Anda di halaman 1dari 35

Makalah Konsep Asuhan Keperawatan pada anak

dengan Hisprung dan Atresia Ani

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperwataan Anak

Dosen : Ns. Rokhaidah, M.Kep.Sp. Kep. An

Disusun oleh :
Apriani Dwi Susanti 2010701012
Siti Alyatunnisa 2010701036
Cindi Tiana Harahap 2010701039
Dina Evaliana 2010701067

Program Studi D3 Keperawatan


Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “HIRSCHSPRUNG DAN ATRESIA ANI” tepat
pada waktunya.  Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami
miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen
mata ajar Keperawatan Anak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun penulis harapkan demi mencapai kesempurnaan makalah berikutnya. Sekian
penulis sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.

Depok, 18 Agustus 2021

Kelompok 10

ii
DAFTAR ISI

Asuhan Keperawatan pada anak dengan Hisprung dan Atresia Ani................................................i


KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB I...............................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
2.1 Konsep dasar asuhan keperawatan pada Hisprung................................................................3
2.2 Asuhan Keperawatan Pada pasien Hisprung....................................................................8
Post Operasi...............................................................................................................................10
2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatn pada Atresia ani......................................................18
2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Atresia ani..................................................23
BAB III..........................................................................................................................................30
3.1 Kesimpulan & saran ............................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................31

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan
pergerakan usus yang dimulai dari sfingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang
yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit hisprung adalah penyebab
obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling
sering pada neonatus. 
Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak
terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal
tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara
spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses
secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang
tidak ada lion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat
menyebabkan dilatasi usus proksimal. 
Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada
tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang
mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi terjadinya
penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan
Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh
gangguan peristaltik di bagian distal usus defisiensi ganglion. 
Atresia Ani berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, atresia artinya nutrisi atau
makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau
tertutupnya lubang badan normal atau organ tubuler secara kongenital disebut juga clausura.
Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya atau buntutnya saluran atau
rongga tubuh. 
Hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses
penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani
memiliki nama lain yaitu Anus imperforata.

iv
Secara umum, atresia ani lebih banyak di temukan pada laki-laki daripada perempuan.
Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak di temui laki-laki, diikuti oleh
fistula perineal. sedangkan pada bayi Perempuan, jenis atresia ani yang paling banyak di
temui adalah atresia ani diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal (Oldham K,2005).
Angka kejadian penyakit atresia ani pada tahun 1990-1994 di RSUP dr. M. Jamil, Padang
di perolleh sebanyak 36 kasus, 25 (69.4%) bayi laki-laki dan 11 (30.6%) bayi Perempuan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa konsep Asuhan Keperawatan pada Hisprung? 
2. Apa Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Hisprung? 
3. Apa konsep Asuhan Keperawatan pada Atresia Ani? 
4. Apa Asuhan Keperawatan pada Atresia Ani?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Agar Mahasiswa dapat mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan pada Hisprung. 
2. Agar Mahasiswa  mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Hisprung. 
3. Untuk mengetahui konsep Asuhan Keperawatan pada Atresia Ani. 
4. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Atresia Ani.

v
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep dasar asuhan keperawatan pada Hisprung
1. Pengertian Hisprung
Penyakit Hirschsprung atau Megakolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan
pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan
berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki – laki daripada perempuan.
Hisprung atau megakolon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion
dalam rektum atau bagian rectosigmoid colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan
abnormal atau tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz, Cecily & Sowden : 2000).
Jadi hirschsprung atau megakolon adalah kelainan tidak adanya sel ganglion dalam
rektum atau bagian rektosigmoid, namun pada intinya yaitu penyakit yang disebabkan
oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus
sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum
berelaksasi.
2. Etiologi 

Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest” embrional yang


berimigrasi ke dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mienterikus dan submukosa
untuk berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus. Disebabkan oleh tidak
adanya sel ganglion parasimpatis dari pleksus Auerbach di kolon. Adapun yang menjadi
penyebab Hirschsprung atau Megacolon itu sendiri adalah diduga terjadi karena faktor
genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down syndrom, 5 kegagalan sel
neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada
myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
3. Patofisiologi

Penyakit HIrschsprung, atau megakolon konginetal, adalah tidak adanya sel-sel


ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid kolon. Ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristalsis serta tidak adanya evakuasi usus spontan.

vi
Selain itu, sfingter rectum tidak dapat berelaksasi, mencegah keluarnya feses secara
normal. Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,
menyebabkan dilatasinya bagian usus yang proximal terhadap daerah itu. Penyakit
Hirschsprung diduga terjadi karena factor-faktor genetic dan factor lingkungan, nmaun
etiologi sebenarnya tidak diketahui. Penyakit hirschsprung dapat muncul pada sembarang
usia, walaupun paling sering terjadi pada neonatus. (Buku Saku, Keperawatan Pediatri,
Cecily L. Betz dan Linda A. Sowden, EGC : 2002) 
Contoh : Hirschprung

Normal
4. Manifestasi klinik

vii
Menurut (Buku Saku, Keperawatan Pediatri, Cecily L. Betz dan Linda A. Sowden, EGC :
2002) :
Masa Neonatal
a. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.
b.  Muntah berisi empedu
c. Enggan minum
d. Distensi abdomen

Masa Bayi dan Kanak-Kanak


a. Konstipasi
b. Diare berulang
c. Tinja seperti pita, berbau busuk
d. Distensi Abdomen
e. Gagal tumbuh.
5. Pemeriksaan penunjang
a. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap dan
mencari sel ganglion pada daerah submukosa. 
b. Biopsi otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan dibawah
narkos. Pemeriksaan ini bersifat traumatic. 
c. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada penyakit ini
khas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
d. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus. (Ngatsiyah, 1997 :
139)
e. Foto abdomen (telentang, tegak, telungkup, dekubitus lateral) diagnostik; untuk
mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
f. Enema barium (diagnostic) ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon. 
g. Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion. 
h. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refluks sfingter interna dan
eksterna. (Betz, 2002 : 197)
6. Penatalaksanaan

viii
Penatalaksanaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus
besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar
sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal. Ada dua tahap pembedahan
pertama dengan kolostomi loop atau double barrel dimana diharapkan tonus dan ukuran
usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali menjadi normal dalam waktu 3-4 bulan .
Terdapat prosedur dalam pembedahan diantaranya:
1. Prosedur duhanel biasanya dilakukan terhadap bayi kurang dari 1 tahun dengan cara
penarikan kolon normal kearah bawah dan menganastomosiskannya dibelakang usus
aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubung aganglionik dan bagian
posterior kolon normal yang telah ditarik. 
2. Prosedur Swenson membuang bagian aganglionik kemudian menganastomosiskan
end to end pada kolon yang berganglion dengan saluran anal yang dilatasi dan
pemotongan sfingter dilakukan pada bagian posterior. 
3. Prosedur soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dengan cara membiarkan
dinding otot dari segmen rectum tetap utuh kemudian kolon yang bersaraf normal
ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan
jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.

Keperawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
1. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara
dini.
2. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
3. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
4. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang. Pada
perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan
malnutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat.
Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan
juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat
digunakan nutrisi parenteral total ( NPT )

ix
Perencanaan pulang dan perawatan dirumah :
1. Ajarkan pada orang tua untuk memantau adanya tanda dan gejala komplikasi jangka
panjan berikut ini. 
a. Stenosis dan kontriksi
b. Inkontinensia
c. Pengosongan usus yang tidak adekkuat
2. Ajarkan tentang perawatan kolostomi pada orang tua dan anak. a) Persiapan kulit
a. Penggunaan alat kolostomi
b. Komplikasi stoma (perdarahan, gagal defekasi, diare meningkat , prolaps, feses
seperti pita )
c. Perawatan dan pembersihan alat kolostomi
d. Irigasi kolostomi
3. Beri dan kuatkan informasi-informasi tentang penatalaksanaan diet. 
a. Makanan rendah sisa
b. Masukan cairan tanpa batas
c. Tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolot dan dehidrasi. 
4. Dorong orang tua dan anak untuk mengekspresikan perasaannya tentang kolostomi. 
a. Tampilan
b. Bau
c. Ketidaksesuaian antara anak mereka dengan anak “ideal” 
5. Rujuk ke prosedur institusi spesifik untuk informasi yang dapat diberikan pada orang
tua tentang perawatan dirumah. 
Kolaboratif
Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penyumbatan usus, segera dilakukan
kolostomi sementara. Kolostomi adalah pembuatan lubang pada dinding perut yang
disambungkan dengan ujung usus besar. Pengangkatan bagian usus yang terkena dan
penyambungan kembali usus besar biasanya dilakukan pada saat anak berusia 6 bulan
atau lebih. Jika terjadi perforasi (perlubangan usus) atau enterokolitis, diberikan
antibiotik.
7. Prognosis 

x
Secara umum prognosisnya baik, 90% pasien dengan penyakit hirschprung yang
mendapat tindakan pembedahan mengalami penyembuhan dan hanya sekitar 10% pasien
yang masih mempunyai masalah dengan saluran cernanya sehingga harus dilakukan
kolostomi permanen. Angka kematian akibat komplikasi dari tindakan pembedahan pada
bayi sekitar 20%. 
8. Komplikasi
a. Gawat pernapasan (akut)
b. Enterokolitis (akut)
c. Striktura ani (pascabedah)
d. Inkotinensia (jangka panjang)

2.2 Asuhan Keperawatan Pada pasien Hisprung


1. Pengkajian
Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat,
tanggal pengkajian, pemberi informasi. Antara lain :
Anamnesis
Identitas klien Meliputi : nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, dan diagnosis medis.
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat dilakukan
pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi abdomen,
kembung, muntah. 
1) Keluhan utama Klien
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat
dilakukan pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB,
distensi abdomen, kembung, muntah. 
2) Riwayat kesehatan sekarang
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam setelah
lahir, distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal. Tanyakan sudah
berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya klien
mengatasi masalah tersebut.

xi
3) Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan,
persalinan dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi. 
4) Riwayat Nutrisi
Meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak
5) Riwayat psikologis
Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada
perasaan rendah diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya. 
6) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang
menderita Hirschsprung. 
7) Riwayat social
Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam
mempertahankan hubungan dengan orang lain. 
8) Riwayat tumbuh kembang
Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB. 
9) Riwayat kebiasaan sehari-hari
Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas. 

Pemeriksaan Fisik
1) Sistem integumen
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat
capilary refil, warna kulit, edema kulit. 
2) Sistem respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
3) Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (murmur, gallop), irama denyut nadi
apikal, frekuensi denyut nadi / apikal. 
4) Sistem penglihatan
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata
5) Sistem Gastrointestinal

xii
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus,
adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah
(frekuensi dan karakteristik muntah) adanya kram, tendernes.

Pre Operasi
1. Kaji status klinik anak (tanda-tanda vital, asupan dan keluaran)
2. Kaji adanya tanda-tanda perforasi usus. 
3.  Kaji adanya tanda-tanda enterokolitis
4. Kaji kemampuan anak dan keluarga untuk melakukan koping terhadap
pembedahan yang akan datang
5. Kaji tingkat nyeri yang dialami anak

Post Operasi
1. Kaji status pascabedah anak (tanda-tanda vital, bising usus, distensi abdomen)
2. Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi atau kelebihan cairan
3. Kaji adanya komplikasi
4. Kaji adanya tanda-tanda infeksi
5. Kaji tingkat nyeri yang dialami anak
6. Kaji kemampuan anak dan keluarga untuk melakukan koping terhadap
pengalamannya di rumah sakit dan pembedahan. 
7. Kaji kemampuan orang tua dalam menatalaksanakan pengobatan dan perawatan
yang berkelanjutan.
2. Diagnosa keperawatan
Pre operasi
a. Konstipasi berhubungan dengan mekanik : megakolon
b. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal dengan sumber
informasi
c. Hipovolemik b.d kehilangan volume cairan secara aktif
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan anak
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan absorbsi usus.

Post operasi

xiii
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

3. Rencana Keperawatan
Pre Operasi

Diagnosis Tujuan Intervensi


Setelah dilakukan tindakan Bowel management
Konstipasi keperawatan selama 1x24 jam 1. Catat BAB terakhir
berhubungan dengan diharapkan Konstipasi dapat 2. Memonitor tanda konstipasi
mekanik megakollon teratasi dg kriteria sbb: 3. Anjurkan keluarga untuk
1. Faeses lunak mencatat warna, jumlah, frekuensi
2. Anak tidak kesakitan saat BAB. BAB.
4. Berikan supositoria jika perlu.
Bowel irrigation
1. Jelaskan tujuan dari irigasi
rektum.
2. Check order terapi.
3. Jelaskan prosedur pada orangtua
pasien.
4. Berikan posisi yang sesuai.
5. Cek suhu cairan sesuai suhu
tubuh.
6. Berikan jelly sebelum rektal
dimasukkan.
7. Monitor effect dari irigasi.

Persiapan preoperatif

xiv
1. Jelaskan persiapan yang harus
dilakukan.
2. Lakukan pemeriksaan
laboratorium: darah rutin,
elektrolit, AGD.
3. Transfusi darah bila perlu
Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan Anxiety reduction
dengan perubahan keperawatan selama 1x24 jam 1. Jelaskan semua prosedur yang
dalam statuskesehatan diharapkan Ansietas dapat teratasi akan dilakukan
anak dg kriteria sbb: 2. Kaji pemahaman orangtua
1. Ibu terlihat lebih tenang terhadap kondisi anak, tindakan
2. Ibu dapat bertoleransi dengan yang akan dilakukan pada anak.
keadaan ana 3. Anjurkan orang tua untuk berada
dekat dengan anak.
4. Bantu pasien mengungkapkan
ketegangan dan kecemasan
Defisit pengetahuan Orang tua tahu mengenai Teaching: proses penyakit
berhubungan dengan perawatan anak dengan kriteria: 1. 1. Kaji pengetahuan pasien tentang
tidak mengenal Mampu menjelaskan penyakit, penyakit.
dengan sumber prosedur operasi 2. Jelaskan tentang penyakit,
informasi 2. Mampu menyebutkan tindakan prosedur tindakan dan cara
keperawatan yang harus perawatan bersama dengan dokter.
dilakukan. 3. Informasikan jadwal rencana
3. Mampu menyebutkan cara operasi: waktu, tanggal, dan tempat
perawatan operasi, lama operasi.
4. Jelaskan kegiatan praoperasi :
anestesi, diet, pemeriksaan lab,
pemasangan infus, tempat tunggu
keluarga.
5. Jelaskan medikasi yang
diberikan sebelum operasi: tujuan,
efek samping.

xv
Health education:
1. Jelaskan tindakan keperawatan
yang akan dilakukan.
2. Jelaskan mengenai penyakit,
prosedur tindakan dan cara
perawatan dengan dokter.
3. Lakukan diskusi dengan
keluarga pasien dengan penyakit
yang sama.
4. Jelaskan cara perawatan post
operatif

Ketidakseimbangan nutrisi Status nutrisi baik, dengan 1. Kaji nafsu makan,


kurang dari kebutuhan tubuh kriteria: lakukanpemeriksaan
berhubungan dengan 1. Diet seimbang, intake abdomen,adanya distensi,
penurunan absorbsi usus adekuat. hipoperistaltik.
2. BB normal. 2. Ukur intake dan output,
3. Nilai lab darah normal: HB, berikan per oral / cairan
Albumin, GDR intravenasesuai program
(hidrasi adalah masalah yang
paling penting selama masa
anak-anak).
3. Sajikan makanan favorit
anak, dan berikan sedikit tapi
sering.
4. Atur anak pada posisi yang
nyaman (fowler)
5. Timbang BB tiap hari pada
skala yang sama
Hipovolemi b.d kehilangan Setelah dilakukan tindakan Manajemen cairan
volume caian secara aktif keperawatan selama 1x24 jam 1. Timbang berat badan tiap
diharapkan Status hidrasi hari

xvi
dapat teratasi dg kriteria sbb: 2. Kelola catatan intake dan
1. Menunjukkan urine output output
normal 3. Monitor status hidrasi
2. Menunjukkan TD, nadi dan (membran mukosa, nadi
suhu dbn adekuat, ortostatik)
3. Turgor kulit, kelembaban 4. Monitor hasil laboratorium
mukosa dbn. yang menunjukkan retensi
4. Mampu menjelaskan yang cairan
dapat dilakukan untuk 5. Monitor keadaan
mengatasi kehilangan cairan hemodinamik
6. Monitor vital sign
7. Monitor tanda- tanda
kelebihan atau kekurangan
volume cairan
8. Administrasi terapi Intra
vena
9. Monitor status nutrisi
10. Berikan cairan dan intake
oral

Monitor cairan
1. Kaji jumlah dan jenis intake
cairan dan kebiasaan eliminasi
2. Kaji faktor resiko terjadinya
ketidakseimbangan cairan
3. Monitor intake dan output
4. Monitor serum, dan
elektrolit
5. Jaga keakurtan pencatatan
intake dan output
6. Administrasi pemberian

xvii
cairan

Managemen hipovolemi
1. Monitor status cairan
termasuk intake dan output
2. Jaga kepatenan terpi intra
vena
3. Monitor kehilangan cairan
4. Monitor hasil laboratorium
5. Hitung kebutuhan cairan
6. Administrasi pemberian
cairan hipotonik/isotonik
7. Observasi indikasi dehidrasi
8. Kelola pemberian intake
oral
9. Monitor tanda dan gejala
over hidration

Post Operasi
Diagnosa Tujuan Intervensi
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Management nyeri
dengan agen injuri fisik keperawatan selama 1x24 jam 1.Kaji nyeri meliputi
diharapkan Nyeri dapat karakteristik, lokasi, durasi,
teratasi dg kriteria sbb: frekuensi, kualitas, dan faktor
1. Anak tidak rewel presipitasi.
2. Ekspresi wajah dan sikap 2.Observasi ketidaknyamanan
tubuh rileks non verbal
3. Tanda vital Normal 3. Berikan posisi yang nyaman
4. Anjurkan ortu untuk
memberikan pelukan agar
anak merasa nyaman dan
tenang.

xviii
5. Tingkatkan istirahat

Teaching
1. Jelaskan pada ortu tentang
proses terjadinya nyeri
2. Pertahankan imobilisasi
bagian yang sakit
3. Evaluasi keluhan nyeri atau
ketidaknyamanan
4. Perhatikan lokasi nyeri

Administrasi analgetik
1.Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
2. Cek program medis tentang
jenis obat, dosis dan frekuensi
pemberian
3. Ikuti 5 benar sebelum
memberikan obat
4. Cek riwayat alergi
5. Monitor tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian obat
6.Dokumentasikan pemberian
obat
Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan Infektion control
dengan prosedur invasif keperawatan selama 1x24 jam 1. Terapkan kewaspadaan
diharapkan Resiko Infeksi universal cuci tangan sebelum
dapat teratasi dg kriteria sbb: dan sesudah melakukan
1. Bebas dari tanda-tanda tindakan keperawatan.

xix
infeksi 2. Gunakan sarung tangan
2. Tanda vital dalam batas setiap melakukan tindakan.
normal 3. Berikan personal hygiene
yang baik.

Proteksi infeksi
1. Monitor tanda-tanda infeksi
lokal maupun sistemik.
2. Monitor hasil lab: wbc,
granulosit dan hasi lab yang
lain.
3. Batasi pengunjung
4. Inspeksi kondisi luka insisi
operasi.

Ostomy care
1. Bantu dan ajarkan keluarga
pasien untuk melakukan
perawatan kolostomi
2. Monitor insisi stoma.
3. Pantau dan dampinggi
keluarga saat merawat
kolostomi
4. Irigasi stoma sesuai
indikasi.
5. Monitor produk stoma
6. Ganti kantong kolostomi
setiap kotor.

Medikasi terapi
1. Beri antibiotik sesuai

xx
program
2. Tingkatkan nutrisi
3. Monitor keefektifan terapi.

Health education
1. Ajarkan pada orang tua
tentang tanda-tanda infeksi.
2. Ajarkan cara mencegah
infeksi.
3. Ajarkan cara perawatan
colostom

2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatn pada Atresia ani


1. Pengertian Atresia ani
Atresia ani merupakan salah satu kelainan kongenital yang terjadi pada
anak. Atresia  ani (anus  Imperforata) merupakan suatu keadaan lubang anus tidak
berlubang.  Atresia berasal dari bahasa Yunani, yaitu berarti tidak ada, dan trepsis
yang artinya nutrisi atau makanan.  Menurut istilah kedokteran, atresia ani adalah
suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan yang normal (Putra,
2012). 
Atresia  ani  atau malformasi anorektal adalah kelainan bawaan anus yang
disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan pembentukan anus dari tonjolan
embrionik (Mansjoer, 2010).
2. Etiologi Atresia ani
Penyebab sebenarnya dari atresia ani saat ini belum diketahui pasti. Pada
beberapa penelitian, atresia ani dapat disebabkan oleh kelainan genetik maupun
faktor lingkungan yang terpapar zat -zat beracun, lingkungan yang kumuh, dan
pola nutrisi bayi selama dalam kandungan. Adapun faktor lain yang dapat
menyebabkan atresia ani, yaitu:

xxi
a. Terjadinya  gangguan  pemisahan  kloaka  menjadi  rektum  dan  sinus
urogenital,    biasanya    karena    gangguan    perkembangan    septum
urogenital pada minggu ke-5 sampai minggu ke-7 usia kehamilan.
b. Putusnya    saluran    pencernaan    dari    atas    dengan    dubur,    sehingga 
bayi  lahir tanpa lubang anus. 
c. Gangguan      pertumbuhan dalam      kandungan    sebagai penyebab
terjadinya atresia    ani,    karena  ada  kegagalan  pertumbuhan  saat  bayi
dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
d. Kelainan  bawaan,  pada  umumnya  anus  tidak  terdapat  kelainan  pada
rektum,  sfingter,  dan  otot  dasar  panggul. Tetapi pada agenesis anus,
sfingter internal mungkin tidak memadai.  Banyak orang tua  yang masih
belum diketahui apakah mereka mempunyai gen carier penyakit ini. Janin
yang diturunkan dari kedua orang tua yang mempunyai gen carier  penyakit 
ini saat  kehamilan  mempunyai  peluang  sekitar 25% -30% terjadinya atresia
ani (Mansjoer, 2010).
3. Klasifikasi Atresia ani

Pada atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu:


a. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus gastrointestinal dicapai
melalui saluran fistula eksterna.
b. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk sebagai jalan 
keluar tinja. Kemudian  klasifikasi atresia ani menurut  kelompok anatominya
dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Anomali rendah atau infralevator
Pada  anomali  rendah  atau  infralevator, rektum turun sampai ke otot
puborektal, sfingter ani eksternal dan internal berkembang sempurna
dengan fungsi yang normal, rectum menembus muskulus levator  ani 
sehingga  jarak  kulit  dan  rectum  paling  jauh  2  cm.  tipe dari  kelainan 
rendah  antara  lain  adalah  anal  stenosis,  imperforate membrane  anal 
dan  fistula (untuk  laki  laki  fistula  ke  perineum, skrotum  atau 
permukaan  penis,  dan  untuk  perempuan  anterior ectopic   anus   atau  

xxii
anocutaneous   fistula   merupakan   fistula   ke perineal, vestibular atau
vagina).
2. Anomali intermediet 
Pada anomali intermediet, ujung rectum mencapai tingkat muskulus
levator ani tetapi tidak menembusnya, rektum turun melewati otot
puborektal sampai 1 cm atau tepat di otot puborektal, ada  lesung  anal 
dan  sfingter eksternal.  Tipe  kelainan intermediet terbagi menjadi 2
sesuai dengan jenis  kelamin.  Pada Laki-laki bisa retrobulbar atau
rektouretral fistula yaitu fistula kecil dari kantong rektal  ke  bulbar,  dan 
anal agenesis tanpa fistula. Sedangkan untuk perempuan bisa
rektovagional fistula, analgenesis tanpa fistula, dan rektovestibular fistula.
3. Anomali tinggi atau supralevator 
Pada anomali tinggi atau supralevator mempunyai 2 tipe sesuai dengan
jenis kelamin. Pada laki - laki ada anorectal agenesis, rektouretral fistula
yaitu rectum buntu tidak ada hubungan dengan saluran urinary, fistula ke
prostatic uretra. Rectum berakhir di atas muskulus  pubo rektal dan
muskulus levator  ani, tidak ada sfingter internal. Sedangkan pada
perempuan ada anorectal agenesis dengan fistula vaginal tinggi, yaitu
fistula antara rektum dan vagina posterior. Pada laki laki dan perempuan
biasanya rektal atresia (Nurarif, Amin Huda & Kusuma, 2015)
4. Manifestasi klinis Atresia ani
Tanda dan gejala dapat timbul pada 24 –48 jam setelah bayi tersebut lahir
seperti, muntah-muntah dan tidak terdapat defekasi mekonium. Gejala ini 
terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi. Pada golongan 3 hampir 
selalu disertai  fistula.  Pada bayidengan jenis kelamin  wanita  sering 
ditemukan  fistulrektovaginal,  dengangejala  bila bayi  buang  air 
besarfeseskeluar  dari  (vagina).  Sedangkan  pada  bayi dengan  jenis 
kelamin  laki-laki  dapat  terjadi fistula  rektourinarius dan berakhir
dikandung kemih atau uretra. Gejala yang akan timbul :
a. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
b. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.

xxiii
c. Mekonium dapat keluar tetapi bukan melalui anus.
d. Perut kembung 4 sampai 8 jam setelah lahir.
e. Bayi muntah-muntah pada 24 - 48 jam setelah lahir.
f. Adanya tanda tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula) dan distensi
bertahap. (Ngastiyah, 2012)
5. Patofisiologi Atresia ani
Terjadinya anus imperforata karena kelainan kongenital dimana saat proses
perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus  dan 
rektum. Dalam perkembangan berikutnya ujung ekor belakang berkembang
menjadi kloaka yang juga akan  berkembang menjadi genitor urinary dan
struktur anorektal. Atresia  ani  sendiri  terjadi  karena  tidak  ada 
kelengkapan  migrasi  dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10
minggu dalam perkembangan  fekal.  Kegagalan  migrasi  tersebut  juga 
diakibatkan  karena terjadi kegagalan  dalam  agenesis  sakral  dan 
abnormalitas pada uretra dan vagina. Di usus besar yang keluar hingga anus
tidak terjadi pembukaansehingga  menyebabkan  fekal  tidak  dapat 
dikeluarkan  sehingga  intestinal mengalami obstruksi. Manifestasi klinis
diakibatkan adanya obstruksi dan adanya  fistula.  Obstruksi  tersebut 
berakibat  distensi  abdomen,  sekuestrasi cairan, muntah dengan segala
akibatnya.Apabila   urin keluar melalui   fistel   menuju   rektum,   maka   urin
akan diabsorbsi sehingga  terjadinya  asidosis  hiperkloremia. Sebaliknya 
feses mengalir  ke  arah  traktus  urinarius akan menyebabkan infeksi
berulang. Pada  keadaan  ini  akan  terbentuknya fistula  antara rektum dengan
organ sekitarnya.  Pada wanita biasanya dengan  fistula ke vagina
(rektovagina) atau perineum (rektovestibular). Pada laki-laki biasanya letak
tinggi, fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate (rektovesika). Pada
letak rendah fistula menuju ke uretra (rektum urethralis) (Faradilla N, 2009).

xxiv
6. Pathway

(Price A, Sylvia, 2006)

7. Komplikasi Atresia ani

xxv
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan atresia ani, antara lain:
a. Asidosis hiperkloremia
b. Kelambatan anak pada toilet training
c. Komplikasi jangka panjang
1) Eversi mukosa anal
2) Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
3) Infeksi saluran kemih
4) Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasi sigmoid)
5) Inkontinensia akibat stenosis awal atau impaksi
6) Prolaps mukosa anorektal (penyebab inkontinensia)

Faktor  yang  mempengaruhi  terjadinya  komplikasi  pada  kelainan  ini yaitu 


terjadinya  kegagalan  menentukan  letak  kolostomi,  persiapan operasi   yang  
kurang   adekuat,   keterbatasan   pengetahuan   anatomi, keterampilan  operator 
yang  kurang,  dan  perawatan  post  operasi  yang kurang baik. (Ngastiyah, 2012)

8. Pemeriksaan penunjang Atresia ani


Pemeriksaan  penunjang  perlu  dilakukan  untuk  memperkuat diagnosis
antara lain :
a. Pemeriksaan  X –ray  abdomen  :  dilakukan  untuk  mengetahui  ada
tidaknya    obstruksi    intestinal    dan    untuk    melihat    bowel    secara
menyeluruh dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum
dari sfingternya.
b. Pemeriksaan  urine  :  dilakukan  untuk  jika  ada  fistula,  urine  dapat
diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
c. Ultrasonografi  terhadap  abdomen  : digunakan  untuk  melihat  fungsi
organ internal terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya
faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
d. CT Scan : digunakan untuk menentukan lesi. 
(Suriadi & Yuliani, 2010)

9. Penatalaksanaan medis Atresia ani

xxvi
Penatalaksanaan pada atresia ani adalah sebagai berikut :
a. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang  yang  dibuat  oleh  dokter  ahli  bedah 
pada daerah dinding abdomen untuk  mengeluarkan  feses.  Pembuatan
lubang  ini bisa untuk sementaraatau  permanen  dari  usus  besar atau
kolon iliaka. Untuk atresia ani dengan anomali tinggi, dapat dilakukan
kolostomi beberapa hari setelah lahir.
b. PSARP (Posterior Sagittal Ano Rectal Plasty) Bedah PSARP (Posterio
Sagital Ano Rectal Plasty) umumnya ditunda 9  sampai  12 bulan. 
Penundaan  ini untuk  memberi  waktu  pelvis  untuk membesar  dan 
pada  otototot  untuk  berkembang.  Tindakan  ini  juga memungkinkan
bayi untuk menambah berat badannya dan  bertambah baik status
nutrisinya.
e. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah
operasi,  anak  akan  mulai BAB melalui anus. Setelah pasca operasi BAB
akan sering keluar, tetapi seminggu pasca operasi BAB  berkurang
frekuensinya dan agak padat.
(Aziz, 2010)& (Suriadi & Yuliani, 2010)

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Atresia ani.


1) Pengkajian
Keperawatan Konsep  pengkajian  menurut  Gordon  data  dapat  dikelompokkan 
menjadi  11 konsep yang meliputi :
a. Pengkajian Fokus
1) Pola persepsi kesehatan
Mengkaji    kemampuan    keluarga    pasien    untuk    melanjutkan
perawatan dirumah. 
2) Pola nutrisi dan metabolic 
Anoreksia dan penurunan BB dan malnutrisi umumnya terjadi pada
pasien  dengan  atresia  ani  post  operasi  PSARP.  Keinginan  pasien Pola

xxvii
nutrisi dan metabolik untuk  minum  susu  mungkin  terganggu  karena 
mual  dan  muntah dampak dari anestesi.
3) Pola eliminasi 
Pada  pasien  atresia  ani  post  operasi  PSARP  pasien  membuang
defekasi melalui kolostomi.
4) Pola aktivitas dan latihan
Pola   latihan   dan   aktivitas   dipertahankan   untuk   menghindari
kelemahan otot.
5) Pola persepsi kognitif 
Menjelaskan    kepada    keluarga    tentang    fungsi    penglihatan, 
pendengaran,   penciuman   dan   daya   ingatan   masa   lalu   dan
ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
6) Pola tidur dan istirahat 
Pola   tidur   dan   istirahat   pasien   post   operasi   mungkin   akan
terganggu karena nyeri pada luka insisi
7) Pola konsep diri dan persepsi diri  
Pasien  post  operasi  akan  tampak  gelisah,  penarikan  diri  karena
dampak jahitan operasi.
8) Pola peran dan pola hubungan 
Mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit
9) Pola reproduksi dan seksual 
Pola ini bertujuan untuk menjelaskan fungsi social sebagai alat.
10) Pola pertahanan diri, stress dan toleransi  
Adanya  faktor  stress  karena  efek  hospitalisasi,  masalah  keuangan, 
dan meninggalkan keluarga dirumah
11) Pola keyakinan 
Untuk  menerapkan  sikap,  keyakinan  klien  dalam  melaksanaka  agama
yang dianut dan konsekuensinya dalam keseharian.
b. Pemeriksaan Fisik 
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pasien dengan atresia ani post
operasi PSARP  terdapat  jahitan  post  op  pada  daerah  anus,  terdapat

xxviii
kolostomi,feses  keluar  melalui  kolostomi  dengan  frekuensi  tidak 
menentu dan konsistensi cair. 

2) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah penilain  mengenai  masalah  Kesehatan yang 
dialaminya    baik    yang    secara    aktual    maupun    potensial . Diagnosa 
keperawatan yang mungkin muncul pada Atresia ani adalah :
a. Diagnos pots operasi

1. Nyeri  akut  berhubungan  dengan  agen  pencedera  fisik  (prosedur


operasi)
2. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi
3. Resiko infeksi berhubungan dengan efek procedure invasive.
(Dewi, 2013) & (PPNI,2017)

3) Intervensi Keperawatan
Intervensi  memberikan  asuhan  keperawatan  yang  aman,  efektif,  dan  etis.
Intervensi  yang  dibuat  ada  jenis  tindakan  yaitu  observasi,  terapeutik, edukasi,
dan  kolaborasi  dengan  tenaga  kesehatan  lain.  Intervensi  pada  klien dengan
Atresia ani  sebagai berikut :
a. Diagnosa pots operasi
1) Nyeri  akut  berhubungan  dengan  agen  pencedera  fisik  (prosedur
operasi) 
Tujuan :  
Klien  setelah  dilakukan  tindakan  keperawatan  selama  3x24 jam 
diharapkan tingkat nyeri menurun.
Kriteria Hasil :  
Nyeri berkurang dengan skala  nyeri bayi neonatal : Ekspresi wajah: 
Relaks  (wajah  tenang,  ekpresi  netral)  Skor  0,  Menyeringai 
(otot  wajah tegang, alis, dagu atau rahang berkerut) Skor 1, Menangis :  
Tidak  menangis  Skor  0,  Merengek  (merintih  ringan)  Skor  1, 

xxix
Menangis  kuat  (berteriak  dengan  kencang,  melengking)  Skor  2,  Pola 
bernafas : Relaks  Skor  0,  Pernafasan  berubah  (tidak  teratur, lebih 
cepat  dari  biasanyanya)  Skor  1,  Lengan  :  Relaks  (tidak  ada 
kekuatan  otot)  Skor  0,  Fleksi/ekstensi  (tegang,  lurus,  kaku,  atau 
fleksi  ekstensi  cepat)  Skor 1,  Keadaan  terjaga  :  Tidur/terbangun 
(tenang, tentram, nyaman) Skor 0, Rewel (terjaga, gelisah) Skor 1,  
pasien merasa  tenang, tidak ada perubahan tanda tanda vital.

Intervensi : 
Observasi
a. Identifikasi  lokasi,  karakteristik,  durasi,  frekuensi,  kualitas,dan
intensitas nyeri.
R/ Bantu klien untuk menilai nyeri dan sebagai temuan dalam
pengkajian
b. Identifikasi skala nyeri 
R/ Bantu klien untuk menilai nyeri dan sebagai temuan dalam
pengkajian
c. Identifikasi faktor yang memperberat rasa nyeri
R/Bantu  klien  untuk  mengetahui faktor  yang  memperberat rasa
nyeri

Terapeutik :
a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
R/ Agar mengurangi rasa nyeri dan memberikan kenyamanan
b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
R/Agar klien merasa lebih tenang.
c. Fasilitasi istirahat tidur
R/ Agar klien merasa lebih tenang

Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
R/Agar  klien  mengetahui  dan  dapat  mengurangi  hal  yang dapat
memicu

xxx
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri 
R/Agar mengurangi rasa nyeri dan memberikan kenyamanan

Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik
R/ Untuk mengurangi  rasa nyeri

2) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi 


Tujuan : 
Klien    setelah dilakukan tindakan    keperawatan 3x24
jam diharapkan tidak ditemukan tanda –tanda kerusakan kulit.
Kriteria Hasil : 
Tidak   ada   tanda –tanda   kerusakan   kulit,   mempertahankan integritas
kulit
Intervensi: 
Observasi
a) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit 
R/ Agar mengetahui lebih dini

Terapeutik
a) Gunakan  produk  berbahan  petroleum  atau  minyak  pada  kulit
kering.
R/ Mencegah perlukaan pada kulit.
b) Gunakan  produk  berbahan  alami  dan  hipoalergik  pada  kulit
sensitif
R/Mencegah perlukaan pada kulit

Edukasi
a) Anjurkan minum air yang cukup.
R/ Membantu proses penyembuhanb)
b) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.

xxxi
R/Membantu proses penyembuhan.
c) Ajurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
R/ Membantu proses penyembuhan
3) Resiko infeksi berhubungan dengan efek procedure invasive 
Tujuan :
Klien setelah    dilakukan tindakan keperawatan 3x24jam
diharapkan tingkat infeksi  menurun.
Kriteria Hasil :
Klien   bebas   dari   tanda   dan   gejala   infeksi   (demam,   terdapat
kemerahan pada daerah luka).
Intervensi:
Observasi
a. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sisteik 
R/ Mengetahui tanda infeksi lebih dini

Terapeutik

a. Cuci tangan sebelum dan sesudah konrak dengan pasien


R/Agar menjaga kebersihan dan mecegah resiko infeksi
b. Pertahankan teknik aseptikpada pasien yang beresiko tinggi
R/Agar menjaga kebersihan dan mecegah resiko infeksi

Edukasi

a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 


R/  Agar  klien  dan  keluarga  mengetahui  tanda  dan  gejala
infeksi
b. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
R/Agar klien mampu menjaga kebersihan
c. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
R/Menghindari kontaminasi 
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian imunisasi

xxxii
R/ Agar terbebas dan dari infeksi
(PPNI, 2018)& (PPNI, 2019)

4) Evaluasi Keperawatan
a) Post Operasi
1. Tingkat nyeri menurundengan skala nyeri bayi neonatal : Ekspresiwajah :
Relaks (wajahtenang, ekpresi netral) Skor 0, Menyeringai(otot  wajah  tegang,
alis, dagu ataurahang  berkerut)  Skor  1,Menangis  :  Tidak  menangis  Skor 
0, Merengek (merintih ringan)Skor  1,  Menangis  kuat  (berteriak  dengan 
kencang, melengking)Skor 2, Pola bernafas : Relaks
Skor 0, Pernafasan berubah (tidakteratur,  lebih  cepat  dari 
biasanyanya) Skor 1, Lengan: Relaks(tidak  ada  kekuatan  otot)  Skor  0, 
Fleksi/ekstensi (tegang, lurus,kaku,ataufleksi   ekstensi   cepat)   Skor   1,  
Keadaan   terjaga   :Tidur/terbangun (tenang, tentram,nyaman) Skor 0, Rewel
(terjaga,gelisah) Skor 1, pasien  merasa  tenang, tidak ada perubahan tanda–
tanda vital.
2. Tidak  ditemukan  tanda–tanda  kerusakan  kulitdengan  tidak  adatanda–tanda
kerusakan   kulit   dan   mampu mempertahankan integritas kulit.
3. Tingkat  infeksi    menurundenganbebas  dari  tanda  dan  gejalainfeksi
(demam, terdapat kemerahan pada daerah luka)

BAB 3

xxxiii
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah. Baik masalah
fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak dengan
penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang mengusahakan
agar anaknya bisa buang air besar dengan cara yang awam akan menimbulkan masalah baru bagi
bayi/anak. Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus difahami dengan
benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. 
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna.
Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak
berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM) 

3.2 Saran
Setelah membahas materi mengenai Hisprung, Atresia Ani diharapkan mahasiswa
mampu memahami dan menjadi bekal untuk menjadi perawat professional yang dapat
memahami dari penyakit tersebut dan juga dapat menerapkan asuhan keperawatan saat
dilapangan nanti.

xxxiv
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Sowden, 2002, Keperawatan Pediatric Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 

Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi ke-3.
Jakarta : EGC. 

Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto. 

Suriadi dan Yulianni Rita. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta :Penebar
Swadaya 

Widodo Judarwanto. 2010. Atresia Bilier, Waspadai Bila Kuning Bayi Baru Lahir yang
berkepanjangan. 

Wong, D.L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Edisi 6 Volume 2. Jakarta :
EGC SDKI ,SLKI , SIKI

xxxv

Anda mungkin juga menyukai