Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperwataan Anak
Disusun oleh :
Apriani Dwi Susanti 2010701012
Siti Alyatunnisa 2010701036
Cindi Tiana Harahap 2010701039
Dina Evaliana 2010701067
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “HIRSCHSPRUNG DAN ATRESIA ANI” tepat
pada waktunya. Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami
miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen
mata ajar Keperawatan Anak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun penulis harapkan demi mencapai kesempurnaan makalah berikutnya. Sekian
penulis sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.
Kelompok 10
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
iv
Secara umum, atresia ani lebih banyak di temukan pada laki-laki daripada perempuan.
Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak di temui laki-laki, diikuti oleh
fistula perineal. sedangkan pada bayi Perempuan, jenis atresia ani yang paling banyak di
temui adalah atresia ani diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal (Oldham K,2005).
Angka kejadian penyakit atresia ani pada tahun 1990-1994 di RSUP dr. M. Jamil, Padang
di perolleh sebanyak 36 kasus, 25 (69.4%) bayi laki-laki dan 11 (30.6%) bayi Perempuan.
v
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep dasar asuhan keperawatan pada Hisprung
1. Pengertian Hisprung
Penyakit Hirschsprung atau Megakolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan
pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan
berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki – laki daripada perempuan.
Hisprung atau megakolon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion
dalam rektum atau bagian rectosigmoid colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan
abnormal atau tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz, Cecily & Sowden : 2000).
Jadi hirschsprung atau megakolon adalah kelainan tidak adanya sel ganglion dalam
rektum atau bagian rektosigmoid, namun pada intinya yaitu penyakit yang disebabkan
oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus
sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum
berelaksasi.
2. Etiologi
vi
Selain itu, sfingter rectum tidak dapat berelaksasi, mencegah keluarnya feses secara
normal. Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,
menyebabkan dilatasinya bagian usus yang proximal terhadap daerah itu. Penyakit
Hirschsprung diduga terjadi karena factor-faktor genetic dan factor lingkungan, nmaun
etiologi sebenarnya tidak diketahui. Penyakit hirschsprung dapat muncul pada sembarang
usia, walaupun paling sering terjadi pada neonatus. (Buku Saku, Keperawatan Pediatri,
Cecily L. Betz dan Linda A. Sowden, EGC : 2002)
Contoh : Hirschprung
Normal
4. Manifestasi klinik
vii
Menurut (Buku Saku, Keperawatan Pediatri, Cecily L. Betz dan Linda A. Sowden, EGC :
2002) :
Masa Neonatal
a. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.
b. Muntah berisi empedu
c. Enggan minum
d. Distensi abdomen
viii
Penatalaksanaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus
besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar
sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal. Ada dua tahap pembedahan
pertama dengan kolostomi loop atau double barrel dimana diharapkan tonus dan ukuran
usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali menjadi normal dalam waktu 3-4 bulan .
Terdapat prosedur dalam pembedahan diantaranya:
1. Prosedur duhanel biasanya dilakukan terhadap bayi kurang dari 1 tahun dengan cara
penarikan kolon normal kearah bawah dan menganastomosiskannya dibelakang usus
aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubung aganglionik dan bagian
posterior kolon normal yang telah ditarik.
2. Prosedur Swenson membuang bagian aganglionik kemudian menganastomosiskan
end to end pada kolon yang berganglion dengan saluran anal yang dilatasi dan
pemotongan sfingter dilakukan pada bagian posterior.
3. Prosedur soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dengan cara membiarkan
dinding otot dari segmen rectum tetap utuh kemudian kolon yang bersaraf normal
ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan
jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.
Keperawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
1. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara
dini.
2. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
3. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
4. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang. Pada
perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan
malnutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat.
Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan
juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat
digunakan nutrisi parenteral total ( NPT )
ix
Perencanaan pulang dan perawatan dirumah :
1. Ajarkan pada orang tua untuk memantau adanya tanda dan gejala komplikasi jangka
panjan berikut ini.
a. Stenosis dan kontriksi
b. Inkontinensia
c. Pengosongan usus yang tidak adekkuat
2. Ajarkan tentang perawatan kolostomi pada orang tua dan anak. a) Persiapan kulit
a. Penggunaan alat kolostomi
b. Komplikasi stoma (perdarahan, gagal defekasi, diare meningkat , prolaps, feses
seperti pita )
c. Perawatan dan pembersihan alat kolostomi
d. Irigasi kolostomi
3. Beri dan kuatkan informasi-informasi tentang penatalaksanaan diet.
a. Makanan rendah sisa
b. Masukan cairan tanpa batas
c. Tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolot dan dehidrasi.
4. Dorong orang tua dan anak untuk mengekspresikan perasaannya tentang kolostomi.
a. Tampilan
b. Bau
c. Ketidaksesuaian antara anak mereka dengan anak “ideal”
5. Rujuk ke prosedur institusi spesifik untuk informasi yang dapat diberikan pada orang
tua tentang perawatan dirumah.
Kolaboratif
Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penyumbatan usus, segera dilakukan
kolostomi sementara. Kolostomi adalah pembuatan lubang pada dinding perut yang
disambungkan dengan ujung usus besar. Pengangkatan bagian usus yang terkena dan
penyambungan kembali usus besar biasanya dilakukan pada saat anak berusia 6 bulan
atau lebih. Jika terjadi perforasi (perlubangan usus) atau enterokolitis, diberikan
antibiotik.
7. Prognosis
x
Secara umum prognosisnya baik, 90% pasien dengan penyakit hirschprung yang
mendapat tindakan pembedahan mengalami penyembuhan dan hanya sekitar 10% pasien
yang masih mempunyai masalah dengan saluran cernanya sehingga harus dilakukan
kolostomi permanen. Angka kematian akibat komplikasi dari tindakan pembedahan pada
bayi sekitar 20%.
8. Komplikasi
a. Gawat pernapasan (akut)
b. Enterokolitis (akut)
c. Striktura ani (pascabedah)
d. Inkotinensia (jangka panjang)
xi
3) Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan,
persalinan dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.
4) Riwayat Nutrisi
Meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak
5) Riwayat psikologis
Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada
perasaan rendah diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya.
6) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang
menderita Hirschsprung.
7) Riwayat social
Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam
mempertahankan hubungan dengan orang lain.
8) Riwayat tumbuh kembang
Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.
9) Riwayat kebiasaan sehari-hari
Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.
Pemeriksaan Fisik
1) Sistem integumen
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat
capilary refil, warna kulit, edema kulit.
2) Sistem respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
3) Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (murmur, gallop), irama denyut nadi
apikal, frekuensi denyut nadi / apikal.
4) Sistem penglihatan
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata
5) Sistem Gastrointestinal
xii
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus,
adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah
(frekuensi dan karakteristik muntah) adanya kram, tendernes.
Pre Operasi
1. Kaji status klinik anak (tanda-tanda vital, asupan dan keluaran)
2. Kaji adanya tanda-tanda perforasi usus.
3. Kaji adanya tanda-tanda enterokolitis
4. Kaji kemampuan anak dan keluarga untuk melakukan koping terhadap
pembedahan yang akan datang
5. Kaji tingkat nyeri yang dialami anak
Post Operasi
1. Kaji status pascabedah anak (tanda-tanda vital, bising usus, distensi abdomen)
2. Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi atau kelebihan cairan
3. Kaji adanya komplikasi
4. Kaji adanya tanda-tanda infeksi
5. Kaji tingkat nyeri yang dialami anak
6. Kaji kemampuan anak dan keluarga untuk melakukan koping terhadap
pengalamannya di rumah sakit dan pembedahan.
7. Kaji kemampuan orang tua dalam menatalaksanakan pengobatan dan perawatan
yang berkelanjutan.
2. Diagnosa keperawatan
Pre operasi
a. Konstipasi berhubungan dengan mekanik : megakolon
b. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal dengan sumber
informasi
c. Hipovolemik b.d kehilangan volume cairan secara aktif
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan anak
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan absorbsi usus.
Post operasi
xiii
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
3. Rencana Keperawatan
Pre Operasi
Persiapan preoperatif
xiv
1. Jelaskan persiapan yang harus
dilakukan.
2. Lakukan pemeriksaan
laboratorium: darah rutin,
elektrolit, AGD.
3. Transfusi darah bila perlu
Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan Anxiety reduction
dengan perubahan keperawatan selama 1x24 jam 1. Jelaskan semua prosedur yang
dalam statuskesehatan diharapkan Ansietas dapat teratasi akan dilakukan
anak dg kriteria sbb: 2. Kaji pemahaman orangtua
1. Ibu terlihat lebih tenang terhadap kondisi anak, tindakan
2. Ibu dapat bertoleransi dengan yang akan dilakukan pada anak.
keadaan ana 3. Anjurkan orang tua untuk berada
dekat dengan anak.
4. Bantu pasien mengungkapkan
ketegangan dan kecemasan
Defisit pengetahuan Orang tua tahu mengenai Teaching: proses penyakit
berhubungan dengan perawatan anak dengan kriteria: 1. 1. Kaji pengetahuan pasien tentang
tidak mengenal Mampu menjelaskan penyakit, penyakit.
dengan sumber prosedur operasi 2. Jelaskan tentang penyakit,
informasi 2. Mampu menyebutkan tindakan prosedur tindakan dan cara
keperawatan yang harus perawatan bersama dengan dokter.
dilakukan. 3. Informasikan jadwal rencana
3. Mampu menyebutkan cara operasi: waktu, tanggal, dan tempat
perawatan operasi, lama operasi.
4. Jelaskan kegiatan praoperasi :
anestesi, diet, pemeriksaan lab,
pemasangan infus, tempat tunggu
keluarga.
5. Jelaskan medikasi yang
diberikan sebelum operasi: tujuan,
efek samping.
xv
Health education:
1. Jelaskan tindakan keperawatan
yang akan dilakukan.
2. Jelaskan mengenai penyakit,
prosedur tindakan dan cara
perawatan dengan dokter.
3. Lakukan diskusi dengan
keluarga pasien dengan penyakit
yang sama.
4. Jelaskan cara perawatan post
operatif
xvi
dapat teratasi dg kriteria sbb: 2. Kelola catatan intake dan
1. Menunjukkan urine output output
normal 3. Monitor status hidrasi
2. Menunjukkan TD, nadi dan (membran mukosa, nadi
suhu dbn adekuat, ortostatik)
3. Turgor kulit, kelembaban 4. Monitor hasil laboratorium
mukosa dbn. yang menunjukkan retensi
4. Mampu menjelaskan yang cairan
dapat dilakukan untuk 5. Monitor keadaan
mengatasi kehilangan cairan hemodinamik
6. Monitor vital sign
7. Monitor tanda- tanda
kelebihan atau kekurangan
volume cairan
8. Administrasi terapi Intra
vena
9. Monitor status nutrisi
10. Berikan cairan dan intake
oral
Monitor cairan
1. Kaji jumlah dan jenis intake
cairan dan kebiasaan eliminasi
2. Kaji faktor resiko terjadinya
ketidakseimbangan cairan
3. Monitor intake dan output
4. Monitor serum, dan
elektrolit
5. Jaga keakurtan pencatatan
intake dan output
6. Administrasi pemberian
xvii
cairan
Managemen hipovolemi
1. Monitor status cairan
termasuk intake dan output
2. Jaga kepatenan terpi intra
vena
3. Monitor kehilangan cairan
4. Monitor hasil laboratorium
5. Hitung kebutuhan cairan
6. Administrasi pemberian
cairan hipotonik/isotonik
7. Observasi indikasi dehidrasi
8. Kelola pemberian intake
oral
9. Monitor tanda dan gejala
over hidration
Post Operasi
Diagnosa Tujuan Intervensi
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Management nyeri
dengan agen injuri fisik keperawatan selama 1x24 jam 1.Kaji nyeri meliputi
diharapkan Nyeri dapat karakteristik, lokasi, durasi,
teratasi dg kriteria sbb: frekuensi, kualitas, dan faktor
1. Anak tidak rewel presipitasi.
2. Ekspresi wajah dan sikap 2.Observasi ketidaknyamanan
tubuh rileks non verbal
3. Tanda vital Normal 3. Berikan posisi yang nyaman
4. Anjurkan ortu untuk
memberikan pelukan agar
anak merasa nyaman dan
tenang.
xviii
5. Tingkatkan istirahat
Teaching
1. Jelaskan pada ortu tentang
proses terjadinya nyeri
2. Pertahankan imobilisasi
bagian yang sakit
3. Evaluasi keluhan nyeri atau
ketidaknyamanan
4. Perhatikan lokasi nyeri
Administrasi analgetik
1.Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
2. Cek program medis tentang
jenis obat, dosis dan frekuensi
pemberian
3. Ikuti 5 benar sebelum
memberikan obat
4. Cek riwayat alergi
5. Monitor tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian obat
6.Dokumentasikan pemberian
obat
Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan Infektion control
dengan prosedur invasif keperawatan selama 1x24 jam 1. Terapkan kewaspadaan
diharapkan Resiko Infeksi universal cuci tangan sebelum
dapat teratasi dg kriteria sbb: dan sesudah melakukan
1. Bebas dari tanda-tanda tindakan keperawatan.
xix
infeksi 2. Gunakan sarung tangan
2. Tanda vital dalam batas setiap melakukan tindakan.
normal 3. Berikan personal hygiene
yang baik.
Proteksi infeksi
1. Monitor tanda-tanda infeksi
lokal maupun sistemik.
2. Monitor hasil lab: wbc,
granulosit dan hasi lab yang
lain.
3. Batasi pengunjung
4. Inspeksi kondisi luka insisi
operasi.
Ostomy care
1. Bantu dan ajarkan keluarga
pasien untuk melakukan
perawatan kolostomi
2. Monitor insisi stoma.
3. Pantau dan dampinggi
keluarga saat merawat
kolostomi
4. Irigasi stoma sesuai
indikasi.
5. Monitor produk stoma
6. Ganti kantong kolostomi
setiap kotor.
Medikasi terapi
1. Beri antibiotik sesuai
xx
program
2. Tingkatkan nutrisi
3. Monitor keefektifan terapi.
Health education
1. Ajarkan pada orang tua
tentang tanda-tanda infeksi.
2. Ajarkan cara mencegah
infeksi.
3. Ajarkan cara perawatan
colostom
xxi
a. Terjadinya gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus
urogenital, biasanya karena gangguan perkembangan septum
urogenital pada minggu ke-5 sampai minggu ke-7 usia kehamilan.
b. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga
bayi lahir tanpa lubang anus.
c. Gangguan pertumbuhan dalam kandungan sebagai penyebab
terjadinya atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi
dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
d. Kelainan bawaan, pada umumnya anus tidak terdapat kelainan pada
rektum, sfingter, dan otot dasar panggul. Tetapi pada agenesis anus,
sfingter internal mungkin tidak memadai. Banyak orang tua yang masih
belum diketahui apakah mereka mempunyai gen carier penyakit ini. Janin
yang diturunkan dari kedua orang tua yang mempunyai gen carier penyakit
ini saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25% -30% terjadinya atresia
ani (Mansjoer, 2010).
3. Klasifikasi Atresia ani
xxii
anocutaneous fistula merupakan fistula ke perineal, vestibular atau
vagina).
2. Anomali intermediet
Pada anomali intermediet, ujung rectum mencapai tingkat muskulus
levator ani tetapi tidak menembusnya, rektum turun melewati otot
puborektal sampai 1 cm atau tepat di otot puborektal, ada lesung anal
dan sfingter eksternal. Tipe kelainan intermediet terbagi menjadi 2
sesuai dengan jenis kelamin. Pada Laki-laki bisa retrobulbar atau
rektouretral fistula yaitu fistula kecil dari kantong rektal ke bulbar, dan
anal agenesis tanpa fistula. Sedangkan untuk perempuan bisa
rektovagional fistula, analgenesis tanpa fistula, dan rektovestibular fistula.
3. Anomali tinggi atau supralevator
Pada anomali tinggi atau supralevator mempunyai 2 tipe sesuai dengan
jenis kelamin. Pada laki - laki ada anorectal agenesis, rektouretral fistula
yaitu rectum buntu tidak ada hubungan dengan saluran urinary, fistula ke
prostatic uretra. Rectum berakhir di atas muskulus pubo rektal dan
muskulus levator ani, tidak ada sfingter internal. Sedangkan pada
perempuan ada anorectal agenesis dengan fistula vaginal tinggi, yaitu
fistula antara rektum dan vagina posterior. Pada laki laki dan perempuan
biasanya rektal atresia (Nurarif, Amin Huda & Kusuma, 2015)
4. Manifestasi klinis Atresia ani
Tanda dan gejala dapat timbul pada 24 –48 jam setelah bayi tersebut lahir
seperti, muntah-muntah dan tidak terdapat defekasi mekonium. Gejala ini
terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi. Pada golongan 3 hampir
selalu disertai fistula. Pada bayidengan jenis kelamin wanita sering
ditemukan fistulrektovaginal, dengangejala bila bayi buang air
besarfeseskeluar dari (vagina). Sedangkan pada bayi dengan jenis
kelamin laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir
dikandung kemih atau uretra. Gejala yang akan timbul :
a. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
b. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
xxiii
c. Mekonium dapat keluar tetapi bukan melalui anus.
d. Perut kembung 4 sampai 8 jam setelah lahir.
e. Bayi muntah-muntah pada 24 - 48 jam setelah lahir.
f. Adanya tanda tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula) dan distensi
bertahap. (Ngastiyah, 2012)
5. Patofisiologi Atresia ani
Terjadinya anus imperforata karena kelainan kongenital dimana saat proses
perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan
rektum. Dalam perkembangan berikutnya ujung ekor belakang berkembang
menjadi kloaka yang juga akan berkembang menjadi genitor urinary dan
struktur anorektal. Atresia ani sendiri terjadi karena tidak ada
kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10
minggu dalam perkembangan fekal. Kegagalan migrasi tersebut juga
diakibatkan karena terjadi kegagalan dalam agenesis sakral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina. Di usus besar yang keluar hingga anus
tidak terjadi pembukaansehingga menyebabkan fekal tidak dapat
dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Manifestasi klinis
diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi tersebut
berakibat distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala
akibatnya.Apabila urin keluar melalui fistel menuju rektum, maka urin
akan diabsorbsi sehingga terjadinya asidosis hiperkloremia. Sebaliknya
feses mengalir ke arah traktus urinarius akan menyebabkan infeksi
berulang. Pada keadaan ini akan terbentuknya fistula antara rektum dengan
organ sekitarnya. Pada wanita biasanya dengan fistula ke vagina
(rektovagina) atau perineum (rektovestibular). Pada laki-laki biasanya letak
tinggi, fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate (rektovesika). Pada
letak rendah fistula menuju ke uretra (rektum urethralis) (Faradilla N, 2009).
xxiv
6. Pathway
xxv
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan atresia ani, antara lain:
a. Asidosis hiperkloremia
b. Kelambatan anak pada toilet training
c. Komplikasi jangka panjang
1) Eversi mukosa anal
2) Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
3) Infeksi saluran kemih
4) Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasi sigmoid)
5) Inkontinensia akibat stenosis awal atau impaksi
6) Prolaps mukosa anorektal (penyebab inkontinensia)
xxvi
Penatalaksanaan pada atresia ani adalah sebagai berikut :
a. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang yang dibuat oleh dokter ahli bedah
pada daerah dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan
lubang ini bisa untuk sementaraatau permanen dari usus besar atau
kolon iliaka. Untuk atresia ani dengan anomali tinggi, dapat dilakukan
kolostomi beberapa hari setelah lahir.
b. PSARP (Posterior Sagittal Ano Rectal Plasty) Bedah PSARP (Posterio
Sagital Ano Rectal Plasty) umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan.
Penundaan ini untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan
pada otototot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan
bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status
nutrisinya.
e. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah
operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Setelah pasca operasi BAB
akan sering keluar, tetapi seminggu pasca operasi BAB berkurang
frekuensinya dan agak padat.
(Aziz, 2010)& (Suriadi & Yuliani, 2010)
xxvii
nutrisi dan metabolik untuk minum susu mungkin terganggu karena
mual dan muntah dampak dari anestesi.
3) Pola eliminasi
Pada pasien atresia ani post operasi PSARP pasien membuang
defekasi melalui kolostomi.
4) Pola aktivitas dan latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menghindari
kelemahan otot.
5) Pola persepsi kognitif
Menjelaskan kepada keluarga tentang fungsi penglihatan,
pendengaran, penciuman dan daya ingatan masa lalu dan
ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
6) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat pasien post operasi mungkin akan
terganggu karena nyeri pada luka insisi
7) Pola konsep diri dan persepsi diri
Pasien post operasi akan tampak gelisah, penarikan diri karena
dampak jahitan operasi.
8) Pola peran dan pola hubungan
Mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit
9) Pola reproduksi dan seksual
Pola ini bertujuan untuk menjelaskan fungsi social sebagai alat.
10) Pola pertahanan diri, stress dan toleransi
Adanya faktor stress karena efek hospitalisasi, masalah keuangan,
dan meninggalkan keluarga dirumah
11) Pola keyakinan
Untuk menerapkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanaka agama
yang dianut dan konsekuensinya dalam keseharian.
b. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pasien dengan atresia ani post
operasi PSARP terdapat jahitan post op pada daerah anus, terdapat
xxviii
kolostomi,feses keluar melalui kolostomi dengan frekuensi tidak
menentu dan konsistensi cair.
2) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah penilain mengenai masalah Kesehatan yang
dialaminya baik yang secara aktual maupun potensial . Diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada Atresia ani adalah :
a. Diagnos pots operasi
3) Intervensi Keperawatan
Intervensi memberikan asuhan keperawatan yang aman, efektif, dan etis.
Intervensi yang dibuat ada jenis tindakan yaitu observasi, terapeutik, edukasi,
dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain. Intervensi pada klien dengan
Atresia ani sebagai berikut :
a. Diagnosa pots operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur
operasi)
Tujuan :
Klien setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tingkat nyeri menurun.
Kriteria Hasil :
Nyeri berkurang dengan skala nyeri bayi neonatal : Ekspresi wajah:
Relaks (wajah tenang, ekpresi netral) Skor 0, Menyeringai
(otot wajah tegang, alis, dagu atau rahang berkerut) Skor 1, Menangis :
Tidak menangis Skor 0, Merengek (merintih ringan) Skor 1,
xxix
Menangis kuat (berteriak dengan kencang, melengking) Skor 2, Pola
bernafas : Relaks Skor 0, Pernafasan berubah (tidak teratur, lebih
cepat dari biasanyanya) Skor 1, Lengan : Relaks (tidak ada
kekuatan otot) Skor 0, Fleksi/ekstensi (tegang, lurus, kaku, atau
fleksi ekstensi cepat) Skor 1, Keadaan terjaga : Tidur/terbangun
(tenang, tentram, nyaman) Skor 0, Rewel (terjaga, gelisah) Skor 1,
pasien merasa tenang, tidak ada perubahan tanda tanda vital.
Intervensi :
Observasi
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,dan
intensitas nyeri.
R/ Bantu klien untuk menilai nyeri dan sebagai temuan dalam
pengkajian
b. Identifikasi skala nyeri
R/ Bantu klien untuk menilai nyeri dan sebagai temuan dalam
pengkajian
c. Identifikasi faktor yang memperberat rasa nyeri
R/Bantu klien untuk mengetahui faktor yang memperberat rasa
nyeri
Terapeutik :
a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
R/ Agar mengurangi rasa nyeri dan memberikan kenyamanan
b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
R/Agar klien merasa lebih tenang.
c. Fasilitasi istirahat tidur
R/ Agar klien merasa lebih tenang
Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
R/Agar klien mengetahui dan dapat mengurangi hal yang dapat
memicu
xxx
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
R/Agar mengurangi rasa nyeri dan memberikan kenyamanan
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik
R/ Untuk mengurangi rasa nyeri
Terapeutik
a) Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit
kering.
R/ Mencegah perlukaan pada kulit.
b) Gunakan produk berbahan alami dan hipoalergik pada kulit
sensitif
R/Mencegah perlukaan pada kulit
Edukasi
a) Anjurkan minum air yang cukup.
R/ Membantu proses penyembuhanb)
b) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
xxxi
R/Membantu proses penyembuhan.
c) Ajurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
R/ Membantu proses penyembuhan
3) Resiko infeksi berhubungan dengan efek procedure invasive
Tujuan :
Klien setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24jam
diharapkan tingkat infeksi menurun.
Kriteria Hasil :
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi (demam, terdapat
kemerahan pada daerah luka).
Intervensi:
Observasi
a. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sisteik
R/ Mengetahui tanda infeksi lebih dini
Terapeutik
Edukasi
xxxii
R/ Agar terbebas dan dari infeksi
(PPNI, 2018)& (PPNI, 2019)
4) Evaluasi Keperawatan
a) Post Operasi
1. Tingkat nyeri menurundengan skala nyeri bayi neonatal : Ekspresiwajah :
Relaks (wajahtenang, ekpresi netral) Skor 0, Menyeringai(otot wajah tegang,
alis, dagu ataurahang berkerut) Skor 1,Menangis : Tidak menangis Skor
0, Merengek (merintih ringan)Skor 1, Menangis kuat (berteriak dengan
kencang, melengking)Skor 2, Pola bernafas : Relaks
Skor 0, Pernafasan berubah (tidakteratur, lebih cepat dari
biasanyanya) Skor 1, Lengan: Relaks(tidak ada kekuatan otot) Skor 0,
Fleksi/ekstensi (tegang, lurus,kaku,ataufleksi ekstensi cepat) Skor 1,
Keadaan terjaga :Tidur/terbangun (tenang, tentram,nyaman) Skor 0, Rewel
(terjaga,gelisah) Skor 1, pasien merasa tenang, tidak ada perubahan tanda–
tanda vital.
2. Tidak ditemukan tanda–tanda kerusakan kulitdengan tidak adatanda–tanda
kerusakan kulit dan mampu mempertahankan integritas kulit.
3. Tingkat infeksi menurundenganbebas dari tanda dan gejalainfeksi
(demam, terdapat kemerahan pada daerah luka)
BAB 3
xxxiii
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah. Baik masalah
fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak dengan
penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang mengusahakan
agar anaknya bisa buang air besar dengan cara yang awam akan menimbulkan masalah baru bagi
bayi/anak. Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus difahami dengan
benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga.
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna.
Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak
berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)
3.2 Saran
Setelah membahas materi mengenai Hisprung, Atresia Ani diharapkan mahasiswa
mampu memahami dan menjadi bekal untuk menjadi perawat professional yang dapat
memahami dari penyakit tersebut dan juga dapat menerapkan asuhan keperawatan saat
dilapangan nanti.
xxxiv
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Sowden, 2002, Keperawatan Pediatric Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi ke-3.
Jakarta : EGC.
Suriadi dan Yulianni Rita. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta :Penebar
Swadaya
Widodo Judarwanto. 2010. Atresia Bilier, Waspadai Bila Kuning Bayi Baru Lahir yang
berkepanjangan.
Wong, D.L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Edisi 6 Volume 2. Jakarta :
EGC SDKI ,SLKI , SIKI
xxxv