Anda di halaman 1dari 9

Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III p-ISSN 2598-5973

11 November 2017, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta e-ISSN 2599-008X

Peran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


dalam Menanamkan Karakter Kebangsaan
pada Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi
Tri Desti
Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta
Pos-el: tridesti19@gmail.com

Abstrak
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di Indonesia bertujuan untuk mempersiapkan warganegara yang baik (good citizen),
yaitu warganegara yang cinta tanah air, memiliki jiwa patriotisme, dan juga memiliki rasa kekeluargaan yang diwujudkan dengan
sikap disiplin, jujur, serta toleransi. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan wajib diberikan kepada semua warganegara
tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus pada semua jenjang pendidikan dari pendidikan dasar, menengah, hingga pendidikan
tinggi. Patriotisme berhubungan dengan karakter kebangsaan sehingga, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan harus
menanamkan karakter kebangsaan pada anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi. Sekolah inklusi merupakan sekolah yang
bertujuan untuk menjamin anak berkebutuhan khusus memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya. Dengan
demikian, karakter kebangsaan harus disesuaikan dengan kekhususan masing-masing yang dimiliki oleh anak berkebutuhan
khusus. Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini, yaitu kepustakaan atau library research. Karakter
kebangsaan akan menumbuhkan jiwa patriotik pada anak berkebutuhan khusus.
Kata kunci : PPKn, anak berkebutuhan khusus, patriotisme, karakter kebangsaan, sekolah inklusi

Pendahuluan menunjukkan lunturnya nilai-nilai luhur bangsa Indo-


nesia.
Setiap bangsa di dunia memiliki karakter yang
membedakan antara bangsa satu dengan yang lainnya. Santosa, Wibowo dan Ariyanto (2013:13) me-
Tjarsono (2013: 885) menyebutkan bahwa setiap nyebutkan bahwa permasalahan moral terjadi di
bangsa memiliki cara pandang yang berbeda-beda kalangan remaja di Indonesia. Banyak kasus penyim-
terhadap diri dan lingkungannya, termasuk bangsa pangan yang dapat mempengaruhi pembentukan ka-
Indonesia. Bangsa Indonesia memandang dirinya rakter remaja di Indonesia. Tulus (2012:273) juga me-
sebagai negara kepulauan yang heterogen. Berdasar- nyebutkan bahwa remaja dan masyarakat Indonesia
kan hal tersebut karakter bangsa Indonesia tentu saja pada umumnya bangga ketika berpenampilan modis
berbeda dengan karakter bangsa Amerika. Mu’in yang menirukan budaya barat. Selain itu, perilakunya
(2011:295) menyatakan bahwa karakter suatu bangsa juga menirukan budaya barat. Hal ini apabila tidak se-
dicerminkan oleh karakter dari warganegaranya. gera ditangani, lambat laun remaja di Indonesia akan
kehilangan nilai-nilai lokalitas kebangsaan.
Memiliki warganegara yang baik merupakan
keiinginan bagi setiap bangsa di dunia tidak terkecuali Berbagai tindakan yang tidak menceriminkan nilai-
bangsa Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, bangsa nilai luhur bangsa Indonesia menjadi perhatian baik
Indonesia menginginkan warganegaranya memiliki bagi kalangan masyarakat, elit politik, pemerintah,
nilai-nilai luhur berdasarkan Pancasila yaitu, berke- tokoh agama dan juga praktisisi pendidikan atau
tuhanan, berperi kemanusiaan, memiliki jiwa nasiona- akademisi. Upaya yang tepat untuk mengatasi ber-
lisme, demokratis dan juga berkeadilan sosial. bagai permasalahan yang berkaitan dengan lunturnya
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia adalah pendikan
Seperti bangsa lain Indonesia juga ingin menjadi
karakter. Oleh karena itu, Dianti (2014:62) menye-
bangsa demokratis, bebas dari korupsi kolusi dan
butkan bahwa pendidikan karakter harus dimulai
nepotisme (KKN), menghargai dan taat hukum, dan
dengan proses penanaman pengetahuan tentang hal-
juga memiliki warganegara yang berjiwa nasionalisme.
hal yang baik kemudian diaplikasikan dalam bentuk
Kenyataan di lapangan menjukkan fenomena yang
sikap.
sebaliknya. Konflik horizontal dan vertikal yang ditan-
dai dengan kekerasan dan kerusuhan mucul dimana- Pendidikan karakter di Indonesia dilaksanakan
mana, diiringi mengentalnya semangat primordialisme dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional
yang mengancam integrasi bangsa; banyaknya kasus yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik
KKN; politik uang dan anarkisme mewarnai demo- agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
krasi di Indonesia; kesantunan sosial dan politik sema- kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
kin memudar merupakan berbagai contoh yang berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

125
Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III p-ISSN 2598-5973
11 November 2017, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta e-ISSN 2599-008X

negara yang demokratis serta bertanggung jawab. kan jiwa nasionalismenya. Tulisan ini memfokuskan
Salah satu pendekatan pendidikan karakter yaitu kajian pada beberapa topik bahasan mengenai Pendi-
melalui pembelajaran. Pembelajaran karakter terse- dikan Pancasila dan Kewarganegaraa, urgensi karak-
but dapat dilakukan baik di kelas, di satuan pendidikan ter kebangsaan, anak berkebutuhan khusus dan juga
dan nonformal, ataupun di luar satuan pendidikan. sekolah inklusi.
Dengan demikian, pembelajaran karakter di kelas da-
pat dilaksanakan melalui proses belajar Pendidikan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Pancasila dan Kewarganegaraan.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan upaya
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ber- pedagogis yang bertujuan untuk membentuk warga
tujuan untuk membentuk warganegara Indonesia negara yang baik, yang memuat materi pemerintahan,
yang baik (Good Citizen) berlandaskan Pancasila yaitu kewargaan, dan sejarah atau kebangsaan (Samsuri dan
membentuk warganegara Indonesia yang religius, Muchson, 2015:117). Sejalan dengan hal tersebut,
berkemanusiaan dan berkeadaban, memiliki jiwa Kaelan (2016:3) menyebutkan bahwa Pendidikan Ke-
nasionalisme, bertanggungjawab dan adil terhadap warganegaraan bertujuan untuk menumbuhkan wa-
lingkungan sosialnya, membentuk kecakapan partisi- wasan dan kesadaran bernegara, serta membentuk si-
patif yang bermutu serta demokratis. Karakter bang- kap warga negara yang cinta tanah air. Hamidi dan
sa Indonesia adalah Pancasila itu sendiri yang tidak lain Lutfi (2010:80) secara lebih rinci memaparkan tujuan
merupakan ideologi bangsa Indonesia. Pendidikan Kewarganegaraan adalah membentuk ke-
cakapan partisipatif yang bermutu dan bertanggung
Warganegara Indonesia dikatakan berkarakter
jawab, menjaga persatuan dan integritas bangsa, men-
apabila berjiwa Pancasila, mengamalkan nilai-nilai Pan-
jadikan warga negara yang demokratis, berpartisipasi
casila baik dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa
dalam kegiatan politik masyarakat, dan bertanggung
maupun bernegara.
jawab serta mampu memecahkan berbagai persoalan
Pendidikan karakater dengan pendekatan pembe- aktual kewarganegaraan. Berdasarkan penelitian yang
lajaran di kelas melalui Pendidikan Pancasila dan Ke- dilakukan oleh Galston (2007:639-640) Pendidikan
warganegaraan harus diberikan kepada semua warga Kewarganegaraan yang diberikan di sekolah sangat
negara Indonesia tanpa kecuali untuk anak berkebu- penting dalam menentukan karakter kewarganegara-
tuhan khusus. sesuai dengan amanat Pasal 31 ayat (1) an. Berdasarkan pemaparan tersebut dapat dikatakan
UUD 1945 disebutkan bahwa setiap warga negara bahwa Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia
berhak untuk mendapatkan pendidikan. Anak berke- bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik
butuhan khusus merupakan warganegara Indonesia, dan berkarakter sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
sehingga mereka memiliki hak yang sama dengan
Darmadi (2009:97) menjelaskan bahwa Pendidi-
warga negara lainnya untuk mendapatkan pendidikan.
kan Kewarganegaraan bertujuan untuk menyiapkan,
Dalam hal ini, Pemerintah harus memberikan pendi-
membina dan mengembangkan pengetahuan serta ke-
dikan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan
mampuan dasar peserta didik yang berkaitan dengan
anak berkebutuhan khusus baik dalam pendidikan da-
hak, kewajiban dan juga tanggung jawab sebagai warga
sar, pendidikan menengah maupun pada pendidikan
negara yang baik berlandaskan Pancasila. Sejalan de-
tinggi.
ngan hal terssebut Pasal 3 Undang-Undang RI No. 20
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang me- Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
ngalami hambatan dalam kegiatan belajar mengajar (Sisdiknas), secara lebih rinci menjelaskan bahwa Pen-
baik hambatan fisik, intelektual maupun psikologisnya. didikan Nasional berfungsi mengembangkan kemam-
Smart (2012:33) menjelaskan bahwa anak berkebu- puan dan membentuk watak dan peradaban bangsa
tuhan khusus adalah anak yang memiliki karakteristik yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehi-
khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya. dupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya po-
Karakteristik yang dimiliki oleh anak berkebutuhan tensi peserta didik agar menjadi manusia yang ber-
khusus bukan alasan untuk tidak menanamkan karak- iman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
ter kebangsaan. Sebagai warganegara, anak berkebu- berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
tuhan khusus juga memiliki hak dan kewajiban yang mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
sama dengan anak pada umumnya untuk mengenali dan bertanggung jawab.
bangsanya melalui pendidikan karakter kebangsaan
yang diintegrasikan melalui Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Inklusi dan Anak Berkebutuhan
Kewarganegaraan. Khusus
Warga negara yang baik adalah warga negara yang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
memiliki jiwa nasionalisme. Berdasarkan hal trsebut, mengalami kesulitan dalam belajar (Thompson, 2010:
karakter kebangsaan yang diberikan kepada anak 2). Abdullah (2013:1) mengkategorikan anak berke-
berkebutuhan khusus melalui Pendidikan Pancasila butuhan khusus meliputi anak yang memiliki kelaianan
dan Kewarganegaraan diharapkan dapat menumbuh- dalam aspek fisik, anak yang memiliki kelainan dalam

126
Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III p-ISSN 2598-5973
11 November 2017, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta e-ISSN 2599-008X

aspek mental dan anak yang memiliki kelaianan dalam pengukuran kecerdasan, bakat minat serta kepri-
aspek mental. Berbagai kelaian yang dimilki oleh anak badian bagi peserta didik inklusif.
berkebutuhan tersebut yang tidaklain membautnya
mengalami kesulitan dalam belajar. Urgensi Karakter Kebangsaan
Berdasarkan pemaparan tentang anak berkebutu- Karakter merupakan sikap atau perilaku yang baik
han khusus tersebut, pemerintah Indonesia mengem- yang dimiliki oleh manusia (Lickona, 2003:13). Lebih
bangakan pendidikan inklusi dengan mengeluarkan lanjut Lickona (2003:15) menjelaskan bahwa karakter
Peraturan Pemerintah Menteri Pendidikan Nasional yang baik meliputi kejujuran, keberanian, keadilan dan
(Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 tentang kasih sayang. Sejalan dengan Lickona, Coles (2003:19)
Pendidikan Inklusi disebutkan bahwa pendidikan in- juga menjelaskan bahwa anak-anak yang baik adalah
klusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang anak yang taat dan patuh terhadap hukum, meng-
memberikan kesempatan kepada semua peserta didik hormati orang lain, memiliki empati terhadap
yang memiliki kelainan dan memiliki potensi ke- keluarga, masyarakat dan bangsanya. Bertens (2013:
cerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti 174) sependapat bahwa keutamaan dari manusia ada-
pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pen- lah kebaikan yang ada dalam diri manusia.
didikan secara bersama-sama dengan peserta didik
Tanpa nilai-nilai kebajikan yang membentuk ka-
pada umumnya. sejalan dengan hal tersebut, Kusta-
rakter yang baik, masyarakat tidak dapat mengem-
wan (2013:16) menyebutkan tujuan dari pendidikan
bangkan dunia yang menjunjung tinggi masrtabat dan
inklusi adalah menjamin anak berkebutuhan khusus
nilai dari setiap manusia (Lickona, 2003:22). Nilai nilai
mendapatkan kesempatan dan akses yang sama dalam
kebajikan tersebut adalah kebijaksanaan, keadilan ke-
layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya.
beranian, pengendalian diri, cinta, sikap positif,
Melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional bekerja keras, integritas, syukur dan kerndahan hati
tentang pendidikan inklusi Praptiningrum (2010:37) (Lickona, 2003:16-20).
menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan in-
Karakter yang baik terbentuk dari kebiasaan sejak
klusi untuk anak berkebutuhan khusus di Indonesia
dari manusia lahir. Oleh karena itu, orang tua sangat
masih mengalami berbagai hambatan dan belum se-
mempengaruhi dalam pembentukan karakter anak
suai dengan kebijakan. Berdasarkan hal tersebut,
(Lickona. 2003:50). Berdasarkan hal tersebut Mulyasa
Chamidah (2010:68) memaparkan perencanaan yang
(2013:3) mengatakan bahwa karakter merupakan
harus diperhatikan oleh sekolah penyelenggara pendi-
kebaikan alami seseorang yaitu kebaikan, kejujuran,
dikan inklusi untuk anak berkebutuhan kesehatan
tanggungjawab, memnghormati orang lain dan nilai-
khusus yaitu: riwayat kesehatan anak, perencanaan
nilai kabaikan lainnya yang dapat diwujudkan dalam
perawatan kesehatan, komunikasi tim, kehadiran
tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
anak di sekolah, dan lingkungan sekolah.
menanamkan karakter tersebut Nucci dan Narvaez
Hasyim (2013:119) dalam peneltiannya kemudian (2015:373) sepakat dengan Lickona bahwa orang tua
memberikan saran untuk memantapkan keberadaan harus menjadi pendukung disamping pendidik dan
sekolah inklusihal yang perlu dilakukan adalah: 1) me- staff di sekolah.
lakukan sosialisasi tentang pendidikan inklusi secara
Berdasarkan Desain Induk Pembangunan Karak-
terus menerus; 2) meningkatkan profesionalisme pa-
ter Bangsa yang dikembangkan Kemendiknas (2010:8-
ra pelaku pendidikan inklusif, Manager Inklusi, Staff
9) secara psikologis dan sosial kultural pembentukan
Administrasi, Guru Pendamping Khusus, dan juga Gu-
karakter seseorang merupakan perwujudan fungsi
ru Reguler dengan cara mengirim untuk mengikuti
totalitas psikologis dan fungsi totalitas sosial yang
pelatihan atau workshop tentang pengelolaan pendi-
dikelompokkan dalam olah hati, olah pikir dan olah
dikan inklusi; 3) memantapkan kurikulum modifikasi
rasa yang saling berkaitan dan saling melengkapi
untuk pendidikan inklusi dengan memasukkan materi
dalam mewujudkan nilai-nilai luhur dan perilaku yang
lokal supaya menjadi acuan kurikulum modifikasi un-
berkarakter.. Koherensi keempat proses psikososial
tuk pendidikan inklusi, hal tersebut tentunya dengan
tersebut dapat digambarkan diagram Ven sebagai
melibatkan segala Komponen yang berurusan dengan
berikut:
pendidikan inklusif termasuk para pakar pendidikan
inklusi; 4) membuat sistem pengelolaan administrasi
pendidkan inklusi yang handal di segala lini, seperrti
pada pengelolaan keuangan, administrasi pendidik dan
tenaga kependidikan sehingga pelaksanaan pendidikan
inklusif bisa berjalan secara professional; 5) membuat
Memorandum of Uderstanding (MoU) dengan lembaga-
lembaga professional untuk pengembangan pendidi-
kan inklusif, seperti pelaksanaan tes psikologis,

127
Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III p-ISSN 2598-5973
11 November 2017, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta e-ISSN 2599-008X

tersebut Ratna (2014:568) menjelaskan bahwa sema-


ngat nasionalisme sangat penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Cinta tanah air, pengor-
banan terhadap jiwa dan raga, bekerja keras dalam
mebangun bangsa merupakan beberapa contoh dari
semangat nasionalisme bangsa Indonesia.
Semangat kebangsaan harus ditanamkan kepada
seluruh warga negara Indonesia sehingga tidak ada
alasan untuk melakukan tindakan yang mendasarkan
pada primordialisme dan menghambat integrasi bang-
sa. Masyarakat Indonesia saat ini sering terlibat dalam
berbagai konflik baik horizontal maupun vertikal. Hal
Gambar 1 Koherensi Karakter dalam Konteks tersebut menunjukkan penurunan nilai-nilai luhur
Totalitas Proses Psikososial dalam jiwa bangsa Indonesia. Oleh karena itu Indone-
Sumber: Kementerian Pendidikan Nasional (2010:9) sia melalui Peraturan Presiden No. 87 tentang Pe-
nguatan Pendidikan Karakter ingin menanamkan ka-
Desain Induk Pembangunan Karakter Bangsa yang rakter bangsa Indonesia sehingga menjadi bangsa yang
dikemabangkan oleh Kemendiknas tersebut mene- bermartabat di mata dunia.
gaskan bahwa bangsa Indonesia secara terencana dan
terprogram ingin menguatkan karakter bangsa Indo- Secara lebih rinci Pasal 3 Peraturan Presiden No.
nesia. Hal tersebut dilatarbelakangi keberagaman 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karak-
budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Akan ter menyebutkan bahwa PPK dilaksanakan dengan
tetapi, saat ini kebudayaan modern dan global sudah menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan ka-
masuk ke dalam jiwa bangsa Indonesia. Nilai-nilai rakter terutama meliputi nilai-nilai religious, jujur, to-
budaya lokal seperti nilai-nilai yang menyangkut etika, leran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demok-
estetika, moral, agama, sosial, dan cara pandang diri ratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta ta-
sudah mulai luntur (Manurung, 2011:238). Dalam nah air, mengahargai prestasi, komunikatif, cinta da-
penelitiannya Hartoyo (2010:143) juga menyebutkan mai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial,
bahwa saat ini sulit menemukan warganagara yang dan bertanggung jawab. PPK yang diatur tercantum
berintegritas, bermoral, dan bertanggungjawab. dalam Pasal 3 Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2017
Kesadaran sebagai bangsa semakin luntur karena tentang Penguatan Pendidikan Karakter memuat ten-
sikap etnisitas, fanatisme sasama pemeluk agama dan tang semangat kebangsaaan dan cinta tanah air yang
juga golongan yang jauh dai semangat pluralitas merupakan Komponen utama dalam karakter ke-
bangsa. bangsaan.
Oleh karena itu sudah seharusnya bangsa Indo- Pembentukan karakter bangsa bertujuan untuk
nesia meningkatkan penyadaran dan penghayatan ke- menguatkan nilai-nilai karakter kebangsaan yang pada
satuan dalam kekayaan keanekaragaman atas dasar dasarnya sudah ada dalam jati diri bangsa Indonesia.
Pancasila. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia Ratna (2014:569) menyebutkan bahwa karakter
mampu merangkul keanekargaman sebagai kekayaan bangsa yang sudah ada dalam jati diri bangsa Indonesia
bangsa (Hermanto, 2009:11). Penyadaran dan peng- adalah konsep-konsep negara, bangsa, negara bangsa,
hayatan kesatuan bangsa yang seseui dengan nilai-nilai Pancasila sebgai ideologi negara Indonesia, konstitusi
Pancasila tersebut dapat dilakukan dengan Penguatan negara Indonesia, lambang negara Indonesia, dan juga
Pendidikan Karakter (PPK). bahasa Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut, Tulus
(2012:273) menjelaskan bahwa dalam mengembang-
Secara lebih rinci Desain Induk Pembangunan kan karakter dan membina kebudayaan bangsa harus
Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 (Lonto dan merupakan kelanjutan dari budaya sendiri (kontinui-
Pangalila, 2016:91) mendefinisikan karakter bangsa tas) menuju ke arah kestuan kebudayaan dunia (kon-
adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang ter- vergensi), dan tetap memiliki dan membina sifat ke-
cermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, pribadian di dalam lingkungan kemanusiaan sedunia
dan perilaku berbangsa dan bernegara dari hasil olah (konsentrisitas). Lonto dan Pangalila(2016:101) juga
pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olahraga se- sependapat bahwa membangun karakter bangsa me-
seorang. Karakter bangsa Indonesia akan menentu- lalui pendidikan harus dilakukan secara komprehen-
kan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang ter- sif-integral, tidak hanya melalui pendidikan formal,
cermin dalam dalam kesadaran, pemahaman, rasa, namun juga pendidikan informal dan nonformal.
karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indo-
nesia yang berdasakan nilai-nilai Pancasila, norma UU
1945, keberagaman dengan prinsip Bhineka Tunggal
Ika, dan komitmen terhadap NKRI. Sejalan dengan hal

128
Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III p-ISSN 2598-5973
11 November 2017, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta e-ISSN 2599-008X

Peran PPKn dalam Menanamkan Karater santun terhadap orang lain. Moral action atau tindakan
Kebangsaan di Sekolah Inklusi moral adalah tindakan nayata dari moral knowing dan
moral feeling untuk mewujudkan karakter yang baik
Pembentukan karakter peserta didik merupakan
pada manusia.
tugas dan tanggung jawab oranng tua dan pendidik.
Orang tua membentuk karakter anaknya dalam ling- Berdasarkan hal tersebut Zurifah (2015:38) dalam
kup kehidupan di rumah, sedangkan pendidik memi- penelitiannya menyebutkan bahwa penanaman sikap
liki tanggung jawab membentuk karakter peserta di- dan nilai dapat diberikan melalui pendidikan formal.
diknya dengan memberikan pemahaman dan pengha- Mu’in (2011:323) memiliki pendapat yang sama yaitu
yatan tentang nilai-nilai karakter yang baik sehingga karakter bangsa dapat dibentuk dari program pendi-
dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari (Tulus, dikan atau proses pembelajaran di dalam kelas. Hal ini
2012:261). Lickona (2003:13) juga menyatakan bahwa sesuai dengan Perpres No. 87 tentang Penguatan
orang tua dan pendidik memiliki tugas untuk meng- Pendidikan Karakter yang menyebutkan bahwa pe-
ajarkan karakter pada siswa. nyelenggaraan PPK dapat terdiri atas PPK pada Sa-
tuan Pendidikan Jakur Pendidikan formal. Nucci dan
Mulyasa (2013:9) menyebutkan pendidikan karak-
Narvaes (2015:373) juga menyatakan bahwa sekolah
ter bertujuan untuk membentuk karakter peserta
menanamkan karakter tentang bagaimana siswa harus
didik sehingga mampu menjadi manusia seutuhnya
berperilaku sebagai peserta didik sekaligus menjadi
yang berakhlak mulia. Sejalan dengan pemaparan
bagian dari sekolah.
Mulyasa, Saptono (2011:23) mengemukakan bahwa
pendidikan karakter adalah upaya yang dilakukan Dianti (2014:68) dalam penelitiannya menjelaskan
dengan sengaja untuk mengembangkan karakter yang bahwa integrasi pendidikan karakter dalam pembela-
baik pada masyarakat. Samsuri dan Muchson jaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan solusi
(2015:105) mengemukakan bahwa pendidikan karak- yang dapat membangkitkan kembali peran Pendidikan
ter hendaknya mencakup aspek pembentukan kepri- Kewarganegaraan sebagai bagian utama dalam pe-
badian memuat dimensi nilai-nilai kebajikan universal ngembangan karakter siswa. Materi Pendidikan Ke-
dan kesadaran kultural, sehingga mampu mempu warganegaraan mengandung nilai-nilai karakter se-
membuat kesadaran transendental yang dapat ditun- hingga memudahkan dalam mengintegrasikan konsep
jukkan dengan tindakan seseorang dalam kehidu- pendidikan karakter pada siswa. Pengembangan ka-
pannya rakter pada siswa dapat melalui tahapan kegiatan
pembelajaran dengan menggunkan metode, media
Pendidikan karakter yang dijelaskan oeh Lickona
dan sumber belajar yang mendukung.
(2013:74) secara lebih rinci menekankan tiga
Komponen karakter yang baik (components of goods Sesuai dengan Perpres No. 87 tentang Penguatan
character) yaitu moral knowing atau pengetahuan Pendidikan Karakter bahwa penguatan nilai-nilai ka-
moral, moral feeling atau perasaan moral dan moral rakter melalui jalur pendidikan formal merupakan pe-
action atau tindakan moral yang digambarkan dalam nguatan nilai-nilai karakter melalui penguatan materi
diagram Ven sebagai berikut: pembelajaran, dan juga metode pembelajaran.
Kurniawan (2013:44) dalam penelitiannya mengata-
kan bahwa pengintegrasian nilai-nilai pendidikan ka-
rakter ke dalam pembelajaran Pendidikan Kewarga-
negaraan dapat dilakukan dengan cara mencantumkan
nilai-nilai karakter ke dalam Silabus dan Rancangan
Pelaksanaan Pembelajaran. Sejalan dengan hal ter-
sebut Mukhibat (2014:37) menyatakan bahwa Panca-
sila diposisikan sebagai materi penting yang dapat
dikembangkan dalam pendidikan karakter.
Berdasarkan Desain Induk Pembangunan Karak-
ter Bangsa yang dikembangkan Kemendiknas (2010:
26-27) dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas,
pengembangan karakter dilaksanakan dengan meng-
gunakan pendekatan terintegrasi dalam semua materi
Gambar 2 Komponen-komponen Karakter yang Baik pembelajaran. Khusus, untuk Pendidikan Kewarga-
Sumber : Lickona, 2013:74 negaraan, pengembangan karakter harus menjadi fo-
kus utama yang dapat menggunakan berbagai strategi/
Moral knowing atau pengetahuan moral yaitu pengeta- metode penddidikan karakter.
huan yang penting diajarkan untuk menghadapi tan-
tangan-tantangan moral dalam hidup. Moral feeling Samsuri dan Muchson (2015:111) menyebutan
atau perasaan moral yaitu aspek lain lain yang perlu efektivitas implementasi pendidikan karakter dipe-
ditanamkan untuk menjadi orang yang jujur, adil dan ngaruhi oleh bagaimana strategi-strategi pembelaja-

129
Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III p-ISSN 2598-5973
11 November 2017, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta e-ISSN 2599-008X

ran yang dilakukukan. Berdasarkan penjelasan terse- lapangan merupakan hal yang paling penting. Ishartiwi
but, Damawati, Darsono dan Pargito (2015:14) dalam (2010:4) dalam penelitiannya memaparkan prinsip
penelitiannya menjelaskan bahwa Pembelajaran Pen- layanan dalam pendidikan inklusif mencakup: (1) se-
didikan Kewarganegaraan berbasis karakter bangsa kolah dengan tetap berlabel ABK, layanan diberikan
dalam upaya menanamkan karakter kepada siswa oleh guru kelas dan guru khusus bekerja secara tim;
dapat dilakukan dengan menggunakan model pembe- (2) sekolah tanpa berlabel ABK, alayanan diberikan
lajaran Contextual Learning (CTL). CTL merupakan oleh guru kelas/maple dibekali kompetensi ke-PLB-an
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan dan bekerja secara tim tetap; (3) pembelajaran di
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia kelas dilakukan secara individual, meskipun ada be-
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubu- berapa anak mempunyai kebutuhan belajar yang
ngan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan sama; dan (4) pembelajaran berbasis multimodalitas
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. dengan kurikulum multilevel. Dengan demikian pelak-
sanaan pendidikan inklusif memerlukan kefleksibelan
Marsrukhi (2010:19) dalam penelitian yang dilaku-
pengelolaan dan bekerja tim untuk mencapai keber-
kannya menjelaskan bahwa kontribusi terbesar dalam
hasilan siswa. Sejalan dengan hal tersebut, Sari
upaya pembangunan karakter pada peserta didik di
(2012:191) menyebutkan bahwa dalam setting inklusi,
sekolah adalah kultur sekolah, akan tetapi peran guru
guru terbagi pada tiga bagian yaitu guru kelas, guru
Pendidikan Kewarganegaraan sangat memegang pe-
bidang studi, dan guru pembimbing khusus.
ran yang strategis. Berdsarkan penjelasan tersebut,
Samsuri dan Muchson (2015:118) menegaskan bahwa Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki dimensi-di- 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelas-
mensi yang tidak bisa dilepaskan dari aspek pemben- kan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dimaksud-
tukkan karakter dan moralitas publik warga negara. kan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia
yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Hal tersebut sesuai dengan Desain Induk Pemba-
Konteks tersebut menjelaskan bahwa Pendidikan Ke-
ngunan Karakter Bangsa yang dikembangkan Kemen-
warganegaraan pada dasarnya merupakan pendidikan
diknas (2010:24) dalam mengembangkan implemen-
kebangsaan atau pendidikan karakter bangsa. Semua
tasi pengalaman belajar dan proses pembelajaran yang
imperatif atau keharusan itu menuntut perlunya
bermuara pada pembentukan karakter dalam diri pe-
penghayatan baru kita terhadap Pendidikan Kewarga-
serta didik. Proses ini dilaksanakan melalui proses
negaraan sebagai suatu konsep keilmuan, instrumen-
pemberdayan dan pembudayaan yang berlangsung
tasi, dan praksis pendidikan yang utuh, yang pada
dalam satuan pendidikan formal dan nonformal,
gilirannya dapat menumbuhkan civic intelligence dan
keluarga dan masyarakat.
civic participation serta civic responsibility sebagai anak
Pemaparan tentang peran Pendidikan Kewarga- bangsa dan Warga Negara Indonesia (Winataputra,
negaraan dalam menanamkan karakter kebangsaan 2012:168).
tersebut kemudian yang menjadi tantangan adalah
Dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarga-
bahwa siswa yang merupakan anak berkebutuhan
negaraan memiliki peran strategis dalam menanam-
khusus harus memperoleh kesempatan yang sama
kan karakter kebangsaan. Hal tersebut pada dasarnya
untuk mendapatkan pendidikan karakter seperti anak
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan karakter
pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus adalah
bangsa. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan
warganegara yang memiliki kewajiban untuk memiliki
perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang unik-baik
semangat kebangsaan dan juga berjiwa nasionalisme.
yang tercermin dalam dalam kesadaran, pemahaman,
Anak berkebutuhan khusus saat ini memiliki ke- rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara
sempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan Indonesia yang berdasakan nilai-nilai Pancasila, norma
pendidikan di sekolah umum atau sekolah regular. UU 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka
Berbagai peraturan tentang pendidikan inklusi mem- Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI.
berikan angin segar bagi anak berkebutuhan khusus
Dalam menanamkan karakter kebangsaan pada
untuk memperoleh hak-haknya sebagai warga negara
anak berkebutuhan khusus melalui Pendidikan Panca-
di bidang pendidikan. Permendiknas No. 70 Tahun
sila dan Kewarganegaraan harus memperhatikan ke-
2009 tentang Pendidikan Inklusi merupakan saah satu
butuhan anak berkebutuhan khusus itu sendiri. De-
bentuk keseriusan pemerintah Indonesia dalam mem-
ngan kata lain, pendidikan karakter yang diberikan
berikan kesempatan bagi anak berkebutuhan khsusus
harus berdasarkan pada kekhususan yang dimiliki
untuk memperoleh pendidikan di sekolah umum dan
oleh masing-masing anak berkebutuhan khusus. Anak
membaur bersama dengan anak-anak yang normal.
berkebutuhan khusus yang satu dengan yang lain
Adanya peraturan saja tidak cukup untuk me- tentu saja berbeda. Mereka memiliki kelainan yang
mastikan bahwa anak berkebutuhan khusus tidak lagi berbeda-beda, meliputi kelainan fisik, kelainan mental
mendapatkan diskriminasi dalam pendidikan. Imple- maupun kelainan sosial. Keberagaman kelainan yang
mentasi atau pelaksanaan atas berbagai peraturan di dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus tentu saja

130
Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III p-ISSN 2598-5973
11 November 2017, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta e-ISSN 2599-008X

menimbulkan berbagai hambatan dalam menanamkan boleh dibedakan dan juga tidak boleh disamakan
pendidikan karakter. Pendidikan Pancasila dan Ke- dengan anak pada umumnya. Dapat dikatakan bahwa
warganegaraan harus memandang anak berkebutuhan pendidikan karakter yang setara untuk anak ber-
khusus sebagai warganegara yang memiliki kesem- kebutuhan khusus adalah pendidikan yang diberikan
patan yang sama dengan anak pada umumnya. dengan memberikan pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhan anak berkebutuhan khusus tersebut.
Peran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Karakter kebangsaan yang diintegrasikan dalam Pen-
dalam menanamkan karakter kebangsan pada anak
didikan Pancasila dan Kewarganegaraan tersebut di-
berkebutuhan khusus dapat dilakukan dengan mana-
harapkan mampu menumbuhkan jiwa nasionalisme
jemen kelas. Sejalan dengan hal tersebut, Hermanto
pada anak berkebutuhan khusus.
(2010:80) dalam penelitiannya memaparkan upaya
sekolah dalam mengembangkan model-model pem-
Daftar Pustaka
belajaran seperti: (1) consultant model, yaitu guru se-
bagai konsultan lepas, turut merancang dalam hal Abdullah, Nandiyah. (2013). Mengenal Anak Ber-
asesmen, pengembangan materi dan modifikasi kuri- kebutuhan Khusus. Jurnal Magistra, 25 (86), 1-10.
kulum; (2) teaming model, yaitu guru sebagai kon-
Aryanto, Hendro., Wibowo & Santosa, H.S. (2013).
sultan merangkap pendidik intensif di kelas turut
Perancangan Permainan Interaktif mengenai Cinta
membantu mengembangkan materi dan strategi
Tanah Air untuk Kalangan Usia 11-17 Tahun.
pembelajaran; (3) co-teacing model, yaitu guru khusus
Jurnal DKV Adhiwana, 1 (2), 1-15.
dan guru umum bekerja sama berbagai peran di dalam
kelas. Berbagai model pembelajaran yang disampaikan Bertens, K. (2013). Etika. Yogyakarta: Kanisius.
oleh Hermanto tersebut masih harus disesuaikan
dengan kebutuhan dari masing-masing anak berkebu- Branson, Margarett, dkk. (1999). Belajar civic
tuhan khusus karena tentu saja tingkat kekhususan education dari Amerika. Yogyakarta: LKiS
atau kelainan mereka berbeda-beda satu dengan yang Chamidah, Atien Nur. (2010). Pendididkan Inklusif
lainnya. untuk anak dengan kebutuahan kesehatan khuus.
Jurnal Pendidikan Khusus, 7 (2) 264-71.
Kesimpulan
Cogan, John J. and Ray Derricott. (1998). Citizenship
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan me- Education For the 21st Century: Setting the Context.
miliki posisi strategis dalam menanamkan karakter London: Kogan Page
kebangsaan karena pada dasarnya tujuan dari Pendi-
dikan Pancasila dan Kewarganegaraan itu sendiri ada- Darmadi, Hamid. (2012). Dasar Konsep Pendidikan
lah membentuk peserta didik menjadi manusia yang Moral. Bandung: Alfbeta.
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air serta Dianti, Puspa. (2014). Integrasi Pendidikan Karakter
memiliki nilai-nilai luhur berdasarkan Pancasila. Ber- dalam Pembentukan Pendidikan Kewarganegara-
bagai penelitian dan juga sumber yang ada telah mem- an untuk Mengembangkan Karalter Siswa. Jurnal
buktikan bahwa Pendidikan Pancasila dan Kewarga- Pendidikan Ilmu Sosial, 23 (1), 58-68.
negaraan tidak dapat dipisahkan dari pendidikan ka-
rakter secara umum dan karakter kebangsaan khu- Galston, William A. (2007). Civic knowledge, civic
susnya. education, and civic engagement: a summary of
recent research. Journal of public administration,
Anak berkebutuhan khusus sebagai warganegara vol. 30, pp. 623-642.
juga memiliki kewajiban untuk memiliki jiwa
nasionalisme atau memiliki karakter kebangsaan H, Adistya Wicaksana. (2016). Penerapan Media
seperti anak pada umumnya. Dengan demikian, Video Jejak Petualang Trans 7 Pembelajaran Ilmu
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan memiliki Pengetahuan Sosial (IPS) Untuk Meningktkan
peran penting untuk menanamkan karakter Karakter Cinta Tanah Air Pada Siswa Kelas VIII G
kebangsaaan pada anak berkebutuhan khusus SMP Negeri 3 Lembang. Jurnal Pedagogi IPS, 2 (1),
terutama di sekolah inklusi. Konsep sekolah inklusi 1-12.
yang memberikan kesempatan yang sama kepada Hamidi, Jazim dan Mustafa Lutfi. (2010). Civic
anak berkebutuhan khusus untuk membaur bersama education antara realitas politik dan implementasi
anak yang normal di sekolah umum merupakan hukumnya. Jakarta: pt gramedia pustaka utama.
tantangan bagi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. Hasyim, Yachya. (2013). Pendidikan Inklusif di SMK N
egeri 2 Malang. Jurnl Kebijakan dan Pengembangan
Anak berkebutuhan khusus harus disetarakan Pendidikan.
dalam memperoleh haknya terutama di bidang
pendidikan pada umumnya dan penddidikan karakter Hartoyo, Agung. (2010). Mengunggah Kesadaran
pada khususnya dengan anak pada umumnya. Setara Nasional Mempengaruhi
memiliki arti bahwa anak berkebutuhan khusus tidak

131
Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III p-ISSN 2598-5973
11 November 2017, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta e-ISSN 2599-008X

Hermanto. (2010). Penyelenggara Pendidikan Inklusif Masruki. (2010). Revitalisasi Pembelajaran Pendidikan
membutuhkan keseriusan anajemen Kebhinekaan Kewarganegaraan sebagai Pembangun Karakter
Indonesia. Jurnal Pendidikan Sosiologi dan Melalui Pemberdayaan Kultur Sekolah. Jurnal Ilmu
Humaniora, 1 (2), 132-147. Pendidikan, 17 (1), 15-21.
Hermanto. (2009). Membedah Pemikiran Ludwig Mukhibat. (2013). Spiritualisasi dan Konfigurasi
Wittgenstein tentang Uniformity dan Pendidikan Karakter Berparadigma Kebangsaan
Pluriformity: Refleksi Atas Kebhinekan Indonesia. dalam Kurikulum 2013. Jurnal Al-Ulum, 14 (1).
Jurnal FKIP Region, 1 (1).
Pangalila, Teodorus., Lonto, Apeles Lexi. (2016).
Hermanto. (2010). Penyelenggaraan pendidikan inklusif Etika Kewarganegaraan. Yogyakarta: Ombak.
membutuhkan keseriusan manajemen sekolah. Cetakan kedua.
Jurnal pendidikan khusus, vol. 6, no. 1, pp. 65-82.
Pargito., Darsono., & Darmawati, Tri. (2015). Model
Idjang Tjarsono. (2013). Demokrasi Pancasila Dan CTL Dalam Pembelajaran Pendidikan Keawrga-
Bhineka Tunggal Ika Solusi Heterogenitas Jurnal negaraan Berbasis Karakter Bangsa. Jurnal Studi
Transnasional 4(2), pp. 881-894 Sosial, 3 (4).
Ishartiwi. (2010). Implementasi pendidikan inklusif Pemerintah Republik Indonesia. (2010). Kebijakan
bagi anak berkebutuhan khusus dalam sistem Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun
persekolahan nasional. Jurnal Pendidikan Khusus, 2010-2025. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang
vol. 6, no. 1, pp. 1-9. Kemdiknas.
Lickona, T. (2012). Character matters (Persoalan Pontea, Petra and Ben, H.J Smitc. (2013). Education
karakter): Bagaimana membantu anak mengem- for all as praxis: consequences for the profession.
bangkan penilaian yang baik, integritas, dan Professional development in education, vol. 39,
kebajikan penting lainnya. Jakarta: PT Bumi Aksara. no. 4, pp. 445-469.
Lickona, T. (2013). Pendidikan Karakter: Panduan Peraturan Pemerintah Menteri Pendidikan Nasional
Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik. (Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 tentang
Bandung: Nusa Media. Pendidikan Inklusi.
Kaelan. (2016). Pendidikan kewarganegaraan. Yogya- Prapthiningrum, N. (2010). Fenomena Penyeleng-
karta: paradigm. Edisi revisi. garaan Pendidikan Inklusiff bagi Anak Ber-
kebutuhan Khusus. Jurnal Pendidikan Khusus, 7 (2),
Kustawan, Dedy. (2013). Manajemen pendidikan
32-39
inklusif. Jakarta: luxima metro media
Ratna, Nyoman Kutha. (2014). Peranan Karya Sastra,
Lonto, Apeles Lexi, & Pangalila, Theodorus. (2016).
Seni, dan Budaya dalam Pendidikan Karakter.
Etika kewarganegaraan. Yogyakarta: Penerbit
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ombak.
Saptono. (2011). Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter
Mu’in, Fatchul. (2011). Pendidikan Karakter: Konstruksi
wawacan, strategi dan langkah praktis. Jakarta: Bumi
Teoretik dan Praktik. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Aksara.
Muchson, A. R., & Samsuri, M. (2015). Dasar-dasar
Sari, Winda Quida. (2012). Pelaksanaan Inklusi di
Pendidikan Moral (Basis Pengembangan Pendidikan
Sekolah Dasar Negeri 14 Pakan Sinayan
Karakter). Penerbit Ombak. Yogyakarta.
Payakumbuh. E-JUPEhu.1 (1), 190-197.
Mulyasa, E. (2013). Manajemen pendidikan karakter.
Setiawan, Deny. (2014). Pendidikan Kewarganegara-
Jakarta: Bumi Aksara.
an Berbasis Karakter melalui Penerapan Pen-
Nuccy, L. P., & Narvaez, D. (2014). Handbook dekatan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan
Pendidikan Moral dan Karakter. Terjemahan Imam Menyenangkan. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 6
Baehaqie dan Derta Sri Widowati, Bandung, Nusa (2), 61-72.
Media.
Smart, Aqila. (2012). Anak cacat bukan kiamat: metode
Kurniawan, Machul Indra. (2013). Integrasi Pendi- pembelajaran & terapi untuk anak berkebutuhan
dikan Karakter Ke dalam Pembelajaran Kewarga- khusus. Yogyakarta: katahati. Cetakan ketiga.
negaraan Di Sekolah Dasar. Jurnal Pemikiran dan
Smith, David. (2012). Sekolah inklusiif: konsep dan
Pengembangan SD, 1 (1), 37-45.
penerapan pembelajaran. Bandung: nuansa.
Manurung, Rosida Tiurma. (2011). Pengajaran Bahasa Ceatakan ketiga
yang Berkarakter Kebangsaan dan Berperspekti
Suyadi, M. P. I. (2013). Strategi pembelajaran
Multibudaya dalam Era Globalisasi. Jurnal
pendidikan karakter. Bandung: Rosda Karya.
Sosiohumaniora, 13 (2), 235-242.

132
Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III p-ISSN 2598-5973
11 November 2017, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta e-ISSN 2599-008X

Tjarsono, Idjang. (2013). Demokrasi Pancasila dan


Bhineka Tunggal Ika Solusi Heterogenitas. Jurnal
Transnasional, 4 (2), 881-894.
Thompson, Jenny. (2010). Memahami anak
berkebutuhan khusus. Jakarta: erlangga.
Tulus, Mohamad. (2012). Konfigurasi Pendidikan
Karakter Berparadigma Kebangsaan: Usaha
Meneguhkan Identitas Diri Bangsa dari
Kungkungan Arus Globalisasi. Jurnal el-Hikmah, IX
(2).
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional
Winataputra, Udin S dan Dasim Budiansyah. (2012).
Pendidikan kewarganegaraan dalam perspektif
internasional (konteks, teori dan profil pembelajaran).
Bandung: widya aksara press.
Zuriah, Nurul. (2015). Pendidikan Moral & Budi
Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi
Aksara. Cetakan keempat.

133

Anda mungkin juga menyukai