Oleh :
Margaretta Ningtyas (18080324037)
Wilda Nurfi Dera Sagita (18080324061)
Kementeran Pariwisata dan Ekonomi Kreatif memegang posisi sentral dalam pengembangan
kebijakan pembangunan kepariwisataan pada tingkat nasional, pariwisata juga dipengaruhi oleh
berbagai unit fungsional pemerintah lainnya, kementerian, dan berbagai lembaga lain.
Kementerian Kehutanan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Kelautan
dan Perikanan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, dan Kementerian Perlindungan Lingkungan
Hidup menangani berbagai isu kebijakan dan pengelolaan pariwisata dalam wilayah
tanggungjawabnya masing-masing.
Pemerintah telah membentuk beberapa unit khusus untuk mengurus pariwisata seperti BTDC
(Bali Tourism Development Cooperation)di bawah Kementerian Badan Usaha Milik Negara dan
Direktorat Pariwisata Alam di Kementerian Kehutanan. Hal ini tidak hanya menyulitkan
kohesivitas peran pemerintah secara menyeluruh,bahkan juga dapat mengarah kepada
pertentangan kepentingan antara para pemangku kepentingan yang berbeda. Konsekuensinya
dapat berbentuk kesenjangan, tumpang-tindih atau bahkan perbedaan arah kegiatan oleh berbagai
lembaga yang berbeda. Di bawah ini dicoba memetakan peraturan dan regulasi yang ada
dikelompokkan sedemikian rupa supaya diperoleh pemahaman yang lebih jelas tentang siapa
yang berbuat apa.
a. Dalam kebijakan, peraturan dan regulasi mengenai penataan ruang, pariwisata diperlakukan
sebagai aktivitas pengguna lahan yang harus diintegrasikan ke dalam rencana tataruang baik
di daerah perkotaan maupun di perdesaan. Terdapat beberapa dokumen hukum terkait
dengan kebijakan tata ruang, seperti misalnya Rencana Tata Ruang Nasional, Rencana Tata
Ruang Provinsi dan Kabupaten. Rencana yang sudah disahkan menjadi Undang-undang di
tingkat Nasional (Undang-undang no 26 tahun 2007) dan regulasi di tingkat
provinsi/kabupaten (Peraturan Daerah/Perda. Banyak Kementerian yang berbeda
mempunyai kewenangan terhadap bagian tertentu dari “ruang nasional”, tempat kegiatan
pariwisata mungkin diselenggarakan. Kementerian Kehutanan memegang kewenangan
terhadap Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Suaka Margasatwa dan Cagar Alam,
semuanya berada dalam status kawasan lindung.
Kementerian Kelautan dan Perikanan mempunyai kewenangan di laut dan samudra, tempat
pariwisata berbasis kelautan berada, termasuk berbagai tempat untuk olahraga menyelam,
memancing atau olahraga air lainnya. Aktivitas pariwisata ini mungkin konflik dengan
banyak aktivitas lainnya, seperti misalnya transportasi dan usaha perikanan komersial.
Masih ada bentuk lain “kewenangan” melalui aktivitas sektoral, seperti misalnya otoritas
dari Kementerian Pertanian terhadap pengembangan produktivitas pertanian, untuk pasokan
makanan dan juga untuk komoditi ekspor. Agrowisata berada di daerah atau ruang pertanian,
atau mengambil sebagian ruang yang dialokasikan untuk pertanian. Kementerian Percepatan
Pembangunan Daerah Tertinggal mungkin juga mempunyai kebijakan di beberapa provinsi
tertentu, yang mempunyai potensi pariwisata, seperti kasus Nusa Tenggara Timur yang
dikenal dunia melalui Komodo-nya.
c. Pendidikan dan Pelatihan Kepariwisataan: paling sedikit terdapat tiga kementerian yang
terlibat dalam pembangunan sumberdaya insani: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan Pendidikan Tinggi Pariwisata di
Bandung, Bali, Medan dan Makassar. Lembaga pendidikan ini dulunya merupakan Pusat
Pelatihan (in house training) yang kemudian dikembangkan dan menerima jumlah
mahasiswa untuk berbagai program, melayani kebutuhan industri dan juga sektor publik.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kewenangan mengawasi dan
mengendalikan pelatihan pengembangan tenaga kerja, termasuk dalam bidang pariwisata.
e. Dampak Pariwisata – pariwisata bisa menimbulkan dampak lingkungan yang diatur melalui
Undang-undang No. 32 – 2009 tentang Perlindungan terhadap Lingkungan. Kementerian
Lingkungan bertugas membuat kebijakan mengenai keberlanjutan lingkungan. Penjabaran
undang-undang menjadi peraturan – antara lain peraturan pemerintah mengenai analisis
dampak lingkungan, yang menjadi persyaratan untuk proyek/konstruksi/aktivitas skala besar
–karenakemungkinannya akan berdampak penting dalam arti jumlah orang yang akan
terkena.
Koordinasi telah menjadi isu, ketika pemerintah setempat, meskipun tidak “punya bekal” untuk
memimpin pembangunan pariwisata, tetapi menggunakan haknya untuk mengelola teritori
mereka sendiri. Persepektif yang berbeda dengan pemerintah provinsi dan bahkan pemerintah
nasional mungkin terjadi dan pengendalian pembangunan masih tetap merupakan isu yang perlu
mendapat perhatian penuh.
Pada tingkat provinsi, tanggung-jawab koordinasi pariwisata antar Kabupaten/Kota masih lemah
dan telah memburuk sejak era otonomi daerah diberlakukan. Tanggung-jawab beralih ke
pemerintah daerah, akan tetapi mereka seringkali tidak siap menjalankan perannya dan tetap
masih mengharapkan pengarahan dari pemerintah pusat. Pada umumnya, dapat ditunjukkan
bahwa kelemahan utama administrasi kepariwisataan di Indonesia terletak pada kurangnya
koordinasi/sinergi dalam dan antar tingkat pemerintahan dan ketersediaan sumberdaya agar
tanggung-jawab di antara mitra berjalan secara efisien dan efektif.
Sepuluh strategi Implementasi yang terkait dengan dengan dimensi kebijakan baru adalah
sebagai berikut:
a. Mengarus utamakan dan Memromosikan Pekerjaan Layak yang Ramah Lingkungan
melalui Pariwisata Berkelanjutan.
b. Memrioritaskan Pengurangan Kemiskinan dalam Pariwisata
c. Memperkuat Peluang untuk Lapangan Kerja bagi Pemuda dalam Sektor Pariwisata
dan Pariwisata bagi Pemuda.
d. Menunjang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam
Memerangi Permasalahan Jender dan Perlindungan Anak
e. Mengimplementasikan Sistem AturanSukarela/StandarPariwisata Berkelanjutan
f. Menempatkan Pendidikan, Pelatihan dan Penelitian Kepariwisataan, sebagai Prioritas
dalam Agenda Pendidikan dan Penelitian Nasional.
g. Mengidentifikasi Mitra Setempat yang Potensial dan Berkomitmen
h. Melakukan Pemasaran yang Selektif dan Kreatif.
i. Menerapkan Pendekatan Berkelanjutan dan Perencanaan Pariwisata.
j. Membentuk Badan Koordinasi Tunggal untuk Pembangunan Pariwisata.