Anda di halaman 1dari 8

MODERASI BERAGAMA DALAM MENGAMALKAN FIQIH DAN TAUHID DI DESA

SIMONIS KECAMATAN AEK NATAS KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

Santi Ariani Rambe1, Ditami Rahmaika Lubis2, Widya Ayu 3, Ali Ikhwan4.
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
*santiarianirambe@gmail.com

ABSTRAK
Dalam artikel ini membahas tentang fenomena moderasi bergama dalam mengamalkan fiqih dan
tauhid di desa Simonis Kecamatan Aek Natas Kabupaten Labuhan Batu Utara. Dalam
masyarakat yang multibudaya, sikap keberagamaan yang hanya mengakui kebenaran dan
keselamatan secara sepihak, tentu dapat menimbulkan gesekan antar kelompok agama. Melalui
moderasi beragama ini merupakan jalan tengah pemahaman dan pengalaman antara tatharruf
tasyaddud dan tatharruf tasahhul, antara yang berlebihan dan yang berkekurangan, antara
ekstrim lahiriah dan ekstrim bathiniah, antara ekstrim absolutisme dan ekstrim relativisme dan
antara ekstrim yang terlalu kaku dan ekstrim kontekstual yang telalu lentur. Kesimpulan dari
artikel ini bahwa moderasi baragama masyarakat di Desa Simonis Kecamatan Aek Natas
Kabupaten Labuhan Batu Utara lumayan cukup, sebab meskipun adanya perbedaan faham antara
Ahlussunnah wa al-Jama’ah dengan Muhammadiyah, masyarakat desa Simonis tidak saling
membenarkan atau menyalahkan paham yang berbeda melainkan saling menghormati dan
menghargai apa yang dianut oleh masyarakatnya. Namun, pengamalan fiqih dan tauhid di desa
Simonis begitu lemah, dikarenakan tauhid uluhiyah dalam diri masyarakat desa Simonis belum
begitu tertanamkan, seperti kurangnya antusias masyarakat desa Simonis untuk sholat
berjama’ah di Masjid. Selain itu, banyak masyarakat Desa Simonis yang belum tahu
bahwasannya bacaan Alfatihah adalah rukun shalat atau salah satu syarat sah/tidaknya shalat.

Kata Kunci:
Moderasi beragama, Pengamalan fiqih, Tauhid

BAB I PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara yang memiliki penduduk muslim terbanyak di dunia menjadi
sorotan penting dalam hal moderasi Islam. Moderasi adalah ajaran inti agama Islam. Islam
moderat adalah paham keagamaan yang sangat relevan dalam konteks keberagaman dalam
segala aspek, baik agama, adat istiadat, suku dan bangsa itu sendiri (Dawing, 2017, p. 231).

Oleh karena itu pemahaman tentang moderasi beragama harus dipahami secara
kontekstual bukan secara tekstual. Moderasi agama adalah sebuah cara pandang terkait
memahami dan mengamalkan ajaran agama agar dalam melaksanakannya selalu dalam jalur
moderat. Moderat disini dalam arti tidak berlebih-lebihan atau ekstrem. Jadi yang dimoderasi
disini adalah cara beragama bukan agama itu sendiri.

Agama sendiri merupakan sesuatu yang sudah sempurna karena datangnya dari tuhan
yang maha sempurna. Namun cara setiap orang dalam memahami dan mengamalkan ajaran
agama memiliki perbedaan. Hal ini dikarenakan keterbatasan manusia dalam menafsirkan pesan-
pesan agama sehingga muncul keragaman.

Keragaman yang dimaksud disini dalam arti perbedaan pendapat yang merupakan dari
setiap orang dan beragam. Dalam realitas kehidupan nyata, manusia tidak dapat menghindarkan
diri dari perkara-perkara yang berseberangan. Karena itu al-Wasathiyyah Islamiyyah
mengapresiasi unsur rabbaniyyah (ketuhanan) dan insaniyyah (kemanusiaan), mengkombinasi
antara maddiyyah (materialisme) dan ruhiyyah (spiritualisme), menggabungkan antara wahyu
(revelation) dan akal (reason), antara maslahah ammah (al-jamāiyyah) dan maslahah individu
(al-fardiyyah) (Almu’tasim, 2019).

Dalam masyarakat multikultural di Desa Simonis, interaksi sesama manusia cukup tinggi
intensitasnya, sehingga kemampuan sosial warga masyarakat dalam berinteraksi antar manusia
perlu dimiliki setiap anggota masyarakat. Kemampuan tersebut menurut Curtis, mencakup tiga
wilayah, yaitu : affiliation (kerja sama), cooperation and resolution conflict (kerjasama dan
penyelesaian konflik), kindness, care and affection/ emphatic skill (keramahan, perhatian, dan
kasih sayang). (Curtis, 1988).

BAB II ISI
Moderasi Islam di desa simonis adalah paham keagamaan keislaman yang
mengejewantahkan ajaran Islam yang sangat esensial. Ajaran yang tidak hanya mementingkan
hubungan baik kepada Allah, tapi juga yang tak kalah penting adalah hubungan baik kepada
seluruh masyarakat di desa simonis atau disebut juga dengan hablumminallah hablumminannas.
Moderasi Islam mengedepankan sikap keterbukaan terhadap perbedaan yang ada yang diyakini
sebagai sunnatullah dan rahmat bagi masyarakat. Selain itu, moderasi Islam tercerminkan dalam
sikap yang tidak mudah untuk menyalahkan apalagi sampai pada pengkafiran terhadap orang
atau kelompok yang berbeda pandangan.1

Moderasi Islam di desa Simonis lebih mengedepankan persaudaraan yang berlandaskan


pada asas kemanusiaan, bukan hanya pada asas kebangsaan atau disebut dengan ukhwah
islamiyah. Menurut Musthafa (1994) Ukhuwah Islamiyah merupakan suatu ikatan akidah yang
dapat menyatukan hati semua umat Islam walaupun tanah tumpah darah mereka berjauhan,
bahasa dan bangsa mereka berbeda, sehingga setiap individu umat Islam senantiasa terikat antara
satu sama lainya, membentuk suatu bangunan umat yang kokoh, yang mana kekuatan tersebut di
bentuk dengan ikatan akidah sebagai landasan utama untuk membangun masyarakat yang ideal,
2
yang senantiasa terikat antara satu sama lainya. Pemahaman seperti itu menemukan
momentumnya dalam dunia Islam secara umum yang sedang dilanda krisis kemanusiaan dan
Indonesia secara khusus yang juga masih mengisahkan sejumlah persoalan kemanusian akibat
dari sikap yang kurang moderat dalam beragama.

Sejauh pengamatan yang kami lakukan didesa Simonis mayoritas masyarakatnya


beragama islam, dengan aliran Ahlusunnah Wal jamaah dan muhammadiyah. Adapun penjelasan
mengenai penamaan Ahlussunnah wa al-Jama’ah adalah bahwa kata as-Sunnah secara etimologis
berarti jalan atau cara. Yakni, jalan atau cara yang ditempuh oleh para sahabat maupun tabi’in
dalam menghadapi peristiwa termasuk permasalahan terkait dengan penyikapan terhadap ayat-
ayat mutasyabihat. Selain itu, as-Sunnah juga identik dengan hadis Nabi saw. Dengan demikian,
yang dimaksud dengan Ahlussunnah adalah orang-orang yang mengakui serta mempercayai

1
Kementrian Agama RI. (2015). Naskah Akademik Bagi Penyuluh Agama Puslitbang Kehidupan Keagamaan. Jakarta.
2
Musthafa Al-Qudhat, Prinsip-Prinsip Ukhuwah Dalam Islam. Hasanah Ilmu, (Solo: Hasanah Ilmu 1994), hal. 9
kebenaran hadis Nabi tanpa menolaknya. Sementara kata al-Jama’ah berarti golongan kaum
muslimin atau mayoritas. Al-Jama’ah bisa jadi terambil dari sabda Rasulullah saw, ketika
ditanya tentang golongan umatnya yang selamat, yang dijawab beliau: yaitu al-Jama’ah. 3
Sedangkan Faham Islam dalam Muhammadiyah adalah kembali kepada Al Qur’an dan As
Sunnah. Ialah faham Islam yang murni yang merujuk kepada sumber ajaran yang utama yaitu Al
Qur’an dan As Sunnah yang Shohihah dan Maqbulah serta berorientasi kepada kemajuan.
Meskipun adanya perbedaan faham, masyarakat desa Simonis tidak saling membenarkan atau
menyalahkan paham yang berbeda melainkan saling menghormati dan menghargai apa yang
dianut oleh masyarakatnya.

Adapun kelemahan yang kami lihat tentang hubungan beragama di desa Simonis tidak
begitu bayak. Hanya saja masyarakat desa Simonis tidak terlalu mementingkan tauhid dan
pemahaman mereka tentang tauhid masih kurang dan harus banyak belajar lagi. contohnya
banyak kami jumpai masyarakat Desa Simonis yang tidak menanamkan Tauhid Uluhiyah dalam
dirinya. Adapun Tauhid Uluhiyah itu sendiri ialah tauhid ibadah atau tauhid yang mengesakan
Allah SWT dalam perkara-perkara ibadah dengan menghambakan diri hanya kepadanya disertai
dengan ketundukan, keikhlasan, kecintaan, penghormatan dan peribadatan hanya kepadanya
serta tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun. Sependapat dengan Muhammad (2008)
bahwa Pengertian tauhid uluhiyah dalam terminologi syariat Islam sebenarnya tidak keluar dari
kedua makna tersebut. Maka definisinya adalah:“Mengesakan Allah dalam ibadah dan ketaatan.
Atau mengesakan Allah dalam perbuatan seperti sholat, puasa, zakat, haji, nazar, menyembelih
sembelihan, rasa takut, rasa harap dan cinta. Maksudnya semua itu dilakukan: yaitu bahwa kita
melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya sebagai bukti ketaatan dan semata-mata
untuk mencari ridla Allah.4 Dari pengamatan yang kami lihat masyarakat Desa Simonis masih
banyak yang menyepelekan suatu ibadah salah satu contohnya yaitu sholat. Contohnya
kurangnya antusias masyarakat desa Simonis untuk berjama’ah di Masjid. Selain itu, banyak
masyarakat Desa Simonis yang belum tahu bahwasannya bacaan Alfatihah adalah rukun shalat
atau salah satu syarat sah/tidaknya shalat. Menurut Az-Zuhaili (2010) Mayoritas ulama selain
Hanafiyah berkata: “membaca surat al- Fatihah untuk tiap rakaat itu termasuk rukun shalat”.
Ulama Syafi’iyah berkata: membaca surah al-Fatihah itu rukun yang muthlaq dalam shalat.

3
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 76-77.
4
Muhammad Bin Abdullah Al-Buraikan, Ibrahim, Pengantar Studi Aqidah Islam, Jakarta 1998, hlm. 147.
Malikiyyah berkata: membaca surat al-fatihah itu hukumnya fardhu selain makmum dalam shalat
jahriyyah.5

Berbicara mengenai saran kami sebagai mahasiswa terhadap moderasi beragama di desa
Simonis kecamatan Aek Natas kabupaten Labuhan Batu Utara perlu ditingkatkan kembali
pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai fiqih dan tauhid agar masyarakat itu paham
bagaimana cara mengamalkan fiqih dan tauhid secara baik dan benar dengan melaksanakan
kajian rutin yang dilaksanakan di mesjid desa Simonis.

BAB III KESIMPULAN

5
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2010), Jilid 2, h. 22.
Desa Simonis Kecamatan Aek Natas Kabupaten Labuhan Batu Utara mempunyai 6
dusun dengan jumlah seluruh penduduk nya adalah berjumlah 2.745 orang. Agama yang dianut
oleh masyarakat desa Simonis adalah agama islam, dengan jumah pemeluk agama islam adalah
2.745 orang. Dan jumlah mesjid yang ada di desa Simonis sebanyak 6 mesjid dimana di setiap
dusunnya memliki 1 mesjid.
Ruang moderasi beragama di desa Simonis Kecamatan Aek Natas Kabupaten Labuhan
Batu Utara
DESA SANGAT LEMAH CUKUP KUAT ALASAN
LEMAH
Desa Simonis     Banyaknya kami lihat masyarakat
di desa simonis melalaikan
kewajibannya sebagai umat
muslim, sebagai contoh para lelaki
baik tua maupun muda yang lalai
untuk mengerjakan sholat lima
waktu di masjid sedangkan yang
kita tahu bahwasannya dalam islam
lelaki dianjurkan untuk sholat
berjamaah di masjid.
    Setelah shalat magrib di mesjid
anak anak desa Simonis mengaji.
    Dalam melaksanakan perwiritan
laki-laki maupun perempuan tidak
mendatangkan ustad guna untuk
menyimak banyakan yasin
masyarakat desa Simonis.
    Desa Simonis memiliki 9
kelompok pengajian, terbagi
menjadi 6 perwiritan bpak-bapak
antar dusun, 2 perwiritan ibu-ibu,
dan 1 perwiritan remaja mesjid.
Hal tersebut disebabkan jauhnya
jarak antar dusun dan sebagian
masyarakat juga belum memiliki
rumah yang cukup luas untuk
menampung 6 dusun dari desa
Simonis.
    Sebab masyarakat di desa Simonis
sangat antusias saat mahasiswa
KKN UINSU mengadakan
kegiatan islami seperti kegiatan
lomba membaca surah ayat pendek
bagi anak anak, mengaji, dan
kegiatan kajian islami antara
mahasiswa KKN UINSU dengan
remaja mesjid dapat menimbulkan
feedback yang baik bagi
masyarakat di desa Simonis dan
mahasiswa KKN UINSU.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qudhat, Musthafa. (1994). Prinsip-Prinsip Ukhuwah Dalam Islam. Solo: Hasanah Ilmu.

Almu’tasim, A. (2019). Berkaca NU dan Muhammadiyah dalam Mewujudkan Nilai-Nilai


Moderasi Islam di Indonesia. TARBIYA ISLAMIA: Jurnal Pendidikan Dan Keislaman,
8(2), 199–212.

Al-Buraikan, Muhammad Bin Abdullah dan Ibrahim. (1998). Pengantar Studi Aqidah Islam.
Jakarta.

Az-Zuhaili, Wahbah. (2010). Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Gema Insani.

Dawing, D. (2017). Mengusung Moderasi Islam Di Tengah Masyarakat Multikultural. Rausyan


Fikr: Jurnal Studi Ilmu Ushuluddin Dan Filsafat, 13(2), 225–255.

Kementrian Agama RI. (2015). Naskah Akademik Bagi Penyuluh Agama Puslitbang Kehidupan
Keagamaan. Jakarta.

Nasution, Harun. (1986). Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta:
UI Press.

Anda mungkin juga menyukai