gejala antara
kulit memerah dan gatal. Jika memburuk, penderita akan mengalami bentol-bentol
yang meradang. Disebabkan kontak langsung dengan salah satu penyebab iritasi
pada kulit atau alergi. Contohnya sabun cuci/detergen, sabun mandi atau pembersih
lantai. Alergennya bisa berupa karet, logam, perhiasan, parfum, kosmetik atau
rumput.
2. Neurodermatitis
Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis
kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat
garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena berbagai ransangan
pruritogenik.
Timbul karena goresan pada kulit secara berulang, bisa berwujud kecil, datar dan
dapat berdiameter sekitar 2,5 sampai 25 cm. Penyakit ini muncul saat sejumlah
pakaian ketat yang kita kenakan menggores kulit sehingga iritasi. Iritasi ini
memicu kita untuk menggaruk bagian yang terasa gatal. Biasanya muncul pada
pergelangan kaki, pergelangan tangan, lengan dan bagian belakang dari leher.
3. Dermatitis Seborrheic
Kulit terasa berminyak dan licin, melepuhnya sisi-sisi dari hidung, antara kedua
alis, belakang telinga serta dada bagian atas. Dermatitis ini seringkali diakibatkan
faktor keturunan, muncul saat kondisi mental dalam keadaan stres atau orang yang
menderita penyakit saraf seperti Parkinson.
4. Dermatitis Stasis
Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik vena(atau hipertensi
vena) tungkai bawah.

38
Yang muncul dengan adanya varises, menyebabkan pergelangan kaki dan tulang
kering berubah warna menjadi memerah atau coklat, menebal dan gatal. Dermatitis
muncul ketika adanya akumulasi cairan di bawah jaringan kulit. Varises dan
kondisi kronis lain pada kaki juga menjadi penyebab.
5. Dermatitis Atopik
Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan resitif, disertai gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan
dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau
penderita (D.A, rinitis alergik, atau asma bronkial). kelainan kulit berupa papul
gatal yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya
dilipatan(fleksural).
Dengan indikasi dan gejala antara lain gatal-gatal, kulit menebal, dan pecah-pecah.
Seringkali muncul di lipatan siku atau belakang lutut. Dermatitis biasanya muncul
saat alergi dan seringkali muncul pada keluarga, yang salah satu anggota keluarga
memiliki asma. Biasanya dimulai sejak bayi dan mungkin bisa bertambah atau
berkurang tingkat keparahannya selama masa kecil dan dewasa.
6. Dermatitis Medikamentosa
Dermatitis medikamentosa memiliki bentuk lesi eritem dengan atau tanpa vesikula,
berbatas tegas, dapat soliter atau multipel. Terutama pada bibir, glans penis, telapak
tangan atau kaki. Penyebabnya dari obat-obatan yang masuk kedalam tubuh
melalui mulut, suntikan atau anal. Keluhan utama pada penyakit biasanya gatal dan
suhu badan meninggi. Gejala dapat akut, subakut atau kronik. Untuk lokalisasinya
bisa mengenai seluruh tubuh. Apabila di bandingkan dengan melasma bedanya
yaitu plak hiperpigmentasi batas nya tidak tegas

2.10 Etiologi Dermatitis


Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak di ketahui. Sebagian besar merupakan
respon kulit terhadap agen-agen, misaknya zat kimia, protein, bakteri dan fungus.
Respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi. Alergi adalah perubahan
kemampuan tubuh yang di dapat dan spesifik untuk bereaksi.
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia
(contoh: detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme
(contohnya: bakteri, jamur) dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis
atopik. 

39
Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi dapat
menjadi penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya memiliki penyebab
berbeda pula. Sering kali, kulit yang pecah-pecah dan meradang yang disebabkan eksim
menjadi infeksi. Jika kulit tangan ada strip merah seperti goresan, kita mungkin
mengalami selulit infeksi bakteri yang terjadi di bawah jaringan kulit. Selulit muncul
karena peradangan pada kulit yang terlihat bentol-bentol, memerah, berisi cairan dan
terasa panas saat disentuh dan selulit muncul pada seseorang yang sistem kekebalan
tubuhnya tidak bagus.

2.11 Manifestasi Klinis


Subyektif ada tanda–tanda radang akut terutama priritus ( sebagai pengganti
dolor). Selain itu terdapat pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor), edema atau
pembengkakan dan gangguan fungsi kulit (function laisa).
Obyektif, biasanya batas kelainan tidak terdapt lesi polimorfi yang dapat timbul
scara serentak atau beturut-turut. Pada permulaan eritema dan edema. Edema sangat
jelas pada kulit yang longgar misalya muka (terutama palpebra dan bibir) dan genetelia
eksterna. Infiltrasi biasanya terdiri atas papul.
Dermatitis basah berarti terdapat eksudasi. Disana-sini terdapat sumber
dermatitis, artinya terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang
kemudian membesar. Kelainan tersebut dapat disertai bula atau pustule, jika disertai
infeksi. Dermatitis sika (kering) berarti tdiak madidans bila gelembung-gelumbung
mongering maka akan terlihat erosi atau ekskoriasi dengan krusta. Pada stadium
tersebut terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses menjadi kronis tapak
likenifikasi dan sebagai sekuele telihat hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.

2.12 Patofisiologi Dermatitis


1. Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak alergik termasuk reaksi tipe IV ialah hipersenitivitas tipe
lambat. Patogenesisnya melalui dua fase yaitu fase indukdi (fase sensitisasi) dan
fase elisitasi.
Fase induksi ialah saat kontak pertama alergen dengan kulit sampai limfosit
mengenal dan memberikan respon, memerlukan 2-3 minggu. Fase elesitasin ialah
saat terjadi pajanan ulang dengan alergen yang sama atau serupa sampai timbul
gejala klinis

40
Pada fase induksi, hapten (proten tak lengkap) berfenetrasi ke dalam kulit
dan berikatan dengan protein barier membentuk anti gen yang lengkap. Anti gen ini
ditangkap dan diproses lebih dahulu oleh magkrofak dan sel Langerhans, kemudian
memacu reaksi limfoisit T yang belum tersensitasi di kulit, sehingga terjadi
sensitasi limposit T, melalui saluran limfe, limfosit yang telah tersensitasi
berimigrasi ke darah parakortikal kelenjar getah bening regional untuk
berdiferensiasi dan berfoliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitasi secara
spesifik dan sel memori. Kemudian sel-sel tersebut masuk ke dalam sirkulasi,
sebagian kembali ke kulit dan sistem limfoid, tersebar di seluruh tubuh,
menyebabkan keadaan sensetivitas yang sama di seluruh kulit tubuh.
Pada fase elisitasi, terjadi kontak ulang dengan hapten yang sama atau
serupa. Sel efektor yang telah tersensitisasi mengeluarkan limfokin yang mampu
menarik berbagai sel radang sehingga terjadi gejala klinis.

2. Neurodermatitis
Kelainan terdiri dari eritema, edema, papel, vesikel, bentuk numuler,
dengan diameter bervariasi 5 – 40 mm. Bersifat membasah (oozing), batas relatif
jelas, bila kering membentuk krusta. bagian tubuh.
3. Dermatitis Seiboroika
Merupakan penyakit kronik, residif, dan gatal. Kelainan berupa skuama
kering, basah atau kasar; krusta kekuningan dengan bentuk dan besar bervariasi.
Tempat kulit kepala, alis, daerah nasolabial belakang telinga, lipatan mammae,
presternal, ketiak, umbilikus, lipat bokong, lipat paha dan skrotum. Pada kulit
kepala terdapat skuama kering dikenal sebagai dandruff dan bila basah
disebutpytiriasis steatoides ; disertai kerontokan rambut.
4. Dermatitis Statis
Akibat bendungan, tekanan vena makin meningkat sehingga memanjang
dan melebar. Terlihat berkelok-kelok seperti cacing (varises). Cairan intravaskuler
masuk ke jaringan dan terjadilah edema. Timbul keluhan rasa berat bila lama
berdiri dan rasa kesemutan atau seperti ditusuk-tusuk. Terjadi ekstravasasi eritrosit
dan timbul purpura. Bercak-bercak semula tampak merah berubah menjadi
hemosiderin. Akibat garukan menimbulkan erosi, skuama. Bila berlangsung lama,
edema diganti jaringan ikat sehingga kulit teraba kaku, warna kulit lebih hitam.

41
5. Dermatitis Atopik
Belum diketahui secara pasti. Histamin dianggap sebagai zat penting yang
memberi reaksi dan menyebabkan pruritus. Histamin menghambat kemotaktis dan
emnekan produksi sel T.  Sel mast meningkat pada lesi dermatitis atopi kronis. Sel
ini mempunyai kemampuan melepaskan histamin. Histamin sendiri tidak
menyababkan lesi ekzematosa. Kemungkinan zat tersebut menyebabkan prutisus
dan eritema, mungkin karena gerakan akibat gatal menimbulkan lesi ekzematosa.
Pada pasien dermatitis atopik kapasitas untuk menghasilkan IgE secara
berlebihan diturunkan secara genetik.
6. Dermatitis Medikamentosa
Faktor lingkungan merupakan  factor terpenting . Alergi paling sering
menyerang pada saluran nafas dan saluran pencernaan . Di dalam saluran nafas
terjadi inflamasi yang menyebabkan obstruksi saluran nafas yang menyebabkan
batuk dan sesak nafas.

2.13 Pemeriksaan Penunjang Dermatitis


1. Laboratorium
a. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin,
globulin
b. Urin : pemerikasaan histopatologi
2. Penunjang (pemeriksaan Histopatologi)
 

Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena


gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain.
Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler
(spongiosis), terbentuknya vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi
vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis
sub akut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis dan kadangkadang
parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis,
parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis
dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran
tersebut merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan
gambaran histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan dermatitis kontak
iritan.

42
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen,
seperti dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak
sejumlah besar sel langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran sel
dan di organella sel Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans
menunjukkan aktivitas metabolik. Berikutnya sel langerhans yang membawa
antigen akan tampak didermis dan setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di
epidermis berkurang. Pada saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening
setempat meningkat. Namun demikian penelitian terakhir mengenai gambaran
histologi, imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada
pasien yang diinduksi alergen dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan
perbedaan dalam pola peradangannya.

2.14 Komplikasi Dermatitis


1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Infeksi sekunder khususnya oleh Stafilokokus aureus
3. hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi
4. jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi

2.15 Penatalaksanaan Dermatitis


1. Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian
topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik.
Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin
disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian
steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel
Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga
menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T
dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam
proses dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat
diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara
pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi
obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan film
plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping
berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.

43
2. Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak
melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi
sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari
sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit
mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR),
sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-
psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara
imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis,
menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi
mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui
mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans
akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB
juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
3. Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas
kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek
minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di
epidermis atau dermis.
4. Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus,
E. koli, Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat
diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya
clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5. Imunosupresif topikal
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus)
dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T
melalui penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya
terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan
tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981
merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi.
Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-
propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-
valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan

44
adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan
penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.
6. Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya.
Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin.
Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat
pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.

45
2.16 Konsep Asuhan Keperawatan Dermatitis

I. Pengkajian
a.       Identitas Pasien
b.      Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
c.       Riwayat Kesehatan.
1)      Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya.
2)      Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit
lainnya.
3)      Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya.
4)      Riwayat psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang
mengalami stress yang berkepanjangan.
5)      Riwayat pemakaian obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau
pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat
d.      Pola Fungsional
1)      Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit.
Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai penyakit
tersebut mengganggu aktivitas pasien.
2)      Pola nutrisi dan metabolisme
         Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien ( pagi, siang
dan malam )

46
         Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah,
pantangan atau alergi
         Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan
         Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-
sayuran yang mengandung vitamin antioksidant
3)      Pola eliminasi
         Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna  dan karakteristiknya
         Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi
         Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah penggunaan
alat bantu untuk miksi dan defekasi.
4)      Pola aktivitas/olahraga
         Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan pada
kulit.
         Kekuatan Otot :Biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan
ototnya karena yang terganggu adalah kulitnya
         Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas.
5)      Pola istirahat/tidur
         Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien
         Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur
yang berhubungan dengan gangguan pada kulit
         Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa segar
atau tidak?
6)      Pola kognitif/persepsi
         Kaji status mental klien
         Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam
memahami sesuatu
         Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara klien.
Identifikasi penyebab kecemasan klien
         Kaji penglihatan dan pendengaran klien.
         Kaji apakah klien mengalami vertigo
         Kaji nyeri : Gejalanya yaitu timbul gatal-gatal atau bercak merah pada
kulit.
7)      Pola persepsi dan konsep diri

47
         Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya sendiri,
apakah kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran dirinya
         Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas,
depresi atau takut
         Apakah ada hal yang menjadi pikirannya
8)      Pola peran hubungan
         Tanyakan apa pekerjaan pasien
         Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien seperti:
pasangan, teman, dll.
         Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan perawatan
penyakit klien
9)      Pola seksualitas/reproduksi
         Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan penyakitnya
         Tanyakan kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan terkait
dengan menopause
         Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam
pemenuhan kebutuhan seks
10)  Pola koping-toleransi stress
         Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS ( financial atau
perawatan diri )
         Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien mengatasi
kecemasannya (mekanisme koping klien ). Apakah ada penggunaan obat untuk
penghilang stress atau klien sering berbagi masalahnya dengan orang-orang
terdekat.
11)  Pola keyakinan nilai
         Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam
beragama serta seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya. Orang yang
dekat kepada Tuhannya lebih berfikiran positif.

48
II. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan  integritas kulit berhubungan dengan lesi dan jaringan inflamasi
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan spasme oto-otot pernapasan,
kerusakan neurologis
3. Resiko infeksi berhubungan dengan lesi, bercak-bercak merah pada kulit
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perasaan malu terhadap penampakan
diri dan persepsi diri tentang ketidakbersihan.
5. Defisiensi pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan kurangnya
informasi

III. Rencana Keperawatan


1. Dx 1 : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan jaringan inflamasi
Definisi : Perubahan epidermis dan dermis
Intervensi NIC
a. Pemeliharaan akses dialisis : Memelihara akses pembuluh darah
b. Kewaspadaan lateks : Menurunkan resiko reaksi sistemik terhadap lateks
c. Pemberian obat : Mempersiapkan, memberikan, dan mengevaluasi keefektif dan
obat resep dan obat non resep
d. Manajemen pruritus : Mencegah dan mengobati gatal
2. Dx 2 : Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan spasme oto-otot
pernapasan, kerusakan neurologis
Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat
Intervensi NIC
a. Manamen jalan napas : memfasilitasi kepatenan jalan napas
b. Pengisapan jalan napas : mengeluarkan sekret jalan napas dengan cara
memasukkan kateter penghisap ke dalam jalan napas oral atau trakea pasien
c. Manajemen anafilaksis : meningkatkan ventilasi, dan perfusi jaringan yang
adekuat untuk individu yang mengalami reaksi alergi berat
d. Manajemen asma : mengidentifikasi, mengobati, dan mencegah reaksi
inflamasi/kontriksi jalan napas

49
3. Dx 3 : Resiko infeksi berhubungan dengan lesi, bercak-bercak merah pada kulit
Definisi : Berisiko terhadap invasi organisme pathogen
Intervensi NIC
a. Perawatan sirkulasi: insufisiensi arteri: meningkatkan sirkulasi arteri
b. Skrining kesehatan: Mendeteksi risiko atau masalah kesehatan dengan
memanfaatkan riwayat kesehatan, pemeriksaan kesehatan, dan prosedur lainnya
c. Pengendalian infeksi: meminimalkan penyebaran dan penularan agens infeksius
d. Perlindungan infeksi: mencegah dan mendeteksi dini infeksi pada pasien
berisiko
4. Dx. 4 Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perasaan malu terhadap
penampakan diri dan persepsi diri tentang ketidakbersihan
Definisi : Konfusi pada gambaran mental fisik diri seseorang
Intervensi NIC
a. Bimbingan antisipasi: Mempersiapkan pasien terhadap krisis perkembangan
atau krisis situasional
b. Peningkatan citra tubuh: Meningkatkan persepsi sadar dan tak sadar pasien serta
sikap terhadap tubuh pasien
c. Peningkatan koping: membantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsi
stresor, perubahan, atau ancaman yang menghambat pemenuhan tuntutan dan
peran hidup
5. Dx 5: Defisiensi pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan
kurangnya informasi
Definisi : Tidak ada atau kurang informasi kognitif tentang topik tertentu
Intervensi NIC
a. Perlindungan infeksi: Mencegah dan melakukan deteksi dini infeksi pada pasien
beresiko
b. Penyuluhan individual: Membuat perencanaan, imokementasi, dan evaluasi
program penyuluhan yang dirancang dan untuk memenuhi kebutuhan khusus
pasien

50
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Luka bakar tak boleh dianggap sepele, meskipun terdapat luka kecil penanganan
harus cepat diusahakan. Penderita luka bakar memerlukan penanganan secara holistik
dari berbagai aspek dan disiplin ilmu. Perawatan luka bakar didasarkan pada luas luka
bakar, kedalaman luka bakar, faktor penyebab timbulnya luka dan lain-lain. Pada luka
bakar yang luas dan dalam akan memerlukan perawatan yang lama dan mahal. Dampak
luka bakar yang dialami penderita dapat menimbulkan berbagai masalah fisik, psikis dan
sosial bagi pasien dan juga keluarga. Dengan makin berkembangnya ilmu pengetahuan
dan teknologi, maka makin berkembang pula teknik/cara penanganan luka bakar
sehingga makin meningkatkan kesempatan untuk sembuh bagi penderita luka bakar.

Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berubah eflo-
resensi polimorfik (eritema, edema,papul, vesikel, skuama, dan keluhan gatal). 
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia
(contoh: detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme
(contohnya: bakteri, jamur) dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopik. 

3.2 Saran

Dalam menangani korban luka bakar harus tetap memegang prinsip steril dan
sesuai medis, tidak boleh dilakukan sembarangan karena bisa mempengaruhi waktu
kesembuhan luka bakar. Setiap individu baik tua, muda, maupun anak-anak diharapkan
selalu waspada dan berhati-hati setiap kali melakukan kegiatan/aktivitas terutama pada
hal-hal yang dapat memicu luka bakar.

Dengan adanya makalah ini penulis mengaharapkan agar para pembaca bisa
memahami apa yang sudah dijelaskan sehingga dapat bermanfaat bagi semuanya dan
agar lebih dapat mengaplikasikan dalam merawat pasien dan mampu dalam pembuatan

51
asuhan keperawatan yang tepat yang banyak melibatkan orang terdekat klien, mulai dari
keluarga, kerabat sampai teman pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. Buku ajar keperawatan medikal-bedah Burnner & Suddarth editor,
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare ; alih bahasa, Agung Waluyo, dkk; editor edisi bahasa
indonesia, Monica Ester. Ed.8. Jakarta : EGC, 2001
R Sjamsuhidajat, Wim De Jong, 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Penerbit Buku Kedokteran.
EGC

Black & Hawk. 2009. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Buku 2. Singapore: Elsevier

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol. 3. Jakarta:
EGC

Doengoes, Marilyn E. 1999. Rencana asuhan Keperawatan: pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian
Djuanda S, Sularsito. (2005). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

52

Anda mungkin juga menyukai