Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MATA KULIAH FILSAFAT PENDIDIKAN

DOSEN PENGAMPU :

1. Drs. IRZAL ANDERSON,M.Si.


2. DONA SARIANI,S.Pd., M.Pd.

OLEH :

1. SONIA HAFIZA PUTRI (A1A321034)


2. NOVI ERDILA (A1A321074)
3. LILI MAYSAROH (A1A321068)
4. JENNY MEIAM BERLINA SIHOMBING (A1A321028)
5. MAYA NURANTIKA (A1A321006)
6. INDRA BUDIMAN (A1A321044)
7. GEMA REFIRA NUGRAHA (A1A321056)

8. ROHMI ARDIANSAH (A1A321070)

PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS JAMBI

2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat serta Karunia-Nya kepada Penulis, sehingga Penulis berada dalam keadaan
sehat wal’afiat dan berkat rahmat-Nya pula, Penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan sebaik mungkin.
Makalah FILSAFAT PENDIDIKAN ini dapat kami selesaikan dengan baik
berkat dukungan dari berbagai pihak baik berupa bimbingan, dorongan semangat,
maupun material. Dengan banyaknya pengaruh positif yang didapatkan dari berbagai
dukungan tersebut, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen
pengampu mata kuliah FILSAFAT PENDIDIKAN dan teman-teman yang telah
mensuport kami dalam menyusun makalah ini sehingga dapat terselesaikan dengan
baik.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca, agar makalah ini nantinya dapat
menjadi lebih baik lagi.

Jambi, 30 Agustus 2021

Penulis DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN PENULISAN MAKALAH
BAB II. PEMBAHASAN

2.1 DEFENISI DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT

2.2 CABANG FILSAFAT


2.3 FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN 2.4
PENGERTIAN FILSAFAT PENDIDIKAN
2.5 DASAR DASAR KAJIAN FILSAFAT PENDIDIKAN.

BAB III. PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta


didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi
nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah
citacita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam
keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup
kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi
mengenai masalah-masalah pendidikan.

Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan


proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran
tentang kebijakan dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat
pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian
kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta
didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari
teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni
menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas
dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di
lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik.

Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi
atau ilmu dan seni mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau
miskonsepsi pada diri peserta didik. Tugas filsafat adalah melaksanakan pemikiran
rasional analisis dan teoritis (bahkan spekulatif) secara mendalam dan memdasar
melalui proses pemikiran yang sistematis, logis, dan radikal (sampai keakar-akarnya),
tentang problema hidup dan kehidupan manusia. Produk pemikirannya merupakan
pandangan dasar yang berintikan kepada “trichotomi” (tiga kekuatan rohani pokok)
yang berkembang dalam pusat kemanusiaan manusia
(natropologi centra).
1.2 Rumusan Masalah
1. apa defenisi dan ruang lingkup filsafat?
2. apa itu cabang filsafat?
3. apa itu filsafat dan ilmu pengetahuan?
4. apa pengertian filsafat pendidikan?
5. bagaimana dasar dasar bagian filsafat pendidikan?
1.3 Tujuan penulisan makalah
1. mengetahui defenisi dan ruang lingkup filsafat
2. mengetahui cabang filsafat
3. mengetahui filsafat dan ilmu pengetahuan
4. mengetahui pengertian filsafat pendidikan
5. mengetahui dasar dasar bagian filsafat pendidikan
BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi dan ruang lingkup filsafat

Istilah “filsafat” dapat ditinjau dari dua segi, yakni: a). Segi semantik:
perkataan filsafat berasal dari bahasa arab ‘falsafah’, yang berasal dari bahasa yunani,
‘philosophia’, yang berarti ‘philos’= cinta, suka (loving), dan ’sophia’ = pengetahuan,
hikmah (wisdom). Jadi ‘philosophia’ berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta
kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat diharapkan menjadi
bijaksana. b). Segi praktis: dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti ‘alam
pikiran’ atau ‘alam berpikir’. Berfilsafat artinya berpikir, olah pikir. Namun tidak
semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan
sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa “setiap manusia adalah
filsuf”. Semboyan ini benar juga, sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi secara
umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah
filsuf. Tegasnya, filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan
memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya.
Ruang lingkup filsafat menurut Jalaluddin dan Sa’id di dalam bukunya mengutip
dari Tim Dosen IKIP Malang menjelaskan, bahwa Secara makro (umum) apa yang
menjadi obyek pemikiran filsafat yaitu dalam ruang lingkup yang menjangkau
permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan alam sekitarnya adalah juga
merupakan obyek pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi seara mikro (khusus) yang
menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi;
1. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (The Nature Of Education).
2. Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subjek dan objek pendidikan (The
Nature Of Man).
3. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan,
agama, dan kebudayaan.
4. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, dan teori
pendidikan.
5. Merumuskan hubungan antara negara (ideologi), filsafat pendidikan, dan
politik pendidikan (sistem pendidikan).
6. Merumuskan sistem nilai-norma atau isi moral pendidikan yang merupakan
tujuan pedidikan.
Berbeda dengan yang di atas, Drs. Anas Salahudin, M.Pd. di dalam bukunya
“Filsafat Pendidikan” merumuskan, bahwa ruang lingkup filsafat pendidikan adalah
sebagai berikut;
1. Pendidik
2. Murid atau anak didik
3. Materi pendidikan
4. Perbuatan mendidik
5. Metode pendidikan
6. Evaluasi pendidikan
7. Tujuan pendidikan
8. Alat-alat pendidikan
9. Dan lingkungan pendidikan.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini diuraikan satu persatu.

1. Para pendidik adalah guru, orang tua, tokoh masyarakat, dan siapa saja yang
memfungsikan dirinya untuk mendidik. siapa saja dapat menjadi pendidik dan
melakukan upaya untuk mendidik secara formal maupun nonformal. Para
pendidik haruslah orang yang patut diteladani. Dan pendidik itu harus
membina, mengarahkan, menuntun, dan mengembangkan minat, serta bakat
anak didik, agar tujuan pendidikan tercapai dengan baik. Para pendidik adalah
subjek yang melaksanakan pendidikan. Pendidik mempunyai peran penting
dalam berlngsungnya pendidikan. baik atau tidaknya pendidikan berpengaruh
besar terhadap hasil pendidikan. Para pendidik memikul tanggung jawab yang
berat untuk memaajukan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, negara
bertanggungjawab untuk meningkatkan kinerja para pendidik melalui berbagai
peningkatan. Misalnya, peningkatan kesejahteraan para pendidik, menaikkan
tunjangan fungsional para pendidik, membantu dana pendidikan lanjutan
hingga meraih gelar doktor, dan memberikan beasiswa untuk berbagai
penelitian.
2. Anak Didik secara filosofis merupakan objek para pendidikan dalam
melakukan tindakan yang bersifat medidik. Dikaji dari beberapa segi, seperti
usia anak didik, kondisi ekonomi keluarga, minat dan bakat anak didik, serta
tingkat intelegensinya, itu membuat seorang pendidik mengutamakan
fleksibilitas dalam mendidik. Anak didik merupakan subjek pendidika, yaitu
orang yang menjalankan dan mengamalkan materi pendidikan yang diberikan
oleh pendidik. Agar pendidikan dapat berhasil dengan sebaik-baiknya, maka
jalan pendidikan yang ditempuh harus sesuaai dengan perkembangan
psikologis anak didik.
3. Materi Pendidikan, yaitu bahan-bahan atau pengalaman-pengalaman belajar
yang disusun sedemikian rupa (dengan susunan yang lazim dan logis) untuk
disajikan atau disampaikan kepada anak didik.
4. Perbuatan mendidik adalah seluruh kegiatan, tindakan, perbuatan, dan sikap
yang dilakukan oleh pendidikan sewaktu menghadapi atau mengasuh anak
didiknya disebut dengan tahzib. Mendidik artinya meningkatkan pemahaman
anak didik tentang kehidupan, medalami pemahaman terhadap ilmu
pengetahuan dan manfaatnya untuk diterapkan dalam kehidupan nyata dan
sebagai pandangan hidup.
5. Metode pendidikan, yaitu strategi yang relevan yang dilakukan oleh dunia
pendidikan pada saat menyampaikan materi pendidikan kepada anak didik.
metode berfungsi mengolah, menyusun, dan menyajikan materi pendidikan,
agar materi pendidikan tersebut dapat dengan mudah diterima dan dimiliki
oleh anak didik.
6. Evaluasi dan Tujuan Pendidikan. Evaluasi yaitusistem penilaian yang
diterapkan kepada peserta didik, untuk mengetahui keberhasilan pendidikan
yang dilaksanakannya. Evaluasi pendidikan sangat bergantung pada tujuan
pendidikan. jika tujuannya membentuk siswa yang kreatif, cerdas, beriman,
dan bertakwa, maka sistem evaluasi ynag dioperasionalkan harus mengarah
pada tujuan yang dimaksud.
7. Alat-alat Pendidikan dan Lingkungan Pendidikan merupakan fasilitas yang
digunakan untuk mendukung terlaksananya pendidikan. Sedangkan
lingkungan pendidikan adalah segala seusuatu yang terdapat disekitar
lingkungan pendidikan yang mendukung terealisasinya pendidikan.
B.Cabang cabang filsafat
Pertanyaan apa saja yang memiliki ciri-ciri di atas merupakan per- tanyaan
filsafat. Para filosof Barat telah membahas pertanyaan-pertanyaan seperti ini
sepanjang sejarah, sehingga penjelajahan filsafat telah men- dapatkan suatu struktur
yang cukup tertata. Hasilnya, sekarang akan di- bicarakan berbagai ‘jurusan’
penyidikan filsafat atau berbagai tipe per- tanyaan filsafat. Tentu saja tidak ada kata
final mengenai tipologi ini, tetapi ia mempunyai nilai sebagai suatu kerangka rujukan
bagi sese- orang yang sedang berusaha menjelajahi lapangan filsafat.
Sebegitu jauh kita sudah membahas berbagai tipe pertanyaan filosofis, yang
akhirnya membentuk bidang-bidang penyiasatan filsafat. Mari sekarang kita lihat
bagaimana para ahli membagi pembidangan filsafat ini. Kita ambil saja dua saja
diantara berbagai pembagian yang banyak itu.
Harry Hamersma membagi cabang-cabang filsafat menjadi empat, yakni:
1 Filsafat tentang pengetahuan:
a. Epistemologi
b. Logika
c. Kritik Ilmu
2. Filsafat tentang kenyataan menyeluruh:
a.Metafisika umum (ontologi)
b.Metafisika khusus, a) teologi metafisika b) anthropologi c) kosmologi 3.
Filsafat tentang tindakan:
a. Etika
b. Estetika
4. Sejarah filsafat.
Di samping itu, masih menurut Hamersma, ada cabang-cabang
filsafat khusus, antara lain: filsafat seni, filsafat kebudayaan, filsafat pendidikan,
filsafat sejarah, filsafat bahasa, filsafat hukum, filsafat agama, filsafat sosial, dan
filsafat politik.
Menurut The Liang Gie, filsafat dibagi menjadi:
1. Metafisika (filsafat tentang hal ada)
2. Epistemologi (teori pengetahuan)
3. Metodologi (teori tentang metode)
4. Logika (teori tentang penyimpulan)
5. Etika (filsafat tentang pertimbangan moral) 6. Estetika (filsafat tentang keindahan)
7. Sejarah filsafat
Berdasarkan pembagian cabang filsafat tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa tampak demikian luas bidang penelaahan filsafat itu. Padahal, cabang-cabang
tersebut masih dapat diperinci lagi menjadi ranting- ranting, dan sebagiannya bahkan
berkembang menjadi bidang filsafat yang berpengaruh. Hal ini kembali kepada ciri
filsafat bahwa ia bersifat umum, universal dan ultimate (tertinggi). Jadi, ilmu apa pun
difinalkan dengan pembahasan fundamen filosofis dari ilmu dan disiplin itu. Setelah
Anda mengenal dan menguasai ilmu hukum, contohnya, akhirnya Anda
diperkenalkan dengan filsafat hukum. C.Filsafat dan ilmu kewarganegaraan
Pengertian filsafat
Dalam perkembangan sejarah ilmu filsafat,antara satu ahli filsafa tdengan ahli
filsafat lainnya selalu berbeda seiring banyaknya ahli filsafat itu sendiri.Pengertian
filsafat dapat ditinjau secara etimologi dan terminology.Arti Secara Etimologi Kata
Filsafat yang dalam bahasA Arab falsafah dan bahasa inggrisnya dikenal dengan
istilah Philosophy adalah berasal dari bahasaYunani yaitu Philosopic.kata
philosophic terdiri dari kata philei yang berarti cinta (Love) dan Sophia yang berarti
kebijaksanaan(wisdom),sehingga secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan
(loveofwlisdom) dalam arti yangsedalam-dalamnya.Seorang filsuf adalah pecinta atau
pencari kebijaksanaan.Menurut Cicero,penulis Romawi(106-43SM) kata filsafat
pertama kali digunakan oleh Pythagoras(497SM),sebagai reaksi terhadap orang-orang
cendekiawan pada masanya yang menamakan dirinya“ahlipengetahuan”.Arti filsafat
saat itu belum begitu jelas, kemudian pengertian filsafat itu diperjelas seperti hal nya
yang banyak dipakai sekarang ini oleh para kaum sophist.Artisecaraterminology
Secara terminologi,para filsuf berbeda-beda pendapat dalam memberikan definisi
sebagai berikut:
1).Menurut Plato Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran
yang asli dan murni.Plato juga mengatakan bahwa filsafat adalah penyelidikan
tentang sebab sebab dan asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada.
2.Menurut Alfarabi,filsafat adalah ilmu yang menyelidiki hakikat yang sebenarnya
dari segala yang ada.
3.Sedangkan menurut Sidi Gazalba,filsafat adalah system kebenaran tentang segala
sesuatu yang dipersoalkan sebagai hasil dari berpikir secara radikal,sistematis dan
universal.
Karena memperhatikan berbagai batasan,tentu nya masih banyak yang belum
dicantumkan. Namun dari yang terurai diatas dapat lah ditarik benang merah sebagai
kesimpulan bahwa fisafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu
yang ada secara mendalam dengan mempergunakan akal sampai pada
hakikatnya.Filsafat bukannya mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena,tetapi yang
dicari adalah hakekat dari fenomena.Untuk mendapatkan pengertian yang luas
tentang ilmu pengetahuan dan tidak melebar pada pembahasan yang tidak relevan,
maka pemakalahakan membahas secara detail dengan mengacu pada kompetensi
dasar dan indicator kompetensi pada silabi yang telah ditetapkan dosen pengampu
pada bahasan sebagai berikut:
PengertianIlmu
Ilmu berasal dari bahasa arab yaitu alima–ya’lamu–‘ilmandenganwazan
fa’ala–yaf’alu–fi’lan yang berarti mengerti,memahami benar-benar.Ilmu dalam kamus
Indonesia adalah pengetahuan suatu bidang yang disusun secara konsisten menurut
metode-metode tertentu,juga dapat digunakan untuk menerangkan gejalagejala
tertentu dibidang(pengetahuan)itu.
Ilmu merupakan terjemahan kata science (sain) yaitu pengetahuan yang rasional dan
didukung dengan bukti empiris.Dalam bentuk yang baku, pengetahuan ilmu itu
mempunyai para digma dan metode tertentu. Para digmanya disebut para digma ilmu
dan metode nya disebut metode ilmiah.Formula utama dalam pengetahuan ilmu
(science) adalah buktikan bahwa itu rasional dan tunjukkan bukti empirisnya.Jadi
pengetahuan dapat berkembang menjadi ilmu apa bila memenuhi kriteria antara lain;
mempunyai obyek kajian mempunyai metode pendekatan, dan bersifat universal.
Ilmu merupakan system dari berbagai pengetahuan yang masing- masing
mengenai suatu pengalaman tertentu yang disusun melalui sistem tertentu, sehingga
menjadi suatu kesatuan, atau merupakan suatu sistem dari pengetahuan yang
masingmasing diperoleh sebagai hasil pemeriksaan yang dilakukan secara teliti
dengan memahami metode- metode tertentu yaitu induksi (kesimpulan yang dimulai
dari kasus perkasus)dan deduksi (kesimpulan yang dimulai dari pernyataan umum).

PengertianPengetahuan
Ditinjau dari segi etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa
Inggris, yaitu Knowledge.Dalam Encyclopediaof philosophy dijelaskan bahwa
definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar.Sedangkan dari segi terminology
menurut Sidi Gazalba dalam kitab Sistematika Filsafat Pengetahuan adalah sesuatu
yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari
kenal,sadar,insaf,mengerti dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik
pukiran.Dengan demikian pengetahuan adalah merupakan hasil proses dari usaha
manusia untuk tahu.
Pengetahuan adalah suatu istilah yang digunakan untuk menuturkan apabila
seseorang mengenal tentang sesuatu.Suatu hal yang menjadi pengetahuannya adalah
selalu terdiri atas unsur yang mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran
mengenai hal yang ingin diketahui yaitu.Oleh Karena itu pengetahuan selalu
menuntut adanya subjek yang mempunyai kesadaran untuk mengetahui tentang
sesuatu dan obyek yang merupakan sesuatu yang dihadapinya sebagai hal yang
ingindiketahuinya.Jadi bisa dikatakan pengetahuan adalah hasil tahu manusia
terhadap sesuatu,atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu obyek yang
dihadapinya, atau hasil usaha manusia untuk memahami suatu obyek tertentu.Disini
yang menjadi sumbernya adalah hasil penyelidikan dengan pengalaman(empirik)dan
percobaan(eksperimen) yang kemudian diolah dengan pikiran.Nilai kebenarannya
adalah positif,sepanjang positifnya peralatan yang digunakan dalam
penyelidikannya,yaitu indera,pengalaman dan percobaannya, maka ilmu pengetahuan
selalu siap untuk diuji lagi kebenarannya, karena nya kebenaran ilmu pengetahuan
tetap diakui sebagai benar sampai ada pembuktian dengan bukti yang lebih kuat.
Jadi pengetahuan dapat berkembang menjadi ilmu,apabila memenuhi criteria
antara lain; mempunyai obyek kajian,mempunyai metode pendekatan dan bersifat
universal.
D.Pengertian Filsafat Pendidikan
Pengertian filsafat pendidikan adalah ilmu pendidikan yang bersendikan
filsafat - filsafat yang diterapkan dalam usaha pemikiran dan pemecahan mengenai
masalah pendidikan.
•Istilah “filsafat” dapat ditinjau dari dua segi, yakni:
a). Segi semantik: perkataan filsafat berasal dari bahasa arab ‘falsafah’, yang berasal
dari bahasa yunani, ‘philosophia’, yang berarti ‘philos’= cinta, suka (loving),
dan’sophia’ = pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi ‘philosophia’berarti cinta kepada
kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat
diharapkan menjadi bijaksana.
b). Segi praktis: dilihat dari pengertian praktisnya,filsafat berarti ‘alam pikiran’ atau
‘alam berpikir’. Berfilsafat artinya berpikir, olah pikir. Namun tidak semua berpikir
berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh.
Sebuah semboyan mengatakan bahwa “setiap manusia adalah filsuf”. Semboyan ini
benar juga, sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi secara umum semboyan itu
tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf. Tegasnya, filsafat
adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran
dengan sedalam-dalamnya.
•Makna Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai
masalah-masalah pendidikan. Filsafat akan menentukan “mau dibawa kemana” siswa
kita. Filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke
arah pencapaian tujuan pendidikan. Oleh sebab itu, filsafat yang dianut oleh suatu
bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau yang dianut oleh perorangan (dalam
hal ini Dosen/Guru) akan sangat mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
Falsafah yang dianut oleh suatu Negara bagaimanapun akan mewarnai tujuan
pendidikan di negara tersebut. Dengan demikian, tujuan pendidikan suatu negara akan
berbeda dengan negara lainnya, disesuaikan dengan falsafah yang dianut oleh negara-
negara tersebut. Tujuan pendidikan pada dasarnya merupakan rumusan yang
komprehemsif mengenai apa yang seharusnya dicapai. Tujuan itu memuat
pernyataan-pernyataan (statement) mengenai berbagai kemampuan yang diharapkan
dapat dimiliki oleh siswa selaras dengan sistem nilai dan falsafah yang dianut. Hal ini
menunjukkan adanya keterkaitan yang sangat erat antara filsafat yang dianut dengan
tujuan pendidikan yang dirumuskan.
Filsafat pada awalnya mempersoalkan siapa manusia itu.Kajian terhadap
persoalan ini menelusuri hakekat manusia sehingga muncul beberapa asumsi tentang
manusia. Misalnya, manusia adalah makhluk religi, makhluk sosial, makhlukyang
berbudaya, dan sebagainya. Dari telaah tersebut filsafat mencoba menelaah tiga
pokok persoalan, yaitu hakekat benar - salah (logika/ ilmu), hakekat baik - buruk
(etika), dan hakekat indah - tidak indah (estetika). Pada dasarnya, pandangan hidup
manusia mencakup ketiga aspek tersebut, sehingga ketiga aspek tersebut sangat
diperlukan dalam pendidikan, terutama dalam menentukan arah dan tujuan
pendidikan.Suatu masyarakat memiliki kebiasaan yang menjadi pembeda dengan
masyarakat lainnya. Kebiasaan-kebiasaan tersebut menjad icikal budaya. Budaya
menjadi semacam perekat sosial dalam suatumasyarakat. Tanpa masyarakat tidak
akan ada budaya, dan tanpa budaya tidak akan ada masyarakat (Smith, Stanley, and
Shores,1957 dalam Zais S.R. 1976: 157). Setiap masyarakat bangga dengan
budayanya dan cendrung menganggap budaya mereka yang paling baik, oleh sebab
itu wajar bila mereka selalu ingin mewariskan nilai-nilai budaya yang dipakai pada
generasi muda,Seiring kemajuan zaman dan berkembangnya pengetahuan.

E. Dasar-dasar Kajian Filsafat Pendidikan


Baiklah sekarang kita lihat dasar-dasar filsafah keilmuan terkait dalam arti
dasar ontologis, dasar epistemologis, dan aksiologis, dan dasar antropolgis ilmu
pendidikan.

a. Dasar ontologis ilmu pendidikan.


Pertama-tama pada latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari ilmu
pendidikan. Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan ilmu pendidikan melalui
pengalaman pancaindra ialah dunia pengalaman manusia secara empiris. Objek
materil ilmu pendidikan ialah manusia seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek
kepribadiannya, yaitu manusia yang berakhlak mulia dalam situasi pendidikan atau
diharapokan melampaui manusia sebagai makhluk sosial mengingat sebagai warga
masyarakat ia mempunyai ciri warga yang baik (good citizenship atau
kewarganegaraan yang sebaik-baiknya).
Agar pendidikan dalam praktek terbebas dari keragu-raguan, maka objek
formal ilmu pendidikan dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau
situasi pendidikan. Didalam situiasi sosial manusia itu sering berperilaku tidak utuh,
hanya menjadi makhluk berperilaku individual dan/atau makhluk sosial yang
berperilaku kolektif. Hal itu boleh-boleh saja dan dapat diterima terbatas pada ruang
lingkup pendidikan makro yang berskala besar mengingat adanya konteks
sosiobudaya yang terstruktur oleh sistem nilai tertentu. Akan tetapipada latar mikro,
sistem nilai harus terwujud dalam hubungan inter dan antar pribadi yang menjadi
syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi terlaksananya mendidik dan mengajar,
yaitu kegiatan pendidikan yang berskala mikro. Hal itu terjadi mengingat pihak
pendidik yang berkepribadiaan sendiri secara utuh memperlakukan peserta didiknya
secara terhormat sebagai pribai pula, terlpas dari factor umum, jenis kelamin ataupun
pembawaanya. Jika pendidik tidak bersikap afektif utuh demikian makaa menurut
Gordon (1975: Ch. I) akan terjadi mata rantai yang hilang (the missing link) atas
factor hubungan serta didik-pendidik atau antara siswa-guru. Dengan egitu
pendidikan hanya akan terjadi secar kuantitatif sekalipun bersifat optimal, misalnya
hasil THB summatif, NEM atau pemerataan pendidikan yang kurang mengajarkan
demokrasi jadi kurang berdemokrasi. Sedangkan kualitas manusianya belum tentu
utuh.
b. Dasar epistemologis ilmu pendidikan
Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidikan atau pakar ilmu pendidikan
demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Sekalaipun
pengumpulan data di lapangan sebagaian dapat dilakukan oleh tenaga pemula
namuntelaah atas objek formil ilmu pendidikan memerlukaan pendekatan
fenomenologis yang akan menjalin stui empirik dengan studi kualitatiffenomenologis.
Pendekaatan fenomenologis itu bersifat kualitaatif, artinya melibatkan pribadi dan diri
peneliti sabagai instrumen pengumpul data secara pasca positivisme. Karena itu
penelaaah dan pengumpulan data diarahkan oleh pendidik atau ilmuwan sebagaai
pakar yang jujur dan menyatu dengan objeknya. Karena penelitian tertuju tidak hnya
pemahaman dan pengertian (verstehen, Bodgan & Biklen, 1982) melainkan unuk
mencapai kearifan (kebijaksanaan atau wisdom) tentang fenomen pendidikan maka
vaaliditas internal harus dijaga betul dalm berbagai bentuk penlitian dan penyelidikan
seperti penelitian koasi eksperimental, penelitian tindakan, penelitian etnografis dan
penelitian ex post facto. Inti dasar epistemologis ini adalah agar dapat ditentukan
bahaawa dalam menjelaskaan objek formaalnya, telaah ilmu pendidikan tidaak hanya
mengembangkan ilmu terapan melainkan menuju kepada telaah teori dan ilmu
pendidikan sebgaai ilmu otonom yang mempunyi objek formil sendiri atau
problematika sendiri sekalipun tidak dapat hnya menggunkaan pendekatan kuantitatif
atau pun eksperimental (Campbell & Stanley, 1963). Dengan demikian uji kebenaran
pengetahuan sangat diperlukan secara korespondensi, secara koheren dan sekaligus
secara praktis dan atau pragmatis (Randall &Buchler,1942).

c. Dasar aksiologis ilmu pendidikan


Kemanfaatan teori pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom
tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan
sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai ilmu
pendidikan tidak hanya bersifat intrinsic sebagai ilmu seperti seni untuk seni,
melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan
bertindak dalam praktek mmelalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan
meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dengan demikian ilmu
pendidikan tidak bebas nilai mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis antar
pekerjaan ilmu pendidikan dan tugas pendidik sebagi pedagok. Dalam hal ini relevan
sekali untuk memperhatikan pendidikan sebagai bidang yang sarat nilai seperti
dijelaskan oleh Phenix (1966). Itu sebabnya pendidikan memerlukan teknologi pula
tetapi pendidikan bukanlah bagian dari iptek. Namun harus diakui bahwa ilmu
pendidikan belum jauh pertumbuhannya dibandingkan dengan kebanyakan ilmu
sosial dan ilmu prilaku. Lebih-lebih di Indonesia.
Implikasinya ialah bahwa ilmupendidikan lebih dekat kepada ilmu prilaku kepada
ilmu-ilmu sosial, dan harus menolak pendirian lain bahwa di dalam kesatuan
ilmuilmu terdapat unifikasi satu-sayunyaa metode ilmiah (Kalr Perason,1990).
d. Dasar antropologis ilmu pendidikan
Pendidikan yang intinya mendidik dan mengajar ialah pertemuan antara
pendidik sebagai subjek dan peserta didik sebagai subjek pula dimana terjadi
pemberian bantuan kepada pihak yang belakangan dalaam upaayanya belajr mencapai
kemandirian dalam batas-batas yang diberikan oleh dunia disekitarnya. Atas dasar
pandangan filsafah yang bersifat dialogis ini maka 3 dasar antropologis berlaku
universal tidak hanya (1) sosialitas dan (2) individualitas, melainkan juga (3)
moralitas. Kiranya kh usus untuk Indonesia apabila dunia pendidikan nasional
didasarkan atas kebudayaan nasional yang menjadi konteks dari sistem pengajaran
nasional disekolah, tentu akan diperlukan juga dasar antropologis pelengkap yaitu (4)
religiusitas, yaaitu pendidik dalam situasi pendidikan sekurang kurangnya secara
mikro berhamba kepada kepentingan terdidik sebagai bagian dari pengabdian lebih
besar kepada Tuhan Yang Maha Esa.

BAB III KESIMPULAN


Pengertian filsafat pendidikan adalah ilmu pendidikan yang bersendikan
filsafat - filsafat yang diterapkan dalam usaha pemikiran dan pemecahan mengenai
masalah pendidikan. juga disimpulkan bahwa tampak demikian luas bidang
penelaahan filsafat itu. Padahal, cabang-cabang tersebut masih dapat diperinci lagi
menjadi ranting- ranting, dan sebagiannya bahkan berkembang menjadi bidang
filsafat yang berpengaruh. Hal ini kembali kepada ciri filsafat bahwa ia bersifat
umum, universal dan ultimate (tertinggi). Jadi, ilmu apa pun difinalkan dengan
pembahasan fundamen filosofis dari ilmu dan disiplin itu. Setelah Anda mengenal dan
menguasai ilmu hukum, contohnya, akhirnya Anda diperkenalkan dengan filsafat
hukum.
Dasar dasar bagian filsafat pendidikan juga telah dapat kita simpulkan.Dasar
dasar kajian filsafat pendidikan terbagi atas 4 yaitu,dasar ontologis ilmu
pendidikan,dasar epistomologis ilmu pendidikan,dasar aksiologis ilmu
pendidikan,dan dasar antropologis ilmu pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah idi dan jalaludin. 2002. filsafat pendidikan. Jakarta:gaya media


pratama.cet.ke-2 lubis fadhil. 2015. filsafat umum. Jl.sosro No.16-A medan
20024. muliya sarana
ahmad tafsir. 2006. filsafat ilmu,mengurai ontology,epistemology,dan aksiologi
pengetahuan. bandung:PT.Remaja Rosdakarya.

kristiawan Muhammad. 2016. filsafat pendidikan the choice is yours. Jogjakarta,valia.

jalaludin dan Abdullah idi. 2002. filsafat pendidikan,manusia,filsafat dan pendidikan.


Jakarta:gayabmedia pratama.

Anda mungkin juga menyukai