Budaya Nusantara
Dilihat dari pemeluk agamanya, Islam yang terbesar (87,18%), diikuti Kristen
(6,96%), Katolik (2,91%), Hindu (1,69%), Budha (0,72%), Kong Hu Cu (0,05), dan
agama lainnya. Keragaman juga terlihat dari bahasa daerahnya. Yang
menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa keseharian dan rumah tangga
79,5%, bahasa Indonesia 19,9% dan sisanya 0,3% menggunakan bahasa asing.
Meskipun konflik terkadang sering didominasi oleh isu-isu yang lebih bersifat politik
dan ekonomi, namun konflik karena ekses keragaman budaya tetap harus menjadi
perhatian utama. Jika tidak, kondisi masyarakat yang beragam sangat mudah
terpecah dengan isu-isu menyangkut agama, kebudayaan, ras dan lain
sebagainya.
Oleh sebab itu, konflik rasial dan konflik agama yang pernah terjadi selama ini
cepat sekali membesar dan membutuhkan penanganan serius dari pemerintah.
Konflik yang pernah terjadi mengakibatkan perubahan norma-norma sosial, pola-
pola sosial, interaksi sosial, pola perilaku, organisasi sosial, lembaga
kemasyarakatan, lapisan-lapisan masyarakat, serta susunan kekuasa an dan
wewenang.
Yang dibutuhkan dalam situasi seperti itu adalah sikap toleransi. Sikap yang
menghormati perbedaan luasnya pandangan manusia karena faktor yang
memengaruhinya dari kebudayaan, filsafat, agama, kepercayaan, tata nilai
masyarakat atau lainnya. Juga sikap menghargai perbedaan sesuai norma dan
hukum yang berlaku di masyarakat dan negara; tidak membicarakan keburukan
orang lain tanpa alasan atau pembuktian; memahami perasaan orang lain.
Selain itu, berbicara santun sesuai norma kesopanan atau adat; toleransi saat
umat lain beribadah sesuai norma agama; tidak memaksakan kehendak;
menerima perbedaan dengan saling memahami dan menjalin keberagaman
Indonesia; serta menghargai hak pribadi orang lain termasuk pilihan menentukan
agama dan kepercayaannya.
Selain berpeluang menimbulkan konflik sosial, keberagaman dan kemajemukan
budaya juga berpotensi menimbulkan perubahan sosial. Menurut Selo
Soemardjan, perubahan sosial adalah perubahan pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya,
termasuk nilainilai, sikap, dan perilaku di antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat.
John Lewis Gillin dan John Philip Gillin melihat perubahan sosial sebagai variasi
dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi geografis,
kebudayaan material, komposisi penduduk, ideolog, maupun karena adanya difusi
atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.
Namun perlu disadari, dalam asimilasi juga terdapat faktor penghambat berupa:
masih adanya kebudayaan dalam masyarakat yang terisolasi dari perkembangan
zaman atau memilih untuk menutup diri dan tetap kokoh dengan pendiriannya;
minimnya wawasan dan pengetahuan tentang beragam kemajuan yang ada; serta
terdapatnya prasangka negatif dalam masyarakat terhadap kelompok pendatang
baru.
Selain asimilasi, ada proses akulturasi atau proses sosial yang timbul apabila
sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-
unsur dari suatu kebudayaan asing sehingga unsur-unsur asing itu lambat laun
diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya
kepribadian kebudayaan itu (Koentjaraningrat: 2003:155). Akulturasi adalah cara
yang sangat efektif dalam proses penyatuan Negara Kesatuan Repubik Indonesia
(NKRI). Apalagi Indonesia adalah Negara kepulauan.
Setidaknya budaya yang lahir dari kearifan lokal akan mendistorsi transformasi
budaya asing yang begitu kuat menggerus kepribadian dasar bangsa kita yang
ramah, saling menghargai, persaudaraan yang kuat, bergotong royong,
menjunjung keadilan, beradab dan pastinya berketuhanan Yang Maha Esa.
Terkait dengan keberagaman budaya ini, para pendiri bangsa telah menyadari
akan menjadi masalah krusial dan sensitif. Untuk membentenginya yakni dengan
mengokohkan Pancasila sebagai ideologi serta menjaga tradisi lokal yang menjadi
akar budaya sumber nilai-nilai luhur bangsa kita. Tanpa menjaga dan
memeliharanya, kita tinggal menunggu waktu tumbangnya karena tidak memiliki
lagi akar yang kuat.
Sebelum negara ini berdiri, Mpu Tantular bahkan telah mencoba memaknai
keberagaman. Kemajemukan telah menginspirasi lahirnya konsep pluralisme.
Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan atas kemajemukan bangsa. Keragaman
termasuk dalam berkeyakinan harus dipahami, bukan diper tentangkan. Kalau
tidak, akan menimbulkan kebencian yang menyulut perpecahan seperti
pengalaman di Perancis kini.
Ironis memang, yang sebelumnya Perancis ter kenal sebagai negara mode, seni
dan terbuka untuk pendatang. Sekarang tertimpa prahara karena gesekan
antaragama. Kini Perancis tidak lagi kota ramah, tapi penuh amarah. Semoga
menjadi pembelajaran bagi kita semua.
1. Keberagaman bahasa
Perbedaan letak geografis juga berpengaruh pada beragamnya model dan jenis
rumah adat di Indonesia. Bahan pembuatannya juga harus disesuaikan dengan
kondisi geografisnya. Contoh rumah adat di Indonesia, yaitu Rumah Honai di
Papua.
3. Keberagaman upacara adat
Kesenian daerah di Indonesia sangat beragam dan unik, mulai dari seni tari hingga
seni teater. Contoh kesenian daerah di Indonesia, yakni Tari Kecak dari Bali.