Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMBELAJARAN LUAR KELAS

RUMAH SAKIT UMUM KOTA TARAKAN

NAMA : NIKEN RAHMAWATI

NPM : 2040704010

RUANGAN : AGATIS

PROGRAM S1 KEBIDANAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN

TARAKAN

2021
PEMASANGAN PIPA NASOGASTRIK (NASOGASTRIC TUBE/NGT )

A. Pengertian

Pemasangan Pipa Nasogastrik (NGT) adalah prosedur memasukkan pipa


panjang yang terbuat dari polyurethane atau silicone melalui hidung,
esofagus sampai kedalam lambung dengan indikasi tertentu. Sangat
penting bagi mahasiswa kedokteran untuk mengetahui cara pemasangan
pipa NGT dan mengetahui pipa NGT tersebut sudah masuk dengan benar
pada tempatnya.

B. Indikasi

1. Dekompresi isi lambung

Mengeluarkan cairan lambung pada pasien ileus obstruktif/ileus

paralitik peritonitis dan pankreatitis akut.

Perdarahan saluran cerna bagian atas untuk bilas lambung

(mengeluarkan cairan lambung)

2. Memasukkan Cairan/Makanan ( Feeding, Lavage Lambung)

Pasien tidak dapat menelan oleh karena berbagai sebab

Lavage lambung pada kasus keracunan

3. Diagnostik

Membantu diagnosis dengan analisa cairan isi lambung.

C. Kontraindikasi

1. Pasien dengan maxillofacial injury atau fraktur basis cranii fossa


anterior.

Pemasangan NGT melalui nasal berpotensi untuk misplacement NGT

melalui fossa cribiformis, menyebabkan penetrasi ke intrakranial


2. Pasien dengan riwayat striktur esofagus dan varises esofagus.

3. Pasien dengan tumor esofagus

D. Bahan dan Alat


 Handscoen
 Selang nasogastrik (Nasogastric
 tube) Jeli silokain atau K-Y jelly
 Stetoscope
 Spoit 10 cc
 Non-allergenic
 tape Curved Basin
 Suction

E. Prosedur Tindakan

1. Melakukan Informed Consent kepada pasien:

a. Menjelaskan indikasi pemasangan NGT sesuai dengan kondisi pasien

b. Prosedur pemasangan NGT.

c. Meminta persetujuan pasien.

2. Menyiapkan peralatan dan bahan untuk pemasangan NGT.

3. Mencuci tangan dan memakai Personel Protective Equipment


( Handscoen).

4. Memposisikan pasien setengah duduk dengan kepala sedikit di tekuk


ke depan (High Fowler) bila pasien sadar.

5. Memposisikan pasien dalam posisi telentang jika pasien tidak sadar.


6. Melakukan pengukuran / perkiraan batas lambung dengan
menggunakan NGT, yaitu dari hidung ke telinga, lalu dari telinga ke
processus xiphoideus. Menentukan batas NGT.

7. Mengoles NGT dengan K-Y Jelly.

8. Memasukkan NGT melalui hidung secara pelan-pelan sampai


mencapai lambung (sampai batas yang telah ditentukan sebelumnya) .

9. Menguji letak NGT apakah sudah sampai lambung dengan


menggunakan metode Whoosh tes :

a. Memasang membran stetoskop setinggi epigastrium kiri.

b. Melakukan aspirasi udara dengan spoit 10 cc.

c. Memasang spoit 10 cc yang telah berisi udara ke NGT.

d. Menyemprotkan udara yang berada di dalam spoit dengan cepat sambil


mendengarkan ada tidaknya suara “whoosh” pada stetoskop. Jika
terdengar suara “whoosh” maka NGT telah masuk ke dalam lambung. Jika
tidak terdengar maka selang NGT dimasukkan/dikeluarkan beberapa cm.
Kemudian dilakukan pengulangan metode “whoosh” hingga terdengar
suara pada stetoskop.

10. Melakukan fiksasi NGT pada hidung dengan menggunakan plester.

11. Menyambungkan NGT dengan botol penampung.

12. Membuka dan membuang handschoen pada tempat sampah medis.

13. Melakukan cuci tangan.

Daftar Pustaka

Pramana, Triyanta Yuli, Aritantri Darmayani. 2019, Keterampilan


Pemasangan Nasogastric Tube (NGT), Fakultas Kedokteran, Universitas
Sebelas Maret Surakarta 2019
PENGUKURAN ANTROPOMETRI

A. Pengaturan

Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthoropos artinya


tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran tubuh.
Dan antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat
gizi. Penggunaan antropometri, khususnya pengukuran berat badan
pernah menjadi prinsip dasar pengkajian gizi dalam asuhan medik. Berikut
ukuran antropometri:

1. Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling


sering digunakan. Berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak,
air, dan mineral pada tulang. Berat badan seseorang sangat dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain : umur, jenis kelamin, aktifitas fisik, dan
keturunan (Supariasa, 2001).

2. Tinggi Badan (TB)

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan gizi yang
telah lalu dan keadaan sekarang jika umur tidak diketahui dengan tepat.
Disamping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting,karena
menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan, faktor umur bisa
dikesampingkan. Tinggi badan merupakan antropometri yang
menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal.

3. IMT (Indeks Masa Tubuh)

 Menggunakan Berat Badan dan Tinggi badan

Kategori IMT (kg/m2)

 Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,00


 Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,00 – 18,49
 Normal 18,50 – 24,99
 Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,00 – 26,99
 Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,00

4. Lingkar Lengan Atas (LiLA)

 Nilai normal adalah 23,5 cm


 LiLA WUS dengan resiko KEK di Indonesia < 23,5 cm

5. PENGUKURAN LINGKAR PERUT

Pengukuran lingkar perut dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya


obesitas abdominal/sentral. Jenis obesitas ini sangat berpengaruh
terhadap kejadian penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus, yang
akhir-akhir ini juga erat hubungannya dengan kejadian sindroma
metabolik. Nilai normal pengukuran lingkar perut di Indonesia.

 Obesitas sentral
 Laki-laki 90 > 90
 Perempuan 80 > 80

C. ALAT YANG DIGUNAKAN

1. Timbangan Seca (mengukur berat badan)

2. Microtoice (mengukur tinggi badan)

3. Alat ukur tinggi lutut

4. Pita LILA

5. Pita Lingkar Pinggang

6. Skinfold Caliper

D. PROSEDUR PENGUKURAN
a. Berat Badan

1. Subjek mengenakan pakaian biasa (usahakan dengan pakaian yang


minimal) serta tidak mengenakan alas kaki.

2. Pastikan timbangan berada pada penunjukan skala dengan angka 0,0.

3. Subjek berdiri diatas timbangan dengan berat yang tersebar merata


pada kedua kaki dan posisi kepala dengan pandangan lurus ke depan.
Usahakan tetap tenang.

4. Bacalah berat badan pada tampilan dengan skala 0,1 kg terdekat.

b. Tinggi Badan

1. Subjek tidak mengenakan alas kaki, lalu posisikan subjek tepat di


bawah Microtoice.

2. Kaki rapat, lutut lurus, sedangkan tumit, pantat dan bahu menyentuh
dinding vertikal.

3. Subjek dengan pandangan lurus ke depan, kepala tidak perlu


menyentuh dinding vertikal. Tangan dilepas ke samping badan dengan
telapak tangan menghadap paha.

4. Mintalah subjek untuk menarik napas panjang dan berdiri tegak tanpa
mengangkat tumit untuk membantu menegakkan tulang belakang.
Usahakan bahu tetap santai.

5. Tarik Microtoice hingga menyentuh ujung kepala, pegang secara


horisontal. Pengukuran tinggi badan diambil pada saat menarik napas
maksimum, dengan mata pengukur sejajar dengan alat penunjuk angka
untuk menghindari kesalahan penglihatan.

6. Catat tinggi badan pada skala 0,1 cm terdekat.

c. Tinggi Lutut
1. Objek duduk dengan salah satu kaki ditekuk hingga membentuk sudut
90o proximal hingga patella. Gunakan mistar siku-siku untuk menentukan
sudut yang dibentuk.

2. Letakkan alat ukur dengan dasar (titik 0) pada titik tengah lutut dan
tarik hingga telapak kaki.

3. Baca alat ukur hingga 0,1 cm terdekat.

d. LILA

1. Subjek diminta untuk berdiri tegak.

2. Tanyakan kepada subjek lengan mana yang aktif digunakan. Jika


yang aktif digunakan adalah lengan kanan, maka yang diukur adalah
lengan kiri, begitupun sebaliknya.

3. Mintalah subjek untuk membuka lengan pakaian yang menutup


lengan yang tidak aktif digunakan.

4. Untuk menentukan titik mid point lengan ditekuk hingga membentuk


sudut 90o, dengan telapak tangan menghadap ke atas. Pengukur berdiri
di belakang subjek dan menentukan titik tengah antara tulang atas pada
bahu dan siku.

5. Tandailah titik tersebut dengan pulpen.

6. Tangan kemudian tergantung lepas dan siku lurus di samping badan


serta telapak tangan menghadap ke bawah.

7. Ukurlah lingkar lengan atas pada posisi mid point dengan pita LILA
menempel pada kulit. Perhatikan jangan sampai pita menekan kulit atau
ada rongga antara kulit dan pita.

8. Catat hasil pengukuran pada skala 0,1 cm terdekat

e. Lingkar Pinggang
1. Subjek menggunakan pakaian yang longgar (tidak menekan)
sehingga alat ukur dapat diletakkan dengan sempurna. Sebaiknya pita
pengukur tidak berada di atas pakaian yag digunakan.

2. Subjek berdiri tegak dengan perut dalam keadaan yang rileks.

3. Letakkan alat ukur melingkari pinggang secara horisontal, dimana


merupakan bagian terkecil dari tubuh. Bagi subjek yang gemuk, dimana
sukar menentukan bagian paling kecil, maka daerah yang diukur adalah
antara tulang rusuk dan tonjolan iliaca. Seorang pembantu diperlukan
untuk meletakkan alat ukur dengan tepat.

4. Lakukan pengukuran di akhir ekspresi yang normal dengan alat ukur


tidak menekan kulit.

5. Bacalah hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm terdekat.

f. Lingkar Panggul

1. Subjek mengenakan pakaian yang tidak terlalu menekan.

2. Subjek berdiri tegak dengan kedua lengan berada pada sisi tubuh dan
kaki rapat.

3. Pengukur jongkok di samping subjek sehingga tingkat maksimal dari


panggul terlihat.

4. Lingkarkan alat pengukur secara horisontal tanpa menekan kulit.


Seorang pembantu diperlukan untuk mengatur posisi alat ukur pada sisi.

5. Bacalah dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm


terdekat

Daftar Pustaka

Widardo, 2018. Buku Manual Keterampilan Klinik Topik Antrometri,


Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai