Anda di halaman 1dari 5

TUGAS ETIKA PROFESI

NAMA : dr. DEISY CHRISANTY BETAH


NIM : C085182009
BAGIAN : ILMU PATOLOGI KLINIK

Analisis Kompherensif Unit 731 terkait Covid-19

A. Unit 731 dan Pengembangan Senjata Biologi

Letnan Jenderal Jepang, dr. Ishii Shiro mendirikan UNIT 731 pada masa Perang
Dunia II dengan tujuan bereksperimen dengan senjata bioteknologi atau senjata biologi
yang kala itu merupakan salah satu senjata yang cukup mematikan. Menurut Office of
Technical Assistance US (1982), bioteknologi merupakan teknik pendayagunaan
organisme hidup atau untuk membuat suatu produk dan meningkatkan sifat tanaman atau
hewan dengan mengembangkan mikroorganisme untuk penggunaan yang tertentu. Begitu
pula menurut Bull et al. (1982), bioteknologi merupakan penerapan asas-asas sains (ilmu
pengetahuan alam) dan rekayasa (teknologi) untuk pengolahan suatu bahan dengan
melibatkan aktivitas jasad hidup untuk menghasilkan barang dan/atau jasa.
Senjata bioteknologi atau senjata biologi adalah sebuah senjata yang
menggunakan patogen atau agen seperti : bakteri dan virus sebagai alat untuk
membunuh, melukai, dan melumpuhkan musuh. Dalam pengertian luasnya, senjata biologi
bukan hanya berbentuk organisme patogen, tetapi juga toksin berbahaya yang dihasilkan
oleh organisme tertentu. Senjata biologi tidak hanya menyerang manusia, tetapi juga bisa
menyerang hewan dan tanaman.
Senjata biologi memiliki beberapa perbedaan dengan senjata pemusnah lainnya
seperti senjata nuklir dan kimia, yaitu pelepasan agennya tidak dapat segera terdeteksi.
Walaupun ada sistem yang dapat mendeteksi agen biologis, tetapi sebagian besar
memiliki penundaan waktu antara mendapatkan agen dan mengidentifikasinya. Efek dari
penyebarannya juga tidak dapat segera terdeteksi. Seseorang yang mungkin terkena
setelah agen dilepaskan, infeksinya memerlukan waktu untuk menyebabkan penyakit
(masa inkubasi). Dengan demikian, salah satu indikator pertama serangan senjata biologi
bisanya berupa wabah penyakit.
Efek senjata biologi adalah penyakit yang bisa berlanjut setelah diluncurkan
senjata tersebut. Jika agen yang dapat ditularkan, seperti virus antrax, cacar atau virus
Ebola, menginfeksi seseorang di tempat pelepasannya, orang tersebut dapat

1
menyebarkan agen penyakit tersebut kepada orang lain. Hal ini akan mengakibatkan
infeksi sekunder di daerah yang jauh dari pelepasan awal dan mereka tidak siap untuk
penyakit ini (Introduction to Biological Weapon, 2010).
Unit 731, yang secara resmi dikenal sebagai Kwangtung Army Epidemic
Prevention and Water Supply Unit adalah suatu unit rahasia Jepang untuk pengembangan
senjata biologis pada tahun 1937-1945 di Harbin, Cina. Unit yang dipimpin oleh seorang
dokter dari tentara kekaisaran Jepang, Jenderal Shiro Ishii ini melakukan eksperimen
terhadap manusia dan juga senjata biologis kepada sekitar 3.000-250.000 tawanan
perang, baik wanita, pria, dan bahkan anak-anak yang kebanyakan berkebangsaan Cina,
Korea, dan Mongolia. Unit ini melakukan berbagai hal-hal yang keji terhadap tawanan-
tawanan perang tersebut, antara lain melakukan pembedahan secara hidup-hidup tanpa
anestesi untuk mengambil salah satu organ tubuh dari para tawanan dan meneliti efek
penyakit dari tubuh manusia.
Menurut catatan sejarah, mereka melakukan percobaan langsung terhadap orang-
orang di Cina dan ditempat dimana unit tersebut berada. Jumlah yang sangat besar
dihitung dengan angka dengan menggunakan manusia hidup sebagai objek langsung
terhadap segala rangkaian percobaan virus, bakteri dan bahan kimia lainnya (Karim,
Hardiwinoto, & Setiyono, 2017).
Togo Unit yang dikenal sebagai Epidemic Prevention Department (Boeki Bu 防疫
部) dari Kwangtung Army, sebagai Unit 731, segera mengubah nama sebagai Epidemic
Prevention and Water Supply Department (EPWSD) (Boeki Kyuusui Bu 防 疫 給 水 部 ),
selain percobaan medis, unit ini bertanggung jawab untuk pemurnian air untuk tentara
Jepang di Cina mulai tahun 1937. Departemen tersebut mencangkup beberapa unit
pemurnian air, EPWSDs divisi 18, dan lima Epidemic Prevention Department permanen di
Harbin (Unit 731), Beijing (Unit 1855), Nanjing (Unit 1644), Guangzhou (Unit 8604), dan
Tokyo (Boeki kenkyu Shitsu). Ketika Angkatan Darat Jepang menduduki Singapura pada
tahun 1942, EPWSD permanen yang lainnya ditambahkan ke jaringan (Unit 9420). Unit
731 sendiri memiliki lima cabang di Mudanijiang, Linkou, Sunwu, Hailar, dan Dalian. Walau
unit ini ada diberbagai negara, namun karena Cina adalah daerah jajahan Jepang terluas,
maka di Cina lah jutaan korban berjatuhan. Selain dari orang-orang biasa yang diculik dan

2
ditangkap, mereka juga melakukan uji coba terhadap para tawanan perang ( Tsuchiya,
2005).
Unit 731 adalah unit perang biologis, yang secara resmi diberi nama Epidemic
Pervention and Water Purification Department yang terbentuk dari Kwangtung Army, Ishii
membangun sebuah kompleks besar lebih dari 150 bangunan di atas enam kilometer
persegi di Pingfang, 20 kilometer selatan Harbin, Manchuria. Pembangunan dan
pemeliharaan fasilitas tersebut dilakukan oleh skitar 10.000 pekerja Cina dan hampir 3000
orang peneliti bekerja di bawah kepemimpinan Jenderal Ishii Shiro (uhavax.hartford.edu).

B. Hubungan Unit 731 dengan rekayasa senjata biologi Covid-19


Sampai saat ini, negara Amerika Serikat berkeyakinan bahwa Republik Rakyat
Cina (RRC) yang telah menyebarkan wabah virus corona atau yang kita kenal dengan
Covid-19 ke seluruh dunia, baik karena secara sengaja atau karena secara kebetulan
bocor dari sebuah Laboratorium virology, di kota Wuhan. Nama virus ini adalah SARS
[Severe acute respiratory syndrome] CoV-2.
Meskipun beberapa negara-bangsa telah melakukan riset dan menciptakan
perang biologis, namun belum ada satu dokumen pun yang membuktikan bahwa sebuah
negara tertentu telah terlibat dalam melancarkan perang biologis yang berakibat jumlah
kematian yang berskala besar. Pada 1972, telah ditandatangani sebuah perjanjian
bernama Biological Warfare Convention, yang melarang pengembangan maupun
penyimpanan virus-virus maupun bakteri-bakteri beracun. Selain itu, Biological Warfare
Convention juga memerintahkan untuk menghentikan maupun memusnahkan seluruh
virus maupun bakteri beracun tersebut.
 Melalui program Angkatan Darat Jepang bernama Unit 731, tentara Jepang
bertanggungjawab terhadap mewabahnya penyakit pes melalui penyebaran kutu lewat
pesawat terbang terhadap penduduk Cina yang berada di beberapa kota di Cina.
Begitupula ketika tentara Jepang melancarkan serangan biologis ke Changda, telah
mengontaminasi wabah kolera terhadap 10 ribu warga Cina. Unit 731 Jepang juga
menciptakan wabah penyakit cacar, disentri dan antrax, terhadap penduduki sipil Cina.
Melakukan pembedahan dan eksperimen secara sadis dan diluar perikemanusian, misal
transfusi darah hewan ke manusia hidup,  pemotongan anggota tubuh orang hidup dan

3
menyambungkannya kembali ke sisi yang berlawanan,  percobaan pada wanita hamil,
bahkan percobaan pada bayi-bayi yang baru lahir dan juga balita merupakan sebagian dari
kisah kelam yang terjadi pada unit tersebut. Selain hal tersebut, ada juga ujicoba terhadap
virus, bakteri dan patogen lainnya, dengan cara disuntikan langsung ke tubuh mereka
yang dijadikan kelinci percobaan. Umumnya disuntikan kepada mereka yang hamil lalu
kemudian, perutnya akan dibedah serta dilihat apa reaksi virus atau bakteri tersebut
terhadap janin.
Oleh karena itu, kalangan yang menuding Cina telah mengembangkan Covid-19,
sebagai senjata biologi di labortorium Wuhan, sepertinya tidak bersimpati dan tidak peduli
dengan sejarah penderitaan warga Cina ketika jadi korban perang biologis semasa
pendudukan Jepang di Cina semasa Perang Dunia II.
Menurut temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Medicine, Covid-19
berasal dari evolusi alami. Sebelumnya, sudah muncul berbagai spekulasi bahwa virus
yang pertama muncul di kota Wuhan, China yang akhirnya menjadi pandemi global ini
merupakan buatan laboratorium untuk senjata biologi. Peneliti menemukan novel
coronavirus SARS-CoV-2 yang muncul di kota Wuhan, Cina, tahun lalu dan telah
menyebabkan epidemi Covid-19 skala besar dan menyebar ke lebih dari 70 negara lain
adalah produk evolusi alami.
Studi yang dipimpin Kristian Andersen profesor imunologi dan mikrobiologi di
Scripps Research Institute di La Jolla, California, Amerika Serikat, mengatakan analisis
data sekuens genom publik dari SARS-CoV-2 dan virus terkait, tidak menemukan bukti
bahwa virus itu dibuat di laboratorium atau direkayasa. Para ilmuwan menemukan bahwa
bagian Receptors Binding Domain (RBD) dari protein lonjakan SARS-CoV-2 telah
berevolusi untuk secara efektif menargetkan fitur molekuler di bagian luar sel manusia
yang disebut ACE2, sebuah reseptor yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah
Protein spike SARS-CoV-2 sangat efektif untuk mengikat sel-sel manusia.
Bukti evolusi alami ini didukung oleh data tentang tulang punggung ( back bone)
SARS-CoV-2 - struktur molekul keseluruhannya. Jika seseorang berusaha merekayasa
virus corona baru sebagai patogen, mereka akan membuatnya dari tulang punggung virus
yang diketahui menyebabkan penyakit.

4
Studi yang dilakukan Andersen et al juga mengamati protein paku--fitur yang
digunakan virus corona untuk mengikat membran sel manusia atau hewan yang mereka
infeksi. Tim melihat kepada dua komponen pada protein paku itu yakni domain pengikat
reseptor (RBD) yang menempel pada sel inang sehat, dan sebuah belahan yang
berperan membuka virus dan memungkinkannya menembus sel yang diinfeksi.
Untuk mengikat sel manusia, protein paku membutuhkan reseptor pada pada sel
manusia itu yang disebut angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2). Para ilmuwan
menemukan bahwa domain pengikat reseptor dari protein paku telah berevolusi
menarget ACE2 begitu efektif, yang ini hanya bisa terbentuk dari hasil seleksi alam dan
bukan rekayasa genetika. Selain itu, struktur molekul 'backbone' SARS-CoV-2 juga
mendukung temuan ini. Jika virus corona baru itu hasil rekayasa genetik, kata para
peneliti, titik awal penelitian kemungkinan adalah 'backbone' pada virus lain dalam
keluarga corona.
Para peneliti menyimpulkan bahwa virus ini adalah produk dari evolusi alami. Ini
dapat mengakhiri spekulasi tentang rekayasa genetika Covid-19 yang disengaja, adanya
teori konspirasi global dan pengembangan senjata biologi di Labortorium di China dan
Amerika yang tidak dapat dibuktikan, dan tidak terkait sama sekali dengan proyek Unit
731 Jepang saat perang Dunia II berdasarkan kesepakatan Biological Warfare
Convention, yang melarang pengembangan maupun penyimpanan virus-virus maupun
bakteri-bakteri beracun.

Sumber :

1. Agus Purwodianto, PhD, “Aspek Etikolegal Makro Senjata Biologi dan Bioterorisme”,
bahan kuliah Kajian Strategik Intelijen, Universitas Indonesia, 2011.
2.  Jerry D Gray, “Deadly Mist : Upaya Amerika Merusak Kesehatan Manusia”, Sinergi-
Kelompok Gema Indonesia, Jakarta, hal 19, 2009.
3. Kristian G. Andersen, Andrew Rambaut, W. Ian Lipkin, Edward C.
Holmes & Robert F. Garry. The proximal origin of SARS-CoV-2. Nature
Medicine. Volume 26, pages 450–452. 2020.

Anda mungkin juga menyukai