Anda di halaman 1dari 6

Nama : Rima Eka Juliarti

NIM : K012211019
Mata Kuliah : Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (B)

Agenda Kebijakan Penanganan COVID-19 di Indonesia Sejak Maret 2020

Memasuki awal tahun 2020, dunia diguncang oleh munculnya wabah virus
corona yang telah menyebar ke seluruh dunia. World Health Organization
(WHO) telah memberi nama resmi untuk virus corona, yaitu Coronavirus Disease
2019 (COVID-19). Virus mematikan ini pertama kali dilaporkan muncul di
Wuhan, Provinsi Hubei, pada akhir Desember 2019 (Wu & McGoogan, 2020).
Hal tersebut mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan upaya dan
mengambil berbagai kebijakan dalam penanganan COVID-19 ini.
Hingga 2 Maret 2020, Indonesia akhirnya memasuki babak baru setelah
Presiden mengumumkan kasus pertama COVID-19 di Indonesia yang menimpa
dua orang, yaitu seorang ibu dan putrinya yang tertular oleh warga negara Jepang.
Pada tanggal 10 Maret 2020, Direktur Jenderal WHO menyurati Presiden Joko
Widodo agar pemerintah Indonesia meningkatkan mekanisme tanggap darurat
menghadapi COVID-19 melalui deklarasi darurat nasional. Penanganan cepat
diusahakan pemerintah dengan membentuk tim Satuan Tugas (Satgas)
Penanggulangan COVID-19 melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7
Tahun 2020 pada 13 Maret 2020. Pada tanggal 15 Maret 2020, Presiden
meminta Pemda membuat kebijakan belajari dari rumah untuk pelajar dan
mahasiswa. Sejak saat itu Presiden menyuarakan kerja dari rumah, belajar dari
rumah dan ibadah di rumah. Saat itu pula pemerintah mengampanyekan
pembatasan sosial (social distancing) untuk pencegahan COVID-19. Hingga pada
akhir Maret 2020, Presiden resmi mengumumkan kebijakan Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
21 Tahun 2020 dan mulai berlaku pada 1 April 2020. Hingga akhir April, ada tiga
provinsi dan 16 Kabupaten/Kota yang mengajukan dan menerapkan PSBB.
Memasuki bulan Mei 2020, penanganan COVID-19 mendapatkan
tantangan besar karena pada tanggal 24-25 Mei adalah Hari Raya Idul Fitri dan
sudah menjadi kebiasaan masyarakat untuk melakukan mudik. Padahal,
pemberlakuan PSBB pada beberapa daerah masih harus dilaksanakan karena
kasus COVID-19 masih terus meningkat. Oleh karena itu, Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB)
mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang melarang Aparatur Sipil Negara (ASN)
untuk mudik bersama keluarga selama masa pandemi yang diatur dalam SE
Menteri PANRB Nomor 46 Tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Bepergian
Keluar Daerah bagi ASN. Selain itu, Menteri Perhubungan juga membuat aturan
yang tertuang dalam Permenhub No. PM 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian
Transportasi Selama Masa Mudik. Larangan sementara meliputi penggunaan
transportasi darat, perkeretaapian, udara dan laut. Imbauan tersebut tidak hanya
oleh pemerintah pusat, namun juga pemerintah daerah. Pada tanggal 27 Mei 2020,
Presiden Jokowi meminta agar dilakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang
protokol tatanan normal baru dan mengimbau masyarakat untuk hidup
berdampingan dengan COVID-19 namun tetap mengedepankan protokol
kesehatan.
Selanjutnya, beberapa dirjen di bawah Kementerian Perhubungan segera
mengeluarkan surat edaran yang mengatur transportasi darat, laut dan udara
berlandaskan SE Nomor 7 Tahun 2020 tentang Kriteria dan Persyaratan
Perjalanan Orang dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat
Produktif dan Aman COVID-19 yang dikeluarkan oleh Gugus Tugas Percepatan
Penanganan COVID-19 pada tanggal 6 Juni 2020. Demi memperkuat pedoman
bagaimana masyarakat dalam keadaan normal baru, Kementerian Kesehatan
menerbitkan Kepmenkes Nomor HK.01.07/Menkes/382/2020 tentang Protokol
Kesehatan Bagi Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum dalam Rangka
Pencegahan dan Pengendalian COVID-19.
Pada tanggal 5 Juni - 10 September 2020, PSBB di Provinsi DKI Jakarta
masih berlanjut. Periode ini menjadi masa transisi bagi masyarakat agar berlatih
menuju kehidupan normal baru yang ditandai dengan pelonggaran aktivitas
ekonomi di tempat usaha dan gedung, rumah ibadah, serta perkantoran dan tetap
mengedepankan protokol kesehatan.
Pada tanggal 14 September – 11 Oktober 2020, Pemprov DKI Jakarta
kembali menerapkan PSBB seperti sebelum masa normal baru. Kebijakan kembali
ke PSBB ketat tersebut dipertimbangkan dari tiga hal, yaitu angka kematian,
angka ketersisian tempat tidur di ruang isolasi, dan ketersisian tempat tidur di ICU
atau ruang perawatan intensif di rumah sakit.
Pada tanggal 12 Oktober 2020 – 11 Januari 2021, Pemprov DKI Jakarta
memutuskan menerapkan PSBB Transisi (setelah pemberlakuan PSBB ketat),
dimana sejumlah pembatasan dilonggarkan di antaranya mengizinkan sektor
usaha berproduksi dengan kapasitas kerja 50%, tidak lagi 25%. Selain itu, makan
di rumah makan juga diizinkan asal dengan mematuhi protokol kesehatan.
Namun, PSBB Transisi ini tidak diikuti dengan kegiatan belajar tatap muka.
Pada tanggal 11 Januari – 25 Januari 2021, PSBB di Jakarta diatur
dalam Keputusan Gubernur DKI Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan,
Jangka Waktu dan Pembatasan Aktivitas Luar Rumah PSBB. PSBB oleh
Pemprov DKI Jakarta disesuaikan dengan kebijakan PPKM (Pemberlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Pusat.
Pada tanggal 26 Januari – 8 Februari 2021, Pemberlakuan Pembatasan
Kegiatan Masyarakat (PSBB) dilakukan secara serentak di tujuh provinsi di Jawa
dan Bali. Adanya PSBB Jawa-Bali ini dilakukan karena adanya peningkatan kasus
COVID-19 pada bulan Desember 2020 hingga Januari 2021. Kebijakan ini diatur
dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2021 tentang
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan untuk Pengendalian Penyebaran Corona
Virus Disease 2019.
Pada tanggal 9 Februari – 28 Juni 2021, PPKM berskala mikro
mencakup sampai level unit terkecil seperti tingkat RT/RW di Kota/Kabupaten
dan Desa/Kelurahan untuk membentuk Pos Komando (POSKO) penanganan
COVID-19 yang bertujuan untuk menekan peningkatan kasus COVID-19. Pada
tanggal 3 Juli – 25 Juli 2021, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa
pemerintah memberlakukan PPKM darurat di Jawa-Bali. Hal tersebut dilakukan
untuk meredam lonjakan kasus COVID-19. PPKM darurat meliputi pembatasan
aktivitas warga lebih ketat daripada sebelumnya, seperti penyekatan di pintu
masuk antarkota/antarprovinsi.
Pada tanggal 26 Juli – 2 Agustus 2021, Presiden Joko Widodo
memutuskan untuk memperpanjang PPKM level 3 dan 4 hingga 2 Agustus 2021
dengan menerbitkan tiga Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri).
Penerapan aturan PPKM level 3 dan 4 diserahkan kepada pemerintah daerah dan
disesuaikan dengan kriteria level situasi pandemi berdasarkan hasil penilaian.
Hingga saat ini, pemerintah masih memperpanjang PPKM level 4 salah satunya di
Kota Makassar yang diperpanjang hingga 20 September 2021.
Penanganan pandemi COVID-19 merupakan tantangan terhadap
implementasi otonomi daerah, sebab hampir semua daerah di Indonesia dilanda
wabah COVID-19 sehingga penanganannya memerlukan sinergi pemerintah
pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten dan kota.
Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, otonomi daerah diberikan
oleh pemerintah pusat (central government) dan pemerintah daerah menerima
penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah pusat. Setelah pemerintah
daerah diserahi kewenangan politik dan administrasi dari pemerintah pusat
konsekuensi urusan pemerintahan yang diserahkan tersebut menjadi tanggung
jawab pemerintah daerah termasuk urusan kesehatan. Visi otonomi daerah
dibidang politik adalah menjamin tegaknya kedaulatan rakyat, dibidang ekonomi
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat di daerah, dibidang sosial
budaya otonomi daerah diharapkan memelihara, memberdayakan dan memajukan
tingkat keadaban masyarakat, dengan sistem hubungan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah yang baik, pelayanan publik yang didekatkan kepada
masyarakat maka otonomi daerah diharapkan memperlancar pelaksanaan
kebijakan pemerintah pusat di daerah.
Tolok ukur penyelenggaraan otonomi daerah yakni sejauh mana
pemerintah daerah dapat menjalankan peran dan fungsinya atas kewenangan yang
didesentralisasikan. Salah satu urusan yang didesentralisasikan ke pemerintah
daerah adalah urusan kesehatan. Terkait dengan penanganan pandemi COVID-19
peran dan fungsi pemerintah daerah belum optimal, puskesmas sebagai instansi
pemerintah daerah terdepan belum berfungsi optimal karena puskesmas tidak
didukung dengan anggaran yang cukup, fasilitas kesehatan yang tidak memadai,
dan sumberdaya manusia yang terbatas peran dan fungsi ‘otonomi’ tersebut belum
dapat diselenggarakan dengan optimal, khusus untuk pelaksanaan vaksinasi
COVID-19, disamping terus melakukan upaya pencegahan maka pemberian
vaksin COVID-19 menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah, dalam konteks
otonomi daerah pemerintah pusat mengambil peran dan fungsi sebagai pengambil
kebijakan nasional, pelaksana vaksinasi didesentralisasikan kepada pemerintah
daerah kabupaten/kota dikoordinasikan dan diawasi oleh pemerintah daerah
provinsi dimana kedudukan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.
Peran pemerintah daerah dalam penanganan COVID-19 sangat strategis.
Pemerintah daerah lebih memahami kondisi dan situasi pandemi di daerahnya dan
kesulitan yang dihadapi rakyatnya, oleh karena itu pemerintah pusat hendaknya
memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk bergerak. Pemerintah
pusat diharapkan memberikan lebih banyak diskresi kepada pemerintah daerah
dalam penanganan COVID-19, dilain pihak pemerintah daerah dituntut untuk
kreatif dan inovatif. Dengan demikian visi pemerintah daerah yang ingin masa
depan daerahnya yang baik dapat terwujud melalui pelaksanaan salah satu misi
otonomi daerah yakni memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat
untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan dapat terwujud.
Pandemi COVID-19 telah menjadikan pemerintah daerah semakin
menguatkan peran dan kewenangannya dalam menangani pandemi COVID-19
secara cepat dan tepat. Pemerintah daerah diberi kewenangan dan tugas dalam
menangani masalah COVID-19 ini. Pembentukan Gugus Tugas COVID-19 baik
di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota memberikan sinyal bahwa
pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota telah menjalankan asas
desentralisasi secara penuh dalam menghadapi pandemi COVID-19 tersebut. Asas
desentralisasi memungkinkan pemerintah daerah dengan cepat dan tepat pula
dapat mengambil langkah-langkah yang strategis dalam mempercepat dan
memutus mata rantai setiap kasus pandemi COVID-19 yang muncul.
Referensi:

Ismail, G. (2021). Implementasi Otonomi Daerah dalam Penanganan Pandemi


Covid-19. Kajian Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, 8(3),
426–441.

Katharina, R. (2020). Relasi Pemerintah Pusat- Pemerintah Daerah Dalam


Penanganan COVID-19. Jurnal Ilmu Pemerintah, xii(5), 25–30.
http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info Singkat-XII-5-II-P3DI-
Maret-2020-221.pdf
Wu, Z., & McGoogan, J. M. (2020). Characteristics of and Important Lessons
from the Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Outbreak in China:
Summary of a Report of 72314 Cases from the Chinese Center for Disease
Control and Prevention. JAMA - Journal of the American Medical
Association, 323(13), 1239–1242. https://doi.org/10.1001/jama.2020.2648
https://covid19.go.id/p/regulasi/pp-no-21-tahun-2020-tentang-psbb-dalam-rangka-
penanganan-covid-19
https://www.dw.com/id/linimasa-perjalanan-covid-19-di-indonesia/g-54171184
https://kompaspedia.kompas.id/baca/infografik/kronologi/langkah-indonesia-
meredam-covid-19
https://news.detik.com/berita/d-5156199/timeline-setengah-tahun-covid-19-di-
indonesia/5
https://setkab.go.id/terbitkan-aturan-ppkm-level-empat-jawa-bali-mendagri-
tekankan-penguatan-3t/

Anda mungkin juga menyukai