Anda di halaman 1dari 2

“Kalian tak perlu tahu siapa aku, tapi aku tahu siapa kalian.

Kalian adalah para


pengecut yang bisanya hanya menindas orang yang lemah!” jawab si Pitung.
Pemimpin centeng itu tersinggung mendengar perkataan si Pitung. Dia lalu
memerintahkan anak buahnya untuk menyerang si Pitung. Namun semua
centeng itu roboh terkena jurus-jurus si Pitung. Mereka bukanlah lawan yang
seimbang baginya. Mereka Ian terbirit-birit, termasuk pemimpinnya.
Sejak saat itu, si Pitung menjadi terkenal. Meskipun demikian ia tetaplah si
Pitung yang rendah hati dan tidak sombong.
Sejak kejadian dengan para centeng Babah Liem, si Pitung memutuskan untuk
mengabdikan hidupnya bagi rakyat jelata. Ia tak tahan menyaksikan kemiskinan
mereka, dan ia muak melihat kekayaan para tuan tanah yang berpihak pada
Belanda.
Suatu saat ia mengajak beberapa orang untuk bergabung dengannya. Mereka
merampok rumah orang-orang kaya dan membagikan hasil rampokan tersebut
pada rakyat jelata. Sedikit pun ia tak pernah menikmati hasil rampokan itu secara
pribadi.
Rakyat jelata memuji-muji kebaikan hati si Pitung. Sebaliknya, pemerintah
Belanda dan para tuan tanah mulai geram.

Apalagi banyak perampok lain yang bertindak atas nama si Pitung, padahal
mereka bukanlah anggota si Pitung. Pemerintah Belanda kemudian
mengeluarkan perintah untuk menangkap si Pitung. Meskipun menjadi buronan,
si Pitung tak gentar. Ia tetap merampok orang-orang kaya, dengan cara
berpindah tempat agar tak mudah tertangkap.

Kesal karena tak bisa menangkap si Pitung, pemerintah Belanda menggunakan


cara yang licik. Mereka menangkap Pak Piun dan Haji Naipin. Salah satu pejabat
pemerintah Belanda yang bernama Schout Heyne mengumumkan bahwa kedua
orang tersebut akan dihukum mati jika si Pitung tak menyerah. Berita itu sampai
juga ke telinga si Pitung. Ia tak ingin ayah dan gurunya mati sia-sia. Ia lalu
mengirim pesan pada Schout Heyne. Si Pitung bersedia menyerahkan diri jika
ayah dan gurunya dibebaskan. Schout Heyne menyetujui permintaan si Pitung.
Pak Piun dibebaskan, tapi Haji Naipin tetap disandera sampai si Pitung
menyerahkan diri. Akhirnya si Pitung muncul. “Lepaskan Haji Naipin, dan kau
bebas menangkapku,” kata si Pitung. Schout Heyne menuruti permintaan
tersebut. Haji Naipin pun dilepaskan.

“Pitung, kau telah meresahkan banyak orang dengan kelakuanmu itu. Untuk itu,
kau harus dihukum mati,” kata Schout Heyne.
“Kau tidak keliru? Bukannya kau dan para tuan tanah itu yang meresahkan orang
banyak? Aku tidak takut dengan ancamanmu,” jawab si Pitung.

“Huh, sudah mau mati masih sombong juga. Pasukan, tembak dia!” perintah
Schout Heyne pada pasukannya.

Pak Piun dan Haji Naipin berteriak memprotes keputusan Schout Heyne.
“Bukankah anakku sudah menyerahkan diri? Mengapa harus dihukum mati?”
ratap Pak Piun. Namun Schout Heyne tak perduli, baginya si Pitung telah
mengancam jabatannya.

Anda mungkin juga menyukai