LP Combustio

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 24

LUKA BAKAR

1. KONSEP PENYAKIT

A. DEFINISI

Luka bakar (combus) adalah suatu trauma yang di sebabkan oleh panas,
arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan
yang lebih dalam (Padila : 2012).
Luka bakar (combustio) adalah kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti air, api, bahan kimia, listrik, dan radiasi.
Luka bakar akan mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit, tetapi juga
mempengaruhi seluruh sistem tubuh (Nina, 2008).
Luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan
jaringan disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat
tinggi (misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) atau suhu
yang sangat rendah. Saat terjadi kontak dengan sumber termis (atau penyebab
lainnya), berlangsung reaksi kimiawi yang menguras energi dari jaringan
sehingga sel tereduksi dan mengalami kerusakan (Moenadjat, 2009).

Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap,
listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya
berupa luka ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang
mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan medis yang intensif
(PRECISE, 2011)
Ada empat tujan utama yang berhubungan dengan luka bakar :
1. Pencegahan
2. Implementasi tindakan untuk menyelamatkan jiwa pasien – pasien luka
bakar yang
3. Pencegahan ketidakmampuan dan kecacatan melalui penanganan dini ,
spesialistik serta individual
Pemulihan atau rehabilitasi pasien melalui pembedahan rekontruksi dan
program rehabilitasi (brunner & suddarth vol 3:1912
B. Etiologi

Sumber luka bakar harus ditentukan terlebih dahulu sebelum dilakukan


evaluasi dan penanganan. Menurut Moenadjat (2005) luka bakar dapat
dibedakan menjadi 4 macam, antara lain:
1. Paparan Api (Thermal Burn)
a. Api (Flame)
Flame terjadi akibat kontak langsung antara jaringan .dengan api
terbuka, sehingga menyebabkan cedera langsung ke .jaringan tersebut. Api
dapat membakar pakaian terlebih dahulu .baru mengenai tubuh. Serat
alami pada pakaian memiliki .kecenderungan untuk terbakar, sedangkan
serat sintetik .cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera
.tambahan berupa cedera kontak (Moenadjat, 2005).
b. Benda Panas (Kontak)
Cedera ini terjadi akibat kontak dengan benda .panas. Luka bakar yang
dihasilkan terbatas pada area tubuh yang .mengalami kontak (Moenadjat,
2005).
C. Scald (Air Panas)
Semakin kental cairan dan lama waktu kontaknya, .menimbulkan
kerusakan yang semakin besar. Luka disengaja .atau akibat kecelakaan
dapat dibedakan berdasarkan pola luka .bakarnya. Pada kasus kecelakaan,
luka umumnya menunjukkan .pola percikan, yang satu sama lain
dipisahkan oleh kulit sehat. .Sedangkan pada kasus yang disengaja,
luka.melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial
.dengan garis yang menandai permukaan cairan (Moenadjat, .2005).
2. Bahan Kimia (Chemical Burn)
Luka bakar karena bahan kimia seperti berbagai macam zat asam, basa,
dan bahan lainnya. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan jumlah
jaringan yang terpapar menentukan luasnya injury. Luka bakar kimia terjadi
karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk
keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang dipergunakan dalam
bidang industri dan pertanian (Moenadjat, 2005).
3. Listrik (Electrical Burn)
Luka bakar listrik disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi listrik
yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh
lamanya kontak, tingginya tegangan (voltage) dan cara gelombang elektrik itu
sampai mengenai tubuh (Moenadjat, 2005).
4. Radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar sinar matahari atau terpapar
sumber radio aktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan
industri (Moenadjat, 2005).

- Klasifikasi Berdasarkan Luas Luka


Luas luka dapat diklasifikasikan menjadi tiga, diantaranya:
a. Luka bakar ringan, yakni luka bakar derajat I dengan luas <10% .atau
derajat II dengan luas <2%.
b. Luka bakar sedang, yakni luka bakar derajat I dengan luas 10- .15% atau
derajat II dengan luas 5-10%.
c. Luka bakar berat, yakni luka bakar derajat II dengan luas >20% .atau
derajat III dengan luas >10%
Untuk menilai luas luka menggunakan metode Rules of nine
berdasarkan luas permukaan tubuh total. Luas luka bakar ditentukan
untuk menentukan kebutuhan cairan, dosis obat dan prognosis.
Persentase pada orang dewasa dan anak-anak berbeda. Pada dewasa,
kepala memiliki nilai 9% dan untuk ektremitas atas memiliki nilai
masing-masing 9%. Untuk bagian tubuh anterior dan posterior serta
ekstremitas bawah memiliki nilai masing-masing 18%, yang termasuk
adalah toraks, abdomen dan punggung. Serta alat genital 1%.
Sedangkan pada anak-anak persentasenya berbeda pada kepala
memiliki nilai 18% dan ektremitas bawah 14% (Yapa, 2009).

- Fase Combustio/Luka Bakar


1. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat
terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat
terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72
jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama
penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak
sistemik.
2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang
atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ –
organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka
dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada
fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan
pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

C. Manisfestasi klinis

Kedalaman Bagian Gejala Penampilan Perjalanan


dan Kulit Luka Kesembuhan
Penyebab Yang
Luka Bakar terkena
Derajat Satu Epidermis Kesemutan Memerah;me Kesembuhan
Tersengat Hiperestesia njadi putih lengkap dalam
matahari (super jika ditekan waktu satu
Terkena Api sensitive) Minimal atau minggu
dengan Rasa nyeri tanpa edema Pengelupasan
intensitas mereda jika kulit
rendah didinginkan
Derajat Dua Epidermis Nyeri Melepuh, Kesembuhan
Tersiram air dan Hiperestesia dasar luka luka dalam
mendidih Bagian Sensitif berbintik – waktu 2 – 3
Terbakar oleh Dermis terhadap udara bintik minggu
nyala api yang dingin merah,epider Pembentukan
mis retak, parutdan
permukaan depigmentasi
luka basah Infeksi dapat
Edema mengubahnya
menjadi derajat
tiga
Derajat Tiga Epidermis, Tidak terasa Kering ;luka Pembentukan
Terbakar Keseluruh nyeri Syok bakarberwarn eskar
nyala api an Dermis Hematuri dan a putih Diperlukan
Terkena dan kemungkinan seperti badan pencangkokan
cairan kadang – hemolisis kulit atau Pembentukan
mendidih kadang Kemungkin berwarna parut dan
dalam waktu jaringan terdapat luka gosong. hilangnya
yang lama subkutan masuk dan Kulit retak kountur serta
Tersengat keluar (pada dengan fungsi kulit.
arus listrik luka bakar bagian kulit Hilangnya jari
listrik)a yang tampak tangan atau
edema ekstermitas
dapat terjadi
- KOMPLIKASI
1. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
2. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas
kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam
kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan
bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh
darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah
sehingga terjadi iskemia.
3. Adult Respiratory Distress Syndrome
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan
pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus
paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatnause.
Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif
(hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces,
regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda
ulkus curling.
5. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan
hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat.
Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status
respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah janutng,
tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
6. Gagal ginjal akut
Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang
tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine.
D. Patofisiologi

Panas yang mengenai tubuh tidak hanya mengakibatkan kerusakan lokal


tetapi memiliki efek systemic. Perubahan ini khusus terjadi pada luka bakar dan
umumnya tidak ditemui pada luka yang disebabkan oleh cedera lainnya.
Karena efek panas terdapat perubahan systemic peningkatan permeabilitas
kapiler. Hal ini menyebabkan plasma bocor keluar dari kapiler ke ruang
interstitial. Peningkatan permeabilitas kapiler dan kebocoran plasma maksimal
muncul dalam 8 jam pertama dan berlanjut sampai 48 jam. Setelah 48 jam
permeabilitas kapiler kembali kembali normal atau membentuk trombus yang
menjadikan tidak adanya aliran sirkulasi darah. Hilangnya plasma merupakan
penyebab hypovolemic shock pada penderita luka bakar. Jumlah kehilangan
cairan tergantung pada luas luka bakar pada permukaan tubuh yang dihitung
dengan aturan Wallace rules of 9 pada orang dewasa dan Lund dan Browder
grafik pada orang dewasa dan anak-anak. Orang dewasa dengan luka bakar
lebih dari 15% dan pada anak-anak lebih dari 10% dapat terjadi hypovolemic
shock jika resuscitation tidak memadai. Peningkatan permeabilitas kapiler
secara systemic tidak terjadi pada luka lainnya. Hanya terdapat reaksi lokal
pada lokasi luka karena inflamasi menyebabkan vasodilation progresif
persisten dan edema. Hypovolemic shock yang terjadi pada trauma lain
disebabkan hilangnya darah dan membutuhkan tranfusi segera (Tiwari, 2012).
Saat terjadi kontak antara sumber panas dengan kulit, tubuh memberikan
respons untuk mempertahankan homeostasis dengan proses kontraksi,
retraction dan koagulasi pembuluh darah. Menurut Hettiaratchy dan
Dziewulski (2005) mengklasifikasikan zona respons lokal akibat luka bakar
yaitu:
A. Zona Koagulasi
Terdiri dari jaringan nekrosis yang membentuk eskar, yang .terbentuk
dari koagulasi protein akibat cedera panas, berlokasi ditengah .luka bakar,
tempat yang langsung mengalami kerusakan dan kontak .dengan panas
(Hettiaratchy dan Dziewulski, 2005).
b. Zona Stasis
Pada zona stasis biasanya terjadi kerusakan endotel pembuluh .darah
disertai kerusakan trombosit dan leukosit, sehingga terjadi .gangguan perfusi
diikuti perubahan permeabilitas kapiler dan respons .inflamasi lokal, yang
berisiko iskemia jaringan. Zona ini dapat menjadi .zona hyperemis jika
resuscitation diberikan adekuat atau menjadi zona .koagulasi jika
resuscitation diberikan tidak adekuat (Hettiaratchy dan .Dziewulski, 2005).
c. Zona Hiperemis
Terdapat pada daerah yang terdiri dari kulit normal dengan cedera .sel
yang ringan, ikut mengalami reaksi berupa vasodilation dan terjadi
peningkatan aliran darah sebagai respons cedera luka bakar. Zona ini .bisa
mengalami penyembuhan spontan atau berubah menjadi zona statis. Luka
bakar merusak fungsi barier kulit terhadap invasi mikroba .serta jaringan
nekrotik dan eksudat menjadi media pendukung .pertumbuhan
mikroorganisme, sehingga berisiko terjadinya infeksi. .Semakin luas luka
bakar, semakin besar risiko infeksi (Hettiaratchy dan Dziewulski, 2005).
Luka bakar biasanya steril pada saat cedera. Panas yang menjadi .agen
penyebab membunuh semua mikroorganisme pada permukaan. .Setelah
minggu pertama luka bakar cenderung mengalami infeksi, .sehingga
membuat sepsis luka bakar sebagai penyebab utama kematian .pada luka
bakar. Sedangkan luka lain misalnya luka gigitan, luka .tusukan, crush injury
dan excoriation terkontaminasi pada saat terjadi .trauma dan jarang
menyebabkan sepsis secara systemic (Tiwari, 2012).
F. Penatalaksanaan

- Non-operatif
Pada 6 jam pertama luka bakar merupakan fase kritis. Rujuk segera pasien
yang mengalami luka bakar parah ke rumah sakit. Berikut langkah –langkah
yang dilakukan untuk pertolongan pertama pada luka bakar, antara lain (WHO,
2003) :

- Jika pasien belum mendapatkan pertolongan pertama, alirkan air dingin pada
luka bakar pasien untuk mencegah kerusakan lebih jauh dan melepaskan
pakaian yang terbakar.

- Jika luka bakar terbatas, kompres dengan air dingin selama 30 menit untuk
mengurangi nyeri, edema dan meminimalisasi kerusakan jaringan.

- Jika luka bakar luas, setelah dialirkan air dingin, pasang pembalut yang bersih
pada daerah luka untuk mencegah hipotermia.
1. Initial Treatment Wound Care :
 Luka bakar harus steril.

 Pemberian profilaksis tetanus.

 Bersihkan semua bulla, kecuali pada luka bakar yang sangat kecil.

 Eksisi dan lakukan debridement pada jaringan nekrosis yang menempel.

 Setelah di-debridement, bersihkan luka bakar dengan larutan


chlorhexidine 0.25% (2.5g/liter), 0.1% (1g/liter) larutan cetrimide, atau
antiseptik lain yang berbahan dasar air (CEPDR, 2013).

 Jangan menggunakan larutan berbahan dasar alkohol.

 Gosok dengan hati – hati jaringan nekrotik yang longgar. Berikan lapisan
tipis krim antibiotik (silver sulfadiazine) .
 Balutkan kain kasa pada luka. Gunakan kasa kering yang tebal untuk
mencegah terjadinya kebocoran pada lapisan luar.
2. Daily Treatment Wound Care
 Ganti balutan kasa setiap hari (dua kali sehari jika memungkinkan) atau
sesering mungkin untuk mencegah terjadinya kebocoran cairan.

 Inspeksi luka, ada perubahan warna atau tidak yang mengindikasikan


adanya infeksi.

 Demam dapat muncul hingga luka tertutup

 Adanya selulitis mengindikasikan adanya infeksi

 Berikan antibiotik sistemik jika mengalami infeksi


Streptococcus
hemolyticus.

 Infeksi
Pseudomonas aeruginosa sering menimbulkan septicemia dan
kematian. Berikan aminoglikosida sistemik.

 Pemberian antibiotik topikal setiap hari. Jenis antibiotik topikal yang


dapat diberikan antara lain :
- Nitrat silver (0.5% aqueous), paling murah, diaplikasikan pada balutan kassa
oklusif namun tidak dapat penetrasi ke dalam jaringan parut. Obat ini dapat
menyebabkan deplesi elektrolit dan menyebabkan noda.
- Silver sulfadiazine (1% ointment), diaplikasikan pada selapis balutan kasa,
memiliki kemampuan penetrasi ke dalam jaringan parut yang terbatas, dan
dapat menyebabkan neutropenia.
- Mafenide acetate (11% ointment), diaplikasikan tanpa balutan kasa, memiliki
kemampuan penetrasi ke dalam jaringan parut yang lebih baik, dapat
menyebabkan asidosis (WHO, 2003). Trauma luka bakar kurang dari 20%
LPTT hanya mengalami sedikit kehilangan cairan, sehingga secara umum
dapat diresusitasi dengan hidrasi oral kecuali pada kasus luka bakar pada
wajah, tangan, area genital atau luka bakar yang terjadi pada anak-anak dan
lanjut usia. Saat ini rekomendasi untuk memberikan cairan resusitasi secara
intravaskular yaitu ketika area luka lebih besar dari 20%. Salah satu rumus
yang digunakan untuk menghitung jumlah cairan yang diberikan pada trauma
luka bakar adalah rumus Brooke yang termodifikasi yaitu dalam 24 jam
pertama cairan Ringer Laktat 2 ml/kg BB/% area luka bagi pasien dewasa dan
3 ml/kg BB/% area luka bagi pasien anak-anak. Selanjutnya, untuk 24 jam
berikutnya diberikan cairan koloid dengan dosis 0,3 – 0,5 ml/kg/BB/% area
luka (Haberal et al., 2010).
- Operatif
Luka bakar sirkumferensial derajat III pada ekstremitas dapat
menyebabkan gangguan vaskular. Hilangnya sinyal ultrasound Doppler pada
arteri ulnar dan radialis merupakan indikasi dilakukannya eskaratomi pada
ekstremitas atas. Hilangnya sinyal arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis
posterior mengindikasikan dilakukannya eskaratomi pada ekstremitas bawah
(Edlich, 2015).
Setelah terjadinya trauma luka, peningkatan tekanan jaringan interstitial
akan meyumbat aliran vena, baru kemudian aliran kapiler arteri. Dalam
periode 3 hingga 8 jam dibutuhkan untuk terjadinya edema yang akan
meningkatkan tekanan jaringan. Ketika tekanan kompartemen jaringan lebih
besar daripada 40 mmHg, eskaratomi pada luka bakar derajat III akan
mencegah terjadinya trauma iskemik berlanjut. Perlu diingat bahwa penyebab
umum tidak adanya denyut nadi pada ekstremitas diakibatkan karena
hipovolemik dengan vasokonstriksi perifer, bukan akibat dari tekanan
interstitial (Edlich, 2015).
Eskaratomi dilakukan pada bagian medial dan lateral ekstremitas yang
memanjang sesuai dengan ukuran panjang eskar (jaringan yang nekrosis).
Insisi dibuat menggunakan skalpel. Akibat lamanya gangguan vaskular yang
terjadi, eskaratomi dapat menyebabkan trauma reperfusi pada ekstremitas
dengan hiperemis reaktif dan edema pada otot kompartemen. Pada kasus
tersebut, fasiotomi diperlukan untuk mengembalikan perfusi jaringan
terhadap ekstremitas (Edlich, 2015).

Tatalaksana resusitasi luka bakar


1. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
a. Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi
obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas
pemelliharaan jalan nafas.
b. Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan
menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi
memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan
bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi.
c. Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan
nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis
besar karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal
bebas yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis.
d. Perawatan jalan nafas
e. Penghisapan sekret (secara berkala)
f. Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan
nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi
umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan
bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat
tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat
(mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial)
g. Bilasan bronkoalveolar
h. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
i. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki
kompliansi paru
2. Tatalaksana resusitasi cairan
Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan
seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan
tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat
meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi
status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival/maksimal
dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik
dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan
seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat.
Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi
pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan
menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa
cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
a. Cara Evans
1) Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2) Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3) 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
b. Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
3. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya
dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak
sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi
yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat
dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan
fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus
G. Pemeriksaan penunjang

1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya


pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh
darah.
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon
dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi
ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan ,
kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan
cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan.
9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi
ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau
luasnya cedera.
11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Biodata

1. Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamt,


tnggal MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian klita
perlu informasi selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya
mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi anak dibawah umur 2
tahun dan dewasa diatsa 80 tahun memiliki penilaian tinggi terhadap
jumlah kematian (Lukman F dan Sorensen K.C). data pekerjaan perlu
karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar agama
dan pendidikan menentukan intervensi ynag tepat dalam pendekatan
Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah
nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf.
Dalam melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe,
time, quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah
klien mengalami luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh
darah sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema
paru berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru.
2. Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya
kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama
menjalan perawatan ketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat
meliputi beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama terjadi
perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ),
fase rehabilitatif (menjelang klien pulang)
3. Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien
sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika
klien mempunyai riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis,
atau penyalagunaan obat dan alkohol
4. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga,
kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai
masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan
5. Riwayat psiko sosial
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body
image yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami
gangguan perubahan. Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan
perawatan yang laam sehingga mengganggu klien dalam melakukan
aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.
a. Bernafas
Pada klien yang terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama
(kemungkinan cedera inhalasi). Yang dikaji adalah serak; batuk
mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan
sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan
torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan
nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema
paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
b. Makan dan Minum
Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila
terjadi perubahan pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada
pemenuhan kebutuhan nutrisi kemungkinan didapatkan anoreksia,
mual, dan muntah.
c. Eliminasi:
haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin
hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan
otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan
ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada
luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan
motilitas/peristaltik gastrik.
d. Gerak dan Aktifitas :
Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area
yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
e. Istirahat dan Tidur
Pola tidur akan mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh kondisi
klien ddan akan mempengaruhi proses penyembuhan
f. Pengaturan Suhu
Klien dengan luka bakar mengalami penurunan suhu pada beberapa
jam pertama pasca luka bakar, kemudian sebagian besar periode luka
bakar akan mengalami hipertermia karena hipermetabolisme
meskipun tanpa adanya infeksi
g. Kebersihan diri
Pada pemeliharaan kebersihan badan mengalami penurunan karena
klien tidak dapat melakukan sendiri.

B. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas
sakit dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran
bila luka bakar mencapai derajat cukup berat
b. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah
sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam
pertama
c. Pemeriksaan kepala dan leher
1) Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna
rambut setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar,
grade dan luas luka bakar
2) Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi
adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan
serta bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat
luka bakar
3) Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan
bulu hidung yang rontok.
4) Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering
karena intake cairan kurang
5) Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing,
perdarahan dan serumen
6) Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan
sebagai kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan
d. Pemeriksaan thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada
tidak maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang
masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas
tambahan ronchi
e. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya
nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
f. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi
merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga
potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan
kateter.
g. Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru
pada muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri
h. Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa
menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan
nyeri yang hebat (syok neurogenik)
i. Pemeriksaan kulit

1) Luas luka bakar

Untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah satu


metode yang ada, yaitu metode “rule of nine” atau metode “Lund
dan Browder”

2) Kedalaman luka bakar

Kedalaman luka bakar dapat dikelompokan menjadi 4 macam,


yaitu luka bakar derajat I, derajat II, derajat III dan IV, dengan
ciri-ciri seperti telah diuraikan dimuka.

3) Lokasi/area luka
Luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu memerlukan
perhatian khusus, oleh karena akibatnya yang dapat menimbulkan
berbagai masalah. Seperti, jika luka bakar mengenai derah wajah,
leher dan dada dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada
yang diantaranya disebabkan karena edema pada laring .
Sedangkan jika mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan
penurunan sirkulasi ke daerah ekstremitas karena terbentuknya
edema dan jaringan scar. Oleh karena itu pengkajian terhadap
jalan nafas (airway) dan pernafasan (breathing) serta sirkulasi
(circulation) sangat diperlukan. Luka bakar yang mengenai mata
dapat menyebabkan terjadinya laserasi kornea, kerusakan retina
dan menurunnya tajam penglihatan.

Bagian tubuh 1 th 2 th Dewasa

Kepala leher 18% 14% 9%

Ekstrimitas atas
18% 18% 18 %
(kanan dan kiri)

Badan depan 18% 18% 18%

Badan belakang 18% 18% 18%

Ektrimitas bawah
27% 31% 30%
(kanan dan kiri)

Genetalia 1% 1% 1%

C. Intervensi
Diagnosa :
1. Gangguan Intergeritas kulit b.d. cedera kimiawi kulit

2. Ansietas b.d dampak hospitalisasi

3. Intoleransi Aktivitas b.d Gangguan Intergeritas Kulit

4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan

Diagnosa Rencana Keperawatan


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Gangguan Setelah dilakukan Perawatan Intergeritasi kulit
Intergeritas kulit tinfakan keperawatan - Identifikasi penyebab gangguan
b.d. cedera selama …. Pasien intergeritasi kulit
kimiawi kulit - Ubah posisi setiap 2 ja jika tirah
tidak mengalami
baring
nyeri, dengan kriteria
- lakukan pemijatan area penonolan
hasil :
tulang , jika perlu
a. Intergeritas kulit dan
- bersihakan perineal dengan air
jaringan hangat, terutama selama periode
b. Penymbuhan luka diare
c. Kriteria Hasil : - gunakan produk petroleum atau

- Intergeritas kuli yang minyak pada kulit kering


- Hindari produk berbahan dasar
baik bisa dipertahankan
alcohol pada kulit kering
(sensasi, elastisitas,
- anjurkan minum air putih yang
temperatur, hidrasi,
cukup
pigmentasi)
- anjurkan meningkatkan asupan
- Tidak ada luka/ lesi nutrisi

Perawatan luka bakar :


- Idedtifikasi penyebab luka bakar
- identifikasi durasi terkena luka
bakardan riwayat penanganan luka
bakar sebelumnya
- Monitor kondisi luka - - Gunakkan
teknik aseptic selama merawat luka
- lepaskan balutan lama dengan
mnghindari nyeri dan pendarahan
- Bersihkan lukadengan cairan steril
- Kolaborasi prosedur debriment
Nyeri akut SLKI: SIKI :
berhubungan
Setelah dilakukan tinfakan 1. Manajemen Nyeri :
dengan inflamasi
keperawatan selama…. P
- Lakukan pengkajian nyeri
dan kerusakan
asien tidak mengalami
secara
jaringan
nyeri, dengan kriteria hasil:
komprehensif termasuk
A. Kontrol nyeri lokasi,
1. Mampu mengontrol karakteristik,
nyeri (tahu penyebab
durasi, frekuensi, kualitas
nyeri,
dan faktor presipitasi.
mampu menggunakan
2. Observasi reaksi nonverbal
tehnik nonfarmakologi
dari ketidaknyamanan.
untuk mengurangi
3. Bantu pasien dan keluarga
nyeri, mencari
untuk mencari dan
bantuan).
menemukan dukungan.
2. Melaporkan bahwa
4. Kontrol lingkungan yang
nyeri
dapat mempengaruhi nyeri
berkurang dengan seperti suhu ruangan,
menggunakan pencahayaan
manajemen nyeri. dan kebisingan.
3. Mampu mengenali 5. Kurangi faktor presipitas
nyeri (skala, intensitas, nyeri.
frekuensi dan tanda
6. Kaji tipe dan sumber nyeri
nyeri).
untuk
4. Menyatakan
menentukan intervensi.
rasa nyaman setelah
7. Ajarkan tentang teknik non
nyeri berkurang.
farmakologi: napas dala,
5. Tanda vital dalam
relaksasi, distraksi, kompres
rentang normal.
hangat/ dingin.
6. Tidak mengalami
8. Berikan analgetik untuk
gangguan tidur
mengurangi nyeri
9. Tingkatkan istirahat.

10. Berikan
informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur.
Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energi:
Aktivitas b.d tinfakan keperawatan Observasi:
Gangguan selama…. P asien tidak - memonitor kelelahan fisik dan
Intergeritas Kulit emosional
mengalami nyeri, dengan
- memonitor pola dan jam tidur
Kriteria hasil :
- memonitor lokasi dan
- Frekuensi Nadi (3)
ketidaknyamanan selama
- kemudahan dalam
melakukan aktivitas
melakukan sehari-hari (3) Terapeutik :
- Perasaan lemah (3) - sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus
Lakukan latihan rentang gerak aktif
dan pasif
- berikan distraksi yang
menenangkan
Edukasi:
- anjurkan tirah baring
- Anjukan melakukan aktivitas
secara bertahap
Ansietas b.d Setelah dilakukan Reduksi ansietas:
dampak tinfakan keperawatan Observasi:
hospitalisasi selama…. P asien tidak - Identifikasi saat tingkat ansietas
beruah
mengalami nyeri, dengan
- Monitor tand-tanda ansietas
kriteria hasil:
Terapeutik:
- Ciptakan suasana terapeutk untuk
Tingkat Ansietas :
menumbuhkan kepercayaan
- perilaku gelisah(3) - Temani pasien untuk mengurangi
- perilaku tegang (3) kecemasan
- Perasan - Gunakan pndekatan yang tenan
keberdayaan (3) dan meyakinkan
-Kontak mata (3) Edukasi :
- anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien
- latihan kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
- latih tehknik relaksasi
Kolaborasi :
- kolaborasi pembrian obat
antiansietas, jika perlu

Anda mungkin juga menyukai