Anda di halaman 1dari 19

A.

Pengertian Komunikasi dan Lanjut Usia


Komunikasi merupakan suatu hubungan atau kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan masalah hubungan atau dapat diartikan sebaagai saling tukar-
menukar pendapat serta dapat diartikan hubungan kontak antara manusia baik
individu maupun kelompok. (Widjaja, 1986 : 13)
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang
memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan, dan
meningkatkan kontak dengan orang lain. (Potter & Perry, 2005 : 301)
komunikasi yang biasa dilakukan pada lansia bukan hanya sebatas tukar-menukar
perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dan hubungan intim yang terapeutik.
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan
dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan
waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang
menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO)
menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang
berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Kelompok
lanjut usia ( LANSIA ) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke
atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses
menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi
(Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak
distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan
lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono,
1999;4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994)
menjadi tiga kelompok yakni:
1. Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru
memasuki lansia.
2. Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
3. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70
tahun.
Faktor yang memengaruhi komunikasi
Faktor yang memegaruhi komunikasi baik sebagai faktor pendukung maupun
penghambat terjadinya komunikasi yang efektif tidak lepas dari unsur dalam
komunikasi. Menurut Potter dan Perry (2009), unsur-unsur komunikasi diataranya
ialah:

1. Referen
Referan ialah sesuau yang memotivasi seseorang untuk berkomunikasi dengan
orang lain. Kualitas tidaknya komunikasi seseorang bisa dilihat dari sumber
informasi yang disampaikan. Faktor sumber yang memengaruhi proses komunikasi
ialah bahasa yang digunakan, ketersediaan sumber, dan faktor teknis.
2. Pengirim dan Penerima
Pengirim adalah pihak yang mengirimkan/ menyampaikan informasi/ pesan.
Sedangkan penerima adalah pihak yang menerima dan menguraikan kode pesan.
Komunikasi dapat berjalan dengan lancar dan efektif tidak jarang karena faktor
penampilan dan sikap pengirim dan penerima yang meliputi sikap, ekspresi verbal, dan
non verbal.
3. Pesan
Pesan merupakan isi dari komunikasi. Pesan mengandung bahasa verbal,
nonverbal, dan simbolik. Teknik penyampaian pesan yang digunakan sering terganggu
karena faktor bahasa. Oleh karena itu, penyampaian pesan harus menggunakan bahasa
yang mudah dimengerti.
4. Media
Media merupakan alat penyampaian dan penerimaan pesan melalui indra
penglihatan, pendengaran, dan taktil. Ekspresi wajah mengirimkan pesan visual,
kata-kata memasuki saluran pendengaran, dan sentuhan menggunakan saluran
taktil. Individu akan lebih memahami suatu pesan jika pengirim menggunakan berbagai
media.
5. Umpan balik
Umpan balik merupakan pesan yang dikembalikan oleh penerima. Unsur ini
menunjukkan bahwa penerima telah mengerti arti pesan dari pengirim. Pengirim dan
penerima harus saling terbuka dan sensitif terhadap masing-masing pesan agar
komunikasi berjalan efektif.
6. Variabel interpersonal
Variabel ini merupakan faktor dalam diri pengirim dan penerima yang
memengaruhi komunikasi. Persepsi merupakan salah satu bentuk variabel yang
memberikan pandangan unik masing-masing individu yang terbentuk oleh harapan
dan pengalaman individual. Persepsi akan sangat memengaruhi jalannya komunikasi
karena dalam berkomunikasi haruss ada kesamaan persepsi dan pengertian.
7. Lingkungan
Lingkungan merupakan tempat interaksi bagi pengirim dan penerima. Lingkugan
yang efektif harus memenuhi kebutuhan fisik, emosional, dan keamanan peserta
komunikasi. Tujuan komunikasi akan tercapai jika lingkungan diciptakan senyaman
mungkin, terutama pada lansia dan anak-anak.

Bentuk Komunikasi
Pesan disampaikan secara verbal, nonverbal, konkret, maupun simbolis. Saat
berkomunikasi, individu mengekspresikan dirinya melalui kata, pergerakan, intonasi
suara, ekspresi wajah, dan penggunaan jarak. Menurut Potter & Perry (2009),
bentuk-bentuk komunikasi diantaranya ialah:

 Komunikasi verbal
Komunikasi ini menggunakan kata yang ditulis atau diucapkan.
 Komunikasi nonverbal
Komunikasi ini mencakup seluruh indera dan semua hal yang tidak melibatkan
kata tertulis ataupun ucapan yaitu dengan bahasa tubuh.
 Komunikasi Simbolik
Komunikasi yang baik membutuhkan kesadaran tentang komunikasi simbolik, yaitu
simbol lisan dan nonverbal yang digunakan pihak lain untuk menyampaikan arti.
Seperti Seni dan musik merupakan bentuk komunikasi simbolik.
 Metakomunikasi
Metakomunikasi merupakan istilah luas yang merujuk kepada seluruh faktor yang
memengaruhi komunikasi.

Komunikasi Terapeutik
1. Pengertian komunikasi terapeutik
Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan
(Anas, 2014). Maka di sini diartikan bahwa terapeutik adalah segala sesuatu yang
memfasilitasi proses penyembuhan. Sehingga komunikasi terapeutik itu sendiri
adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu
penyembuhan/ pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi
profesional bagi perawat. Komunikasi mengandung makna bersama – sama
(common). Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin, yaitu
communication yang berarti pemberitahuan atau pertukaran.Kata sifatnya
communis, yang bernakna umum atau bersama – sama (Devi, 2012)
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk
tujuan terapi. Seorang terapis dapat membantu klien mengatasi masalah yang
dihadapinya melalui komunikasi (Damaiyanti, 2014).Komunikasi terapeutik adalah
modalitas dasar intervensi utama yang terdiri atas teknik verbal dan nonverbal
yang digunakan untuk membentuk hubungan antara terapis dan pasien dalam
pemenuhan kebutuhan (Mubarak, 2012). Oleh karena itu, komunikasi terapeutik
merupakan hal penting dalam kelancaran pelayanan kesehatan yang dilakukan terapis
untuk mengetahui apa yang dirasakan dan diinginkan pasien.

Manfaat komunikasi terapeutik


Manfaat komunikasi terapeutik (Anas, 2014) adalah:
a. Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dengan pasien
melalui hubungan perawat-pasien.
b. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, mengkaji masalah, dan
mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.
C. Memberikan pengertian tingkah laku pasien dan membantu pasien mengatasi
masalah yang dihadapi.
D. Mencegah tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri pasien.

1. Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia


Menurut Lilik Ma’arifatul Azizah (2011) Keterampilan komunikasi terapeutik
pada lanjut usia dapat meliputi :
a) Perawat membuka wawancara dengan memerkenalkan diri dan
menjelaskan tujuan dan lama wawancara.
b) Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab berkaitan
dengan pemunduran kemampuan untuk merespon verbal.
c) Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang
sosikulturalnya.
d) Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan
dalam berfikir abstrak.
e) Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan
memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk
dan menyentuh pasien.
f) Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian
pasien dan distres yang ada.
g) Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari
komunikasi dan tindakan.
h) Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan
cermat dan tetap mengobservasi.
i) Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing
bagi pasien.
j) Lingkungan harus dibuat nyaman, kursi harus dibuat senyaman mungkin.
k) Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitive,
suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
l) Perawat harus mengkonsultasi hasil wawancara kepada keluarga pasien.
m) Memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara.

Respon perilaku juga harus diperhatikan, karena perilaku merupakan dasar yang
paling penting dalam perencanaan keperawatan pada lansia. Perubahan perilaku
merupakan gejala pertama dalam beberapa gangguan fisik dan mental. Jika
mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi lingkungan rumah, ini
menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat mengurangi kecemasan pada
lansia. Pengkajian tingkah laku termasuk mendefinisikan tingkah laku,
frekuensinya, durasi dan factor presipitasi. Ketika terjadi perubahan perilaku ini
sangat penting untuk dianalisis.

Karakteristik komunikasi terapeutik pada lansia


Ada 3 hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaiu sebagi
berikut (Arwani, 2003 : 54) :
1. Ikhlas (genuiness)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa diterima dan
pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan bantuan kepada
pasien untuk mengkonsumsikan kondisi secara tepat

2. Empati (Emphaty)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi klien. Objektif dalam
memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan

3. Hangat (warmth)
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat
memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa
mengekspresikan persaannya lebih mendalam.

Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi


Menurut Lilik Ma’rifatul Azizah (2011) pendekatan perawatan lanjut usia antara lain:
a. Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian, yang dialami,
peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai dan dikembangkan
serta penyakit yang dapat dicegah progresifitasnya. Pendekatan ini relative lebih
mudah di laksanakan dan di carikan solusinya karena riil dan mudah di observasi.
b. Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada perubahan
prilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk
melaksanakan pendekatan ini perawat berperan sebagai konselor, advokat,
supporter, interpreter terhadap sesuatu yang asing atau sebagai penampung
masalah-masalah yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.

c. Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi
dalam lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau
mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari
pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama klien maupun dengan
petugas kesehatan.

d. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam hubunganya dengan
Tuhan atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam keadaan sakit.

Teknik berkomunikasi dengan lansia


Menurut Aspiani (2014), karakteristik lansia berbeda-beda sehingga kita harus
memahami lansia tersebut. Dalam berkomunikasi dengan lansia ada teknik-teknik
khusus agar komunikasi yang dilakukan berlangsung lancar dan sesuai tujuan yang
diinginkan, yaitu:
1) Teknik Asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima dan memahami lansia dengan
menunjukkan sikap peduli dan sabar untuk mendengarkan dan memerhatikan
ketika lansia berbicara agar maksud komunikasi dapat dimengerti. Asetif
merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi.
2) Responsif
Reaksi terhadap fenomena yang terjadi pada lansia merupakan suatu bentuk
perhatian yang dapat diberikan. Ketika terdapat perubahan sikap terhadap lansia
sekecil apapun hendaknya mengklarifikasi tentang perubahan tersebut.
3) Fokus
Sikap ini merupakan upaya untuk tetap konsisten terhadap komunikasi yang
diinginkan. Hal ini perlu diperhatikan karena umumnya lansia senang menceritakan hal
yang tidak relevan.
4) Suportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik aspek fisik maupun psikis secara bertahap
menyebabkan emosi lansia menjadi labil. Perubahan ini dapat disikapi dengan menjaga
kestabilan emosi lansia, misalnya dengan mengiyakan, senyum, dan
mengaggukkan kepala ketika lansia berbicara.
5) Klarifikasi
Perubahan yang terjadi pada lansia menyebabkan proses komunikasi tidak berjalan
dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi
penjelasan lebih dari satu kali perlu dilakukan agar maksud pembicaraan dapat
dimengerti.
6) Sabar dan Ikhlas
Perubahan pada lansia yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan. Apabila tidak
disikapi dengan sabar dan ikhlas akan menimbulkan perasaan jengkel sehingga
komunikasi tidak berjalan dengan baik. Hal tersebut menimbulkan kerusakan hubungan
komunikasi.

Teknik pendekatan pada lansia dengan penolakan


Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan sesorang untuk mengakui secara sadar
terhadap pikiran, keiinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadian-kejadian nyata
sesuatu yang merupakan reaksi ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang terjadi
pada dirinya.
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan
penolakan antara lainnya penolakan segera reaksi penolakan klien, yaitu membiarkan
lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu, langkah-langkah yang dapat di
lakukan sebagai berikut :
1. Identifikasi pikiran yang paling membahayakan dengan cara observasi klien
bila sedang mengalami puncak reaksinya.
2. ungkapakan kenyataan yang dialami klien secara perlahan dimulai dari
kenyataaan yang merisaukan
3. Jangan menyokong penolakan klien, akan tetapi berikan perawatan yang cocok
bagi klien dan bicarakan sesering mungkin jangan sampai menolak.

A. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia yaitu :


1. Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak”, “ibu”, kecuali apabila sebelumnya
pasien telah meminta anda untuk memanggil panggilan kesukaannya.
2. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
3. Pertahankan kontak mata dengan pasien
4. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci
komunikasi efektif.
5. Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya.
6. Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa dan
kalimat yang sederhana.
7. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien.
8. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien.
9. Menyederhanakan atau menuliskan instruksi.
10. Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien.
11. Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri penerangan
yang cukup saat berinteraksi.
12. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan, atau bahu.
13. Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi. (adelman, et al 2000).

Menurut Zen (2013), dalam berkomunikasi dengan lansia ada beberapa teknik yang
dapat dilakukan yaitu:

1. Pendekatan perawatan terhadap lansia baik secara fisik, psikologis, sosial, dan
spiritual serta menunjukkan rasa hormat dan keprihatinan.
2. Berkomunikasi menggunakan bahasa yang baik dengan menggunakna kalimat
sederhana dan pendek, kecepatan dan tekanan suara tepat, berikan kesempatan
lansia untuk bicara, hindari pertanyaan yang mengakibatkan lansia menjawab
“ya” dan “tidak” dan ubah topik pembicaraan jika lansia sudah tidak tertarik.
3. Komunikasi nonverbal yang meliputi perilaku, kontak mata, ekspresi wajah, postur
dan tubuh, dan sentuhan.
4. Meningkatkan komunikasi dengan lansia yaitu dengan memulai kontak.
5. Suasana komunikasi harus diciptakan senyaman mungkin saat berkomunikasi
dengan lansia, misalnya posisi duduk berhadapan, jaga privasi, penerangan yang
cukup, dan kurangi kebisingan.

B. Hambatan komunikasi pada lansia

Proses komunikasi dengan lansia akan terganggu apabila ada sikap agresif dan
sikap non asertif. Sikap agresif ditandai dengan beberapa perilaku,
diantaranya berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain, meremehkan
orang lain, memepertahankan haknya dengan menyerang orang lain,
menonjolkan diri sendiri, dan mempermalukan orang lain di depan umum.
Sedangkan tanda sikap non asertif diantaranya ialah menarik diri bila diajak
berbicara, merasa tidak sebaik orang lain, merasa tidak berdaya, tidak berani
mengungkap keyakinan, membiarkan orang lain membuat keputusan untuk
dirinya, tampil pasif (diam), mengkuti kehendak orang lain, mengorbankan
kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain. Selain
itu, kendala lain dalam berkomunikasi dengan lansia ialah gangguan neurologi
yang menyebebkan gangguan bicara, penurunan daya pikir, mudah
tersinggung, sulit menjalin hubungan mudah percaya, gangguan
pendengaran, gangguan penglihatan, gangguan fisik, dan hambatan
lingkungan (Aspiani, 2014).

Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia :


Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu
apabila ada sikap agresif dan sikap nonasertif.
1. Agresif Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan
prilakuprilaku di bawah ini:
1) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
2) Meremehkan orang lain
3) Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
4) Menonjolkan diri sendiri
5) Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan maupun
tindakan.

2. Non asertif Tanda-tanda dari non asertif ini antara lain :


1) Menarik diri bila di ajak berbicara
2) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
3) Merasa tidak berdaya
4) Tidak berani mengungkap keyakinaan
5) Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
6) Tampil diam (pasif)
7) Mengikuti kehendak orang lain
8) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan
orang lain.

A. Cara Untuk Mengatasi Hambatan Komunikasi pada Lansia


Cara untuk mengatasi hambatan komunikasi pada lansia, antara lain:
1. Gunakan umpan balik (feedback)
Setiap orang yang berbicara memperhatikan umpan balik yang diberikan lawan
bicaranya baik bahasa verbal maupun non verbal, kemudian memberikan penafsiran
terhadap umpan balik itu secara benar.
2. Pahami perbedaan individu atau kompleksitas individu dengan baik.
Setiap individu merupakan pribadi yang khas yang berbeda baik dari latar belakang
psikologis, sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan. Dengan memahami, seseorang
dapat menggunakan taktik yang tepat dalam berkomunikasi.
3. Gunakan komunikasi langsung (face to face)
Komunikasi langsung dapat mengatasi hambatan komunikasi karena sifatnya lebih
persuasif. Komunikator dapat memadukan bahasa verbal dan bahasa non verbal.
Gunakan kata-kata yang selektif dapat pula digunakan kontak mata, mimik
wajah, bahasa tubuh lainnya juga meta-language (isyarat diluar bahasa) yang
membuat komunikasi lebih berdaya guna.
4. Gunakan bahasa yang sederhana dan mudah.
Kosa kata yang digunakan hendaknya dapat dimengerti dan dipahamil jangan
menggunakan istilah-istilah yang sukar dimengerti pendengar. Gunakan pola
kalimat sederhana (kanonik) karena kalimat yang mengandung banyak anak
kalimat membuat pesan sulit dimengerti.

Berikut adalah cara lainnya untuk mengatasi hambatan komunikasi pada lansia:
a. Menjaga agar tingkat kebisingan minimum
b. Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol
c. Menjamin alat bantu dengar berfungsi dengan baik
d. Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas
e. Jangan berbicara dengan keras/berteriak
f. Jangan terlalu jauh berdiri di depan klien
g. Perhatikan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana
h. Beri kesempatan pada klien untuk berfikir
i. Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti perkumpulan orang
tua dan kegiatan rohani.
j. Berbicara pada tingkat pemahaman klien
k. Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu tugas atau
keahlian
l. Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat dalam ruangan bersama
anda. Orang ini biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan
dapat membantu proses komunikasi.

B. Pentingnya komunikasi keluarga pada lansia


Keluarga usia lanjut adalah keluarga yang di dalamnya terdapat penduduk lansia
atau anggota keluarga yang seluruhnya berusia lanjut. Salah satu peran keluarga dalam
merawat lansia ialah mempertahankan dan meningkatkan status mental lansia (Mubarok
dkk, 2011). Keluarga dan lansia harus memiliki hubungan yang baik. Berkomunikasi
merupakan salah satu cara menjaga hubungan keluarga dan lansin. Komunikasi penting
untuk lansia karena dapat meningkatkan hubungan sosial di keluarga maupun
masyarakat. Komunikasi dapat menggerakkan dan memelihara kehidupan. Manusia
mampu mengorganisir, memperbaiki, mengembangkan, dan memperluas cara
berkomunikasi sehingga manusia dapat bertahan hidup. Akibat perubahan lansia,
keluarga maupun petugas kesehatan khususnya perawat harus memiliki keyakinan bahwa
lansia harus dipertahankan kemampuan komunikasinya dan menghilangkan pandangan
bahwa lansia sulit diajak berkomunikasi, tidak perlu diajak berkomunikasi, dan tidak
memerlukan komunikasi dengan orang lain atau mengabaikannya.
Keluarga merupakan support sistem utama bagi lansia dalam mempertahankan
kesehatannya. Peran keluarga diantaranya menjaga atau merawat lansia, mempertahankan
atau meningkatkan status mental lansia, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi, dan
memberikan motivasi. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh anggota keluarga
dalam melakukan perannya yaitu membantu mencukupi kebutuhannya,
menghormati dan menghargai, tidak menganggap sebagai beban, mengajak
bepergian, mempertahankan kehangatan keluarga, dan melakukan komunikasi
terarah (Maryam dkk, 2008). Tujuan lansia harus selalu diajak berkomunikasi
ialah menumbuhkan rasa percaya diri lansia kepada pemberi asuhan; memberi
rasa aman nyaman kepada lansin dalam mengungkapkan perasaan; memenuhi
kebutuhan lansia akan kasih sayang; melatih lansia mengembangkan berbicara.
mendengar, dan menerima rangsangan; mempertahankan kemampuan lansia
mengambil keputusan; dan menciptakan atau meningkatkan hubungan sosial
dalam masyarakat (Nugroho, 2009).

Strategi untuk memperbaiki komunikasi dengan pasien lanjut usia yaitu


1. Menggabungkan data pendahuluan sebelum perjanjian untuk bertemu, karena
pasien pasien lanjut usia khas memiliki berbagai masalah kesehatan yang
kompleks.
2. Meminta pasien menceritakan keluhannya hanya sekali (yaitu tidak bercerita dulu
kepada perawat atau asisten kemudian baru kepada anda) untuk meminimalkan
frustasi dankelelahan pasien.
3. Menghindarkan jargon medis.
4. Menyederhanakan dan menuliskan instruksi.
5. Menggunakan diagram, model, dan gambar.
6. Menjadwalkan pasien lanjut usia terlebih dahulu, karena mereka umumnya lebih
siap darisegi waktu dan secara klinis cenderung kurang sibuk.
7. Mengenal Kultur dan Budaya
8. ekspresi yang menyenangkan.
9. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan, lengan, atau bahu.
10. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa, membiarkan pasien selama beberapa
menit untuk mengekspresikan masalahnya jika mampu
11. Memastikan bahwa agenda pasienlah yang anda hadapi
12. Meminta pasien lanjut usia untuk mengulang kembali setiap instruksi yang penting
13. Memberikan instruksi tertulis paling tidak dengan huruf berukuran 14.
14. Ingatlah pentingnya masalah psikososial ketika merawat pasien lanjut usia.
15. Jangan mengabaikan pasien.
16. Bertanyalah dengan pertanyaan sederhana yang hanya memerlukan jawaban “ya”
atau“tidak” dan bahasa tubuh sederhana.
17. Ketika melakukan pemeriksaan, berikan instruksi satu persatu.3. Pertemuan
dengan keterlibatan pihak ketiga.
18. Persiapkan lingkungan ruang pemeriksaan dengan 3 kursi dalam bentuk segitiga.
Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi pada lansia
a. Faktor klien meliputi kecemasan dan penurunan sensori (penurunan pendengaran
dan penglihatan, kurang hati-hati, tema yang menetap, misal kepedulian terhadap
kebugaran tubuh, kehilangan reaksi, mengulangi kehidupan, takut kehilangan
kontrol, dan kematian).
b. Faktor perawat meliputi perilaku perawat terhadap lansia dan ketidakpahaman
perawat.
c. Faktor lingkungan: lingkungan yang bising dapat menstimulasi kebingungan lansia
dan terganggunya penerimaan pesan yang disampaikan.

GANGGUAN YANG SERING DIJUMPAI PADA LANSIA

1. Gangguan neurology sering menyebabkan gangguan bicara dan berkomunikasi


dapat juga karena pengobatan medis, mulut yang kering dan lain-lain.
2. Penurunan daya pikir sering menyebabkan gangguan dalam mendengarkan,
mengingat dan respon pada pertanyaan seseorang.
3. Perawat sering memanggil dengan “nenek”, “sayang”, dan lain-lain. Hal tersebut
membuat tersinggung harga dirinya dianjurkan memanggil nama panggilannya.
4. Dianjurkan menegur dan mendengarkan dengan penuh perhatian.
5. Perbedaan budaya hambatan komunikasi, dan sulit menjalin hubungan saling
percaya.
6. Gangguan syaraf dalam pendengarannya
7. Gangguan penglihatan sehingga sulit menginterprestasikan pesan - pesan non-
verbal. 8. “Overload” dari sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu waktu
atau banyak orang berkomunikasi dalam yang sama sehingga kognitif berkurang.
8. Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam pembicaraan misalnya
focus pada rasa sakit, haus, lapar, capai, kandung kemih penuh, udara yang tidak
enak, dan lain-lain.
9. Hambatan pada pribadi : penurunan sensoris, ketidaknyamanan fisik, efek
pengobatan dan kondisi patologi, gangguan fungsi psikososial, karena depresi
atau dimensia, gangguan kontak dengan realita.
10. Hambatan dalam suasana/lingkungan tempat wawancara : ribut/berisik, terlalu
banyak informasi dalam waktu yang sama, terlalu banyak orang yang ikut bicara,
peerbedaan budaya, perbedaan, bahasa, prejudice, dan strereotipes.

PRINSIP GERONTOLOGI UNTUK KOMUNIKASI


Menurut Wahyudi (2008) lansia mengalami penurunan daya ingat mngalami kesulitan
untuk mengerti apa yang dikatakan orang lain. Hal ini sangat membingungkan lansia
dan perawat oleh karena itu perlu diciptakan komunikasi yang mudah antara lain :

1. Buat percakapan yang akrab


a. Sebutkan nama orang tersebut untuk menarik perhatiannya
b. Bicara langsug kepada orang tersebut dan bertatap muka dan fokus kepada
matanya
c. Sentuh lengan atau tangan agar ia terfokus kepada pembicara
2. Pakailah kalimat yang pendek dan sederhana
a. Gunakan kalimat yang singkat dan mudah dimengerti
b. Bicara dengan singkat dan jelas
3. Ulangi kalimat secara tepat
a. Apabila orang tersebut tidak mengerti suatu kata dapat diganti dengan kata
lainnya dan diulang
4. Beri pilihan yang sederhana
a. Ajukan pertanyan yang memerlukan jawaban “iya” atau “tidak”
b. Batasi pilihan dalam pertanyaan seperti, “Apakah kakek mau teh?”
bukan,“Apakah kakek mau mium sesuatu?”

Hambatan Komunikasi Terapeutik pada Lansia

1) Pasien dengan Defisit Sensorik


Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan yang terkait dengan
usia, keduanya memerlukan adaptasi dalam berkomunikasi. Penelitian mengindikasikan
bahwa 16% - 24% individu berusia lebih dari 65 tahun mengalami pengurangan
pendengaran yang mempengaruhi komunikasi (Crews & Campbell, 2004 ; Mitchell,
2006). Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, jumlah gangguan sensorik meningkat
menjadi lebih dari 60% (Chia et al., 2006). Aging/penuaan mengakibatkan penurunan
fungsi pendengaran yang dikenal sebagai presbyacussis, yang terutama berkenaan dengan
suara berfrekuensi tinggi. Suara berfrekuensi tinggi adalah suara konsonan yang
berdampak pada pemahaman pasien diawal dan akhir kata. Sebagai contoh, jika anda
berkata “Take the pill in the morning (Minumlah pil dipagi hari)”, pasien akan
mendengar vokal dalam kata tetapi pasien dapat berpikir anda berkata “Rake the hill in
the morning (Dakilah bukit dipagi hari)” (Fook & Morgan, 2000 ; Ross et al., 2007).
Gangguan visual yang berhubungan dengan usia meliputi reduksi diameter pupil; lensa
mata menguning, yang mempersulit untuk membedakan warna dengan panjang
gelombang pendek seperti lavender, biru, dan hijau; dan menurunkan elastisitas ciliary
muscles, yang mengakibatkan penurunan akomodasi ketika bahan cetakan dipegang
diberbagai jarak. Kebanyakan pasien lanjut usia mengalami penyakit mata yang
menurunkan ketajaman penglihatan (mis. katarak, degenerasi macular, glaucoma,
komplikasi ocular pada diabetes). Lebih dari 15% orang tua berusia lebih dari 70 tahun
melaporkan penglihatannya yang buruk, dan 22% lagi melaporkan penglihatannya hanya
cukup untuk jarak tertentu (Crews & Campbell, 2004). Bagi mereka yang berusia diatas
80 tahun, 30% melaporkan penglihatannya yang terganggu (Chia et al., 2006).

2) Pasien dengan Demensia


Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki lebih kurang 5,2 juta penduduk
berusia lanjut yang diantaranya menderita beberapa bentuk demensia, dan jumlahnya
diprediksi akan meningkat dua kali lipat pada 30 tahun yang akan datang (Hingle &
Sherry, 2009). Sebagai akibatnya, dokter dapat berharap untuk menemui lebih banyak
pasien demensia dan pasien tersebut datang berkunjung ke dokter ditemani oleh anggota
keluarga atau perawat nonformal lain (Vieder et al.,2002). (istilah caregiver digunakan
dari point ini untuk merujuk pada setiap orang yang menemani kunjungan yang
merupakan informal caregiver). Penilaian dan pengobatan pasien lanjut usia dengan
demensia juga akan sangat membantu bila melibatkan caregiver (Roter, 2000). Ada
banyak tingkatan demensia, yang memiliki berbagai kesulitan komunikasi. Pasien pada
stadium awal sering mengalami masalah untuk menemukan kata yang ingin disampaikan,
pasien banyak menggunakan kata-kata yang tidak memiliki makna, seperti “hal ini”,
“sesuatu”, dan “anda tahu”. Pada demensia parah, pasien dapat menggunakan jargon
yang tidak dapat dipahami atau bisa hanya berdiam diri (Orange & Ryan, 2000).
Demensia memiliki efek yang merugikan pada penerimaan dan ekspresi komunikasi
pasien. Sebagian besar pasien mengalami kehilangan memori dan mengalami kesulitan
mengingat kejadian yang baru terjadi. Sebagian pasien demensia memiliki rentang
konsentrasi yang sangat singkat dan sulit untuk tetap berada dalam satu topik tertentu
(Miller, 2008).

3) Pasien yang Ditemani oleh Caregiver


Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah adanya orang ketiga, dengan
seorang anggota keluarga atau caregiver informal lainnya yang hadir sedikitnya pada
sepertiga kunjungan geriatrik (Roter, 2000). Meskipun caregiver dapat mengasumsikan
berbagai peran, termasuk pendukung, peserta pasif, atau antagonis, pada sebagian besar
kasus, caregiver menempatkan kesehatan orang yang mereka cintai sebagai prioritasnya.
Caregiver sangat penting untuk sistem perawatan kesehatan lanjut usia. Mereka tidak
hanya membantu dengan nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-hari, tugas rumah tangga,
pemberian obat, transportasi, dan perawatan lain untuk pasien lanjut usia, caregiver
membantu memudahkan komunikasi antara dokter dan pasien serta mempertinggi
keterlibatan pasien dalam perawatan mereka sendiri (Clayman et al., 2005 ; Wolff &
Roter, 2008). Juga merupakan hal penting untuk memperlakukan pasien lanjut usia dalam
konteks atau sudut pandang caregiver-nya agar didapatkan hasil terbaik bagi keduanya
(Griffith et al., 2004).
DAFTAR PUSTAKA
Lueckenotte, Annette Giesler. 1997. Pengkajian Gerontologi. Jakarta: EGC.
Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta: EGC.
Nugroho, Wahyudi, 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatri. Jakarta : EGC Azizah,
Lilik. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graba Ilmu
Kushariyadi. 2017. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba
Medika Indrawati. 2016. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta : EGC

Daftar pustaka :
Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika

Anas T, 2014, Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.


Devi C, 2012, Komunikasi Terapeutik, Perilaku, Perawat. Pengetahuan
Damaiyanti M, 2014, Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan. Bandung:
PT. Refika Aditama.
Mubarak, W I dan Chayatin N, 2012, Ilmu Keperawatan Komunitas Pengantar dan
Teori. Jakarta : Salemba Medika
Arwani. 2003. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta : EGC
Azizah, Lilik Ma’arifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu
DAFTAR PUSTAKA
Aspiani, Reny Yuli. 2014. Buku ajar keperawatan gerontik aplikasi jilid 2 aplikasi
NANDA, NIC, NOC. Jakarta: CV. Trans Info Media
Zen, Pribadi. 2013. Panduan komunikasi efektif untuk bekal keperawatan
profesional. Yogyakarta: D-Medika.

http://repo.unand.ac.id/18537/1/buku%20rika.pdf

Anda mungkin juga menyukai