Anda di halaman 1dari 22

Referat

Bell’s Palsy
Salsabilla Sahara – 22004101052
Pembimbing: dr. Novi Iriawan, SpS
Latar Belakang
Bell’s palsy merupakan kelemahan saraf fasialis perifer tipe LMN
yang bersifat akut dan idiopatik. ↑ prevalensi di beberapa negara,
Inggris dan Amerika berturut-turut 22,4 dan 22,8 penderita per
100,000 penduduk per tahun. Indonesia, data yang didapatkan
dari 4 buah RS sebesar 19,55% dari seluruh kasus neuropati.

Dapat terjadi pada semua umur dan jenis kelamin. Tidak didapati
perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada
beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara
dingin atau angin berlebihan. Faktor resiko meningkat pada
penderita DM, kehamilan, obesitas dan HT.
Gejala klinis: lipatan dahi hanya tampak pada sisi yang sehat,
kelopak mata sulit menutup, sulit mengembungkan pipi, sulit
mecucu, sulit meringis, air mata berlebihan di sisi
kelumpuhan, pengecapan pada 2/3 lidah sisi kelumpuhan
kurang tajam dan hiperakusi.

Berdasarkan manifestasi klinisnya, terkadang masyarakat


awam mengganggap sindrom Bell’s palsy sebagai serangan
stroke atau yang berhubungan dengan tumor sehingga perlu
diketahui penerapan klinis sindrom Bell’s palsy tanpa
melupakan diagnosa banding kemungkinan diperoleh dari
klinis yang sama.
Bab II
Tinjauan Pustaka
Anatomi Nervus VII
Nervus facialis (N.VII) merupakan nervus yang berasal dari bagian lateral
dari pontomedullary junction yang disebut dengan angulus
cerebellopontin. Nervus facialis keluar dari batang otak membawa serat-
serat saraf untuk mengecap dan sekretori viscero eferen (parasimpatis)

Jalur dari N.VII dibagi menjadi 6 segmen:

Segmen intracranialis (cisternal) Segmen tympani (dari ganglion


geniculatum menuju ke
eminensia pyramidalis)

Segmen meatus (dari batang Segmen mastoid (dari eminensia


otak menuju ke meatus acouticus pyramidalis menuju ke foramen
internus) stylomastoideus)

Segmen labirin (dari meatus Segemen ekstratemporalis (dari


acouticus internus menuju ke foramen stylomastoideus menuju
ganglion geniculatum) ke post rami parotis)
Fungsi Nervus VII
1. Ekspresi Wajah
Fungsi utama dari nervus facialis adalah mengontrol otot-
otot mimik di wajah. Selain itu juga memberikan innervasi
untuk bagian posterior dari musculus digastricus,
stylohyoideus, dan musculus stapedius.
Orbicularis oris berperan sebagai spingter di mulut.
Buccinator berperan dalam hal tersenyum dan membantu
pipi tetap kencang. Orbicularis oculi mentutup kelopak mata
dan membantu aliran air mata

2. Sensasi Wajah
Nervus facialis melayani rasa kecap pada 2/3 bagian anterior
dari lidah melalui chorda tympani. Rasa kecap ini kemudian
dikirim ke pars superior dari nucleus solitarius.
Definisi

Bell’s palsy merupakan kelemahan atau kelumpuhan saraf


fasialis perifer tipe lower motor neuron (LMN) yang bersifat akut,
unilateral, isolated dan belum diketahui penyebabnya secara
pasti (idiopatik). Penyakit ini timbul mendadak dan akan
menyebabkan asimetri pada wajah serta mengganggu fungsi
normal, seperti menutup mata dan makan
Definisi

Saraf yg mengendalikan otot bag.bawah: bersilangan di pons


Otot bag. atas: sebagian bersilangan di pons dan sebagian tidak.

Kelumpuhan hanya pada otot Karena otot atas memiliki


UMN (lesi central)/ korteks
bawah di sisi kontralateral inervasi tambahan dari sisi
cerebri, ex: stroke
(bibir asimetris saat tersenyum) ipsilateral

Kelumpuhan akan terjadi pada Tidak bisa mengerutkan dahi,


LMN (lesi perifer), ex:
seluruh otot wajah sisi tidak bisa menutup mata, bibir
bell’s palsy
ipsilateral asimetris
Epidemiologi

Prevalensi: 20-25/100.000 penduduk. Lebih rendah


pada dewasa muda dan ↑ sesuai usia.
>60th: bertambah 30-35/100.000 penduduk.
Inggris: 22,4/100.000 penduduk per tahun
Amerika: 22,8/100.000
Indonesia: data dari 4 RS 19,55% dari total kasus
neuropati.
Persentasi laki laki dan perempuan seimbang; tidak ada
kecenderungan jenis kelamin pada BP.
Etiologi
Walaupun etiologinya belum diketahui, tapi ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bell’s palsy yaitu

Herpes Simplex Virus (HSV), Karena gangguan regulasi


Infeksi Iskemik
yang terjadi karena proses sirkulasi darah di kanalis
reaktivasi dari HSV (khususnya virus vaskuler fasialis.
tipe 1).

Kanalis fasialis yang sempit Akibat reaksi imunologi


pada keturunan dikeluarga Herediter Imunologi terhadap infeksi virus yang
tersebut → predisposisi untuk timbul sebelumnya atau
terjadi paresis fasialis sebelum pemberian imunisasi
Patofisiologi
Inflamasi Virus
Imunologi

Ganglion Inflamasi
geniculatum Transformasi
limfosit
Merusak fungsi
saraf
Hasil dari sel mediated
Edema + immunity melawan
Kompresi,
penjepitan N. antigen
iskemia
VII BELL’S
PALSY
Refleks iskemia

Autosomal Perubahan vasomotor


Genetik dominant Paparan dingin pada wajah
(HLA)
Manifestasi Klinis
Gejala Klinis
Kelemahan atau kelumpuhan otot- Sensasi yang berubah pada sisi
otot wajah bagian atas dan bawah wajah yang terkena
pada sisi yang terkena
Kelopak mata ipsilateral terkulai Air liur menetes

Ketidakmampuan untuk menutup Nyeri di dalam atau di belakang


mata sepenuhnya → mata kering telinga
Air mata yang berlebihan (epifora) Peningkatan kepekaan terhadap
suara (hiperakusis) pada sisi yang
terkena jika otot stapedius terlibat
Sudut mulut terkulai Kesulitan makan karena kelemahan
otot ipsilateral yang menyebabkan
makanan terperangkap di sisi mulut
yang sakit
Gangguan/kehilangan sensasi rasa
ipsilateral
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik
1 Inspeksi Nervus Fasialis Kerutan dahi, pejaman mata, sudut mulut

2 Fungsi Motorik Mengangkat alis, mengerutkan dahi, memejamkan mata,


menyeringai, mencucurkan bibir, mengembungkan pipi,
mengembang kempiskan cuping hidung
3 Fungsi Pengecapan 2/3 Pasien diinstruksikan untuk menjulurkan lidah, kemudian
lidah diberikan cairan Bornstein (4% glukosa, 1% asam sitrat, 2,5%
sodium klorida, 0,075% quinine HCl). Pasien diminta untuk
menyampaikan pengecapan yang dirasakannya dengan
isyarat, misalnya 1 untuk rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3
untuk rasa asin dan 4 untuk rasa asam
4 Refleks Stapedius Memasang stetoskop pada telinga penderita kemudian
dilakukan pengetukan lembut pada diafragma stetoskop atau
dengan menggetarkan garpu tala 256Hz di dekat stetoskop.
Abnormal jika hiperakusis (suara lebih keras atau nyeri).
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada yang spesifik untuk Bell’s palsy, tetapi tes berikut dapat berguna untuk
mengidentifikasi atau menyingkirkan penyakit lain
1 CBC

2 Glukosa darah, Untuk mengetahui adanya diabetes yang tidak terdiagnosa


HbA1C (penderita diabetes 29% lebih berisiko terkena Bell’s palsy)
3 Salivary flow test Pemeriksa menempatkan kateter kecil di kelenjar
submandibular yang paralisis dan normal, kemudian
penderita diminta menghisap lemon dan aliran saliva
dibandingkan antara kedua kelenjar. Sisi yang normal
menjadi kontrol.
4 CT Scan, MRI Digunakan apabila paresis menjadi progesif dan tidak
berkurang. MRI digunakan untuk menyingkirkan kelainan
lainnya yang menyebabkan paralisis. MRI pada penderita
Bell’s palsy menunjukkan pembengkakan dan peningkatan
yang merata dari saraf fasialis dan ganglion genikulatum.
MRI juga dapat menunjukkan adanya pembengkakan saraf
facialis akibat schwannoma, hemangioma, atau meningioma.
Tatalaksana
Medikamentosa
1 Kortikosteroid Untuk mengurangi kemungkinan paralisis permanen dari
pembengkakan pada saraf di kanalis fasialis yang sempit, efek
maksimal 72 jam dari timbulnya gejala.
Dosis prednison (maksimal 40- 60 mg/hari) dan prednisolon
(maksimal 70 mg) adalah 1 mg/kg/hari secara oral selama 6 hari lalu
diikuti 4 hari tappering off
2 Antiviral Digunakan sebagai pengobatan Bell’s palsy karena kemungkinan ada
keterlibatan HSV-1. Antiviral yang digunakan yaitu asiklovir 400 mg
5x/hari selama 5 hari atau valasiklovir 1000 mg/hari selama 5 hari
3 Analgesik Meredakan nyeri

4 Methylcellulose eye Untuk mencegah kekeringan pada kornea.


drops
Tatalaksana
Non Medikamentosa
1 Selotip Untuk menutup kelopak mata saat tidur

2 Eye patch Untuk mencegah pengeringan kornea.

3 Fisioterapi Untuk mempertahankan tonus otot yang lumpuh. Cara yang sering
digunakan yaitu : massage otot wajah selama 5 menit pagi-sore atau
dengan faradisasi.
4 Operasi Beberapa tindakan operatif yang dapat dikerjakan pada BP antara
lain dekompresi n. fasialis yaitu membuka kanalis fasialis pars
piramidalis mulai dari foramen stilomastoideum nerve graft operasi
plastik untuk kosmetik (muscle sling, tarsoraphi)
Komplikasi
1. Regenerasi motor inkomplit yaitu regenerasi suboptimal yang menyebabkan paresis seluruh atau

beberapa muskulus fasialis

2. Regenerasi sensorik inkomplit yang menyebabkan disgeusia, ageusia, dan disestesia

3. Reinervasi yang salah dari saraf fasialis. Reinervasi yang salah dari saraf fasialis dapat

menyebabkan:

- Sinkinesis yaitu gerakan involunter yang mengikuti gerakan volunteer

- Crocodile tear phenomenon

- Clonic facial spasm (hemifacial spasm)


Prognosis
Dalam sebuah penelitian pada 1.011 penderita BP, 85%: tanda
perbaikan pada M3 setelah onset penyakit. 15%: 3-6 bulan kemudian
(Ropper, 2003). Pada literatur lain penderita BP bisa sembuh
sempurna dalam waktu 2 bulan dan sembuh sempurna antara 1-3
bulan 80 % (Davis,2005). 1/3 dapat sembuh seperti sedia kala tanpa
gejala sisa. 1/3 lainnya dapat sembuh tetapi dengan elastisitas otot
yang tidak berfungsi dengan baik. Penderita seperti ini tidak memiliki
kelainan yang nyata. Penderita Bell’s palsy dapat sembuh total atau
meninggalkan gejala sisa.
Bab III
Kesimpulan
Kesimpulan
Bell’s palsy merupakan kelemahan atau kelumpuhan saraf fasialis perifer tipe lower
motor neuron (LMN) yang bersifat akut dan belum diketahui penyebabnya secara pasti
(idiopatik). Etiologinya masih belum jelas, tetapi ada 4 teori yaitu iskemik vascular, virus,
imunologi dan herediter.

Gejala klinis berupa kelumpuhan separuh otot wajah seperti dahi tidak dapat dikerutkn,
kelopak mata tidak dapat menutup, sudut mulut tidak dapat diangkat. Selain itu juga
dapat ditemukan gejala lain yang menyertai seperti gangguan fungsi pengecapan,
hiperakusis dan gangguan lakrimasi.

Tatalaksana dapat diberikan medikamentosa seperti kortikosteroid, antivirus, analgetik


serta obat tetes mata. Tatalaksana non medikamentosa dapat dilakukan fisioterapi,
operasi dan penggunaan selotip mata pada saat tidur untuk mencegah kekeringan
kornea.
Thankyou!

Anda mungkin juga menyukai