Anda di halaman 1dari 3

Nama : Rima Eka Juliarti

NIM : K012211019
Mata Kuliah : Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (B)

Keterlibatan Interest Group dalam Pandemi COVID-19

Sejak awal Maret 2020 hingga saat ini, jumlah kasus terpapar COVID-19 di Indonesia
terus mengalamipeningkatan dan tersebar di seluruh provinsi. Pandemi COVID-19 berdampak
pada berbagai sektor kehidupan. Selain sektor kesehatan, COVID-19 juga mengancam
kehidupan sosial, ekonomi dan pendidikan. Pada aspek kehidupan sosial misalnya, terjadi
hubungan sosial yang terbatas, disorganisasi dan disfungsi sosial terjadi di masyarakat. Selain
itu, sektor perekonomian terdampak cukup signifikan sebagai akibat dari penerapan PSBB dan
PPKM. Pemberlakuan PSBB secara langsung ataupun tidak langsung telah mengakibatkan
sektor industri dan jasa melakukan berbagai langkah untuk mengurangi biaya produksi dengan
cara menutup pabrik/kantor, merumahkan karyawan sampai dengan pemutusan hubungan kerja
(PHK). Merespon situasi yang terjadi sebagai akibat dari pandemi COVID-19 yang telah
mengancam berbagai sektor kehidupan, pemerintah juga pernah menerapkan kebijakan New
Normal yang kemudian beralih menjadi Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB).
Penerapan New Normal, PSBB dan PPKM perlu direncanakan secara komprehensif.
Dalam pelaksanaannya, kebijakan ini memerlukan kolaborasi kelompok kepentingan. Dalam
dunia politik, kelompok kepentingan (interest group) dimaknai sebagai sekumpulan individu
yang mengadakan persekutuan dan mempunyai tujuan untuk memengaruhi serta meyakinkan
keputusan politik para pejabat publik agar bertindak sesuai dengan kepentingan anggota
kelompoknya. Kelompok kepentingan sering kali menjadi penggalang isu, penyebar gagasan,
maupun perumus kebijakan. Umumnya kekuatan yang dimiliki kelompok kepentingan berasal
dari status anggota kelompok tersebut ataupun sumber daya manusia yang dimiliki baik berupa
dana maupun koneksi.
Menurut Gabriel Almond, terdapat empat tipe kelompok kepentingan yaitu:
1. Institutional interest groups, merupakan bagian dari beberapa elite politik, seperti para alim
ulama, anggota parlemen, tentara, dan berbagai elite politik.
2. Associational interest groups, yaitu kelompok yang bersifat formal dan anggotanya berasal
dari profesi yang sama, seperti IDI, PGRI, KDI, dan lain-lain.
3. Non-associational Interest groups, yaitu kelompok yang terorganisasi secara informal terdiri
atas kelompok etnis, suku, agama, dan lain-lain.
4. Anomic Interest groups, yaitu kelompok yang bersifat spontan dalam beberapa kejadian
misalnya, kelompok demonstrasi.
Dari empat tipe kelompok kepentingan di atas yang paling efektif dalam menyampaikan
pendapat kepada pemerintah serta mendapatkan dukungan dari rakyat adalah kelompok
institusional dan asosiasional. Pada dasarnya kelompok kepentingan hampir sama dengan partai
politik yaitu sebagai katalisator penghubung utama antara pemerintah dan yang diperintah
(masyarakat). Hanya saja fungsi kelompok kepentingan terbatas pada agregasi kepentingan dan
artikulasi kepentingan. Kelompok kepentingan hanya bertujuan untuk memengaruhi kebijakan
pemerintah ataupun partai politik yang berwenang agar mendukung setiap kegiatan sesuai
dengan keinginan kelompoknya. Sedangkan partai politik secara terang-terangan bertujuan untuk
memperoleh, bahkan menguasai jabatan-jabatan politik maupun pemerintahan melalui pemilu.
Dalam mengartikulasikan kepentingannya, kelompok kepentingan memanfaatkan
beragam macam cara, seperti melobi dengan para birokrat, negoisasi terhadap politisi, membuat
riset dan petisi serta mengoordinasikan gerakan-gerakan hingga melakukan aksi-aksi kekerasan
tertentu. Metode atau cara yang digunakan oleh kelompok kepentingan untuk memberikan
pengaruh dapat dilakukan melalui: (1) Birokrasi, (2) Partai politik, (3) Media massa, dan lainnya.
Kelompok kepentingan berperan dalam menyuarakan, mewakili, dan melindungi tuntutan
atau kepentingan kelompok sebagai bagian dari rakyat kepada pemerintah agar didengarkan dan
diakomodasi oleh pemerintah dalam membuat suatu kebijakan publik dalam memerintah.
Organisasi non–pemerintah termasuk di dalamnya lembaga sosial dan keagamaan, dapat
berperan membantu memberikan edukasi kepada masyarakat. Sementara itu, perusahaan yang
bergerak di bidang industri, jasa dan media berperan membantu pemerintah menyediakan sarana
dan prasarana, menyebar luaskan informasi, melakukan pengawasan serta menjalankan protokol
kesehatan. Sedangkan kalangan akademisi dapat menyumbangkan berbagai kajian multidisplin
untuk memberi masukan terhadap pelaksanaan New Normal, PSBB dan PPKM. Kemudian,
masyarakat berpartisipasi dalam menjalankan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan secara
disiplin.
Seiring perkembangan zaman, pengaruh yang dibawa oleh kelompok kepentingan
menjadi semakin meningkat dan cukup luas. Seperti yang terlihat saat ini, keterlibatan kelompok
kepentingan di tengah pandemi kian memanas, bahkan sampai menimbulkan isu provokasi.
Terlebih saat ini masyarakat sangat sensitif terhadap pemberitaan mengenai para pejabat atau
elite politik yang ingin mendapatkan perlakuan berbeda dengan rakyat lainnya terkait pelayanan
kesehatan.
Contohnya, berita yang menjadi sorotan masyarakat mengenai pernyataan yang
dilontarkan oleh Waksekjen dari salah satu partai politik di mana dalam pernyataannya ia
meminta pemerintah untuk menyediakan rumah sakit COVID-19 khusus bagi pejabat negara.
Tentu saja hal ini menyulut emosi masyarakat. Tanggapan yang dikemukakan masyarakat pun
cukup beragam. Mengingat bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia artinya semua warga
negara berhak mendapatkan pelayanan yang sama tanpa harus memandang status ataupun
jabatan sehingga dapat dikatakan bahwa pernyataan tersebut tidak baik dilontarkan apalagi
melihat kondisi masyarakat saat ini masih susah mendapatkan pelayanan rumah sakit, bahkan
sampai ada yang meninggal dunia karena terlambat ditangani.
Contoh lainnya yaitu ketika peluncuran program kartu prakerja pada awal pandemi yang
kemudian dimanfaatkan oleh kelompok kepentingan dengan alasan sebagai solusi masalah
publik dan belum lama ini terjadi pula korupsi dana bantuan sosial yang dilakukan oleh pihak-
pihak tidak bertanggung jawab. Padahal bantuan-bantuan tersebut sangat dibutuhkan oleh
masyarakat di keadaan pandemi seperti ini. Dalam kebijakan Kartu Prakerja tidak ada informasi
kepada publik apakah proses konsultasi dengan masyarakat dilakukan, bagaimana prosesnya, dan
siapa yang diundang. Sebagai sebuah kebijakan, Kartu Prakerja bukanlah solusi yang mengakar
pada masalah publik. Kartu Prakerja adalah solusi yang dimodifikasi untuk mengakomodir
kepentingan kelompok.
Dari sisi manajemen hingga pelaksanaan, Kartu Prakerja tidak memperlihatkan
kesesuaian dengan rencana pemerintah. Dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah 2020,
pemerintah menargetkan pembentukan sebuah lembaga pengelola Kartu Prakerja yang
profesional. Lembaga ini perlu dijalankan oleh orang-orang yang punya keahlian di bidang
pelatihan dan ketenagakerjaan. Saat ini, manajemen pelaksana program Kartu Prakerja diisi oleh
pejabat dari di Kantor Staf Presiden (KSP), sebuah pusat kendali pemerintahan dan pengendalian
prioritas nasional, yang tidak memiliki latar belakang yang selaras dengan kebutuhan lembaga.
Misalnya, posisi direktur eksekutif diisi seorang ekonom; sedangkan posisi direktur komunikasi
diisi orang yang sebelumnya memegang jabatan Government Relation di Gojek dan Treasury
Director di Visa.
Kartu Prakerja tidak mendorong pelatihan yang terkait industri 4.0 seperti yang
dicanangkan dalam (RPJMN) 2020-2024 maupun oleh Kementerian Perindustrian. Berdasarkan
peta jalan “Making Indonesia 4.0”, Kementerian Perindustrian menetapkan lima sektor
manufaktur prioritas: industri makanan dan minuman; tekstil dan pakaian; otomotif; elektronik;
dan kimia. Dalam laman resmi Kartu Prakerja, tidak ada pelatihan terkait kelima industri diatas.
Beberapa contoh pelatihan yang ditawarkan lewat program ini adalah tentang berjualan online,
tata rias, dan fotografi.
Pelatihan yang diberikan juga bertentangan dengan prinsip-prinsip vokasi. Berdasarkan
UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan vokasi bertujuan meningkatkan penguasaan
keahlian terapan tertentu. Maka, pendidikan vokasi perlu mendorong lebih banyak praktek
daripada teori. Pelatihan yang ditawarkan Kartu Prakerja seluruhnya adalah teori; praktek
diserahkan sepenuhnya pada peserta. Jelas bahwa Kartu Prakerja yang saat ini ditawarkan
bukanlah solusi untuk masalah publik, seperti kemiskinan dan pengangguran. Kartu Prakerja
merupakan solusi untuk kelompok kepentingan yang dibungkus sebagai solusi untuk masalah
publik.
Hadirnya kelompok kepentingan yang memanfaatkan kondisi pandemi untuk kepentingan
dan keuntungan pribadi merupakan bentuk pengkhianatan terhadap Undang-Undang Dasar 1945,
di mana di dalamnya terdapat tujuan bangsa Indonesia, yang salah satunya adalah "memajukan
kesejahteraan umum". Hal ini dikarenakan kelompok-kelompok yang terlibat saja yang semakin
sejahtera, sedangkan rakyat kecil semakin sengsara. Seharusnya di masa pandemi ini yang kita
lakukan adalah saling bahu membahu dalam menekan angka kasus COVID-19. Seharusnya elite
partai politik maupun para pejabat tidak membuat penyataan yang dapat meresahkan rakyat.
Oleh karena itu, sebagai pengguna media sosial yang bijak tentunya kita harus pandai
dalam memilah serta memilih berita yang sedang beredar dan jangan sampai kita terbawa oleh
arus provokasi kelompok kepentingan yang memanfaatkan pandemi COVID-19 hanya untuk
kepentingan kelompoknya.

Anda mungkin juga menyukai