Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HEPATITIS

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL

oleh

Evi Rositah
NIM 202311101132

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
BAB I. KONSEP TEORI PENYAKIT

1.1 Review Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1.1 Hepar


Sumber: Kurniawati, 2012

Hepar merupakan organ viseral terbesar dan memiliki berat sekitar 1500
gram atau 2,5% dari berat badan orang dewasa. Hepar terletak di kuadran kanan
atas perut antara tulang rusuk ke 7- 11 dan dilindungi oleh dinding dada dan
diafragma. Hepar melekat pada diafragma melalui ligamentum falciform dan
sebagian besar hati ditutupi oleh peritoneum viseral (Ozougwu, 2017).

Organ hati dibagi menjadi 4 lobus yaitu lobus kanan, lobus kiri, lobus
kaudatus, dan lobus kuadratus. Lobus kanan dan kiri metupakan lobus terbesar
sedangkan lobus kaudatus dan kuadratus berukuran lebih kecil dan terletak di
posterior hati. Terdapat dua ligamen di bagian anterior yaitu ligament falciform
superior dan inferior. Ligamen falciform superior memisahkan lobus kanan dan
kiri. Sedangkan ligamentum falciform inferior adalah ligamentum bundar yang
sedikit terlihat menonjol dari hati. Pada anterior hepar di bagian paling inferior
dari lobus kanan adalah kantong empedu. Pada bagian posterior hepar terdapat
lobus kaudatus terletak superior kira-kira antara lobus kanan dan kiri. Lobus
kaudatus berdekatan dengan sulkus dari vena kava inferior. Di bawah lobus

2
kaudatus terdapat porta hepatis (tempat arteri hepatika dan vena portal hepatika
memasuki hati). Vena porta membawa darah banyak mengadung nutrisi. Tedapat
saluran empedu yang mengarah ke kantung empedu di bawah porta hepatis
(Ozougwu, 2017).

Hati memiliki 4 sel utama yaitu hepatosit,sel endotel, sel kupffer, dan sel
stellata. Pertama, hepatosit mewakili 60% dari sel-sel hati dan sekitar 80% dari
total massa sel hati itu sendiri. Fungsi utama dari hepatosit yaitu untuk
berpartisipasi dalam metabolisme lipid, karbohidrat dan protein, memproduksi
protein serum seperti albumin dan koagulasi, memproduksi dan mengeluarkan
empedu, detoksifikasi dan mengeluarkan kolesterol, steroid hormon dan obat-
obatan xenobiotik. Kedua, sel endotel yang memiliki fungsi filtrasi karena
adanya fenestrae. Ketiga, sel kupffer berfungsi sebagai makrofag. Keempat, sel
stellata yang berfungsi menyimpan vitamin A (Retinol) dan sekitar 95% dari
retinoid ditemukan di hati (Ozougwu, 2017).

1.2 Definisi
Hepatitis didefinisikan sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
peradangan pada hati. Hepatitis merupakan suatu proses terjadinya inflamasi atau
nekrosispada jaringan hati yang dapat disebabkan oleh infeksi, obat-obatan,
toksin, gangguan metabolik, maupun kelainan sistem antibodi. Hepatitis adalah
peradangan pada hati yang disebabkan infeksi (virus, bakteri dan parasit),
konsumsi obat-obatan, konsumsi alkohol, lemak yang berlebihan dan penyakit
autoimun (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Hepatitis dapat disembuh jika
ditangani dengan baik, tetapi jika tidak ditangani dengan baik hepatitis dapat
berkembang menjadi sirosis atau kanker hati (WHO, 2018).
Menurut WHO (2018) penyebab paling umum penyakit hepatitis yaitu virus
hepatitis. Virus hepatitis ini terdapat lima jenis yaitu A, B, C, dan D. Kasus yang
disebabkan oleh 5 jenis virus ini menjadi perhatian terbesar karena kematian yang
timbulkan, potensi penyebaran, dan penyebaran epidemi. Infeksi yang disebabkan
virus merupakan penyebab paling banyak dari Hepatitis akut. Terdapat beberapa
jenis virus penyebab utama infeksi akut, yaitu virus Hepatitis A, B, dan C.
Penyakit Hepatitis yang disebabkan oleh virus, menduduki tempat pertama dalam

3
hal jumlah dan penyebarannya yang di akibatkan oleh virus.

1.3 Epidemiologi
Menurut WHO dalam Anshori dkk. (2019) virus hepatitis menyerang 400
juta orang di seluruh dunia. Pada rentang 6-10 juta orang menambah jumlah orang
yang terinfeksi hepatitis dan sebesar 1,4 juta orang akan meninggal setiap tahunnya
karena penyakit hepatitis.
Menurut Riskesdas penderita hepatitis mengalami peningkatan dua kali lipat
pada tahun 2013 jika dibandingkan dengan tahun 2007. Pada tahun 2007 penderita
hepatitis menunjukkan angka 0,6% dan pada tahun 2013 penderita hepatitis
sebanyak 1,2%. Apabila dikonversi dalam jumlah penduduk Indonesia maka sekitar
2.981.075 jiwa dari 248.422.956 jiwa (total penduduk indonesia) pada tahun 2013
mengalami hepatitis. Selain itu tahun 2013 penderita hepatitis pada kelompok umur
5-14 tahun, 25-34 tahun, 35-44 tahun, dan 45-54 tahun mengalami peningkatan
tertinggi dari semua kelompok umur sebesar 0,6% dari tahun 2007. Apabila
dibandingkan dengan data imunisasi tahun 2007 sampai 2013 cukup kontradiktif
dengan prevalensi penderita hepatitis. Imunisasi HB0 tahun 2007-2013 imunisasi
sudah melebihi target dan imunisasi HB3 sejak tahun 2009 sudah mencapai target
yang ditentukan namun prevalensi yang menderita hepatitis makin meningkat
(Kemenkes RI, 2014).

1.4 Etiologi
a. Hepatitis A
Melalui hubungan seksual oral-anal. Setelah terinfeksi HAV maka tidak
akan terinfeksi kembali, namun masih dapat terinfeksi virus hepatitis lain
(ACRIA, 2016). Sebagian orang yang terinfeksi HAV tidak menunjukkan gejala
atau menimbulkan sedikit gejala sehingga kebanyakan kasus ditemukan hepatitis
A pada fase akut. Ketika seorang individu terinfeksi HAV maka normalnya sistem
kekebalan tubuh akan membutuhkan waktu 8 minggu untuk mengeluarkan HAV
dari tubuh (ACRIA, 2016).

b. Hepatitis B
Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang merupakan virus
4
dari golongan genus Orthohepadnavirus dan memiliki dsDNA 3,2 kb (Gupta,
2018). HBV terdapat di darah, air mani, dan vagina sehingga dapat ditularkan
melaui penggunaan jarum suntik, dan hubungan seksual. Seorang ibu yang
terinfeksi HBV juga akan menularkan HBV kepada bayi (El-Kamary dan Kottilil,
2019). HBV merupakan virus nonsitopatik yang artinya virus ini tidak langsung
menyerang sel hati, namun virus ini akan membuat sistem kekebalan tubuh rusak
yang nantinya akan menyebabkan kerusakan hati. Sesorang terinfeksi HBV
muncul gejala tambahan seperti reaksi alergi yaitu adanya ruam, gatal, radang
sendi, adanya bintik-bintik merah, dan rasa terbakar pada kulit (ACRIA, 2016).
HBV merupakan penyebab utama penyakit hati kronis. Hal tersebut terjadi
karena ketika tubuh tidak mampu memberantas HBV selama 6 bulan maka HBV
akan terus bereplikasi di dalam tubuh selama bertahun-tahun (rata-rata 15-35
tahun) dan akan menyebabkan sirosis hepatik. Seseorang yang terkena infeksi
HBV ini dapat berkembang menjadi kronis bergantung pada sistem kekebalan
tubuh setiap individu (ACRIA, 2016).

c. Hepatitis C
Hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV) yang merupakan virus
dari golongan genus flafivirus dan memiliki RNA 9,4 kb (Gupta, 2018). Media
penularan dari HCV yaitu melalui darah sehingga mudah menular dari darah
seorang individu yang terinfeksi ke individu lain dengan cara penggunaan jarum
suntik bergantian, adanya luka terbuka atau sayatan, dan transfusi darah yang tidak
diskrining (Horn dan Laerned, 2016; El-Kamary dan Kottilil, 2019). HCV dapat
menginfeksi selama seumur hidup dan masih belum ada vaksin. Selain itu, orang
yang terinfeksi HCV kebanyakan tidak mengalami gejala sehingga penyakit ini
sulit diidentifikasi (ACRIA, 2016).
Pada penderita HCV akut sekitar 20-25% biasanya tidak hanya mengalami
ikterus yang ringan. Sekitar 60-80% yang terinfeksi HCV akan mengalami infeksi
kronis. Pada infeksi kronis sekitar 10-20% tidak akan mengalamai gejala
(asimtomatik) dan infeksi berlanjut menjadi hingga 15-30 tahun yang kemudian
berkembang menjadi sirosis dan kanker hati (El-Kamary dan Kottilil, 2019).

5
d. Hepatitis D
Hepatitis D bukan disebabkan oleh virus tetapi oleh viroid hepatitis D
(HDV). Viroid ini memiliki untaian ssRNA minus 1,7 kb dan pendek (Gupta,
2018). Media penularannya darah. Virus hepatitis D ini memerlukan virus
hepatitis B untuk berkembang biak sehingga hanya ditemukan pada orang yang
terinfeksi virus hepatitis B (Kemenkes RI, 2014)

e. Hepatitis E
Hepatitis E disebabkan oleh virus hepatitis E (HEV) yang untaian RNA plus
7,6 kb (Gupta, 2018). HEV ini menginfeksi melalui rute yang sama dengan HAV
yaitu rute fecal-oral. Selain itu, HEV dapat menular melalui vektor hewan seperti
babi dan tikus. Pada hewan babi akan membawa HEV dengan genotipe 3 dan
dapat

ditularkan ke manusia jika orang tersebut memakan daging babi (kurang masak)
atau sering berinteraksi (terpapar) oleh babi. Sebanyak 70-80 % penyakit hepatitis
E disebabkan oleh genotipe 3 di Mesir (salah satu negara endemis HEV). HEV
dapat ideteksi pada tinja maupun darah setelah 3-4 minggu terinfeksi. Sama halnya
dengan HAV, orang yang terinfeksi HEV hanya perlu perawatan suportif seperti
istirahat (El-Kamary dan Kottilil, 2019).

f. Hepatitis non A-E


Sekitar 2-20% kasus hepatitis akut di dunia bukan disebabkan oleh virus
hepatitis A, B,C,D,dan E melainkan terdapat virus non A-E atau disebut HGV.
HGV ini memiliki rantai tunggal, positif, dan memiliki kemiripan asam nukleat
sekitar 25% dengan HCV. Belum diketahui secara pasti apakah HGV ini dapat
menyebabkan penyakit hati karena belum ada bukti konkrit (El- Kamary dan
Kottilil, 2019).

1.5 Patofisiologi
Setelah terjadi inflamasi pada hati akan menyebabkan gangguan suplai darah
terhadap hepar yang dapat menyebabkan nekrosis dan sel hepar rusak. Sel-sel hepar
yang rusak ini akan dibuang oleh sistem imun dan diganti dengan sel yang baru.
6
Oleh karena itu, sebagian klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi
hepar masih normal (Padila, 2013).
Proses invasi virus akan menyebabkan hepar meradang (inflamasi) akan
membuat tubuh melawan virus dengan adanya sel kupffer dan leukosit (sistem
imun). Aktivitas sistem imun ini akan merangsang pengeluaran pirogen endogen
oleh sel kupffer. Pengeluaran pirogen endogen ini akan mmenyebabkan suhu tubuh
meningkat (Risetdikti, 2017). Selain itu, saat proses untuk melawan kuman maka
tubuh akan membutuhkan energi dan energi yang diperoleh tidak maksimal karena
adanya kerusakan sel hati sehinggametabolism terganggu yang dapat
menyebabkan tubuh mengalami kelelahan. Kerusakan sel hati ini juga akan
meyebabkan pembengkakan hepar. Pembengkakan hepar ini akan menekan organ
sekitar sehingga menimbulkan rasa nyeri dan akan menyebabkan mual muntah
sehingga menurunkan nafsu makan. Apabila penderita makan maka penyerapan
nutrisi tidak akan maksimal karena enzim yang dibutuhkan untuk metabolism
hanya sedikit (Padila, 2013).
Timbul ikterus karena ada kerusakan pada sel parenkim hati. Meskipun
jumlah bilirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap
normal. Tetapi karena ada kerusakan pada sel hepar dan duktuli intrahepatik maka
akan terjadi gangguan bilirubin di hepar dan mengalami kesulitan dalam hal
konjugasi. Hal tersebut akan mengakibatkan bilirubin indirek tidak dapat diubah
menjadi bilirubin direk sehingga akan terjadi peningkatan bilirubin indirek dan
bilirubin indirek tidak dapat dikeluarkan melalui duktus hepatikus dengan
sempurna karena ada retensi (akibat kerusakan sel sekresi) dan regurgasi pada
duktuli, empedu belum mengalami kojugasi, maupun bilirubin yang mengalami
konjugasi. Jadi ikterus yang ditumbul karena adanya gangguan pengangkutan,
konjugasi, dan sekresi bilirubin. Peningkatan bilirubin indirek ini akan membuat
urin berwarna lebih gelap dan warna fesea akan menjadi pucat karena ada sedikit
kandungan sterkobilin (Padila, 2013).

7
1.6 Pathway

Pengaruh alcohol, virus, toksin

Hipertermi Peningkatan suhu hepatitis Peregangan kapsula hati hepatomegali

Gangguan
↓fungsi suplai darah pada sel hepar
detoksifikasi
Ketidaktahuan
proses penyakit
Terdesak
↓sistem imun nya
organ
lain
↓risiko infeksi Defisien
Kerusakan sel hati dan duktuli Nyermuntah
pengetahuan Mual
empedu intrahepatik i
akut
Gangguan metabolisme lemak, karbohodrat dan
↓kehilangan cairan dari
protein
muntah dan demam

↓Asupan energi Risiko defisien


Tidak dapat mengubah volume
obstruksi bilirubin indirek ↓bilirubin direk

Letih/lelah
Gangguan sistem
Retensi
pencernaan
bilirubin

8
Letih/lelah Retensi bilirubin Tidak dapat Gangguan
Diare mengubah sistem
bilirubin indirek pencernaan
Intoleransi
aktivitas
Penyeran GI
↑Bilirubin indirek
terganggu

↑bilirubin indirek pada ↓intake


aliran darah makanan

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
↑kadar garam dalam ikterus kebutuhan tubuh
aliran darah

Gangguan
Pruritus citra tubuh

Risiko kerusakan
integritas kulit

9
1.7 Manifestasi Klinik
a. Hepatitis akut
Hepatitis akut adalah hepatitis yang dapat sembuh dalam kurun waktu kurang
dari 6 bulan. Pada hepatitis akut terdapat 4 fase, yaitu:
1) Masa inkubasi
Masa inkubasi dimulai dari virus masuk kemudian bereplikasi dalam tubuh
hingga menimbulkan gejala. Lamanya masa inkubasi tiap virus berbeda-beda yaitu
HAV dan HEV sama yaitu 2-6 minggu, HBV dan HCV 4-7 minggu, serta HDV 4-8
minggu (El-Kamary dan Kottilil, 2019).
2) Fase prodromal/ pra-ikterik
Fase ini terjadi 3-10 hari (rata-rata 1 minggu) yang ditandai dengan demam,
kedinginan, sakit kepala, kelelahan, malaise, ruam, radang sendi, nyeri tekan pada
hepar, penurunan berat badan, diare, dan mual muntah (Kemenkes RI, 2016; El-
Kamary dan Kottilil, 2019).
3) Fase ikterik
Fase ini terjadi 1-2 minggu diawali dengan urin berwaran coklat atau seperti
teh, sklera kuning dan selanjutnya seluruh badan menjadi kuning. Gejala yang lain
yaitu mual muntah, dispepsia, nyeri tekan pada hepar, malaise, penurnan suhu badan
disertai bardikardi, tinja berwarna terang hingga putih, dan adanya pruritus
(Kemenkes RI, 2016; El-Kamary dan Kottilil, 2019).
4) Fase pemulihan
Fase ini dimulai rata-rata setelah 14-15 hari setelah timbulnya ikterik. Fase ini
ditandai dengan menghilangnya mual, nyeri di ulu hati , dan tanda-tanda ikterus
menghilang. Dan disusul dengan meningkatnya nafsu makan, warna urine tampak
normal, penderita mulai bugar, tetapi masih lemas dan cepat sekali kelelahan
(Padila, 2013).

10
b. Hepatitis Kronis
Hepatitis akut adalah hepatitis yang dapat sembuh dalam kurin waktu lebih dari
6 bulan. Virus hepatitis B, C dan D dapat menyebabkan infeksi kronis. Namun hanya
yang terinfeksi HBV dan HBV yang sangat sering mengalami infeksi kronis.
Hepatitis B dan C dapat tetap asimtomatik selama 15-30 tahun sehingga orang
terinfeksi tidak mengetahui adanya virus dan nantinya akan menyebabkan
komplikasi yaitu adanya sirosis hepatik. Namun pada infeksi HCV kronis
tersembunyi akan terjadi gejala hepatitis ringan yang intermiten seperti flu, penyakit
kuning ringan, dan kadar ALT antara 100-200 mg/dL. Gejala tersebut dapat hilang
dalam 2-3 minggu (El-Kamary dan Kottilil, 2019).

1.8 Pemeriksaan Penunjang


a. Tes Albumin
Albumin merupakan suatu protein dan substansi terbesar yang dihasilkan hati.
Fungsi albumin yaitu mengangkut nutrisi, hormone, asam lemak, dan zat sampah
dari tubuh. Apabila terdapat gangguan seperti terjadi inflamasi pada hati maka kadar
albumin serum akan turun (hipoalbumin). Kadar albumin normalnya antara 3,4-5
mg/100 ml.

b. Tes Bilirubin
Bilirubin merupakan produk dari pemecahan sel darah merah. Penumpukan
bilirubin yang berlebihan pada sklera, dan daerah kulit menyebabkan ikterus.
Ikterus terjadi jika kadar bilirubin total ˃2,5 mg/dL dan bilirubin indirek ˃ 15
mg/dL.
Pemeriksaan bilirubin terdiri dari pemeriksaan bilirubin serum total
(normalnya 0,2-1 mg/dL), bilirubin serum direk (normalnya 0,0-0,2 mg/dL),
bilirubin serum indirek (normalnya 0,2-0,8 mg/dL), bilirubin urin, dan produk
turunan lainnya seperti urobilin. Apabila ada gangguan sekresi bilirubin maka kadar
bilirubin akan meningkat.

11
c. Tes ALT/SGPT dam AST/SGOT
Pengukuran SGPT dan SGOT dapat menunjukkan adanya kelainan pada hati.
Tingginya kadar SGPT SGOT mengindikasikan bahwa terdapat kerusakan pada sel
hati. Kadar ALT meningkat dapat diindikasikan adanya kerusakan hati ringan dan
jika adanya peningkatan kadar AST maka adanya nekrosis pada hati (Rosida, 2016).

d. Tes HbsAg
Tes darah ini dilakukan untuk mengetahui adanya antigen HBV (HbsAg:
antigen permukaan HBV) dan dua antibodi. Kedua antibodi tersebut yaitu anti HBs
(antibodi dari antigen permukaan HBV) dan anti HBc (antibody dari antigen bagian
inti HBV). Anti HBc ini dihasilkan oleh 2 imunoglobulin yaitu IgM dan IgG.
Tes HbsAg ini dapat dilakukan selama masa inkubasi yaitu 6-8 minggu.
Antibodi HBc aka nada dalam tubuh setelah 2-4 minggu setelah munculnya HbsAg.
Tabel tes darah antigen dan antibody HBV serta artinya :
HbsAg Anti HBc Anti Anti HBs Status hepatitis B
IgM HBc
IgM
- - - - Tidak pernah terinfeksi (pertimbangan
vaksinasi)
+ + + - Terinfeksi, kemungkinan 6 bulan
terakhir, masih aktif.
- + + - Terinfeksi, kemungkinan 6 bulan
terakhir, dan dalam proses pemulihan
- - + + Terinfeksi, kemungkinan lebih dari 6
bulan terakhir, dan dikendalikan
sukses oleh sistem kekebalan tubuh
- - - + Pernah divaksinasi HBV secara sukses
+ - + - Infeksi HBV kronis

12
Jika hasil tes menunjukkan bahwa tidak terinfeksi HIV dan telah dilakukan
vaksinasi maka tidak perlukan tes tambahan. Namun jika hasil tes menunjukkan
adanya infeksi yang tejadi baru-baru ini atau adanya hepatitis kronis, maka perlu
dilanjutkan dengan tes tambahan (ACRIA, 2016).

e. HBeAg dan anti HBe


Tes ini hampir sama dengan tes antigen HbsAg sebelumnya, hanya antigen dan
antibody yang dilihat yang berbeda. Pada tes ini melihat HBeAg (antigen sampul
hepatitis B) dan anti HBe (antibodi HBeAg). Hasil tes menunjukkan kalau virus
masih aktif jika HBeAg (+). Sedangkan jika HBeAg (-) dan HBe (+) maka virus di
dalam tubuh tersebut sudah tidak aktif. Namun hal tersebut tidak dapat menjadi
patokan karena ada yang namanya “precore mutant”(mutasi) HBV pada orang
dengan hepatitis B kronis. Sehingga hasil laboratorium akan menunjukkan HBeAg
(-) dan HBe (+) meskipun virus di dalam tubuh masih aktif (ACRIA, 2016).

f. Tes antibodi HCV


Setelah 7 minggu terpapar virus, maka dapat dilakukan pemeriksaaan antibodi
HCV. Bila tes antibodi HCV (+) maka di dalam tubuh terdapat virus hepatitis C
dan jika hasilnya negatif maka tubuh belum terinfeksi HCV. Ketika tes positif maka
akan dilakukan tes lanjutan, contonya tes PCR (ACRIA, 2016).

g. Tes viral load


Tes viral load pada hepatitis mekanismenya sama dengan tes viral load HIV
namun tujuan dari dilakukan tes viral load untuk tiap jenis hepatitis berbeda. Pada
hepatitis B, tujuan dilakukan tes ini yaitu mengetahui jumlah dan apakah virus
menggandakan diri. Apabila hasil tes viral load HBV diatas 100.000 virus maka
virus HBV aktif dan dapat menimbulkan kerusakan pada hati yang lebih besar dan
jika hasil tes menunjukkan HBV dibawah 100.000 dengan HBe (-) serta anti HBe
(+) maka virus tersebut dapat dikendalikanoleh tubuh.
Pada viral load HCV, tujuan dilakukan tes yaitu membantu menilai
keberhasilan pengobatan. Semakin rendah tes viral load maka keberhasilan
13
pengobatan semakin tinggi dan jika tes viral load tinggi maka keberhasilan
pengobatannya rendah. Tes viral load HCV dikatakan rendah jika berada dibawah
2 juta kopi (dibawah 600.000-
800.000 IU) dan dikatakan tinggi jika diatas 2 juta kopi (ACRIA, 2016).

h. Tes Genotipe
Semua HCV tidak memiliki genotipe yang sama, setidaknya ada 6 jenis
genotipe yang berbeda. Tes ini bertujuan untuk mengetahui jenis genotipe dari HCV
yang menginfeksi tubuh. Selain itu, tes ini juga dapat menentukan jenis pengobatan
seperti apa yang akan diambil karena setiap genotipe memiliki langkah pengobatan
yang berbeda (ACRIA, 2016).

i. Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah tes pencitraan yang menggunakan gelombang suara
frekuensi tinggi untuk memproyeksikan gambar strutur tubuh dari tranduser ke
monitor komputer. Ultrasonografi dapat melihat adanya peradangan, jaringan parut,
atau sampai mengarah pada sirosis hepar (NYU Langone Health, 2019). Sebelum
dilakukan USG, penderita hepatitis diminta untuk puasa selama 8 jam untuk orang
dewasa atau 3 jam untuk bayi. Transduser yang digunakan pada USG hepatitis ini
menggunakan frekuensi 3 MHz (Anshori dkk., 2019). Pada penderita hepatitis hasil
ultrasonografi menunjukkan adanya bintik-bintik putih atau langi berbintang (starry
sky) (Bell dan Weerakkody, 2015).

14
Gambar 1. USG hepar pada orang dengan hepatitis A
Sumber: Anshori dkk, 2019

j.Transient Elastography
Transient Elastography adalah tes pencitraan tingkat lanjut untuk mengukur
seberapa keras atau lembut jaringan hepar. Prinsip kerja Transient Elastography yaitu
dengan mengirimkan getaran melalui probe dan ujung tranduser akan mengukur
berapa lama getaran melakukan perjalanan melalui hepar. Semakin cepet getaran
melewati hepar maka semakin keras hepar dan sebaliknya. Semakin keras atau kaku
hepar maka semakin banyak jaringan parut yang ada di hepar. Alat yang
digunakan untuk melakukan Transient Elastography adalah Fibroscan
(NYU Langone Health, 2019).

1.9 Penatalaksanaan
a. Istirahat dan dan hidrasi
Kebanyakan orang yang sudah terinfeksi virus hepatitis A dan hepatitis E tidak
memerlukan perawatan atau hanya melakukan perawatan suportif saja. Karena
hepatitis jenis ini biasanya sembuh dengan sendirinya. Tenaga medis akan
merekomendasikan untuk banyak istirahat, meminum cairan yang cukup dan diet
makanan yang bergizi untuk membantu tubuh melawan virus (NYU Langone Health,
2019).
b. Obat antiviral
Pada hepatitis A tidak perlu diberikan obat jenis ini karena dapat sembuh
dengan sendirinya namun obat amantadine dapat diberikan. Kemudian pada
pengobatan hepatitis B dan C menggunakan obat direct acting antivirals (DAAs)
yang telah disetujui oleh FDA. Pengobatan pada hepatitis D belum ditetapkan
oleh FDA, namun terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa pemberian
peginterferon alpha 2a (obat HBV) kepada penderita hepatitis dapat menurunkan
RNA HDV. Pada hepatitis E belum ditemukan secara pasti obat yang diberikan,
tetapi terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa pemberian ribavirin pada HEV
dapat menghambat replikasi HEV (Gupta, 2018). .

Tabel 1.1 Obat antiviral hepatitis B yang disetujui oleh FDA


15
Nama umum Indikasi
Entecavir Infeksi hepatitis B kronis dengan bukti
replikasi virus aktif
Lamividin Hepatitis B kronis dengan replikasi virus dan
adanya inflamasi aktif pada hepar
Adefovir Hepatitis B kronis pada pasien usia sekitar 12
Dipivoxil Tahun
Interferon Hepatitis B kronis pada pasien usia 1 tahun
alpha-2b atau lebih dengan penyakit hati kompensasi
Pegylated Pasien dewasa dengan hepatitis B kronis, HBe
interferon Ag (+) dan HBeAg (-) yang telah
mengkompensasi penyakit hati serta ada bukti
replikasi virus dan inflamasi hati.
Telbivudine Hepatitis B kronis dengan bukti replikai virus
dan peningkatan ALT/AST yang persisten
Tenofovir Hepatitis B kronis pada pasien dewasa

Tabel 1.2 Obat antiviral hepatitis C yang disetujui oleh FDA


Nama umum Indikasi
Ribavirin Dikombinasikan dengan pegsys atau
reforon untuk terapi hepatitis C kronis
yang terdapat penyakit hati kompensasi
dan belum pernah diterapi dengan
interferon alpha
Daclatasvir Dikombinasikan dengan sofosbuvir
untuk terapi HCV genotipe 3
Sofobuvir Dikombinasikan dengan sofosbuvir dan
Velpatasir velpatasir untuk terapi hepatitis C
kronis dengan genotipe 1,2,3, 4, 5, dan
6 serta tidak adanya sirosis hati.

16
Ledipasvir Dikombinasikan dengan sofosbuvir dan
ledispavir untuk terapi hepatitis C
dengan genotipe 1.
Interferon aphacon- Hepatitis C kronis dengan pasien usia
1 sama atau lebih dari 18 tahun yang
terdapat antibodi HCV.
Interferon alpha-2b Hepatitis C kronis dengan pasien usia
sama atau lebih dari 18 tahun yang
terpapar pajanan darah atau terdapat
antibody HCV +
Pegylated interferon Hepatitis C kronis dengan pasien
dewasa, terdapat penyakit kompensasi
hati dan sebelumnya belum pernah
diberi obat interferon alpha.
Pegylated interferon Dikombinasikan dengan rebetol yang
alpha 2b mengindikasikan untuk pasien umur 3
tahun atau lebih yang terdapat penyakit
kompensasi hati dan sebelumnya belum
pernah diberi obat interferon alpha dan
intoleran dengan ribavirin

17
BAB II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
a. Identitas
Penderita hepatitis menjangkit semua umur.
b. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang :
Klien dengan hepatitis masuk rumah sakit demam, kedinginan, sakit kepala,
kelelahan, malaise, ruam, radang sendi, nyeri kuadran kanan atas, penurunan
berat badan, dan mual muntah.
2. Riwayat kesehatan lalu :
Kaji apakah klien pernah menderita hepatitis sebelumnya, bagaimana cara
penanganannya, mendapatkan jenis terapi pengobatan apa, apakah minum obat
teratur atau tidak, dan apa saja upaya klien menangani penyakitnya.
3. Riwayat kesehatan keluarga :
Kaji apakah keluarga klien pernah ada yang menderita hepatitis sebelumnya karena
pada hepatitis A dan E dapat tertular melalui oral-fecal sedangkan hepatitis B, C,
dan D dapat dituarkan melalui darah dan hubungan seksual.

2.1.1 Pengkajian pola Gordon


1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Klien mendeskripsikan bagaimana pola kesehatan dan kesejahteraan klien. Contohnya


menjelaskan pada saat klien sakit apa klien lakukan memilih berobat dengan meminum obat
yang dibeli di warung atau ke klinik terdekat. Persepsi kesehatan klien tentang status
kesehatan yang berhubungan dengan tindakan yang akan diambil klien pada saat klien sakit
ataupun sehat.
2. Pola nutrisi dan Metabolik

18
Berisi tentang pola makan klien, berat badan, intake dan output makanan
makanan. Pada klien dengan hepatitis biasanya terjadi mual muntah sehingga klien
tidak nafsu makan dan akan mengalami penurunan berat badan.
3. Pola eliminasi
Berisi tentang karakteristik urin dan feses yang dikeluarkan. Karakteristik
tersebut meliputi frekuensi, jumlah, warna, bau, berat jenis. Selain itu gangguan
BAK dan BAB perlu diperhatikan. Pada klien dengan hepatitis warna urin menjadi
lebih gelap atau seperti warna the dan feses berwarna pucat atau putih. Selain itu,
klien juga akan mengalami diare.
4. Pola aktivitas dan Latihan
Pada saat terkena hepatitis klien akan terganggu aktivitasnya. Klien akan
merasa kelelahan dan malaise sehingga aktivitas sehari-hari akan terganggu. Selain
itu, klien akan mengalami mual muntah sehingga memperburuk keadaannya.
5. Pola istirahat tidur
Klien dengan hemoroid kemungkinan akan terganggu saat istirahat karena
adanya nyeri. Setiap klien memiliki ambang batas nyeri yang berbeda sehingga
terdapat klien yang tidurnya terganggu ataupun tidak karena merasa nyeri.
6. Pola persepsi sensor dan kognitif
Klien dengan hepatitis saat dilakukan pengkajian biasanya dalam keadaan sadar.
7. Pola persepsi diri dan konsep diri
Menjelaskan tentang gambaran diri, harga diri, ideal diri, dan peran masing-
masing individu. Pada klien dengan hepatitis tidak terjadi masalah dengan pola
pesepsi diri dan konsep diri. Namun terdapat masalah pada gambaran dirinya
(adanya ikterus membuat klien kurang percaya diri dengan penampilannya) dan
perannnya (biasanya klien dapat berktivitas di luar ruangan seperti bekerja,
bermain, namuntidak dapat beraktivitas karena klien lemah)
8. Pola peran dan hubungan sesama
Kebanyakan klien dengan hepatitis memiliki pola hubungan lebih berkurang
daripada sebelum menderita. Hal ini terkait dengan penyakit yang dideritanya.
9. Pola seksualitas dan reproduksi
Pada klien hepatitis tidak mengalami gangguan pada seksual reproduksinya.

19
10. Pola koping

20
Manajemen koping setiap individu berbeda-beda tergantung dari berbagai
faktor. Pada klien dengan hepatitis pola koping normal
11. Sistem nilai dan kepercayaan
Sistem nilai dan kepercayaan ini pada penderita hepatitis berkaitan dengan
klien percaya ia dapat sembuh atau tidak dan ia mampu melakukan semua tindakan
untuk kesembuhan dirinya.
2.1.2 Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Pada klien hepatitis klien akan merasa lemah dan malaise
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pada klien dengan hepatitis biasanya mengalami demam.
3. Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala
Inspeksi : kepala simetris, perubahan distribusi rambut, dan kulit kepala
kering.
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal dibagian
kepala.
b) Mata
Inspeksi : sklera tampak ikterik, konjungtiva anemis
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal pada kedua
mata.
c) Telinga
Inspeksi : bentuk telinga normal, tidak adanya odem, tidak ada lesi, tidak
terdapat perdarahan.
Palpasi : tidak adanya nyeri dan benjolan yang abnormal.
d) Hidung
Inspeksi : tidak ada masa, tidak ada lesi, dan lubang hidung simetris
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan.

e) Mulut

Inspeksi : mukosa mulut kering, tidak terdapat lesi, tidak ada karang gigi, dan
lidah klien bersih.

21
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada lidah, tidak ada massa atau tumor.
f) Leher

Inspeksi : bentuk leher simetris, tidak ada pembengkakan, warna kulit icterus,
tidak ada pembesaran tiroid.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembengkakan pada kelenjar tiroid dan
pembesaran vena jugularis.
g) Dada

Inspeksi : bentuk dada simetris, tidak ada odem, tidak ada peradangan.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa. Pemeriksaan dada meliputi
organ paru dan jantung, secara umum bentuk dada tidak ada masalah,
pergerakan nafas cepat, krepitasi serta dapat dilihat batas ada saat perkuasi
didapatkan (bunyi perkusinya sonor). Pada pemeriksaan jantung dapat diperiksa
tentang denyut apeks atau dikenal dengan siklus kordis dan aktivitas artikel,
bunyi jantung lebih cepat.
h) Abdomen

Inspeksi : bentuk perut flat, tidak ada lesi, tidak ada odem. Palpasi : tidak ada
nyeri tekan dan massa.
Perkusi : terdapat suara timpani.

Aukultasi : terdapat suara bising usus mengalami peningkatan.

i) Ekstremitas

Pemeriksaan anggota gerak dan neurologi meliputi adanya rentang gerak


keseimbangan dan gaya berjalan, biasanya pada klien dengan hepatitis tidak
memiliki keluhan tentang ekstremitasnya.
j) Kulit dan kuku

Pemeriksaan warna kulit biasanya warna sesuai dengan warna kulit normal,
warna kuku normal serta CRT < 2 detik. Namun apabila terjadi pendarahan
maka warna kulit dan kuku akan pucat, serta CRT > 2 detik.
k) Keadaan lokal
Pengkajian terfokus pada kondisi lokal. Pada klien dengan hepatitis biasanya
terjadi hepatomegali sehingga pada saat palpasi di daerah abdomen akan merasa
22
nyeri.
2.2 Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d pembengkakan hepar .
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan
absorbsi dan metabolism pencernaan makanan, dan mual muntah
c. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
d. Hipertermi b.d invasi agen dalam sirkulasi darah
e. Gangguan citra tubuh b.d ikterik.
f. Diare b.d peningkatan peristaltik usus.

23
2.3 Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Keperawatan
1.
Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa Manajemen nyeri (1400)
pembengkakan hepar nyeri hilang/terkontrol. 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif.
Kontrol nyeri (1605)
2. Observasi petunjuk non-verbal mengenai
1. Mengenali kapan nyeri terjadi ketidaknyamanan

2. Menggunakan tindakan pengurangan 3. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri.


nyeri tanpa analgesik
4. Dorong klien untuk memonitor nyeri dan cara
3. Menggunakan analgesik yang menangani nyeri dengan tepat.
direkomendasikan.
5. Pilih dan implementasikan tindakan yang
beragam (farmakologi, non-farmakologi,
interpersonal) untuk memfasilitasi penurunan
nyeri sesuai kebutuhan.

6. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien yang


dilakukan dengan pemantauan ketat.

6. Evaluasi Keefektifan tindakan pengontrolan


nyeri yang dilakukan

24
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nutrisi (1100)
Ketidakseimbangan nutrisi
1. Kaji status nutrisi klien
diharapkan status nutrisi klien baik dengan
kurang dari kebutuhan
Nafsu makan (1014) 2. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
tubuh b.d
1. Meningkatkan intake makanan. status nutrisi klien
gangguan absorbsi dan
2. Meningkatkan hidrasi atau intake 3. Identifikasi preferensi makanan yang klien
metabolism pencernaan
cairan. sukai
makanan, dan mual
3. Meningkatkan selera makan 4. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
muntah dibutuhkan klien untuk memenuhi kebutuhan
gizi

5. Instruksikan klien mengenai kebutuhan


nutrisi (membahas pedoman diet dan
piramida makanan)

6. Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat


mengkonsumsi makanan

7. Pastikan makanan yang disajikan


menarik.

8. Monitor kalori dan asupan makanan


klien

3.
Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen energi (0180)
kelemahan umum keperawatan diharapkan klien 1. Kaji status fisologis yang
menunnjukkan perbaikan saat aktivitas. menyebabkan kelelahan.
2. Anjurkan pasien mengungkapkan secara
Kriteria Hasil : Konservasi energi verbal perasaan yang dialami.
(0002) 3. Monitor intake nutrisi untuk mengetahui
25
1. Menyeimbangkan aktivitas dan
istirahat sumber energi.
2. Mempertahanan intake nutrisi 4. Anjurkan ROM sesuai keamampuan pasien.
yang cukup
5. Instruksikan pasien mengenali tanda
kelelahan yang perlu mengurangi aktivitas.

6. Bantu pasien memahami prinsip konservasi


energi

26
2.4 Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah pasien diberikan
intervensi dengan berdasarkan pada pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, dan implementasi keperawatan. Evalusi keperawatan ditulis dengan
format SOAP dimana:
- S (Subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan
- O (Objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan
- A (Analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru.
- P (Planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi.
- I (Intervensi) yaitu implementasi yang telah dilakukan
- E (Evaluasi) yaitu perkembangan dan respon pasien selama dilakukan asuhan
keperawatan.

27
DAFTAR PUSTAKA

Anshori, D. M., N. Heru, G. Sari, dan H. Istiqomah. 2019. Pemeriksaan Ultrasonografi


Hepar menjadi Pemeriksaan Penunjang yang Tepat untuk Diagnosa Hepatitis.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan. 6(2): 131-139.

Bell, D. J., dan Y. Weerakkody. 2015. Starry Sky Appearance (Ultrasound).


https://radiopaedia.org/articles/starry-sky-appearance-ultrasound1 [Diakses pada
29 Maret 2021]

Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochterman, and C. M. Wagnerd. 2016. Nursing


Interventions Classifications (NIC). Sixth Edition. Singapore: Elsevier.
Terjemahan oleh I. Nurjannah, R. D. Tumanggor, S. Mulyani, M. Perdana, A.
Kasfi, W. Winarti, I. A. Azis, F. Sabrian, H. Yulianingsih, M. S. Kristanti, dan S.
Warsini. 2017. Nursing Interventions Classifications (NIC). Edisi
Keenam.Yogyakarta : Mocomedia.

El-Kamary, S. S., dan S. Kottilil. 2019. 35- Viral Hepatits.


https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B78032355512800 0351
[Diakses pada 29 Maret 2021]

Gupta, S. P. 2018. Chapter 4 - Hepatitis Theraphy: Present Status.


https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B97801281333090 00041
[Diakses pada 29 Maret 2021]

AIDS Community Research Initiative of Aerica (ACRIA). 2016. Viral Hepatitis and
HIV. Terjemahan oleh Yayasan Spiritia. 2016. Hepatitis dan Virus HIV.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Keperawatan Medikal Bedah I.


http://bppsmdk.kemenkes.go.id/pusdiksdmk/wp- content/uploads/2017/08/KMD-
1Komprehensif.pdf

28
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. 2017.
Pelatihan Uji Pirogen dengan Reagen Tachypleus Ameboctyte Lysate (TAL).
https://pui.risekdikti.go.id/index.php/news/news_detail/y68rq27 [Diakses pada 29
Maret 2021]

Moorhead, S., M. Johnson, M. L. Maas, and E. Swanson. 2016. Nursing Outcomes


Classifications (NOC). Fifth Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh I.
Nurjannah, R. D. Tumanggor, M. Perdana, A. Kasfi, I. A. Azis, F. Sabrian, H.
Yulianingsih, W. Winarti, dan A. Fathi. 2017. Nursing Outcomes Classifications
(NOC). Edisi Kelima. Yogyakarta: Mocomedia.

NANDA. 2018. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions and


Classification 2018-2020. Eleventh Edisition. New York: Thieme Medical
Publishers Inc. Terjemahan oleh B. A. Keliat, H. S. Mediani, dan T. Tahlil. 2018.
NANDA-I Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Edisi
Sebelas. Jakarta: EGC

NYU Langone Health. 2019. Diagnosing Hepatitis A, B, & C.


https://nyulangone.org/conditions/hepatitis-a-b-c/diagnosiss [Diakses pada 29
Maret 2021]

Ozougwu, J. C. 2017. Physiology of the Liver. International Journal of Research in


Pharmacy and Biosciences. 4( 8): 13-24.

Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Cetakan Pertama.


Yogyakarta : Nuha Medika

Rosida, A. 2016. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati. Berkala Kedokteran. 12(1):


123-131.

World Health Organization. 2018. What Is Hepatitis ?.


https://www.who.int/features/qa/76/en/ [Diakses pada 29 Maret 2021]

29

Anda mungkin juga menyukai