Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.Z DENGAN DIAGNOSA

GAGAL JANTUNG (CHF)

DI RUMAH SAKIT SEHAT TERPADU DOMPET DHUAFA

KOTA BOGOR

Dosen Pengampu :

Ns. Nelly Febriani S.Kep M.Kep

Disusun Oleh :

Devi Agustina (2010701060)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN POGRAM DIPLOMA

2021

1
BAB I

TINJAUAN TEORITIS
A. Tinjauan Teori

1. Latar Belakang
Jantung memiliki sebutan lain yaitu kardio, maka kita sering mendengar istilah
kardiovaskuler. Kardiovaskuler adalah sistem pompa darah dan saluran-salurannya (sampai
ukuran mikro). Sistem ini membawa makanan serta oksigen dalam darah keseluruh tubuh
(Russel, 2011)

Jantung merupakan organ tubuh manusia yang mempunyai peran penting dalam
kehidupan manusia dan pastinya sangat berbahaya jika jantung kita mempunyai masalah
mengingat bahwa banyak kematian disebabkan oleh penyakit jantung (Nugroho, 2018).

Gagal jantung merupakan suatu keadaan yang serius. Kadang orang salah
mengartikan gagal jantung sebagai berhentinya jantung. Sebenarnya istilah gagal jantung
menunjukkan berkurangnya kemampuan jantung untuk mempertahankan beban kerjanya.
Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai hal tergantung bagian jantung mana yang
mengalami gangguan (Russel, 2011). Pasien dengan tanda dan gejala klinis penyakit gagal
jantung akan menunjukkan masalah keperawatan aktual maupun resiko yang berdampak
pada penyimpangan kebutuhan dasar manusia seperti penurunan curah jantung, gangguan
pertukaran gas, pola nafas tidak efektif, perfusi perifer tidak efektif, intoleransi aktivitas,
hipervolemia, nyeri, ansietas, defisit nutrisi, dan resiko gangguan integritas kulit (Aspani,
2016).

Pada pasien dengan gagal jantung perencanaan dan tindakan asuhan keperawatan
yang dapat dilakukan diantaranya yaitu memperbaiki kontraktilitas atau perfusi sistemik,
istirahat total dalam posisi semi fowler, memberikan terapi oksigen sesuai dengan
kebutuhan, menurunkan volume cairan yang berlebih dengan mencatat asupan dan haluaran
(Aspani, 2016).

2
2. Pengertian
Gagal jantung kongestif adalah keadaan ketika jantung tidak mampu lagi
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh untuk
keperluan metabolisme jaringan tubuh pada kondisi tertentu, sedangkan tekanan
pengisian kedalam jantung masih cukup tinggi (Aspani, 2016).

Menurut Smeltzert & Bare (2013) CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi
yang dibutuhkan oleh jaringan

3. Etiologi
Secara umum penyebab gagal jantung dikelompokkan sebagai berikut : (Aspani,
2016)

1. Disfungsi miokard
2. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (sistolic overload).
1) Volume : defek septum atrial, defek septum ventrikel, duktus arteriosus paten
2) Tekanan : stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasi aorta
3) Disaritmia
3. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolik (diastolic overload)
4. Peningkatan kebutuhan metabolik (demand oveload)

Menurut Kasron (2012), ada beberapa penyebab dari gagal jantung diantaranya :

1. Kelainan Otot Jantung


Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan
penyakit degeneratif atau infalamasi.
2. Aterosklerosis Koroner
Aterosklerosis Koroner mengakibatkan disfungsi otot jantung karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung)
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit otot
jantung degenerative, berhubungan dengan gagal jantug karena kondisi yang

3
secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun.
3. Hipertensi Sistemik atau Pulmonal
Meningkatnya beban kerja jantung dan pada akhirnya mengakibatkan
hipertrophi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat
dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan
kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan yang tidak jelas, hipertrofi otot
jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terjadi
CHF.
4. Peradangan dan Penyakit Miokardium
Degeneratif Sangat berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini
secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun.
5. Penyakit Jantung Lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya
tidak secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasanya
terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup
semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade,
pericardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis katup AV), peningkatan
mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik dapat
menyebabkan CHF meskupun tidak ada hipertrofi miokardial.
6. Faktor Sistemik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya
CHF meningkatnya laju metabolisme, (demam, tirotoksikosis), hipoksia dan
anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen
ke jantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas elektrolit
dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disritmia jantung juga dapat terjadi
dengan sendirinya atau secara sekunder akibat CHF menurunkan efisiensi
keseluruhan fungsi jantung.

4
4. Patofisiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2013), patofisiologi CHF yaitu: Mekanisme yang
mendasari Heart Failure (HF) meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung,
yang menyebabkan curah jantung lebih dari curah jantung normal. Konsep curah
jantung yang baik dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah
jantung (CO : Cardiac Output) dalah fungsi frekuensi jantung (HR : Heart Rate) X
Poltekkes Kemenkes Padang volume sekuncup (SV : Stroke Volume). Frekuensi
jantung adalah fungsi sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf
simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung.
Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang
memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk
mempertahankan curah jantung.

Tetapi pada CHF dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot
jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat
dipertahankan. Volume sekuncup jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi
tergantung pada tiga faktor; preload; kontraktilitas dan afterload. Preload adalah
sinonim dengan hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah
yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh
panjangnya regangan serabut jantung. Kontraktilitas mengacu pada perubahan
kekuatan kontraktilitas yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan
perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium. Afterload mengacu pada
besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan
perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole. (Brunner and Suddarth,
2013)

5
5. Pathway

6
6. Manifestasi Klinik
a. Gagal Jantung Kiri
1. Kongesti pulmonal : dispnea (sesak), batuk, krekels paru, kadar saturasi
oksigen yang rendah, adanya bunyi jantung tambahan bunyi jantung S3 atau
“gallop ventrikel” bisa di deteksi melalui auskultasi.
2. Dispnea saat beraktifitas (DOE), ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal
(PND).
3. Batuk kering dan tidak berdahak diawal, lama kelamaan dapat berubah
menjadi batuk berdahak.
4. Sputum berbusa, banyak dan berwarna pink (berdarah).
5. Perfusi jaringan yang tidak memadai.
6. Oliguria (penurunan urin) dan nokturia (sering berkemih dimalam hari)
7. Dengan berkembangnya gagal jantung akan timbul gejala-gejala seperti:
gangguan pencernaan, pusing, sakit kepala, konfusi, gelisah, ansietas, sianosis,
kulit pucat atau dingin dan lembab.
8. Takikardia, lemah, pulsasi lemah, keletihan.

b. Gagal Jantung Kanan


Kongestif jaringan perifer dan viscelar menonjol, karena sisi kanan jantung tidak
mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomondasikan semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena.
1. Edema ekstremitas bawah
2. Distensi vena leher dan escites
3. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena dihepar.
4. Anorexia dan mual
5. Kelemahan

7
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus gagal jantung
kongestive di antaranya sebagai berikut :

a. Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis,


iskemia, disaritmia, takikardia, fibrilasi atrial.
b. Uji stress : Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk menentukan
kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi sebelummnya.
c. Ekokardiografi
1) Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume balik dan
kelainan regional, model M paling sering diapakai dan ditanyakan bersama
EKG)
2) Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)
3) Ekokardiografi dopoler (memberikan pencitraan dan pendekatan
transesofageal terhadap jantung)
d. Katerisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis katup atau insufisiensi
e. Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah
abnormal
f. Elektrolit : Mungkin beruban karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal
terapi diuretik
g. Oksimetrinadi : Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung
kongestif akut menjadi kronis.
h. Analisa gas darah : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratory ringan
(dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
i. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin : Peningkatan BUN menunjukkan
penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi
j. Pemeriksaan tiroid : Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid
sebagai pencetus gagal jantung

8
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalakasanaan gagal jantung dibagi menjadi 2 terapi yaitu sebagai berikut :
a. Terapi farmakologi : Terapi yang dapat iberikan antara lain golongan diuretik,
angiotensin converting enzym inhibitor (ACEI), beta bloker, angiotensin receptor
blocker (ARB), glikosida jantung , antagonis aldosteron, serta pemberian laksarasia
pada pasien dengan keluhan konstipasi.
b. Terapi non farmakologi : Terapi non farmakologi yaitu antara lain tirah baring,
perubahan gaya hidup, pendidikan kesehatan mengenai penyakit, prognosis, obat-
obatan serta pencegahan kekambuhan, monitoring dan kontrol faktor resiko.

9
B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan. (Dermawan,
2012).
1.1 Pengkajian Diagnosa CHF
1) Keluhan utama
Keluhan klien dengan CHF adalah kelemahan saat beraktivitas dan
sesak napas.
2) Riwayat Penyakit saat ini Pengkajian RPS yang mendukung keluhan
utama dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan
mengenai kelemahan fisik klien Secara PQRST, yaitu:
a) Provoking Incident : kelemahan fisik terjadi setelah
melakukan aktivitas ringan sampai berat, sesuai derajat
gangguan pada jantung
b) Quality of pain : seperti apa keluhan kelemahan dalam
melakukan aktivitas yang dirasakan atau digambarkan klien.
Biasanya setiap beraktivitas klien merasakan sesak napas
(dengan menggunakan alat atau otot bantu pernapasan)
c) Region radiation, relief
d) Severity (scale) of pain: kaji rentang kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.Biasanya kemampuan klien
dalam beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan perfusi
yang dialami organ.

10
e) Time: sifat mula timbulnya (onset), keluhan kelemahan
beraktivitas biasanya timbul perlahan. Lama timbulnya
(durasi) kelemahan saat beraktivitas biasanya setiap saat, baik
saat istiahat maupun saat beraktivitas.
3) Riwayat penyakit dahulu Pengkajian RPD yang mendukung dengan
mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada,
hipertensi, iskemia miokardium, diabetes mellitus, dan hiperpidemia.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada
masa lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obat ini
meliputi diuretik, nitrat, penghambat beta, dan antihipertensi.
4) Riwayat keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh
keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia
produktif, dan penyebab kematiannya. Penyakit jantung iskemik pada
orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor risiko
utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
5) Riwayat pekerjaan dan kebiasaan
Perawat menanyakan situasi klien bekerja dan lingkungannya.
Menanyakan kebiasaan dan pola hidup misalnya minum alkohol atau
obat tertentu. Kebiasaan merokok dengan menanyakan tentang
kebiasaan merokok, sudah berapa lama, berapa batang perhari, dan
jenis rokok.
6) Pengkajian Psikososial
Perubahan integritas ego didapatkan klien menyangkal, takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan yang
tak perlu, khawatir dengan keluarga, pekerjaan dan keuangan. Kondisi
ini ditandai dengan sikap menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak
mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri.
Interaksi sosial dikaji terhadap adanya stres karena keluarga,
pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi, kesulitan koping dengan stressor
yang ada. Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan
oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernapas dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut dari

11
curah jantung dapat ditandai dengan insomnia atau tampak
kebinggungan.
7) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien gagal jantung
biasanya baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat
gangguan perfusi system saraf pusat.
1. Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum klien gagal jantung biasanya didapatkan
kesadaran yang baik atau compos metis dan akan berubah sesuai tingkat
gangguan yang melibatkan perfusi system saraf pusat. B1 (Breathing)
1) Kongesti Vaskular Pulmonal Gejala-gejala kongesti vascular pulmonal
adalah dispnea, ortopnea, dispnea noktural paroksimal, batuk, dan edema
pulmonal akut.
2) Dispnea
Dispnea, di karakteristikan dengan pernafasan cepat, dangkal, dan keadaan
yang menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan udara yang cukup, yang
menekan klien. Terkadang klien mengeluh adanya insomnia, gelisah, atau
kelemahan, yang disebabkan oleh dispnea.
3) Ortopnea
Ortopnea adalah ketidakmampuan untuk berbaring datar karena dispnea,
adalah keluhan umum lain dari gagal vertikel kiri yang berhubungan
dengan kongesti vaskular pulmonal. Perawat harus menetukan apakah
ortopnea benar-benar berhubungan dengan penyakit jantung atau apakah
peninggian kepala saat tidur adalah kebiasaan klien. Sebagai contoh bila
klien menyatakan bahwa ia terbiasa menggunakan tiga bantal saat tidur.
Tetapi, perawat harus menenyakan alasan klien tidur dengan menggunakan
tiga bantal. Bila klien mengatakan bahwa ia melakukan ini karena
menyukai tidur dengan ketinggian ini dan telah dilakukan sejak sebelum
mempunyai gejala gangguan jantung, kondisi ini tidak tepat dianggap
sebagai ortopnea.
4) Batuk
Batuk iritatif adalah salah satu gejala kongesti vascular pulmonal yang
sering terlewatkan, tetapi dapat merupakan gejala dominan. Batuk ini dapat
produktif, tetapi biasanya kering dan pendek. Gejala ini dihubungkan

12
dengan kongesti mukosa bronkial dan berhubungan dengan peningkatan
produksi mucus.

5) Edema pulmonal
Edema pulmonal akut adalah gambaran klinis paling bervariasi
dihubungkan dengan kongesti vascular pulmonal. Ini terjadi bila tekanan
kapiler pulmonal melebihi tekanan yang cenderung mempertahankan
cairan di dalam saluran vaskular (kurang lebih 30 mmHg). Pada tekanan
ini, terdapat transduksi cairan ke dalam alveoli, yang sebaliknya
menurunkan tersediannya area untuk transport normal oksigen dan
karbondioksida masuk dan keluar dari darah dalam kapiler pulmonar.
Edema pulmonal akut dicirikan oleh dispnea hebat, batuk, ortopnea,
ansietas dalam, sianosis, berkeringat, kelainan bunyi pernapasan, sangat
sering nyeri dada dan sputum berwarna merah mudah, dan berbusa dari
mulut. Ini memerlukan kedaruratan medis dan harus ditangani.

B2 (Blood)
1) Inspeksi
Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan fisik, dan
adanya edema ekstermitas
2) Palpasi Denyut nadi perifer melemah.
Thrill biasanya ditemukan.
3) Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurunkan akibat penurunan volume
sekucup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya
ditemukan apabila penyebab gagal jantung adalah kelainan katup
4) Perkusi
Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya
hipertrofi jantung (kardiomegali).
5) Penurunan Curah Jantung
Selain gejala-gejala yang diakibatkan gagal ventrikel kiri dan kongesti
vascular pulmonal, kegagalan ventrikel kiri juga dihubungkan dengan
gejala tidak spesifik yang berhubungan dengan penurunan curah

13
jantung. Klien dapat mengeluh lemah, mudah lelah, apatis letargi,
kesulitan berkonsentrasi, defisit memori, atau penurunan toleransi
latihan. Gejala ini mungkin timbul pada tingkat curah jantung rendah
kronis dan merupakan keluhan utama klien. curah jantung rendah
kronis dan merupakan keluhan utama klien.Namun, gejala ini tidak
spesifik dan sering dianggap sebagai depresi, neurosis atau keluhan
fungsional.
6) Bunyi Jantung dan Crackles
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan vertikel kiri yang dapat
dikenali dengan mudah adalah adanya bunyi jantung ketiga dan
keempat (S3, S4) dan crakles pada paru-paru. S4 atau gallop atrium,
dihubungkan dengan dan mengikuti konstraksi atrium dan terdengar
paling baik dengan bell stetoskop yang ditempelkan dengan tepat pada
apeks jantung. Klien diminta untuk berbaring pada posisi miring kiri
untuk mendapatkan bunyi. Bunyi S4 ini terdengar sebelum bunyi
jantung petama (S1) dan tidak selalu merupakan tanda pasti kegagalan
kongestif, tetapi bunyi jantung pertama (S1) dan tidak selalu
merupakan tanda pasti kegagalan kongestif, tetapi dapat menunjukkan
adanya penurunan complains (peningkatan kekakuan)
miokardium.Bunyi S4 umumnya ditemukan pada klien dengan infark
miokardium akut. S3 terdengar pada awak diastolik setelah bunyi
jantung kedua (S2) dan berkaitan dengan periode pengisian ventrikel
pasif yang cepat. Suara ini juga terdengar paling baik dengan bell
stetoskop yang diletakkan tepat apeks, akan lebih baik dengan posisi
klien berbaring miring kiri, dan pada akhir ekspirasi. Crackles atau
ronkhi basah halus secara umum terdengar pada dasar posterior paru
dan sering dikenali sebagai bukti gagal vertikel kiri. Sebelum crackles
ditetapkan sebagai kegagalan pompa jantung, klien harus
diinstruksikan untuk batuk dalam yang bertujuan membuka alveoli
basilaris yang mungkin mengalami kompresi karena berada di bawah
diafragma.
7) Disritmia
Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respons awal jantung
terhadap stress, sinus takikardia mungkin dicurigai dan sering

14
ditemukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung.
Irama lain yang berhubungan dengan kegagalan pompa meliputi
konstraksi atrium prematur, takikardia atrium proksimal, dan denyut
vertikel prematur. Kapan pun abnormalitas irama terdeteksi, seseorang
harus berupaya untuk menemukan mekanisme dasar patofisiologisnya,
kemudian terapi dapat direncanakan dan diberikan dengan tepat.
8) Distensi Vena Jugularis
Bila vertikel kanan tidak mampu berkompensasi, maka akan terjadi
dilatasi ruang, peningkatan volume dan tekanan pada diastolik akhir
vertikel kanan, tahanan untuk mengisi vertikel, dan peningkatan lanjut
pada tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan ini sebaiknya
memantulkan ke hulu vena kava dan dapat diketahui dengan
peningkatan pada tekanan vena jugularis. Klien diinstruksikan untuk
berbaring ditempat tidur dengan kepala tempat tidur ditinggikan antara
30 sampai 60 derajat, kolom darah di vena-vena jugularis eksternal
akan meningkat. Pada orang normal, hanya beberapa millimeter di atas
batas atas klavikula, namun pada klien gagal vertikel kanan akan
tampak sangat jelas dan berkisar 1 sampai 2 cm.
9) Kulit dingin
Kegagalan arus darah ke depan (forward failure) pada ventrikel kiri
menimbulkan tanda-tanda yang menunjukkan berkurangnya perfusi ke
organ-organ. Karena darah dialihkan dari organ-organ nonvital ke
organ-organ vital seperti jantung dan otak untuk mempertahankan
perfusi organ-organ seperti kulit dan otot-otot rangka. Kulit tampak
pucat dan terasa dingin karena pembuluh darah perifer mengalami
vasokonstriksi dan kadar hemoglobin yang tereduksi meningkat.
Sehingga akan terjadi sianosis.
10) Perubahan nadi.
Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung menunjukkan denyut
yang cepat dan lemah. Denyut jantung yang cepat atau takikardia,
mencerminkan respons terhadap perangsangan saraf simpatis.
Penurunan yang bemakna dari curah sekuncup dan adanya
vasokonstriksi perifer mengurangi tekanan nadi (perbedaan antara
tekanan sistolik dan diastolik), sehingga menghasilkan denyut yang

15
lemah atau theready pulse. Hipotensi sistolik ditemukan pada gagal
jantung yang lebih berat. Selain itu, pada gagal jantung kiri yang berat
dapat timbul pulsus alternans (suatu perubahan kekuatan denyut
arteri). Pulsus alternans menunjukkan gangguan fungsi mekanis yang
berat dengan berulangnya variasi denyut ke denyut pada curah
sekuncup.

B3 (Brain)
Kesadaran klien biasanya compos mentis, didapatkan sianosis perifer
apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien
meliputi wajah meringis, menangis, merintih, meregang, dan
menggeliat.

B4 (Bladder)
Pengukuran volume keluaran urine selalu dihubungan dengan intake
cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguria karena merupakan
tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya edema ekstermitas
menandakan adanya retensi cairan yang parah.

B5 (Bowel)
1) Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini
berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat,
sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen, yaitu suatu
kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga
abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafargma dan
distress pernapasan.

2) Anoreksia
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat
pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga abdomen.

B6 (Bone)

16
1) Edema
Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung
ditandai dengan gagal vertikel kanan . Akibat ini terutama lansia
yang menghabiskan waktu mereka untuk duduk di kursi dengan
kaki tergantung sehingga terjadi penurunan tugor jaringan
subkutan yang berhubungan dengan usia lanjut, dan mungkin
penyakit vena pimer seperti varikositis, edema pergelangan kaki
dapat terjadi yang mewakili faktor ini daripada kegagalan
ventrikel kanan. Bila edema tampak dan berhubungan dengan
kegagalan di vertikel kanan, bergantung pada lokasinya. Bila klien
berdiri atau bangun, edema akan ditemukan secara primer pada
peRgelangan kaki dan akan terus berlanjut ke bagian atas tungkai
bila kegagalan makin buruk. Bila klien berbaring di tempat tidur,
bagian yang bergantung adalah area sacrum.
Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstermitas bawah
(edema dependen), yang biasanya merupakan piting edema,
pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar),
distensi vena leher, asites (penimbunan cairan didalam rongga
peritoneum), anoreksia dan mual, nokturia, serta kelemahan.
2) Mudah lelah
Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini terjadi
akibat curah jantung yang berkurang yang dapat menghambat
sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jaringan dan menghambat
pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat
meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas dan
insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien terhadap
masalah kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa menurut SDKI
Tahun 2017 adalah :

2. Penurunan Curah Jantung b.d Perubahan kontraktilitas , frekuensi , preload ,


afterload, dan irama Jantung d.d Dispnea, Gambaran EKG aritmia,
takikardia/bradikardia, edema, ortopnea, PND , batuk. (D.0008, SDKI Hal 34)

17
3. Gangguan Pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolus – kapiler d.d
Dispnea , PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun , takikardia, dan bunyi
nafas tambahan (D.0003, SDKI Hal 22).
4. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis (misal: iskemia) d.d mengeluh nyeri,
tampak meringis, gelisah , dan frekuensi nadi meningkat. (D.0077, SDKI Hal.
172)
5. Pola nafas tidak efektif b.d Hambatan upaya nafas d.d dispnea, ortopnea , pola
nafas abnormal, fase ekspirasi memanjang, dan pernafasan cuping hidung
(D.0005 SDKI Hal 28)
6. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi d.d Edema anasarka dan/atau
edema perifer, berat badan meningkat dalam waktu singkat, JVP dan/atau
CVP meningkat , refleks hepatojugular (+) , PND, Ortopnea (D.0022 , SDKI
Hal 62 )
7. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan aliran arteri dan/atau vena d.d
Pengisian kapiler >3 detik, nadi perifer menurun atau tidak teraba, akral teraba
dingin, warna kulit pucat, tugor kulit menurun (D.0009 , SDKI Hal 37)
8. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d mengeluh Lelah, Frekuensi jantung
meningkat >20% dari kondisi istirahat, dispnea setelah /saatt aktivitas.
(D.0056, SDKI Hal 128 )

3. Perencanaan Keperawatan/Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan adalah segala bentuk treatment yang dikerjakan oleh perawat
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai tujuan luaran yang
diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Intervensi menurut SIKI adalah

N Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi


O
1. Penurunan Curah Setelah Perawatan jantung ( I.02075)
Jantung b.d Perubahan dilakukan 1. Identifikasi tanda/gejala
kontraktilitas , tindakan primer penurunan curah
frekuensi , preload , keperawatan jantung
afterload, dan irama selama 3x24 jam 2. Identifikasi tanda/gejala
Jantung d.d Dispnea, diharapkan sekunder penurunan curah
Gambaran EKG curah jantung jantung

18
aritmia, meningkat 3. Monitor intake dan output
dengan kriteria cairan
hasil : 4. Monitor keluhan nyeri
Curah jantung dada
( L.02008, SLKI 5. Berikan terapi terapi
Hal 20) relaksasi untuk
1.Tanda vital mengurangi strees, jika
dalam rentang perlu
normal 6. Anjurkan beraktifitas fisik
2.Kekuatan nadi sesuai toleransi
perifer 7. Anjurkan berakitifitas
meningkat fisik secara bertahap
3. Edema 8. Kolaborasi pemberian
menurun antiaritmia, jika perlu
2. Gangguan Pertukaran Setelah Pemantauan Respirasi (I.01014)
gas b.d perubahan dilakukan 1. Monitor frekuensi irama,
membrane alveolus – tindakan kedalaman dan upaya
kapiler d.d Dispnea , keperawatan nafas
PCO2 selama 3x24 jam 2. Monitor pola nafas
meningkat/menurun, diharapkan 3. Monitor kemampuan
PO2 menurun , pertukaran gas batuk efektif
takikardia, dan bunyi meningkat 4. Monitor nilai AGD
nafas tambahan dengan Kriteria 5. Monitor saturasi oksigen
hasil : 6. Auskultasi bunyi nafas
Pertukaran gas 7. Dokumentasikan hasil
(L.01003, SLKI pemantauan
hal 94) 8. Jelaskan tujuan dan
1. Dipsnea prosedur pemantauan
menurun 9. Informasikan hasil
2.Bunyi nafas pemantauan, jika perlu
tambahan 10. Kolaborasi penggunaan
menurun oksigen saat aktifitas
3. Pola nafas dan/atau tidur
membaik

19
4. PCO2 dan O2
meningkat
3. Nyeri Akut b.d agen Setelah Manajemen nyeri I.08238)
pencedera fisiologis dilakukan 1. Identifikasi lokasi,
(misal: iskemia) d.d tindakan karakteristik nyeri,
mengeluh nyeri, keperawatan durasi, frekuensi,
tampak meringis, selama 3x24 jam intensitas nyeri.
gelisah , dan frekuensi diharapkan 2. Identifikasi skala nyeri
nadi meningkat tingkat nyeri 3. Identifikasi faktor yang
menurun dengan memperberat dan
kriteria hasil : memperingan nyeri
Tingkat nyeri 4. Berikan terapi non
(L.08066, SLKI farmakologis untuk
Hal 145) mengurangi rasa nyeri
1. Keluan nyeri 5. Kontrol lingkungan yang
menurun memperberat rasa nyeri
2. Meringis (mis: suhu ruangan,
menurun pencahayaan,kebisingan)
3. Gelisah 6. Anjurkan memonitor
menurun nyeri secara mandiri
4. Frekeunsi 7. Ajarkan teknik non
nadi membaik farmakologis untuk
mengurangi nyeri
8. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

4. Pelaksanaan Keperawatan/ Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan
kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017)

20
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari 51 tindakan. Penilaian proses
menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian,
diagnosa, perencanaan, tindakan dan evaluasi (Ali 2016). Evaluasi merupakan tahap
akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan yang telah
dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah.

21
C. Konsep Penurunan Curah Jantung
1. Pengertian
Penurunan curah jantung merupakan suatu keadaan dimana ketidakadekuatan
jantung memopa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh ( Dinarti,
Aryani, R. 2013)
2. Pengkajian Pada Penurunan Curah Jantung
Pengkajian dilakukan sesuai dengan
tanda mayor penurunan curah jantung yaitu dilihat dari data subjektifnya yaitu
pasien mengalami perubahan irama jantung berupa palpitasi, perubahan preload
berupa lelah, perubahan afterload berupa dyspnea, perubahan kontraktilitas berupa
paroxysmal nocturnal dyspnea (PND), ortopnea, batuk. Dilihat dari data objektif
yaitu pasien mengalami perubahan irama jantung berupa bradikardia atau
takikardia, gambaran EKG aritmia atau gangguan konduksi, perubahan afterload
berupa edema, distensi vena jugularis, Central Venous Pressure (CVP), meningkat
atau menurun, hepatomegali, perubahan afterload berupa tekanan darah
meningkat, nadi perifer teraba lemah, capillary refill ime >3 detik, oliguria, warna
kulit pucat dan atau sianosis, perubahan kontraktilitas berupa terdengar suara
jantung S3 atau S4 dan Ejection Fraction (EF) (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017).

3. Pathway Penurunan Curah Jantung

22
DAFTAR PUSTAKA

Aspaiani,RY. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada pasien Gangguan

Kardiovaskuler : aplikasi nic&noc. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Wijaya, Andra Saferi dan Putri, Yessie Marita. 2013. Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta: Nuha Medika

Smelzer, Suzanne dan Bare Brenda. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
dan Suddart. Jakarta: EGC.

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.
Jakarta Selatan.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP . (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.
Jakarta Selatan.

PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.
Jakarta Selatan

23
2. Data Fokus

Data Subyektif Data Objektif

24
3. Analisa Data

No Data Masalah Etiologi

25
4. Diagnosa Keperawatan

26
No. Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanggal Teratasi Nama Jelas
ditemukan

5. Perencanaan Keperawatan

27
Tgl No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Rencana Tindakan Paraf dan
kriteria hasil (NIC) nama
jelas

6. Pelaksanaan Keperawatan (Catatan Keperawatan)

28
Tgl/ No. Tindakan Keperawatan dan Hasil Paraf dan
Waktu DX Nama jelas

7. Evaluasi Keperawatan

29
No. Hari/Tgl/Ja Evaluasi Hasil (SOAP) (Mengacu pada tujuan) Paraf dan
Dx m Nama jelas

30

Anda mungkin juga menyukai