Anda di halaman 1dari 20

GEOGRAFI KEBENCANAAN

“STUDI KASUS: PERILAKU MASYARAKAT TERKAIT PENYAKIT KAKI


GAJAH DAN PROGRAM PENGOBATAN MASSAL DI KECAMATAN
PEMAYUNG KABUPATEN BATANGHARI, JAMBI”

Dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Geografi Kebencanaan

(ABKA554)

Dosen Pengampu :

Dr. H. Sidharta Adyatma, M.Si.

Dr. Deasy Arisanty, M.Sc.

Disusun Oleh :

Aprilia Anjani (1710115320001)

Sifani Lulu Nisfinahari (1710115220023)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan rasa puji syukur kehadirat Allah SWT. karena berkat
rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya.

Semoga dengan adanya makalah ini semakin membuka pintu pengetahuan dan
pemahaman pembaca tentang materi.

Upaya pemenuhan makalah ini diharapkan mampu meningkatkan efektifitas


pelaksanaan kegiatan perkuliahan, dan diharapkan para pembaca dapat
mengembangkan wawasan dan kemampuan dari apa yang dibahas dalam makalah
Geografi Kebencanaan ini. Tetapi makalah ini bukan satu-satunya sumber belajar
atau referensi, untuk itu para pembaca diharapkan lebih proaktif untuk mencari dan
menggali ilmu pengetahuan mengenai materi terkait.

Harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
khususnya para pembaca. Kami mengharapkan saran dan masukan serta kritikan yang
sifatnya membangun karena kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini
masih banyak terdapat kekurangan. Kami juga memohon maaf atas kejanggalan-
kejanggalan yang terdapat dalam makalah ini.

Banjarmasin, 4 November 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................2

DAFTAR ISI.................................................................................................................3

BAB I.............................................................................................................................3

PENDAHULUAN.........................................................................................................3

1.1 Latar Belakang................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................5

1.2 Tujuan.............................................................................................................6

BAB II...........................................................................................................................6

TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................6

2.1 Epidemi................................................................................................................6

2.1.1 Pengertian Epidemi.......................................................................................6

2.1.2 Kaki Gajah (Filiaris)......................................................................................7

BAB III........................................................................................................................10

PEMBAHASAN..........................................................................................................10

3.1 Wabah Filaria (Kaki Gajah)...............................................................................10

3.1.1 Gejala Wabah Filaria (Kaki Gajah).............................................................10

3.1.2 Faktor Penyebab Wabah Filaria (Kaki Gajah)............................................11

3.1.3 Dampak Wabah Penyakit............................................................................12

3.1.4 Penanggulangan Wabah..............................................................................12

3.2 Prilaku Masyarakat Terkait Penyakit Kaki Gajah Dan Program Pengobatan
Massal Di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari, Jambi............................13

3.3 Peta Persebaran Wabah Kaki Gajah di Indonesia..............................................16


BAB IV........................................................................................................................16

KESIMPULAN...........................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Filariasis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh cacing
Wuchereria Bancrofti (W. Bancrofti), Brugia(B) Malayi dan B. Timori. Penyakit
ini menyebabkan pembengkakan pada kaki. Masyarakat biasa menyebut penyakit
ini dengan kaki gajah (elephantiasis). Cacing masuk melalui cucukan nyamuk
yang terinfeksi oleh telur-telur cacing tersebut. Kemudian telur-telur cacing
dibawa ke pembuluh limfe, lalu tumbuh dewasa dan menyumbat pembuluh limfe
serta menghasilkan jutaan telur yang akan dibawa oleh darah yang kemudian akan
dibawa oleh nyamuk sebagai vektor. Nyamuk yang sering menyebarkan penyakit
ini adalah nyamuk culex. Umumnya penyakit ini menyerang masyarakat usia
dewasa muda yang aktif bekerja, sehingga menurunkan produktivitas akibat
adanya demam yang kerap menyerang penderita selama 3-5 hari. Demam yang
diderita umumnya terjadi 2-3 kali setahun yang disertai dengan pembengkakan
kelenjar lipat paha (Anorital & Dewi, 2004). Dengan pembesaran kaki, akan
mengganggu aktivitas penderita, menurunkan rasa percaya diri dan pada akhirnya
akan menurunkan produktivitas serta menurunkan kualitas hidup. Disamping itu,
penyakit ini bisa menjadi irreversibel bila sudah parah.

Penyakit ini menyerang hampir di seluruh dunia, World Health


Organization (WHO) mencatat hampir 1,4 miliar orang di 73 negara di seluruh
dunia terancam oleh filariasis limfatik, umumnya dikenal sebagai kaki gajah.
Sekitar 65% dari mereka yang terinfeksi hidup di Kawasan Asia Tenggara, 30%
di wilayah Afrika, dan sisanya di daerah tropis lainnya (World Health
Organization, 2013).

Di Indonesia sampai dengan tahun 2009 dilaporkan sebanyak 31 propinsi


dan 337 kabupaten/kota endemis filariasis dan 11.914 kasus kronis. (Wahyono,
2010). Hampir seluruh wilayah Indonesia adalah daerah endemis filariasis,
terutama wilayah Indonesia Timur yang memiliki prevalensi lebih tinggi. 2 Sejak
tahun 2000 hingga 2009 di laporkan kasus kronis filariasis sebanyak 11.914 kasus
yang tersebar di 401 Kabupaten/kota. Hasil laporan kasus klinis kronis filariasis
dari kabupaten/kota yang ditindaklanjuti dengan survey endemisitas filariasis,
sampai dengan tahun 2009 terdapat 337 kabupaten/kota endemis dan 135
kabupaten/kota non endemis (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Di dunia, penyakit ini merupakan salah satu dari penyakit yang diharapkan
dapat tereradikasi pada tahun 2020. Diperkirakan kerugian ekonomi mencapai 43
trilyun rupiah, jika tidak dilakukan Pemberian Obat Massal Pencegahan filariasis.
Sampai dengan tahun 2009 dilaporkan sebanyak 31 propinsi dan 337
kabupaten/kota endemis filariasis dan 11.914 kasus kronis (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Filariasis limfatik menimpa lebih dari 25 juta orang dengan penyakit genital
dan lebih dari 15 juta orang dengan lymphoedema. Karena prevalensi dan
intensitas infeksi yang terkait dengan kemiskinan, eliminasinya dapat
berkontribusi untuk mencapai United Nations Millennium Development Goals
(UN MDG) (World Health Organization, 2013).

Untuk mengatasi penyakit ini, WHO meluncurkan Program global untuk


menghilangkan filariasis limfatik, yaitu Global Programme to Eliminate
Lymphatic Filariasis (GPELF) pada tahun 2000. Tujuan dari GPELF adalah
menghilangkan filariasis limfatik sebagai masalah kesehatan masyarakat pada
tahun 2020. Strategi ini didasarkan pada dua komponen utama yaitu (1)
Mengganggu transmisi melalui program tahunan skala besar pengobatan, dikenal
sebagai pemberian obat massal, dilaksanakan untuk menutupi seluruh populasi
berisiko; (2) Mengurangi penderitaan yang disebabkan oleh filariasis limfatik
melalui manajemen morbiditas dan pencegahan kecacatan (World Health
Organization, 2013). Jumlah kasus klinis filariasis terbanyak pada tahun 2009
terdapat di kabupaten Aceh Utara (1.353) selanjutnya diikuti oleh kabupaten
Manokwari (667), Mappi (652), Sikka (619) dan Ende (244). Jumlah
Kabupaten/kota yang endemis filariasis tahun 2009 adalah 356 kabupaten/kota
dari 495 kabupaten/kota (71,9%) 3 dan 139 kabupaten/kota (28,1%) yang tidak
endemis filariasis. Daerah dengan mikrofilaria rate tertinggi tahun 2009 adalah
kabupaten Bonebolango (40%) selanjutnya diikuti oleh kabupaten Manokwari
(38,57%) Kota Cilegon (37,50 %), Mamberamo Raya (31,46%) dan Kutai
Kertanegara (26,00%) (Wahyono, 2010). Jumlah penderita filariasis di kabupaten
Bandung tahun 2013 sebanyak 46 orang, diantaranya 10 kasus baru. Di
kecamatan Margaasih terdapat total 4 penderita filariasis, terdiri dari 1 laki-laki
dan 3 perempuan. (Dinkes Kabupaten Bandung 2013).

Penulis tertarik melakukan penelitian di RW 1 desa Nanjung kecamatan


Margaasih kabupaten Bandung Jawa Barat karena merupakan daerah yang
endemis filariasis di kabupaten bandung. Dilaporkan juga terdapat penderita yang
meninggal di daerah tersebut. Penelitian dilakukan di RW 1, karena di RW ini
terdapat seorang penderita filariasis yang meninggal dunia.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam studi kasus masalah Konflik Suku Dani
dan Suku Damal Provinsi Papua sebagai berikut:

1. Apa pengertian kaki gajah (filiaris)?


2. Apa gejala penyakit kaki gajah (filarial)?
3. Apa saja factor penyebab penyakit kaki gajah (filiaris)?
4. Bagaimana penanggulangan penyakit kaki gajah (filiaris)?
5. Bagaimana prilaku masyarakat terkait penyakit kaki gajah dan program
pengobatan massal di kecamatan pemayung kabupaten batanghari,
jambi?
6. Apakah ada peta persebaran kaki gajah di Indonesia?
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah dalam studi kasus masalah Konflik Suku
Dani dan Suku Damal Provinsi Papua sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa pengertian kaki gajah (filiaris)
2. Untuk mengetahui apa gejala penyakit kaki gajah (filarial)
3. Untuk mengetahui apa saja factor penyebab penyakit kaki gajah (filiaris)
4. Untuk mengetahui bagaimana penanggulangan penyakit kaki gajah (filiaris)
5. Untuk mengetahui bagaimana prilaku masyarakat terkait penyakit kaki gajah
dan program pengobatan massal di kecamatan pemayung kabupaten
batanghari, jambi
6. Untuk mengetahui apakah ada peta persebaran kaki gajah di Indonesia
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemi
2.1.1 Pengertian Epidemi
Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani, Yaitu epi atau apon yang berarti
"pada" atau "tentang", demos= people yang berarti penduduk, dan logio= knowledge
yang berarti ilmu. Sehingga epidemiologi dapat diartikan: ilmu yang mempelajari
kejadian/kasus yang terjadi pada penduduk/masyarakat. Pada awal perkembangannya
epidemiologi mempunyai pengertian yang sempit dianggap sebatas ilmu tentang
epidemik. Dalam perkembangan selanjutnya, hingga dewasa ini epidemiologi dapat
diartikan sebagai ilmu tentang distribusi (penyebaran) dan determinan (faktor
penentu) masalah kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk membuat perencanaan
dan pengambilan keputusan dalam menanggulangi masalah kesehatan. Sehingga
epidemiologi tidak hanya mempelajari penyakit dan epideminya saja tetapi juga
menyangkut masalah kesehatan secara keseluruhan
Ada beberapa profesional kesehatan masyarakat yang memandang
epidemiologi sebagai ilmu pengetahuan. Profesional lainnya memandang
epidemiologi lebih sebagai suatu metode bukan sebagai ilmu murni karena
ketidakjelasan definisi mengenai bidang ilmunya. Epidemiologi dapat
diasumsikan sebagai suatu metode ilmiah. Epidemiologi adalah metode
investigasi yang digunakan untuk mendeteksi penyebab atau sumber dari
penyakit, sindrom, kondisi atau risiko yang menyebabkan penyakit, cedera,
cacat atau kematian dalam populasi atau dalam suatu kelompok manusia.
Seorang ahli epidemiologi sering kali dianggap sebagai seorang "detektif
penyaklt atau epidemi".
Epidemiologi didefinisikan dengan berbagai cara. Salah satu definisiny
adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat, penyebab, pengendalian, dan
faktor yang memengaruhi frekuensi dan distribusi penyakit, kecacatan, dan
kematian manusia dalam. Epidemologi juga meliputi ciri pada pemberian
distribusi kesehatan, penyakit atau masalah kesehatan masyarakat lainnya
berdasarkan usia, jenis kelamin, ras, geografis, agama, pendidikan, pekerjaan
prilaku, waktu, tempat, orang dan lainnya.
Epidemi atau wabah penyakit merupakan salah satu faktor penyebab
terbesar kematian penduduk. Penyebab berjangkitnya wabah yang
menimbulkan kematian bisa disebabkan faktor alamnya, faktor manusianya
maupun dari faktor penyakitnya. Faktor alam dapat berupa gunung meletus,
banjir, kekeringan, sedangkan faktor manusia berkaitan dengan kegiatan
sehari-harinya seperti pembuangan limbah rumah tangga dan cara
mengeksploitasi sumber daya alam

2.1.2 Kaki Gajah (Filiaris)

Penyakit kaki gajah (Filariasis limfatik atau FL) adalah penyakit


menular yang disebabkan cacing nematoda golongan filaria yang hidup di
saluran dan kelenjar limfe, ditularkan melalui gigitan nyamuk genus
Anopheles, Aedes, Culex, Mansonia dan Armigeres. Filariasis di Indonesia
disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu Wuchereriabancrofti,
Brugiamalayi dan Brugiatimori. Penyakit kaki gajah tidak langsung
menyebabkan kematian tetapi menyebabkan kecacatan, kemiskinan dan
masalah sosial. Pada epidemiologi penyakit menular bersumber binatang,
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kejadian
suatu penyakit di suatu daerah. Upaya untuk menekan tingginya angkakasus
yang terjadi harus berdasarkan informasi yang didapat dari penelitian
epidemiologi di lapangan [ CITATION Amb14 \l 1033 ]
Penyakit kaki gajah (Filariasis limfatik atau FL) adalah penyakit
menular yang disebabkan cacing nematoda golongan filaria yang hidup di
saluran dan kelenjar limfe, ditularkan melalui gigitan nyamuk genus
Anopheles, Aedes, Culex, Mansonia dan Armigeres. Filariasis di Indonesia
disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu Wuchereriabancrofti,
Brugiamalayi dan Brugiatimori. Penyakit kaki gajah tidak langsung
menyebabkan kematian tetapi menyebabkan kecacatan, kemiskinan dan
masalah sosial. Pada epidemiologi penyakit menular bersumber binatang,
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kejadian suatu
penyakit di suatu daerah. Upaya untuk menekan tingginya angkakasus yang
terjadi harus berdasarkan informasi yang didapat dari penelitian epidemiologi
di lapangan.[ CITATION PAm14 \l 1033 ]
Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2000, mendeklarasikan “The
Global Goal of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by the year
2020”. Indonesia menetapkan eliminasi filariasis sebagai salah satu prioritas
nasional pemberantasan penyakit menular sesuai dengan Peraturan Presiden
Republik Indonesia nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional tahun 2004-2009. Program pemberantasan
penyakit kaki gajah telah dilaksanakan sejak tahun 2005, terutama di daerah
endemis tinggi. Menteri Kesehatan pada tanggal 8 April 2002, di Desa
Mainan, Kecamatan Banyuasin III, Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera
Selatan telah mencanangkan dimulainya eliminasi penyakit kaki gajah secara
global di Indonesia.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Wabah Filaria (Kaki Gajah)


3.1.1 Gejala Wabah Filaria (Kaki Gajah)
Faktanya, seseorang yang terinfeksi cacing ini  tidak bisa langsung
dipastikan karena penyakit ini memiliki beberapa fase, yaitu tanpa gejala,
akut, dan kronis.
a. Fase tanpa gejala
Saat seseorang terinfeksi cacing filaria, dia tidak akan langsung
menunjukkan gejala tertentu. Meski demikian, pada fase ini sebenarnya
telah terjadi kerusakan sistem aliran getah bening dan limpa, seiring
terjadinya perubahan pada sistem kekebalan tubuh.
b. Fase akut
Ditandai dengan adanya peradangan pada kulit, kelenjar getah
bening, dan pembuluh getah bening, yang biasanya menyertai
pembengkakan kelenjar getah bening yang sudah kronis, dan kaki gajah.
Hal ini disebabkan oleh respons sistem kekebalan tubuh terhadap parasit.
Gejala-gejala yang dapat muncul pada fase akut ini meliputi
demam, pembengkakan kelenjar getah bening, dan pembengkakan pada
tungkai kaki dan kantung zakar.
c. Fase kronis
Saat memasuki fase kronis, pembengkakan jaringan limfa dan
penebalan kulit pada kaki dan zakar bisa terjadi. Pada wanita, dapat terjadi
pembengkakan pada payudara dan organ kelamin.

3.1.2 Faktor Penyebab Wabah Filaria (Kaki Gajah)


Sebagai negara tropis, Indonesia merupakan tempat yang nyaman bagi
nyamuk untuk berkembang biak. Oleh karena itu, wajar jika lebih dari seratus
juta penduduknya berisiko terinfeksi penyakit ini.
Ketika nyamuk mengisap darah seseorang yang mengandung cacing
filaria, maka cacing tersebut akan turut menginfeksi nyamuk. Selanjutnya,
nyamuk yang telah terinfeksi ini akan menyebarkan cacing filaria ketika
menggigit orang lain. Larva cacing filaria kemudian akan tinggal di dalam
pembuluh getah bening.
Di dalam pembuluh getah bening inilah larva cacing filaria akan tumbuh
dewasa dan berkembang biak. Cacing dewasa sendiri bisa hidup hingga 7
tahun lamanya dalam pembuluh getah bening manusia. Mereka akan
menyebarkan jutaan cacing ke dalam pembuluh darah sehingga ketika digigit,
nyamuk bisa menularkannya kepada orang lain.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa faktor risiko
kejadian filariasis berasal dari faktor lingkungan, perilaku masyarakat, dan
faktor sosial ekonomi.
a. Factor Lingkungan
Beberapa penelitian menyebutkan faktor risiko lingkungan terdiri dari:
habitat nyamuk di sekitar rumah, konstruksi plafon yang tidak baik, ventilasi
tanpa kawat kasa, adanya kandang ternak dekat rumah, kepadatan hunian
yang tinggi, adanya barangbarang bergantung, dan sanitasi lingkungan yang
buruk.
b. Faktor Sosial Ekonomi
Faktor Sosial ekonomi terdiri atas: jenis pekerjaan, jenis kelamin, dan
tingkat penghasilan yang rendah.
Tingkat penghasilan yang rendah merupakan salah satu faktor risiko
terjadinya filariasis. Tingkat penghasilan identik dengan kemampuan ekonomi
yang membuat masyarakat mampu memenuhi kebutuhan yang layak seperti
mempunyai kondisi perumahan yang permanen sehingga tidak memberi
peluang nyamuk masuk ke dalam rumah. Selain itu tingkat penghasilan yang
tinggi juga memberi kemampuan pada masyarakat untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang lebih baik.
Faktor sosial ekonomi yang paling berisiko terjadinya filariasis adalah
faktor pekerjaan. Pekerjaan yang dilakukan pada jam-jam nyamuk mencari
darah dapat berisiko untuk terkena filariasis. Khususnya pekerjaan yang
dilakukan pada malam hari. Hal tersebut terjadi karena pada malam hari
nyamuk aktif beraktifitas menggigit.
Semua jenis kelamin dapat terinfeksi filariasis, tetapi insiden pada laki-
laki biasanya lebih tinggi daripada insiden flariasis pada perempuan. Hal
tersebut mengindikasikan jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko
filariasis. Hal ini dikarenakan laki-laki lebih sering melakukan pekerjaan di
malam hari sehingga berpotensi lebih tinggi untuk kontak dengan vector.
c. Faktor Perilaku Masyarakat
Faktor perilaku masyarakat yaitu tidur tanpa kelambu, tinggal dengan
penderita filariasis, kebiasaan keluar rumah pada malam hari, tidak memakai
baju dan celana panjang pada malam hari, tidak menggunakan obat nyamuk,
dan kurangnya pengetahuan tentang filariasis.[ CITATION Ern17 \l 1033 ]
3.1.4 Penanggulangan Wabah
Karena melibatkan nyamuk sebagai perantara, maka cara mencegah
penyakit kaki gajah adalah sebisa mungkin menghindari terkena gigitan
nyamuk, terutama pada waktu pagi dan sore hari. Caranya adalah dengan
membersihkan lingkungan agar nyamuk tidak bersarang, tidur dengan
memakai kelambu, memakai pakaian panjang saat beraktivitas di luar rumah,
dan mengoleskan penangkal nyamuk di kulit yang tidak tertutup pakaian.
Meminum obat cacing rutin setiap tahun dapat membunuh larva cacing
dalam aliran darah. Jika seseorang sudah menderita penyakit kaki gajah maka
dia akan disarankan untuk mengonsumsi obat antiparasit,
seperti albendazole dan ivermectin, atau bersama diethylcarbamazine citrate.
Obat-obatan ini efektif untuk membersihkan darah dari mikrofilaria, sekaligus
mencegah penyebaran kepada orang lain. Untuk membasmi cacing dewasa,
dapat digunakan obat doxycycline. Pemakaian obat di atas juga berperan
sebagai pencegahan terhadap penularan kaki gajah di masyarakat.
Untuk infeksi cacing filaria yang menyebabkan pembengkakan yang
besar di bagian kantung zakar atau mengenai bagian mata, mungkin akan
diperlukan tindakan operasi.
Karena pada dasarnya semua orang rentan terkena penyakit kaki gajah
ini, maka sudah sewajarnya untuk waspada dan melakukan pencegahan sejak
dini. Menjaga kebersihan lingkungan dan kebersihan diri juga penting untuk
mencegah penyebaran penyakit kaki gajah.
3.2 Prilaku Masyarakat Terkait Penyakit Kaki Gajah Dan Program Pengobatan
Massal Di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari, Jambi
Sejak tahun 2005, sebagai unit pelaksana atau IU (implementation unit)
penanganan penyakit kaki gajah adalah setingkat kabupaten/ kota, sebagai satuan
wilayah terkecil dalam program untuk penentuan endemisitas maupun
pelaksanaan pemberian obat massal pencegahan (POMP) penyakit kaki gajah.
Bila kabupaten/ kota sudah endemis penyakit kaki gajah, maka kegiatan POMP
harus segera dilaksanakan. Agar mencapai hasil optimal sesuai dengan kebijakan
nasional eliminasi filariasis dilaksanakan dengan memutus rantai penularan,
POMP filariasis untuk seluruh penduduk di kabupaten/kota kecuali berumur
kurang dari 2 tahun, hamil, sakit berat, penderita kronis penyakit kaki gajah dalam
serangan akut dan balita dengan marasmus/ kwasiorkor (dapat ditunda
pengobatannya).18 Pada penelitian ini hanya 76% yang minum obat dari 279
responden yang menerima obat. Alasan responden yang diberikan obat tapi tidak
meminumnya adalah takut akan efek samping obat. Penelitian yang dilakukan
oleh Santoso et al.20 di Kabupaten Belitung Timur yang telah mengadakan dua
kali pengobatan massal melaporkan hanya 3,8% responden yang tidak minum
obat dari 368 yang diberikan obat, dengan alasan yang sama yaitu takut efek
samping, sesuai dengan hasil penelitian Nandha et al.21 di India. Aksesibilitas
menuju tempat pembagian obat tidak menjadi masalah karena jarak relatif dekat.
Bagi masyarakat yang tidak datang ke tempat pembagian obat akandidatangi oleh
petugas ke rumahuntuk menyerahkan obat. Jenis efek samping yang dialami oleh
responden yang minum obat berturut-turut dari yang paling dominan ke yang
paling jarang adalah kepala pusing, mual, muntah, mengantuk, demam, diare,
gatal-gatal dan jantung berdebar. Ada 2 jenis reaksi pengobatan yang terjadi yaitu
reaksi umum dan reaksi lokal. Reaksi umum terjadi akibat respon imunitas
individu terhadap kematian mikrofilaria, dimana semakin banyak mikrofilaria
yang mati makin besar reaksi pengobatan yang mungkin timbul. Reaksi umum
terdiri dari keluhan sakit kepala, pusing, demam, mual, menurunnya nafsu makan,
muntah, sakit otot, sakit sendi, lesu, gatal-gatal, keluar cacing usus, asma bronkial
dan “wheezing”. Reaksi umum hanya terjadi pada 3 hari pertama setelah
pengobatan massal dan dapat sembuh sendiri tanpa harus diobati. Reaksi lokal
disebabkan oleh matinya cacing dewasa, dapat timbul.sampai 3 minggu setelah
pengobatan massal.22 Penelitian Hochberg et al. (2006)23 di Leogane Haiti
melaporkan gejala yang paling sering muncul adalah sakit kepala, gastrointestinal,
pusing dan demam. Pemeriksaan ICT (immunochromatographic test), penduduk
yang terdiagnosis positif penyakit kaki gajah yang mengalami efek samping
pengobatan berturutturut dari yang paling dominan ke yang paling jarang adalah
sakit kepala, pusing, myalgia dan demam, sedangkan bagi mereka yang
terdiagnosis negatif mengalami efek samping dominan berupa sakit kepala,
gastrointestinal, pusing dan demam. Penelitian di Srilanka yang dilakukan oleh
Weerasooriya et al. (2007),24 melaporkan efek samping yang dominan berturut-
turut adalah sakit kepala, lesu, mengantuk dan pingsan. Mayoritas responden
menyatakan tidak melakukan penimbangan berat badan sebelum diberikan obat,
penimbangan dilakukan pada tahun pertama pengobatan (2009). Idealnya obat
yang diberikan ditentukan berat badan sesuai dengan pedoman pengobatan massal
penyakit kaki gajah dari Kementerian Kesehatan.[ CITATION Amb14 \l 1033 ]

Umumnya responden pernah diberikan obat penyakit kaki gajah dan


mayoritas pemberi obat adalah petugas kesehatan dan kader. Kegiatan pengobatan
massal penyakit kaki gajah selain dilaksanakan oleh petugas kesehatan juga
dibantu oleh masyarakat yang telah dilatih yaitu tenaga pembantu eliminasi
(TPE). TPE diharapkan juga dapat memberikan pemahaman yang benar kepada
masyarakat tentang pentingnya minum obat dalam pengobatan massal dan
penularan penyakit kaki gajah. Peran dan fungsi kader kesehatan menurut Effendi
dan Makhfudli (2009)15 adalah meningkatkan keikut sertaan masyarakat dalam
upaya pembangunan kesehatan melalui pendekatan edukatif yaitu berusaha
menimbulkan kesadaran untuk dapat memecahkan masalah dengan
memperhitungkan sosial budaya setempat. Dengan demikian diharapkan
masyarakat termotivasi untuk mengikuti program pemerintah dalam
pemberantasan penyakit kaki gajah. Motivasi adalah proses mempengaruhi atau
mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mau
melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan. Motivasi atau dorongan (driving
force) dimaksudkan sebagai desakan yang alami untuk memuaskan dan
mempertahankan kehidupan. Berelson dan Gary dalam Muchdarsyah Sinungan
(2003)17 mengemukakan bahwa motivasi adalah keadaan kejiwaan dan sikap
mental yang memberikan energi, mendorong kegiatan atau gerakan dan mengarah
atau menyalurkan perilaku kearah mencapai kebutuhan yang memberikan
kepuasan atau mengurangi ketidak seimbangan.

3.3 Peta Persebaran Wabah Kaki Gajah di Indonesia


BAB IV

KESIMPULAN

1. Filariasis ( penyakit kaki gajah ) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah
suatu infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam
saluran limfe dan kelenjar limfe manusia yang ditularkan oleh nyamuk.
2. Gejala klinis berupa demam berulang 3-5 hari, pembengkakan kelenjar limfe,
pembesaran tungkai, buah dada, dan skrotum.
3. Mekanisme penularan penyakit filariasis yaitu ketika nyamuk yang mengandung
larva infektif menggigit manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria. Tahap
selanjutnya di dalam tubuh manusia, larva memasuki sistem limfe dan tumbuh
menjadi cacing dewasa. Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab
penyumbatan pembuluh limfe. Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe,
tungkai, dan alat kelamin.
4. Penyebab terjadinya penyakit filarisis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki
Gajah ) yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis
nyamuk
5. Usaha-usaha penanganan penyakit filariasis sebagai tenaga kesehatan
lingkungan Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan
nyamuk dan melakukan 3M. Pengobatan menggunakan DEC dikombinasikan
dengan Albendazol dan Ivermektin selain dilakukan pemijatan dan pembedahan.
Upaya rehabilitasi dapat dilakukan dengan operasi.
DAFTAR PUSTAKA

Ambarita, L., Taviv, Y., Sitorus, H., Pahlepi, R., & Kasnodihardjo. (2014).
PERILAKU MASYARAKAT TERKAIT PENYAKIT KAKI GAJAH DAN
PROGRAM PENGOBATAN MASSAL DI KECAMATAN PEMAYUNG
KABUPATEN BATANGHARI, JAMBI. Perilaku Masyarakat, 191-198.

Ernawati , A. (2017). FAKTOR RISIKO PENYAKIT FILARIASIS (KAKI GAJAH).


Litbang, 105-114.

P., A. L., Taviv, Y., Sitorus, H., Kasnodihardjo, & Pahlepi, R. (2014). PERILAKU
MASYARAKAT TERKAIT PENYAKIT KAKI GAJAH DAN PROGRAM
PENGOBATAN MASAL DI KECAMATAN PAMAYUNG KABUPATEN
BATANGHARI, JAMBI. Sumatera Selatan: 191-199.

http://staffnew.uny.ac.id/upload/131655976/penelitian/p-epidemi-1.pdf

https://www.alodokter.com/siapa-bilang-kita-aman-dari-kaki-gajah

https://www.alodokter.com/siapa-bilang-kita-aman-dari-kaki-gajah

Anda mungkin juga menyukai