Anda di halaman 1dari 37

Makalah Keperawatan Medikal Bedah

Dosen Pengampu : Ns. Diah Tika Anggraeni, M.Kep

Di susun oleh :

Rima Siti Fadila 2010701043

Laila Nurhafizah 2010701072

Aliffia Nurjanah 2010701078

Alya Rachmawati 2010701059

Bunga Qosimah Rasel 2010701058

Dewi Sapitri 2010701033

Andira Kurnia Suhendi 2010701037

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu yaitu Ns. Diah Tika A, M.Kep
selaku dosen dari mata kuliah Keperawatan Anak karena telah membantu kelancaran
dalam pembuatan makalah ini.
Penulis dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak.
makalah ini dibuat dengan judul “Penyakit paru obstruktif kronis”. Penulis berharap
dengan adanya makalah ini dapat memberikan informasi tentang sejarah keperawatan
di Indonesia maupun di dunia.
Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Selain itu, penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
dan tercapainya tujuan dari penulisan makalah ini.

Jakarta, 18 Agustus 2020

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................................4
BAB 1......................................................................................................................................5
PENDAHULUAN..................................................................................................................5
A. LATAR BELAKANG..............................................................................................................5
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................................................5
C. TUJUAN..........................................................................................................................................6
BAB II.....................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.....................................................................................................................7
A. Pengertian PPOK............................................................................................................................7
B. Prevelensi.........................................................................................................................................8
C. Etiologi dan Fator Resiko...............................................................................................................9
D. Patofisiologi...................................................................................................................................11
E. Tanda dan Gejala..........................................................................................................................14
F. Komplikasi.....................................................................................................................................15
G. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................................................16
H. Penatalaksanaan medis................................................................................................................18
I. Pathway..........................................................................................................................................21
J. Asuhan Keperawatan....................................................................................................................22
BAB III.................................................................................................................................30
PENUTUP............................................................................................................................30
A. Kesimpulan............................................................................................................................30
B. Saran..............................................................................................................................................30
Daftar Pustaka.....................................................................................................................31

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pola hidup masyarakat yang buruk merupakan penyebab utama penyakit
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) yaitu kebiasaan merokok masyarakat
Indonesia. Karena setiap batang rokok mengandung ribuan bahan kimia yang
dapat menyebabkan kerusakan jaringan maupun kerusakan paru. Kandungan
tembakau pada rokok juga merangsang inflamasi/peradangan, dan juga dapat
merangsang produksi sputum sehingga menyebabkan sumbatan pada saluran
nafas (Chang, 2010).
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) juga dapat disebabkan karena polusi
udara yang berupa asap kendaraan, asap pabrik dan orang yang sebelunya sudah
pernah menderita penyakit paru misalnya bronkhitis (Ikawati, 2011). World
Health Organizatiton (WHO) memperkirakan pada tahun 2020 angka kejadian
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) yang sebelumnya ada pada peringkat 6
akan mengalami kenaikan dan akan menduduki peringkat 3 di dunia penyebab
kematian tersering di dunia (Yani I dkk, 2016).

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa Pengertian, tipe/grade/klasifikasi PPOK ?


2. Bagaimana Prevelensi PPOK?
3. Apa saja Etiologi dan Faktor resiko PPOK ?
4. Bagaimana Patofisiologi PPOK ?
5. Apa saja Tanda dan gejala (DS dan DO) PPOK ?
6. Apa saja Komplikasi PPOK?
7. Apa saja Pemeriksaan penunjang (lab, dll) PPOK ?
8. Apa saja Penatalaksanaan medis (Farmakologi, dll) ?

4
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan ?
10. Bagaimana Pathway ?

C. TUJUAN
1. Memaparkan Pengertian, tipe/grade/klasifikasi PPOK
2. Menjelaskan Prevelensi PPOK
3. Memaparkan Etiologi dan Faktor resiko PPOK
4. Menjelaskan Patofisiologi PPOK
5. Memaparkan Tanda dan gejala (DS dan DO) PPOK
6. Memaparkan Komplikasi PPOK
7. Memaparkan Pemeriksaan penunjang (lab, dll) PPOK
8. Memaparkan Penatalaksanaan medis (Farmakologi, dll) PPOK
9. Menjelaskan Asuhan Keperawatan PPOK
10. Menjelaskan Pathway PPOK

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian PPOK

Menurut Ikawati, (2016) Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)


adalah suatu penyakit yang dikarakterisir dengan keterbatasan aliran udara
yang menetap, yang biasa bersifat progresif dan terkait dengan adanya respon
inflamasi kronis saluran nafas dan paru – paru terhadap gas atau partikel
berbahaya.
Menurut Hurst, (2016) Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) adalah
suatu kondisi yang ditandai dengan obstruksi jalan nafas yang membatasi
aliran udara, menghambat ventilasi yang terjadi ketika dua penyakit paru
terjadi pada waktu bersamaan: bronchitis kronis dan emfisema. Bronchitis
kronis terjadi ketika ketika bronkus mengalami inflamasi dan iritasi kronis.
Pembengkakan dan produksi lendir yang kental menghasilkan obstruksi jalan
nafas besar dan kecil. Emfisema menyebabkan paru kehilangan elastisitasnya,
menjadi kaku dan tidak lentur dengan merangkap udara dan menyebabkan
distensi kronis pada alveoli.

Menurut Kementerian Kesehatan tahun 2011 penentuan derajat PPOK


diklasifikasikan sebagai berikut: Penentuan derajat PPOK sesuai dengan Kementerian
Kesehatan tahun 2011.
Derajat Klinis Faal Paru Keterangan
Derajat I: PPOK Sesak kadang- rasio FEV1/FVC Pasien belum
Ringan kadang tapi tidak <70% dan nilai menyadari
selalu, batuk FEV1 ≥ 80% dari terdapatnya kelainan
kronik dan nilai prediksi. fungsi paru
berdahak
Derajat II: PPOK Perburukan dari rasio FEV1/FVC Pada kondisi ini

6
Sedang penyempitan jalan <70% dengan pasien datang
napas, ada sesak perkiraan nilai berobat karena
napas terutama FEV1 diantara 50- eksaserbasi atau
pada saat exercise 80% dari nilai keluhan pernapasan
prediksi. kronik
Derajat III: Perburukan rasio FEV1/FVC
PPOK Berat penyempitan jalan <70% dan nilai
napas yang FEV1
semakin berat, menunjukkan
sesak napas diantara 30-50%
bertambah, dari nilai prediksi.
kemampuan
exercise berkurang
berdampak pada
kualitas hidup
Derajat IV: Penyempitan jalan rasio FEV1/FVC Sering disertai
PPOK Sangat napas yang berat <70% dan nilai komplikasi. Pada
Berat FEV1 diperkirakan kondisi ini kualitas
kurang dari 30% hidup rendah dan
ataupun kurang sering disertai
dari 50% dengan eksaserbasi
kegagalan berat/mengancam
respiratorik kronik. jiwa.

B. Prevelensi
Sekitar 600 juta orang di dunia diperkirakan mengidap penyakit PPOK dan 2
akan terus meningkat setiap tahunnya serta 5% dari seluruh kematian di dunia atau
3,17 juta orang meninggal karena PPOK pada tahun 2016 (WHO, 2017). Jumlah
penderita PPOK di seluruh dunia mengalami peningkatan dari 227 juta kasus pada

7
tahun 1990 menjadi 384 juta kasus tahun 2010. Prevalensi PPOK diperkirakan akan
meningkat dalam 30 tahun kedepan dan pada tahun 2030 di perkirakan ada 4,5 juta
kematian setiap tahun akibat PPOK Data yang ada menunjukkan bahwa morbiditas
akibat PPOK meningkat dengan usia dan lebih besar terjadi pada pria daripada wanita
(GOLD, 2017).
Pada penyakit PPOK lebih banyak ditemukan pada jenis kelamin laki-laki
sebanyak 83,17% pada daerah di Mesir tahun 2012 sebesar 97,5%, di Taiwan tahun
2013 sebesar 57% dan pada di tahun 2014 Mesir sebesar 95% dan di Korea Selatan
tahun 2016 sebesar 72,36% (Sidabutar et al., 2012). Penyakit Paru Obstruksi Kronis
di Indonesia pada umur ≥30 tahun sebesar 508.330, pada laki-laki sebanyak 242.256
dan pada perempuan penderita penyakit PPOK sebanyak 266.074 sedangkan
prevalensi pada provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 10% dan untuk Provinsi
Jawa Tengah prevalensi kejadian PPOK sebanyak 3,4% (Riskesdas, 2018).

C. Etiologi dan Fator Resiko


Menurut Wahid & Suprapto, (2013) terdapat beberapa etiologi/faktor risiko
yang mempengaruhi timbulnya penyakit PPOK, yang dapat dibedakan menjadi faktor
paparan lingkungan dan faktor host.
Faktor paparan lingkungan antara lain :
a) Rokok
Menurut Danusantoso, (2013) Merokok adalah salah satu penyebab utama
terjadainya PPOK. Komponen dari asap rokok dapat menyebabkan iritasi pada
jalan nafas. Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar
mukus bronkus.
b) Infeksi
Eksasebasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang
kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling
banyak adalah Haemophilius influenza dan Streptococcus pneumonia
c) Polusi

8
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab bersihan jalan
nafas tidak efetif pada PPOK, tetapi bila ditambah merokok risiko akan lebih
tinggi. Zat – zat kimia juga dapat menyebabkan PPOK adalah zat – zat pereduksi
O2, zat – zat pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
d) Pekerjaan Pekerjaan yang memiliki risiko besar terkait dengan terjadinya PPOK
adalah para pekerja tambang emas, pekerja yang terpapar debu silica yaitu
pekerja industry gelas dan keramik serta pekerja asbes.

Faktor risiko yang berasal dari host/pasien antara lain:


a) Usia
Usia semakin bertambah semakin besar risiko menderita PPOK. Pasien yang
didiagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan besar terjadi gangguan
genetic berupa difisiensi α1-antitripsin, yang merupakan penyebab dari beberapa
kasus ppok. Namun kejadian ini hanya dialami < 1% pasien PPOK.
b) Jenis kelamin
Laki – laki lebih berisiko terkena PPOK dibandingkan dengan wanita terkait
dengan kebiasaan merokok pada laki – laki. Namun terdapat kecendrungan
peningkatan prevalensi PPOK pada wanita karena meningkatnya jumlah perokok
wanita.
c) Adanya gangguan fungsi paru yang sudah terjadi
Adanya gangguan fungsi paru – paru merupakan faktor risiko terjadinya PPOK,
salah satunya adalah difisiensi immunoglobulin A (IgA/hypogammaglobulin)
atau infeksi pada masa kanak – kanak seperti tuberculosis dan bronkiektasis.
Individu denagn gangguan fungsi paru memiliki risiko lebih besar daripada yang
memiliki fungsi paru norma. Selain itu orang yang pertumbuhan parunya tidak
normal karena lahir dengan berat badan rendah, juga berisiko lebih besar terkena
PPOK.

9
D. Patofisiologi
PPOK merupakan kombinasi antara penyakit bronkitis obstruksi kronis, emfisema,
dan asma. Menurut Black (2014), patologi penyakit tersebut adalah :
a. Bronkitis Obstruksi Kronis
Bronkitis obstruksi kronis merupakan akibat dari inflamasi bronkus, yang
merangsang peningkatan produksi mukus, batuk kronis, dan kemungkinan
terjadi luka pada lapisan bronkus. Berbeda dengan bronkitis akut, manifestasi
klinis bronkitis kronis berlangsung minimal tiga bulan selama satu tahun
dalam dua tahun berturut-turut. Bila pasien memiliki resiko FEV1 (Forced
expiratory volume in one second) / FVC (Force vital capacity) kurang dari
70% setelah pemberian bronkodilator dan bronchitis kronis, maka pasien
tersebut dapat didiagnosa bronkitis obstruktif kronis, yang menunjukkan
pasien memiliki kombinasi obstruksi paru dan batuk kronis.
Bronkitis kronis ditandai dengan hal-hal berikut :
1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar submukosa pada bronkus yang
menyebabkan peningkatan produksi mukus.
2) Peningkatan jumlah sel goblet yanag juga memproduksi mukus.
3) Terganggunya fungsi silia, sehingga menurunkan pembersihan mukus.

b. Emfisema
Emfisema adalah gangguan yang berupa terjadinya kerusakan pada dinding
alveolus. Kerusakan tersebuat menyebabkan ruang udara terdistensi secara
permanen. Akibatnya aliran udara akan terhambat, tetapi bukan karena
produksi mukus yang berlebih seperti bronchitis kronis. Emfisema
menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kapiler paru, serta penurunan
perfusi dan ventilasi oksigen lebih jauh.
Beberapa bentuk dari emfisema dapat terjadi akibat rusaknya fungsi
pertahanan normal pada paru melawan enzim-enzim tertentu. Peneliti

10
menunjukkan enzim protease dan elastase dapat menyerang dan
menghancurkan jaringan ikat paru. Ekspirasi yang sulit pada penderita
emfisema merupakan akibat dari rusaknya dinding di antara alveolus (septa),
kolaps parsial pada jalan nafas, dan hilangnya kelenturan alveolus untuk
mengembang dan mengempis. Dengan kolapsnya alveolus dan septa,
terbentuk kantong udara di antara alveoli (belb) dan di dalam parenkim paru
(bula). Proses tersebut menyebabkan peningkatan ruang rugi ventilasi
(ventilator dead space), yaitu area yang tidak berperan dalam pertukaran udara
maupun darah. Usaha untuk bernafas akan meningkat karena jaringan
fungsional paru untuk pertukaran oksigen dan karbon dioksida 14 Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta berkurang. Emfisema menyebabkan kerusakan pada
pembuluh darah kapiler paru, serta penurunan perfusi dan ventilasi oksigen
lebih jauh.

c. Asma
Asma melibatkan proses peradangan kronis yang menyebabkan edema
mukosa, sekresi mukus, dan peradangan saluran nafas. Ketika orang dengan
asma terpapar alergen ekstrinsik dan iritan (misalnya : debu, serbuk sari, asap,
tungau, obat-obatan, makanan, infesi saluran napas) saluran napasnya akan
meradang yang menyebabkan kesulitan napas, dada terasa sesak, dan mengi.

Hambatan aliran udara yang progresif memburuk merupakan perubahan


fisiologi utama pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang
disebabkan perubahan saluran nafas secara anatomi di bagian proksimal,
perifer, parenkim, dan vaskularisasi paru dikarenakan adanya suatu proses
peradangan atau inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru.
Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam keadaan
dan jumlah yang seimbang, sehingga bila terjadi perubahan pada kondisi dan
jumlah ini maka akan menyebabkan kerusakan di paru. Radikal bebas

11
mempunyai peran besar menimbulkan kerusakan sel dan menjadi dasar dari
berbagai macam penyakit paru. Pajanan terhadap faktor pencetus Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yaitu partikel noxius yang terhirup bersama
dengan udara akan memasuki saluran pernafasan dan mengendap dan
terakumulasi. Partikel tersebut mengendap pada lapisan mukus yang melapisi
mukosa bronkus sehingga menghambat aktivitas sillia. Akibatnya pergerakan
15 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta cairan yang melapisi mukosa berkurang
dan menimbulkan iritasi pada sel mukosa sehingga merangsang kelenjar
mukosa. Kelenjar mukosa akan melebar dan terjadi hiperplasia sel goblet
sampai produksi mukus yang akan berlebih. Produksi mukus yang berlebihan
menimbulkan infeksi serta menghambat proses penyembuhan, keadaan ini
merupakan suatu siklus yang menyebabkan terjadinya hipersekresi mukus.
Manifestasi klinis yang terjadi adalah batuk kronis yang produktif (Antariksa
B dkk, 2011). Dampak lain yang ditimbulkan partikel tersebut dapat berupa
rusaknya dinding alveolus. Kerusakan yang terjadi berupa perforasi alveolus
yang kemudian mengakibatkan bersatunya alveolus satu dan yang lain
membentuk abnormal large-space. Selain itu, terjadinya modifikasi fungsi
anti-protase pada saluran pernafasan yang berfungsi untuk menghambat
neutrofil, menyebabkan timbulnya kerusakan jaringan interstitial alveolus.
Seiring dengan terus terjadinya iritasi di saluran pernafasan makan lama-
kelamaan akan menyebabkan erosi epitel hingga terbentuknya jaringan parut
pada saluran nafas. Selain itu juga dapat menimbulkan metaplasia skuamosa
(sel yang berada di permukaan dan lapisan tengah kulit) dan penebalan lapisan
skuamosa yang dapat menimbulkan stenosis dan obstruksi irreversibel dari
saluran nafas. Walaupun tidak bergitu terlihat seperti pada penderita penyakit
asma, namun pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) juga dapat terjadi
hipertrofi otot polos dan hiperaktivitas bronkus yang menyebabkan masalah
gangguan sirkulasi udara pada sisitem pernafasan (GOLD, 2017).

12
Pada bronkitis kronis akan terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,
metaplasia sel goblet, inflamasi saluran pernafasan, hipertrofi otot polos serta
distorsi yang diakibatkan fibrosis. Sedangkan pada emfisema ditandai oleh
pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, yang disertai dengan
kerusakan dinding alveoli yang menyebabkan berkurangnya daya renggang
elastisitas paru-paru. Terdapat dua jenis emfisema yang relevan terhadap
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), yaitu emfisema pan-asinar dan
emfisema sentri-asimar. Pada jenis pan-asinar kerusakan pada asinar bersifat
difus dan dihubungkan dengan proses penuaan serta pengurangan luas
permukaan alveolus. Pada jenis sentri-asinar kelainan terjadi bronkiolus dan
daerah perifer asinar, yang banyak disebabkan oleh asap rokok (Sudoyo AW,
2017).

E. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang biasa dialami pasien PPOK yang mengalami bersihan
jalan napas tidak efektif(Ikawati, 2016) sebagai berikut :
a. Batuk kronis selama 3 bulan dalam setahun, terjadi berselang atau setiap
hari, dan seringkali terjadi sepanjang hari.
b. Produksi sputum secara kronis
c. Lelah,lesu
d. Sesak nafas (dispnea) bersifat progresif sepanjang waktu, memburuk jika
berolahraga, dan memburuk jika terkena infeksipernapasan.
e. Penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik (cepat lelah,terengah-engah)

F. Komplikasi

a. Infeksi Saluran Nafas

13
Biasanya muncul pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Hal
tersebut sebagai akibat terganggunya mekanisme pertahanan normal paru
dan penurunan imunitas. Oleh karena status pernafasan sudah terganggu,
infeksi biasanya akan mengakibatkan gagal nafas akut dan harus segera
mendapatkan perawatan di rumah sakit (Black, 2014).
b. Pneumothoraks Spontan
Pneumothoraks spontan dapat terjadi akibat pecahnya belb (kantong udara
dalam alveoli) pada penderita emfisema. Pecahnya belb itu dapat
menyebabkan pneumothoraks tertutup dan membutuhkan pemasangan
selang dada (chest tube) untuk membantu paru mengembang kembali
(Black, 20014).
c. Dypsnea
Seperti asma, bronchitis obstruktif kronis, dan emfisema dapat memburuk
pada malam hari. Pasien sering mengeluh sesak nafas yang bahkan muncul
saat tidur (one set dyspnea) dan mengakibatkan pasien sering terbangun dan
susah tidur kembali di waktu dini hari. Selama tidur terjadi penurunan tonus
otot pernafasan sehingga menyebabkan hipoventilasi dan resistensi jalan
nafas meningkat, dan akhirnya pasien menjadi hipoksemia (Black, 2014)
d. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan tingkat PO2<55 mmHg
dengan nilai saturasi O2<85%. Pada awalnya pasien akan mengalami
perubahan mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap
lanjut akan timbul gejala seperti sianosis (Permatasari, 2016).
e. Asidosis Respiratori
Asidosis respiratori timbul akibat peningkatan nilai PCO2 (hiperkapnia).
Tanda yang muncul antara lain, nyeri kepala, fatigue, letargi, dizziness, dan
takipnea. Asidosis respiratori yang tidak ditangani dengan tepat dapat
mengakibatkan dypsnea, psikosis, halusinasi, serta ketidaknormalan tingkah
laku bahkan koma. Hiperkapnia yang berlangsung lama atau kronik pada

14
pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan menyebabkan
gangguan tidur, amnesia, perubahan tingkah laku, gangguan koordinasi dan
bahkan tremor (Hartono, 2013).

f. Kor Pulmonale
Kor pulmonale (yang disebut pula gagal jantung kanan) merupakan keadaan
tarhadap hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan, yang dapat terjadi akibat
komplikasi sekunder karena penyakit pada struktur atau fungsi paru-paru
atau system pembuluh darah. Keadaan ini bisa terjadi pada stadium akhir
berbagai gangguan kronik yang mengenai paruparu, pembuluh darah
pulmoner, dinding dada dan pusat kendali 20 Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta pernafasan. Kor pulmonale tidak terjadi pada gangguan yang
berasal dari penyakit jantung kongenital atau pada gangguan yang mengenai
jantung sebelah kiri (Hartono, 2013).

G. Pemeriksaan Penunjang

a. Chest X-ray : dapat menunjukkan hiperinflasi paru-paru, diafragma


mendatar, peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda
vaskuler/bullae (emfisema), peningkatan bentuk bronkovaskuler
(bronchitis), dan normal ditemukan saat periode remisi (asma)
(Soemantri, 2008).

b. Uji Faal Paru


Dengan Spirometri dan Bronkodilator (postbronchodilator) : berguna
untuk menegakkan diagnosis, melihat perkembangan penyakit, dan
menentukan prognosis pasien. Pemerikasaan ini penting untuk
memperlihatkan secara objektif adanya obstruktif saluran pernafasan

15
dalam berbagai tingkat. Spirometri digunakan untuk mengukur volume
maksimal udara yang dikeluarkan setelah inspirasi maksimal atau dapat
disebut forced vital capacity (FVC). Spirometri juga berfungsi untuk
mengukur volume udara yang dikeluarkan pada satu detik pertama atau
disebut juga forced expiratory volueme in 1 second (FEV1). Rasio dari
kedua pengukuran inilah (FEV1/FVC) yang sering digunakan untuk
menilai fungsi paruparu. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) secara khas akan menunjukkan penurunan dari FEV1 dan FVC
serta nilai dari rasio pengukuran FEV1/FVC < 70% maka ini
menunjukkan adanya pembatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel. Pengujian ini dilakukan pada saat penderita atau pasien
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) pada masa stabil atau tidak
dalam masa ekserbasi akut. Dan hasil pemeriksaan spirometri setelah
pemberian bronkodilator dapat digunakan untuk menentukan klasifikasi
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) berdasarkan derajat
obstruksinya.
c. TLC (Total Lung Capacity) : meningkat pada bronchitis berat dan
biasanya pada asma, menurun pada penderita emfisema (Soemantri,
2008).
d. Kapasitas Inspirasi : menurun pada penderita emfisema (Soemantri,
2008). 22 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
e. ABGs : menunjukkan proses penyakit kronis, sering kali PO2 menurun
dan PCO2 normal meningkat (pada bronchitis kronis dan emfisema).
Sering kali menurun pada asma dengan pH normal atau asidosis,
alkaiosis respiratori ringan sekunder akibat terjadinya hiperventilasi
(emfisema sedang dan asma) (Soemantri, 2008).
f. Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronkus saat inspirasi,
kolaps bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), dan pembesaran
kelenjar mukus (bronchitis) (Muttaqin, 2014).

16
g. Pemeriksaan Darah Lengkap : dapat menggambarkan adanya
peningkatan hemoglobin (emfisema berat) dan peningkatan eosinofil
(asma) (Muttaqin, 2014).
h. Kimia Darah : menganalisis keadaan alpha 1-antitypsin yang
kemungkinannya berkurang pada emfisema primer (Muttaqin, 2014).
i. Sputum Kultur : pemeriksaan pada bakteriologi gram pada sputum
pasien yang diperlukan untuk mengetahui adanya pola kuman dan untuk
menentukan jenis antibiotik yang paling tepat. Infeksi saluran
pernafasan yang berulang merupakan penyebab dari ekserbasi akut pada
penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) (Muttaqin, 2014).
j. Pemeriksaan penunjang lainnya meliputi pemeriksaan ECG (Elektro
Kardio Graph) yang difungsikan untuk mengetahui adanya komplikasi
yang terjadi pada organ jantung yang ditandai oleh kor pulmonale atau
hipertensi pulmonal. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan namun 23
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta jarang dilakukan yaitu uji latih
kardiopulmoner, uji provokasi brunkus, CT-scan resolusi tinggi,
ekokardiografi, dan pemeriksaan kadar alpha 1-antitrypsin (Putra PT
dkk, 2013)

H. Penatalaksanaan medis
Menurut Ikawati, (2016) tujuan dilakukkan terapi pada pasien PPOK adalah
untuk memperbaiki keadaan obstruksi kronis, mengatasi dan mencegah
eksaserbasi akut, menurunkan kecepatan perkembangan penyakit,
meningkatkan keadaan fisik, dan psikologis pasien sehingga dapat melakukan
kegiataan sehari-hari. Melakukan penatalaksanaan pada PPOK yaitu dengan
terapi non-farmakologis dan terapi farmakologis. Terapi non-farmakologi antara
lain seperti berhenti merokok, rehabilitasi, melakukan aktivitas fisik, dan
vaksinasi. Penghentian merokok merupakan hal yang penting karena hal

17
tersebut dapat menurunkan gejala, dan meningkatkan kualitas hidup penderita.
Selain itu, perlu menghindari polusi udara dan menjaga kebersihan untuk
mencegah infeksi. Terapi nonfarmakologis lainnya yang perlu diberikan pada
pasien PPOK adalah pemberian vaksinasi influenza. Pemberian vaksin ini
terbukti dapat mengurangi gangguan serius dan kematian akibat PPOK sampai
50 % (Ikawati, 2016).

Untuk terapi farmakologi yang diberikan untuk pasien PPOK adalah sebagai
berikut:
a. Bronkodilator

Bronkodilator merupakan pengobatan simtomatik utama pada PPOK. Obat ini


biasannya digunakan sesuai kebutuhan untuk melonggarkan jalan napas ketika
terjadi serangan, atau secara regular untuk mencegah kekambuhan atau
mengurangi gejala (Ikawati, 2016).

b. Antibiotik

Sebagian besar eksaserbasi akut PPOK disebabkan oleh infeksi, baik infeksi
virus atau bakteri. Data menunjukan bahwa sedikitnya 80 % eksaserbasi akut
PPOK disebabkan oleh infeksi. Dari infeksi ini 40-50% disebabkan oleh
bakteri, 30 % disebabkan oleh virus, dan 5-10 % tidak diketahui bakteri
penyebabnya. Karena itu, antibiotik merupakan salah satu obat yang sering
digunkan dalam penatalaksanaan PPOK. Contoh antibiotik yang sering
digunakan adalah penicillin (Ikawati, 2016).

c. Mukolitik

18
Tidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai pengobatan
simtomatikbila tedapat dahak yang lengket dan kental. Contohnya :
glycerylguaiacolate, acetylcysteine (Saftarina et al., 2017).

d. Anti inflamasi

Pilihan utama bentuk metilprednisolon atau prednison. Untuk penggunaan


jangka panjang pada PPOK stabil hanya bila ujisteroid positif. Pada eksaserbasi
dapat digunakan dalam bentuk oral atau sistemik (Saftarina et al., 2017).

e. Terapi oksigen jangka panjang

Pemberian oksigen dalam jangka panjang akan memperbaiki PPOK disertai


kenaikan toleransi latihan. Biasannya di berikan pada pasien hipoksia yang
timbul pada waktu tidur atau waktu latihan (Wahid & Suprapto, 2013)

I. Pathway

Saluran napas dalam Invasi virus respiratory sinsitial,


adeno virus parainfluensa,
rhinovirus, alergen, emosi / stress,
obat – obatan, infeksi, asap rokok

19
Gangguan pembersihan diparu – paru

Radang / inflamasi
Akumulasi mukus pada bronkuse Hipertermi Produksi mukus

Kontriksi berlebihan Timbul reaksi balik Edema / pembengkakan pada


mukosa / sekret

Pengeluaran energi Ketidakefektifan


berlebih Hiperventilasi paru
bersihan jalan
nafas

Hipoxemia
Kelelahan
Intoleransi aktifitas

Atelektasis
Anoreksia Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
Peningkatan kompensasi
frekuensi napas

Ketidalefektifan pola napas

J. Asuhan Keperawatan

Studi Kasus PPOK

20
Seorang pasien laki-laki , 49 th, datang ke IGD dengan keluhan Utama
Dispneu, Demam dan batuk-batuk disertai pengeluaran sputum sekurang-
kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit 2 tahun.
Saat dianamnesa pasien sering berkeringat, anoreksia dan Letarghi.pasien juga
mempunyai kebiasaan merokok sudah 6 tahun dan pasien profesinya seharihari
adalah seorang kondektur metro mini (angkutan bus Jakarta). Riwayat penyakit
sebelumnya pasien menderita Bronkitis tetapi pasien tidak pernah meminum
obatnya saat dilakukan pemeriksaan fisik : TTV: TD 140/90 mmHg, Nadi
100x/. Suhu 38.5ºC, RR: 28 x/mnt. Pemeriksaan penunjang: Foto Rontgen:
kesan :Tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang parallel keluar dari
hilus menuju apex paru dan corakan paru yang bertambah. Lalu Dokter
mendiagnosis pasien menderita PPOK jenis Bronkhitis Kronis. Pasien bertanya
kenapa bisa terkena penyakit tersebut. Lalu Dokter memberikan O2 dan Terapi
Eksaserbasi akut: Kontrimoksazol. Perawat dan dokter serta paramedic lainnya
yang terkait, melakukan perawatan secara integrasi untuk menghindari /
mengurangi resiko komplikasi lebih lanjut.

 Asuhan Keperawatan

Riwayat Kesehatan :
1. Keluhan Utama : Dispneu, Demam dan batuk-batuk disertai pengeluaran
sputum sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling
sedikit 2 tahun. Saat dianamnesa pasien sering berkeringat, anoreksia dan
Letarghi, Pasien perokok aktif selama 6 tahun dan pasien seorang kondektur
metromini.
2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu : Pasien mengatakan pernah menderita
Bronkitis tetapi pasien tidak pernah meminum obatnya.

Data Objektif Data Subjektif

21
1. KU : lemah / lelah (Latergi) - pasien mengatakan sesak
2. TTV: TD 140/90 mmHg, nafas(dyspnea), demam dan batuk-
3. Nadi 100x/. batuk disertai sputum
- hasil dari anamnesa mengatakan
4. Suhu 38.5ºC,
adanya gangguan pola makan
5. RR: 28 x/mnt.
(anoreksia)
6. Sering berkeringat
- pasien mengatakan mepunyai
7. Terdapat sputum
kebiasaan merokok sudah 6 tahun
- pasien mengatakan bekerja sebagai
kondektur metro mini

Data Penunjang :
Foto Rontgen: kesan :Tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang
parallel keluar dari hilus menuju apex paru dan corakan paru yang bertambah.

Analisa Data :
Jenis kelamin : Laki-Laki
Usia : 49 Tahun

N Data Etiologi Masalah


O

22
1 Ds: Spasme Bersihan
- Pasien mengatakan mengalami Jalan Napas Jalan Nafas
sesak nafas (Dyspnea) ,dan adanya Tidak
batuk-batuk disertai pengeluaran Efektif
sputum sekurang-kurangnya 3 (D.0149)
bulan berturut-turut dalam satu
tahun, dan paling sedikit 2 tahun
- pasien mengatakan mempunyai
kebiasaan merokok sudah 6 tahun
dan pasien profesinya seharihari
adalah seorang kondektur metro
mini (angkutan bus Jakarta).
- Pasien merngatakan Riwayat
penyakit sebelumnya pasien
menderita Bronkitis tetapi pasien
tidak pernah meminum obatnya

Do:
- RR: 28 x/menit.
- Foto Rontgen: kesan :Tubular
shadow berupa bayangan garis-garis
yang parallel keluar dari hilus
menuju apex paru dan corakan paru
yang bertambah.
- Dokter memberikan O2 dan Terapi
Eksaserbasi akut: Kontrimoksazol.

23
2. Ds : Kelemahan Intoleransi
hasil dari anamnesa mengatakan adanya Aktivitas
gangguan pola makan (anoreksia)
(D.0056)
Do :
1. KU : lemah / lelah (Latergi)

3. Ds: Proses Hipertermia


Pasien mengatakan mengalami demam Infeksi (D.0130)

Do :
1. Suhu 38.5ºC,
2. Sering Berkeringat

N Diagnosa Keperawatan
o
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Berhubungan dengan Spasme Jalan Napas
2. Intoleransi Aktivitas Berhubungan dengan kelemahan
3. Hipertermia Berhubungan dengan Proses Infeksi Penyakit Virus Bronkitis

 Rencanna Asuhan Keperawatan

Diagnosa Tujuan & Rencana


No Tanggal
Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
1. 18 Bersihan Jalan Nafas Tidak Setelah dilakukan Manajemen Respirasi
Agustus Efektif Berhubungan dengan tindakan Buku Siki hal.247
2021 Spasme Jalan Napas keperawatan dalam Observasi :
waktu 1x24 jam 1. Monitor frekuensi,
diharapkan irama, kedalaman, dan
produksi sputum upaya nafas
menurun, tidak ada

24
nya dispnea dan 2. Monitor pola napas
frekuensi nafas (seperti bradypnea,
membaik takipnea ,
hiperventilasi,
KH : kussmaul, chyne-
1. Produksi srokes, biot , dyspnea
Sputum : tidak dan biot)
ada
3. Monitor
2. Dispnea : tidak kemampuan batuk
ada efektif

3. frekuensi nafas 4. Monitor adanya


normal : 12 – 20 produksi sputum
x / menit
(L.01001) Terepeutik :
1.Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien

2.Dokumentasi hasil
pemantauan

Kolaborasi :
1.Jelaskankan tujuan
dan prosedur
pemantauan

2.Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu

(I.01014)

2. 18 Agustus Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan Manajemen Gangguan


2021 Berhubungan dengan tindakan Makan
kelemahan keperawatan dalam Buku Siki hal 177
waktu 1x24 jam Observasi :
diharapkan pasien 1. Monitor asupan dan

25
dapat beraktivitas keluarnya makanan
secara normal dan cairan serta
kebutuhan kalori
KH :
1. Keadaan Umum Teurapeutik :
: Baik 1. Timbang berat
badan secara rutin
2. Keinginan
makan : 2. Diskusikan perilaku
membaik makan dan jumlah
aktifitas fisik
3. Asupan makan (Termasuk Olahraga)
membaik yang sesuai
4. Asupan cairan :
membaik 3. Lakukan kontrak
5. Kemampuan perilaku (mis. Target
merasakan berat badan, tanggung
makanan : jawab perilaku)
membaik
6. Kemampuan 4. Dampingi ke kamar
menikmati mandi untuk
makanan : pengamatan perilaku
membaik memuntahkan
7. Asupan nutrisi : Kembali makanan
membaik
8. Stimulus untuk 5. Berikan penguatan
makan : positif terhadap
membaik keberhasilan target
dan perubahan
perilaku

6. Berikan kosekuensi
jika tidak mencapai
target sesuai kontrak

7. Rencanakan
program pengobatan
untuk perawatan di
rumah (mis. Medis,
konseling)

Edukasi :

26
1. Anjurkan membuat
catatan harian tentang
perasaan dan situasi
pemicu pengeluaran
makanan (mis.
Pengeluaran yang di
sengaja, muntah,
aktivitas berlebihan)

2. Ajarkan pengaturan
diet yang tepat

3. Ajarkan
keterampilan koping
untuk penyelesaian
masalah perilaku
makan

Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang target
berat badan,
kebutuhan kalori dan
pilihn makanan

(I.03111)
3. 18 Hipertermia Berhubungan Setelah dilakukan Manajemen
Agustus dengan Proses Infeksi tindakan Hipertermia
2021 keperawatan dalam Buku Siki hal.181
waktu 1x24 jam Observasi :
diharapkan 1. Identifikasi
masalah penyebab hipertermia
peningkatan suhu (mis. Dehidrasi,
tubuh dalam batas terpapar lingkungan
normal. panas)

KH : 2. Monitor suhu tubuh


Suhu Normal : 36,
5 – 37, 5 3. Monitor kadar
eliktrolit
(L.14137) Terapeutik :
1. Sediakan

27
lingkungan yang
dingin

2. Longgarkan atau
lepas pakaian

3. Lakukan
pendinginan
ekternal (mis.
Kompres dingin
pada dahi, leher,
dada, abdomen dan
axila)

Edukasi :
1. Anjurkan tirah
baring

Kolaborasi :
1. Kolborasi dalam
pemberian cairan dan
eliktrolit intervena,
jika perlu
(I.03114)

 Implementasi

No Tanggal/ Tindakan Hasil


Paraf
Dx Jam Keperawatan Tindakan

28
18 agustus Memonitor frekuensi, irama, Frekuensi nafas pasien Kelompok 1
1 2021 kedalaman, dan upaya nafas 20x/mnt, irama suara
nafas pasien masih
07.00 sedikit terdengar suara
mengi, kedalaman nafas
pasien sedikit dalam,
upaya nafas pasien maish
terasa sedikit sesak

Memonitor pola napas (seperti Pola nafas pasien masih


bradypnea, takipnea , terasa sedikit sesak tapi
hiperventilasi, kussmaul, chyne- tidak seseak kemarin
srokes, biot , dyspnea dan biot)

Memonitor kemampuan batuk Pasien tampak koperatif


efektif dan mengikuti arahan
perawat

Memonitor adanya produksi Pasien mengatakan


sputum dahaknya sudah tidak
sebanyak kemarin

29
3 18 Agustus Melakukan pendinginan ekternal Pasien tampak
2021 (mis. Kompres dingin pada dahi, mengompres dahinya
09.10 leher, dada, abdomen dan axila) Kelompok 1

Monitor kadar eliktrolit Pasien mengatakan dia


sudah minum 7 gelas air
perhari

Mengidentifikasi penyebab Pasien mengatakan


hipertermia (mis. Dehidrasi, penyebab ia demam yaitu
terpapar lingkungan panas) kurangnya minum tapi
sekarang dia sudah lebih
banyak minum air putih

Mengatur interval pemantauan Interval pernafasan


respirasi sesuai kondisi pasien pasien tampak stabil

Mendokumentasi hasil Perawat sudah menulis


pemantauan hasil data dari interval
tersebut

30
3 18 Agustus Menjelaskankan tujuan dan Perawat sudah
2021 prosedur pemantauan menjelaskan apa tujuan
11.50 dari pemantauan tersebut Kelompok 1

Menginformasikan hasil
pemantauan, jika perlu Perawat sudah memberi
tahu keluarga pasien dari
hasil yang sudah
didaptkan dan keluarga
pasien sudah mengerti
Memonitor suhu tubuh
Suhu tubuh pasien 37,5C
Mensediakan lingkungan yang
dingin
Ruangan pasien tampak
lingkungan ruanganya
sudah terasa dingin

31
3 18 Agustus Menlonggarkan atau lepas Pasien tampak
2021 pakaian menggunakan kaos
13.55 dalam saja Kelompok 1

Menganjurkan tirah baring Pasien tampak koperatif


dan mengikuti anjuran
perawat
Mengkolaborasi dalam pemberian
cairan dan eliktrolit intervena, Tangan sebelah kanan
jika perlu pasien terpasang infus
RL dengan 20 tetes
permenit

32
2 18 Agustus Timbang berat badan secara rutin Berat badan pasien sudah Kelompok 1
2021 sedikit membaik
14.00

Diskusikan perilaku makan dan


2 18 Agustus jumlah aktifitas fisik (Termasuk pasien kooperatif dan
2021 Olahraga) yang sesuai memahami apa yang
14.10 disampaikan perawat

Berikan penguatan positif


18 Agustus terhadap keberhasilan target dan
2 2021 perubahan perilaku pasien kooperatif dan
14.20 meyakinkan dirinya
untuk merubah perilaku
nya

Ajarkan pengaturan diet yang


tepat
2 18 Agustus Pasien kooperatif
2021
14.30
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang target berat badan,
2 18 Agustus kebutuhan kalori dan pilihn
2021 makanan Gizi pasien sudah sedikit
14.40 membaik

33
 Evaluasi

No Tanggal/
Evaluasi TTD
Dx Jam
1, 2 18 Agustus S:
2021 Pasien mengatakan dahaknya sudah tidak sebanyak kemarin, Pasien
13.55
mengatakan dia sudah minum 7 gelas air perhari, Pasien mengatakan
Kelompok 1
penyebab ia demam yaitu urangnya minum tapi sekarang dia sudah
lebih banyak minum air putih, klien mengatakan nafsu makan sudah
meningkat, klien mengatakan kemampuan merasakan makan juga
membaik, klien mengatakan berat badan menambah

O:
Frekuensi nafas pasien 20x/mnt, irama suara nafas pasien masih sedikit
terdengar suara mengi, kedalaman nafas pasien sedikit dalam, upaya
nafas pasien maish terasa sedikit sesak, Pola nafas pasien masih terasa
sedikit sesak tapi tidak seseak kemarin, Pasien tampak koperatif dan
Kelompok 1
mengikuti arahan perawat, Pasien tampak mengompres dahinya,
Interval pernafasan pasien tampak stabil, Suhu tubuh pasien 37,5C,
Ruangan pasien tampak lingkungan ruanganya sudah terasa dingin,
Pasien tampak menggunakan kaos dalam saja, Tangan sebelah kanan
pasien terpasang infus RL dengan 20 tetes permenit, klien tampak
nafsu makan, klien juga menghabiskan makanan sendiri, klien terlihat
sudah tidak lemas, terlihat BB klien menambah, ajarkan pengaturan
diet yang tepat, kolaborasi dengan ahli gizi tentang target BB,
kebutuhan kalori dan pilihan makanan

A:
Kelompok 1
Masalah teratasi sebagian

34
P: Kelompok 1
Memantau frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya nafas, pola nafas
pasien intervensi dilanjutkan

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) adalah suatu kondisi yang ditandai
dengan obstruksi jalan nafas yang membatasi aliran udara, menghambat
ventilasi yang terjadi ketika dua penyakit paru terjadi pada waktu bersamaan:

35
bronchitis kronis dan emfisema. Bronchitis kronis terjadi ketika ketika bronkus
mengalami inflamasi dan iritasi kronis. Pembengkakan dan produksi lendir
yang kental menghasilkan obstruksi jalan nafas besar dan kecil. Emfisema
menyebabkan paru kehilangan elastisitasnya, menjadi kaku dan tidak lentur
dengan merangkap udara dan menyebabkan distensi kronis pada alveoli.
Etiologi/faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya penyakit PPOK, yaitu
dapat dibedakan menjadi faktor paparan lingkungan ( salah satunya rokok), dan
faktor host.

B. Saran

Tentunya kami sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas


masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna.
Adapun nantinya kami akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu
dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa
membangun dari para pembaca.

Daftar Pustaka

Mengko, Cornelis Yohni. 2018. Asuhan Keperawatan Penyakit Paru Obstruktif Kronis . Accessed
Agustus 18, 2021. http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2128/1/KTI%20CORNELIS
%20YOHNI%20MENGKO.pdf.
Rusdianto, Aris. 2017. Asuhan Keperawatan pada Klien Bronkitis dengan Ketidakefektifan Jalan
Napas. Accessed Agustus 18, 2021. file:///C:/Users/user/Downloads/ARIS.pdf.

36
37

Anda mungkin juga menyukai